Anda di halaman 1dari 7

lOMoARcPSD|4716741

Trichinellosis

Veterinary Clinical Disease (Universitas Gadjah Mada)

StuDocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by putri utami (tiymami@gmail.com)
LEARNING OBJECTIVES
1. Mengetahui tentang etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosa, terapi, dan
pencegahan dari trichinosis

I. TRICHINOSIS
A. Etiologi
Trichinosis atau trichinellosis adalah salah satu penyakit parasit global yang
paling menyebar luas pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh infeksi larva
cacing nematoda Trichinella sp. Cacing ini tersebar sangat luas; dapat ditemukan pada
banyak hewan domestik, liar, hingga manusia.
Trichinellosis diketahui merupakan penyakit yang sudah ada sejak dahulu,
namun baru dalam 150 tahun terakhir Trichinella dapat terlihat dan ditetapkan sebagai
agen parasit penyebabnya. Trichinella diketahui berasal dari daerah arktik dan
subarktik dimana banyak ditemukan hewan predator di alam bebas. Sekarang
Trichinella dapat ditemukan di seluruh belahan dunia, dengan babi dan manusia
menjadi bagian penting dalam siklus hidup dan penyebarannya.
Trichinella spiralis adalah spesies yang paling umum ditemukan, berukuran
kecil (panjang 1-4 mm), dengan betina lebih panjang daripada pejantan. Bersifat
vivipar, setelah kopulasi betina akan melepaskan atau “melahirkan” ratusan hingga
ribuan larva. Dari 8 spesies yang ada, T. spiralis, T. nativa, T. britovi, T. murelli, dan
T. nelsoni akan memiliki kapsulasi (kista) dan hanya menginfeksi mamalia. Sementara
T. pseudospiralis, T. papuae, dan T. zimbabwensis tidak akan memiliki kapsulasi
(kista) dan dapat menginfeksi mamlia, aves, dan reptil. (Foreyt, 2013)

(Foreyt, 2013)

Downloaded by putri utami (tiymami@gmail.com)


(Foreyt, 2013)

B. Patogenesis
Pada alam liar, metode utama transmisinya melalui predasi, kanibalisme, dan
memakan bangkai, namun ditemukan juga bahwa hewan coprophagy yang memakan
feses hewan terinfeksi dan hewan yang memakan artropoda yang baru saja memakan
daging yang terinfeksi dapat pula terinfeksi. Pada manusia, infeksi terjadi ketika
memakan daging hewan terinfeksi yang tidak dimasak dengan matang.

1. Tabel prevalensi infeksi dan menjadi sumber infeksi pada manusia

2. Siklus Hidup

Downloaded by putri utami (tiymami@gmail.com)


 Dalam hitungan jam setelah hewan mengingesti daging yang berisi larva
Trichinella sp., larva akan terbebas dari kistanya karena asam lambung dalam
proses pencernaan. Larva kemudian akan bermigrasi ke usus halus dan
mempenetrasi mukosa usus, kemudian stay di sel epitel.
 Larva kemudian akan mengalami 4 kali molt dalam 30 jam selanjutnya untuk
menjadi cacing dewasa muda, jantan maupun betina.
 Cacing dewasa akan keluar dari sel epitel menuju sel mukosa dan berkopulasi.
Cacing jantan akan mati segera setelah kopulasi, sementar cacing betina masih
dapat bertahan hidup selama kurang lebih 5-6 minggu.
 Telur yang terfertilisasi akan berkembang dalam tubuh cacing betina, larva
kemudian akan keluar dan terdeposit dalam dinding usus dalam 4-7 hari setelah
ingesti awal. Larva yang dihasilkan dapat mencapai 1.350-1.500 ekor.
 Larva, yang berukuran panjang 100μm dan diameter 6μ, migrasi dari usus ke
saluran limfatik mukosal dan nodus-nodus limfatik regional, menuju duktus
thoracicus, dan masuk ke saluran vena. Dari saluran vena, larva terbawa menuju
jantung kemudian tersebar ke seluruh jaringan tubuh.
 Jaringan tubuh yang paling sering menjadi predileksi dari Trichinella sp. adalah
jaringan otot yang memiliki kadar oksigen tinggi, yaitu : otot masseter,
diafragma, lidah, laring, dam otot-otot intercostae.
 Setelah mencapai jaringan otot, larva menembus serat otot menuju sel otot, paling
cepat 5 hari setelah ingesti.
 Dalam sel otot, larva membentuk spiral (perhatikan nama : T. spiralis), dan sel
otot yang menjadi host akan bertransformasi menjadi nurse cell yang akan
menyelubungi dan mengkapsulasi larva dengan kolagen dan jaringan ikat,
membentuk kista dalam 3 minggu atau lebih.
 Larva dalam kista akan menyerap nutrisi dari sarkoplasma sel otot host dan akan
tumbuh untuk menjadi stadium infektif dalam 4-8 minggu, dan akan inaktif
sampai teringesti hewan lain.
(Foreyt, 2013)

C. Gejala Klinis
Sakit reumatik, lemah, kekakuan otot (pada infestasi berat di otot), miosis, diare,
edema, demam, emasiasi, dan dispnoea. Pada hewan, bagaimanapun, gejala-gejala ini
sulit teramati. (Anthony, 1961)

D. Diagnosa

(Foreyt, 2013)

E. Terapi dan Pencegahan


Babi yang telah terinfeksi tidak dianjukan diberi pengobatan apapun,
dikarenakan obat tidak dapat menembus kista yang menyelubungi larva infektif dalam
otot. Obat cacing (anthelmintik) golongan benzimidazole seperti thiabendazole dapat
diberikan sebagai pencegahan dan membunuh cacing dewasa pada manusia dalam
wakatu 3 hari setelah ingesti untuk mencegah migrasi larva dari usus ke jaringan.
Kortikosteroid dapat diberikan sebagai antiinflamatorik dan antihistamin dari gejala
yang ditimbulkan.
Pencegahan lain berupa perbaikan manajemen pakan : tidak memberikan
potongan daging atau sisa-sisa RPH ke hewan ternak seperti babi atau kuda.
Manajemen kandang dan sanitasi : menjaga kebersihan kandang dan membunuh
hewan carrier seperti tikus. Manajemen produksi/konsumsi : tidak mengonsumsi
daging mentah, paling tidak harus dimasak diatas suhu 71 oC atau daging didinginkan
dibawah suhu -15oC selama minimal 4 minggu, namun pada spesies Trichinella yang
ditemukan di daerah arktik dan subarktik besar kemungkinan telah resisten terhadap
suhu dingin. Iradiasi diketahui dapat pula mengakticasi larva. Tidak disarankan
mengonsumsi daging yang hanya digarami, dikeringkan, diasap, ataupun dimasak
dengan microwave karena variabel konsentrasi garam, suhu, waktu pengeringan, serta
ketidakrataan pemanasan. (Foreyt, 2013)

Anda mungkin juga menyukai