Pengampu:
Dr.rer.nat. Mo Awwanah, S.Si, M.Sc
Kolonel Ckm. Nurhadiyanta, S.Si, M.Si
Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pertahanan Republik Indonesia
Toksisitas Zat Beracun (Toksikan)
2
Toksikan (zat toksik) adalah bahan apapun yang dapat memberikan efek yang berlawanan
(merugikan). Dikenal juga dengan istilah xenobiotik (xeno = asing, benda asing).
Racun merupakan istilah untuk toksikan yang dalam jumlah sedikit (dosis rendah) dapat
menyebabkan kematian atau penyakit (efek merugikan) yang secara tiba-tiba.
Toksisitas merupakan efek racun dari suatu zat yang bergantung pada dosis dan lokasi aksi dari zat
tersebut.
Wirasuta, 2006
Pengaruh Disposisi terhadap Toksisitas Zat Beracun
5
➢ Absorpsi atau tingkat penyerapan
Jika penyerapan rendah, maka konsentrasi zat beracun kemungkinan tidak cukup
untuk menimbulkan efek keracunan di lokasi aksi.
➢ Distribusi atau penyaluran
Proses distribusi juga mempengaruhi tingkat toksisitas, terutama jika zat racun
terdistribusi ke jaringan selain yang menjadi target sehingga konsentrasi zat
beracun di lokasi target menjadi lebih rendah dan tidak cukup untuk menimbulkan
efek keracunan.
➢ Biotransformasi atau metabolisme
Biotransformasi juga dapat menyebabkan perubahan zat beracun menjadi
metabolit yang kurang beracun atau bahkan memiliki efek racun yang lebih tinggi.
➢ Ekskresi atau eliminasi
Lebih cepat zat kimia dieliminasi dari tubuh, maka akan semakin rendah
konsentrasinya di dalam tubuh sehingga efek racun di jaringan target menjadi lebih
rendah pula.
Rute Absorpsi, Distribusi dan Ekskresi Toksikan
Jalur masuk (absorpsi)
6
Penyebaran (distribusi)
Untuk bisa diserap, toksikan harus berada dalam fase terlarut atau terdispresi
secara molekuler (menjadi molekul kecil penyusunnya).
Saluran pernafasan terdiri atas nasofaring, saluran trakea dan bronkus, serta paru-paru, yang
terdiri atas bronkiol pernafasan, saluran alveolar, dan alveoli.
Trakea dan bronkus/ bronkiolus dibatasi oleh sel epitel bersilia dan
dilapisi oleh lapisan lender tipis. Pada saluran ini terjadi penyerapan
butiran cairan dan partikel padat yang kecil juga melalui difusi dan
fagositosis. Fagosit yang berisi partikel-partikel akan diserap ke
dalam sistem limfatik.
Organ tubuh seperti ginjal, hati, otak, paru-paru, jantung, lambung dan usus
adalah organ-organ yang memiliki laju aliran darah (perfusi) yang baik sehingga
toksikan akan dapat terdistribusi secara lebih homogen di organ-organ tersebut.
❑ Sifat molekul toksikan, meliputi ukuran molekul, ikatan antara protein plasma
dan protein jaringan, kelarutan dan sifat kimia.
Senyawa yang larut lemak akan lebih mudah terdistribusi ke seluruh jaringan
tubuh, sehingga pada umumnya senyawa lipofil akan mempunyai volume
distribusi yang jauh lebih besar daripada senyawa yang hidrofil. Misalnya Tetra-
hidro-canabinol (THC) (zat halusinogen dari tanaman ganja) adalah sangat larut
lemak.
Eliminasi/ Ekskresi: Pengeluaran Toksikan dari Sirkulasi Sistemik
14
Ekskresi/ eliminasi merupakan proses pengeluaran zat beracun dari tubuh (atau dari sirkulasi sistemik),
setelah mengalami metabolisme terlebih dahulu.
Biotransformasi merupakan prasarat untuk ekskresi melalui ginjal, karena banyak racun yang larut lemak
sehingga perlu diubah menjadi bentuk yang larut dalam air agar dapat dibuang melalui ginjal.
Penimbunan Toksikan (storage)
15
Umumnya konsentrasi xenobiotik di tempat organ sasaran merupakan fungsi kadar xenobiotik
di dalam darah (plasma). Namun, sering dijumpai kadar xenobiotik di organ sasaran tidak
selalu sama dengan kadarnya dalam darah karena adanya penimbunan di dalam organ
atau jaringan.
Penyimpanan toksikan:
➢ Penyimpanan di jaringan lemak untuk senyawa yang larut dalam lemak
➢ Hati dan ginjal memiliki kapasitas lebih tinggi untuk mengikat zat-zat kimia, antara lain
karena adanya protein khusus metalotiotenin. Protein ini mengikat logam-logam seperti
cadmium dan timbal, sehingga kadarnya akan tinggi pada organ hati dan ginjal.
➢ Tulang merupakan tempat timbunan utama untuk fluorida, timbal dan stronsium.
Zat-zat yang ditimbun ini akan dilepaskan lewat pertukaran ion dan dengan pelarutan
kristal tulang lewat aktivitas osteoklastik.
Biotransformasi Toksikan
16
Biotransformasi merupakan perubahan toksikan yang dikatalisis oleh enzim, sehingga
menghasilkan zat yang secara kimia berbeda dengan zat asalnya. Hal ini juga akan
mempengaruhi toksisitasnya.
Tujuan:
untuk mengubah toksikan menjadi lebih polar sehingga eliminasi bisa lebih cepat.
Dancygier, 2010
Biotransformasi: Reaksi Fase I
17
Reaksi-reaksi pada fase I biasanya mengubah molekul toksikan menjadi
metabolit yang lebih polar dengan menambahkan atau memfungsikan suatu
kelompok fungsional (-OH, -NH2, -SH, -COOH).
Fase I
Fase II
• Glukuronidasi
Glukuronidasi adalah jenis konjugasi yang paling umum dan penting. Glukuronidasi dari
gugus alkohol atau fenol adalah reaksi konjugasi yang paling sering pada reaksi fase II, di
samping itu juga asam-asam karboksilat, senyawa sulfidril dan senyawa amin. Enzim yang
terlibat glucoronosyl transferase.
• Konjugasi Sulfat
Reaksi ini dikatalisis oleh sulfotranferase, yang diketemukan dalam fraksi sitosolik
jaringan hati, ginjal dan usus. Koenzimnya adalah PAPS (3’- fosfoadenosin-5’-fosfosulfat).
Konjugasi ini dilakukan dengan gugus fungsional: fenol, alkohol alifatik dan amin aromatik.
• Asetilasi
Xenobiotika yang memiliki gugus amin aromatik, yang tidak dapat dimetabolisme secara
oksidatif, biasanya akan diasetilisasi dengan bantuan enzim N-asetil transferase dan asetil
koenzim A.
Asetilasi merupakan fransfer gugus asetil ke amin aromatik primer, hidrazin, hidrazid,
sulfoamid dan gugus amin alifatik primer tertentu.
• Metilasi
Reaksi ini dikatalisis oleh metiltransferase dengan koenzim SAM (S-adenosin metionin).
Contoh N-metilasi (noradrenalin, nicotinamid, metadon).
Reaksi metilasi toksikan cukup jarang, yang paling sering terjadi adalah glukuronidasi.
Biotransformasi: Reaksi Fase II
22
Contoh Biotransformasi
Toluena
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biotransformasi Toksikan
❖ Genetik 23
Variabilitas genetik berperan penting pada reaksi metabolisme karena mempengaruhi
pembentukan enzim-enzim yang diperlukan dalam proses biotransformasi suatu zat.
❖ Induksi Enzim
Banyak toksikan yang dapat meningkatkan sintesa sistem enzim metabolisme (induksi),
induksi sistem enzim tertentu dapat meningkatkan laju biotransformasi senyawa tertentu.
Contoh zat yang bersifat induksi enzim adalah fenobarbital, yang dapat meningkatkan
jumlah CYP450 dan NADPH-sitokrom reduktase.
❖ Inhibisi Enzim
Penghambantan sistem enzim biotransformasi akan mengakibatkan perpanjangan efek
farmakologi dan meningkatnya efek toksik.
❖ Penyakit hati, penyakit hepatitis akut atau kronis, sirosis hati dan nekrosis hati secara
signifikan dapat menurunkan laju metabolisme toksikan.
❖ Umur
Enzim-enzim tertentu seperti CYP-450, glukoronil-trensferase dan acetil-transferase, belum
berkembang sempurna pada bayi dan baru berkembang pada tahun ke-5.
Daftar Pustaka
24
Beiras, R. 2018. Biotransformation. Marine Pollution: 205-214. DOI: 10.1016/B978-0-12-813736-9.00012-X.
Budiawan. 2008. Peran toksikologi forensik dalam mengungkap kasus keracunan dan pencemaran
lingkungan. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences, 1(1):35-39.
Rahayu, M. dan Solihat, MF. 2018. Toksikologi Klinik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Sumber lain.
25
TERIMA KASIH