Disusun sebagai pedoman untuk melaksanakan seminar penelitian pada Jurusan Perikanan
dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman
oleh:
Fauzi Faturakhman
NIM. H1H010024
oleh:
Fauzi Faturakhman
NIM. H1H010024
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
Mengetahui:
Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan Usulan penelitian dengan judul Mikrokapsul dan Pakan
Alami sebagai Pakan Awal untuk Larva Ikan Hias Mas Koki (Carrasias auratus).Ikan mas
koki (Carassius auratus) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang banyak
diminati. Dalam pembudidayaan ikan mas koki masalah kematian pada fase benih sering
menjadi kendala, sehingga sebelum ikan mencapai bentuk dan ukuran yang siap
dipasarkan, ikan mas koki telah mati.
Salah satu alternatif pemecahan masalah yang digunakan adalah dengan
memberikan makanan dalam kualitas dan kuantitas yang tinggi. Pakan
memegang
peranan yang sangat penting dalam suatu kegiatan budidaya. Pakan mempunyai fungsi
sebagai sumber energi yang mendukung bagi pertumbuhan ikan, oleh karena itu perlu
pemberian pakan yang berkualitas dan efisien. Kebutuhan akan pakan tersebut dapat
dipenuhi dengan pemberian pakan buatan. Pakan buatan merupakan salah satu cara
untuk menciptakan pakan tambahan dimana nilai gizinya dapat memacu pertumbuhan
serta perbaikan tampilan ikan yang dibudidayakan. Kandungan nutrisi yang lengkap di
dalam pakan seperti cukup protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin dibutuh ikan untuk
budidaya ikan mas koki.
Demikian usulan penelitian ini dibuat sebagai tugas akhir yang dilaksanakan dan
disusun guna memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Universitas Jenderal Soedirman.
Semoga bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Purwokerto,
Penulis
November 2014
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan hias merupakan ikan yang diminati masyarakat luas karena keindahan
yang khas dan unik, mulai dari beragam corak, warna, dan bentuk. Karena keunikan
tersebut membuat ikan hias banyak diperdagangkan baik dalam lingkup nasional
maupun internasional sebagai komoditas hidup. Ikan hias air tawar saat ini tidak
hanya diminati oleh pasar lokal, tetapi juga telah masuk pasar ekspor. Permintaan ekspor
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Ikan hias air tawar merupakan salah satu
komoditas perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan, salah satunya adalah
ikan mas koki.
Variasi dari bentuk dan warna badan ikan mas koki yang beragam merupakan suatu
keuntungan ganda yang dapat dinikmati penggemar ikan mas koki. Ikan mas koki
(Carassius auratus) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang banyak
diminati, karena proses budidayanya mudah, tidak memerlukan lahan yang luas dan
siklus reproduksinya relatif singkat. Siklus pemijahannya pendek (11,5 tahun), dalam
jangka waktu satu tahun dapat dilakukan 2 kali pemijahan (Afrianto dan Liviawaty,
1990). Hal ini mendorong permintaan tehadap ikan mas koki meningkat. Kondisi tersebut
memicu para pembudidaya ikan hias untuk membudidayakan ikan mas koki (Bachtiar,
2004).
Masalah yang sering dihadapi dalam proses pembenihan ikan mas koki yaitu
kematian pada larva. Menurut Ndilo (2011), Derajat kelulushidupan benih dipengaruhi
kondisi fisiologis, keberadaan pakan alami dan kondisi lingkungan yang tidak sesuai
dengan habitat aslinya. Upaya untuk mengurangi tingkat kematian larva ikan mas koki,
salah satunya adalah dengan pemberian pakan yang tepat untuk larva ikan, Pertumbuhan
yang cepat terjadi jika di dalam pakan mengandung zat-zat gizi terutama protein dan
sumber energi lainnya seperti lemak dan karbohidrat (Djajasewaka, 1990). Untuk
meningkatkan percepatan pertumbuhan dengan pakan perlu diimbangi dengan efektifitas
pemanfaatan gizi dalam tubuh. Efektifitas pakan yang digunakan tidak hanya
tergantung pada kualitas fisik dan kimia, jumlah ransum pakan, frekuensi, dan cara
pemberian pakan tetapi pemanfaatan gizi yang tepat akan menghasilkan nilai konversi
pakan yang lebih efisien (Mudriyanto et al., 1996).
Kesulitan dalam mendapatkan pakan alami secara kontinyu dan dalam jumlah
besar lebih memilih menggunakan pakan
menggantikan keberadaan pakan alami. Salah satu bentuk pakan buatan untuk larva yaitu
mikrokapsul. Mikrokapsul adalah partikel yang berbentuk bundar dengan ukuran
berkisar antara 50 nm sampai 2 mm tersusun dari matrik polimer diluar (dinding)
dan komponen aktif didalam sebagai substansi inti (inklusi) (Arshady, 1989).
Pakan alami untuk benih ikan mas koki salah satunya menggunakan Daphnia sp..
Kandungan
protein
yang dimiliki
tergantung media hidupnya (Palmer, 1996). Menurut Mason (1994), Daphnia sp.
mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi, mudah dicerna, pergeraka tersendatsendat, sehingga mudah ditangkap oleh larva yang belum dapat aktif berenang dengan
cepat. Selain itu, kondisi lingkungan pemeliharaan menjadi faktor penting dalam proses
pembenihan ikan mas koki, yakni dengan menyesuaikan lingkungan habitat asli. Ketika
kondisi lingkungan tidak mendukung, larva tidak dapat bertahan hidup dan pada akhirnya
proses pembenihan menurun dan terhambat (Lesmana dan Daelani, 2009).
1.2.
Perumusan Masalah
Kendala yang sering dihadapi oleh para pembudidaya adalah kematian pada fase
larva dan benih. Penyebab kematian karena perkembangan alat cerna yang belum
sempurana, dan pemberian pakan yang kurang sesuai ukuran bukaan mulut larva yang
kecil, hal ini menyebabkan produksi benih ikan mas koki tidak tersedia secara
berkesinambungan. Berdasrkan hal tersebut perlu upaya memenuhi kebutuhan gizi yang
mencukupi dari pakan yang diberikan.
2.
laju pertumbuhan dan sintasan larva ikan mas koki (Carassius auratus).
Kombinasi pemberian pakan mikrokapsul dan Daphnia sp. mana yang paling tepat
untuk larva ikan mas koki (Carassius auratus).
1.3.
Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1.
2.
Mengetahui kombinasi pemberian pakan mikrokapsul dan Daphnia sp. yang tepat
untuk larva ikan mas koki (Carassius auratus).
1.4.
Manfaat
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariphisysoidei
Sub ordo
: Cyprinoidea
Family
: Cyprinidae
Genus
: Carassius
Species
: Carassius auratus
1990). Seiring perkembangan dan modernisasi bentuk tubuh ikan mas koki mengalami
beberapa perubahan. Menurut Afrianto dan Liviawati (1990) Beberapa strain mas koki
yang telah dikenal dan digemari oleh masyarakat yang diantaranya : ras bulldog (dengan
mata yang melotot), Spencer (dengan jambul di kepala dan warna sisik yang menarik),
Mutiara (dengan postur tubuh seperti bola tenis yang bertotol-totol dengan sisik yang
berkilauan seperti mutiara), lion head (dengan bagian kepala menyerupai singa), The
veiltail (dengan sirip punggung dan ekor yang agk panjang berjumbai), Red head (dengan
bintik merah di bagian kepala), dan bubble eye (dengan selaput mata yang
menggelembung seperti balon).
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1990), Maskoki memiliki bentuk tubuh yang
unik dan sisik yang sangat menarik. Maskoki tergolong ke dalam jenis ikan yang mudah
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang baru. Bentuk tubuh Maskoki agak
memanjang dan pipih tegak (compressed) dan mulutnya terletak di ujung tengah (terminal)
dan dapat disembulkan (protaktil). Bagian ujung mulut memiliki dua pasang sungut. Mata
ikan mas koki ada yang berkuran besar, dan tidak bisa membuka dan menutup. Bentuk
mata dari ikan mas koki berbeda-beda. Bentuk ini dapat digunakan sebagai salah satu cara
mengidentifikasi strain mas koki. mas koki memiliki sisik yang berderet rapi, mengilap
dan menutupi tubuh dengan warna yang menarik.
Di bawah deretan sisik terdapat kelenjar lendir yang berfungsi sebagai pelindung
dari serangan penyakit dan penahan terhadap benturan. Bentuk dan warna mas koki
menjadi ciri khas dan penamaan mas koki (Afrianto dan Liviawaty, 1990). Sirip mas koki
terdiri dari sirip dada (pectoral fin), sirip perut (pelvic fin), sirip punggung (dorsal fin),
sirip dubur (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip perut dan sirip dada bekrjasama
dengan gelembung udara berfungsi sebagai pengendali dan daya dorong tubuh untuk
melekukan gerakan keatas dan kebawah. Sirip punggung dan sirip belakang berfungsi
untuk menjaga agar tubuh tidak bergulir ke samping. Sirip punggung mas koki terletak di
bagian punggung. Sementara itu, sirip belakang terletak didepan sirip ekor yang
berdekatan dengan lubang kelamin. Bentuk sirip mas koki cukup bervariasi, terutama sirip
ekornya. Sirip ekor mas koki ada yang tunggal, berpasangan, atau gabungan dari bentuk
tunggal dan bentuk berpasangan. Bagian ujung ekor pada sirip gabungan tampak
menggarpu, membulat dan memanjang (Afrianto dan Liviawaty 1990).
Mas koki jantan memiliki warna yang mencolok atau terang serta gesit dalam
bergerak (Afrianto dan Liviawaty 1990). Begitu pula dengan bentuk tubuhnya, mas
koki jantan memiliki sirip dada yang terdapat bintik-bintik menonjol dan terasa kasar jika
diraba, serta bentuk tubuh ramping, sedangkan mas koki betina memiliki sirip dada
terdapat bintik-bintik dan terasa halus jika diraba. Warna tubuh agak pucat tidak secerah
induk jantan, gerakannya relatif lebih lambat, ukuran tubuhnya lebih besar dari jantan
ketika dewasa. (Afrianto dan Liviawaty 1990).
2.2.
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1990) Ikan mas koki lebih cocok hidup di perairan
beriklim tropis atau kisaran suhu 23- 29oC dengan pH dan kesadahan normal. Untuk pH
kisaran 7-8 dengan kesadahan air yang ideal bagi Maskoki berkisar antara 17 hingga 22
(Bernhardt dan Heinz, 1998). Kondisi lingkungan yang ideal menjadi faktor penting dalam
memaksimalkan pertumbuhan dan produktivitas mas koki.
Di daerah yang mempunyai 4 musim, mas koki melakukan aktivitas reproduksi pada
musim semi yaitu, ketika suhu lingkungan mencapai 12-20 oC sehingga mampu memijah
sepanjang tahun. Untuk pemeliharaan dalam akuarium diperlukan penanganan khusus
karena air dalam akuarium cepat kekurangan oksigen karena tempatnya kecil sehingga
kandungan oksigen pun terbatas (Susanto, 2008).
2.3.
Pakan
Dalam memelihara mas koki pakan memegang peranan penting di samping kualitas
air. Pemberian pakan yang berlebihan akan berdampak buruk pada kualitas air dan ikan.
Ikan akan mengalami over feeding (kekenyangan) hingga pada akhirnya dapat timbul
penyakit. Namun, kekurangan dan teknik pemberian pakan yang salah juga akan berakibat
fatal (Mashudi, 2006). Berdasarkan sumber, pakan dibagi ke dalam dua yakni pakan alami
dan pakan buatan.
Pakan alami merupakan makanan ikan yang tumbuh di alam tanpa campurtangan
manusia secara
langsung
(Mudjiman,
1999).
Pakan ikan
alami sebagai
makanan ikan adalah plankton dan tumbuhan air lainnya. Plankton dapat dibedakan
menjadi 2 golongan, yaitu plankton
(Zooplankton). Menurut ekologi dan cara hidupnya, plankton dapat dibedakan menjadi 3
golongan, yaitu
epiphyton
(Periphyton),
nekton,
Kelebihan pakan alami adalah harga relatif murah, tidak menimbulkan pencemaran kalau
pun timbul hanya sedikit, tersedia di alam, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran
yang relatif sesuai dengan bukaan mulut ikan (Sahwan, 1999). Kerugian dari pakan alami
adalah persediaan terbatas, tingkat konversi tinggi, ukuran dan bentuk tergantung secara
alamiah (Sahwan, 1999).
Pakan buatan merupakan makanan ikan yang dibuat dari campuran bahanbahan alami dan bahan olahan yang selanjutnya dilakukan proses pengolahan serta
dibuat dalam bentuk tertentu sehingga tercipta daya tarik (merangsang) ikan untuk
memakannya dengan mudah dan lahap (Djajasewaka, 1990).
Bahan-bahan tersebut
sengaja diolah sebagai makanan buatan yang pada umumnya berbentuk pellet.
Nurisi dari tiap spesies akan berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
yakni bergantung kepada spesies ikan, ukuran ikan, umur ikan, temperatur air, kandungan
energi pakan, kecernaan terhadap nutrisi dan kualitas atau komposisi dari nutrisi.
Kebutuhan nutrisi ikan akan terpenuhi denggan adanya pakan. Komponen pakan yang
berkontribusi terhadap penyediaan materi dan energi tubuh adalah protein, karbohidrat dan
lemak (NRC,1993).
Pengaturan jumlah penggunaan bahan dasar pakan yang mengandung protein, akan
turut mempengaruhi tingkat keseimbangan asam-asam amino essensial ransum dan dengan
demikian dapat mengurangi tingkat defisiensi asam amino essensial tertentu yang mungkin
terjadi dalam suatu bahan dasar makanan yang mengandung protein (Handajani, 2010)
Kualitas protein pakan, terutama ditentukan oleh kandungan asam amino
esensialnya, asam amino esensial merupakan asam amino yang tidak dapat di produksi
oleh hewan itu sendiri, sehingga harus disuplai melalui pakan. Semakin rendah kandungan
asam amino esensialnya maka mutu protein semakin rendah pula.(Mudjiman, 1999).
Menurut Winarno (2004) asam amino yang terkandung di dalam pakan dalam jumlah yang
rendah akan bersifat sebagai limiting aminoacid. Selanjutnya NRC (1993) mengemukakan
bahwa kekurangan asam amino dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan.
Setiap ikan membutuhkan kadar protein yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya
dan dipengaruhi oleh umur/ukuran ikan, namun pada umumnya ikan membutuhkan protein
sekitar 35 50% dalam pakannya (Shitara, 2008). Ikanikan omnivora seperti ikan nila
(Oreochromis niloticus) yang berukuran juvenil membutuhkan protein 35%, ikan mas
(Cyprinus carpio) yang berukuran 121 gram membutuhkan 31,6% protein (Nopyan, 2005),
ikan gurami (Osphronemus gouramy) yang berukuran 0,27 gram membutuhkan 43,29%
(Mokoginta et al., 2003) dan yang berukuran 27 31 gram membutuhkan 32% protein
(mokoginta et al., 2003).
2.4.
Mikrokapsul
Mikrokapsul dapat dibuat dengan dinding lipida yang berbahan dasar minyak ikan,
sebagai inklusi menggunakan Tubifex sp. yg telah halus dan telur ayam. Minyak ikan
merupakan sumber lemak hewani sebagai produk sisa hasil dari industri pengolahan ikan
(Soekmomardhani, 2002). Lemak hewani sendiri berfungsi sebagai penghasil sumber
energi (Mujiman, 1999). Ikan khususnya larva membutuhkan protein sebagai sumber
energi, namun kandungan protein yang terlalu tinggi dalam pakan dapat menghambat
pertumbuhan. Selain protein sumber energi lain yang dapat digunakan adalah lemak.
Lemak merupakan sumber energi penting untuk mendukung pertumbuhan dan sebagai
sumber asam lemak esensial. Selain itu, lemak juga merupakan media absorbsi dari
sterol dan vitamin yang larut dalam lemak (Giri et al., 2003). Menurut Halver (1989)
dalam Kabangga et al., (2004), selain sebagai sumber energi dan pelarut vitamin A,D,E,
dan K, lemak juga merupakan sumber asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis
dalam tubuh ikan sehingga harus disuplai melalui pakan.
2.5.
Daphnia
Klasifikasi Daphnia sp. (Mokoginta, 2003) adalah :
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Crustacea
Ordo
: Cladocera
Famili
: Daphnidae
Genus
: Daphnia
jika
ditambahkan
potongan
batu
kapur,
batu
apung
dan sejenisnya.
Selain
meningkatkan pH, bahan tersebut dapat mensuplai kalsium untuk Daphnia. Daphnia
membutuhkan
suplai
oksigen
untuk
pertumbuhan
dan perkembangbiakannya
(Darmanto, 2000).
2.6.
Tubifex
Klasifikasi Tubifex sp. (Edmonson, 1959) adalah :
Filum
: Annelida
Kelas
: Oligochaeta
Ordo
: Haplotaxida
Famili : Tubificidae
Genus : Tubifex
Spesies : Tubifex sp
memutuskan ruas tubuh dan pembuahan sendiri (hermaprodite). Dinding tebal, terdiri dari
dua lapis otot yang membujur dan melingkar sepanjang tubuhnya (Palmer, 1996).
Tubifex sp. banyak hidup di perairan tawar yang airnya jenuh dan sedikit mengalir.
Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan banyak mengandung bahan
organik. Makanan utamanya adalah bahan-bahan organik yang
telah
terurai
dan
mengendap di dasar perairan. Tubifex sp. akan membenamkan kepalanya masuk dalam
lumpur untuk mencari makan.
2.7.
Pertumbuhan
Pertumbuhan
perlu
dipantau
sebagai
acuan
di
dalam
(Stickney,
1994).
perairan dan faktor makanan. Setiap fase pertumbuhan ikan memiliki bobot tubuh yang
relatif. Bobot tubuhnya dapat meningkat sebanyak 40% per hari atau lebih pada
masa benih (Octaviani, 2009).Hal ini karena benih ikan menggunakan energi primer
yang diperoleh dari pakan untuk pertumbuhan kemudian baru digunakan untuk
pemeliharaan tubuh (Goddard, 1996). Pertumbuhan pada ikan selanjutnya akan
menurun seiring dengan meningkatnya bobot tubuh (Octaviani, 2009). Pada fase
dewasa
Sintasan
Sintasan yang maksimal menunjukkan keberhasilan dalam budidaya ikan.
Menurut Effendie (1979), persentase sintasan adalah jumlah ikan yang hidup pada
akhir penelitian dibagi dengan jumlah ikan pada awal penelitian dikalikan dengan
100%. Beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap sintasan pada ikan
digolongkan dalam faktor eksternal dan internal. Faktor ekternal tersebut antara lain
meliputi penyakit, hama, mutu air, cuaca dan pakan, sedangkan faktor internal
berasal dari proses perkembangan biologi benih sendiri.
2.9.
Kualitas Air
Kualitas air secara luas dapat diartikan sebagai setiap faktor fisika, kimia dan
dapat mempengaruhi kehidupan telur dan larva ikan, antara lain suhu, pH, oksigen
terlarut dan karbondioksida bebas (Sitanggang dan Sarwono, 2000).
Materi Penelitian
3.1.1. Objek
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva ikan mas koki berumur
4 hari setelah penetasan dan sebelumnya telah di seleksi. Pakan yang di gunakan adalah
Tubifex sp., Daphnia sp. dan pakan mikrokapsul dengan bahan dasar minyak ikan,
kuning telur dan Tubifex sp.
3.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah untuk pembuatan mikrokapsul yang
meliputi: minyak ikan, kuning telur, dan cacing Tubifex sp.. Permanganat kalium untuk
mencuci akuarium serta bahan kimia untuk analisis kualitas air yang meliputi larutan
MnSO4, larutan KOH-KI, larutan H2SO4 pekat, indikator amilum, larutan Na2S2O3
0,025 N merupakan bahan yang digunakan untuk pengukuran oksigen terlarut pada
akuarium sebagai media hidup ikan.
3.1.3. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian dibagi dua kelompok peralatan
untuk media akuarium dan peralatan dalam pembuatan pakan mikrokapsul. Peralatan
media akuarium yaitu akuarium 50 x 30 x 30 cm3, perlengkapan aerasi berupa selang dan
pompa, serta lampu bohlam 25 watt. Peralatan pembuatan pakan yaitu sentrifuge, oven,
kertas saring, termometer, blender, becker glass 500 ml, gelas ukur, mixer, freezer, pH
meter, tabung erlenmenyer, buret, statif, pipet seukuran, timbangan analitik merk O-
Hauss, penggaris, kompor listrik, plastik, sendok, kertas milimeter blok, mikroskop,
kertas label, timer, kamera digital, loyang, dan tisu.
3. 2.
Metoda Penelitian
dilaksanakan secara
eksperimental
penelitian
ini
terdiri
dari
a.
Komposisi
Matrik (61,54%)
75
40
10
Tahap Preparasi
Preparasi Inklusi: Bahan inklusi berupa Tubifexsp. dan kuning telur dipersiapkan.
Tubifex sp. dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan blender. Bahan Tubifex sp.
kemudian dicampur dengan kuning telur, dan campuran tersebut kemudian kembali
dihomogenkan.
Preparasi Matriks: Bahan matriks berupa minyak ikan dan ekstrak Tubifexsp.
dengan perbandingan 99,5% : 0,5% dihomogenkan dengan blender.
b.
matriks dengan menggunakan mixer dan dipanaskan di atas kompor listrik selama
beberapa 20 menit sampai suhunya mencapai 85 0 C. Suspensi yang mengandung
butiran-butiran halus disaring dengan kertas saring.
c.
yang
masih
tercampur
dengan
minyak dipisahkan
dengan
analisis
proksimat
dilakukan
melalui
analisis proksimat
di
12
14
16
20
P0
P1
P2
P3
P4
Gambar 4. Skema perlakuan
24
28
32
Keterangan :
P0, P1, P2, P3, dan P4: Perlakuan yang dicobakan
Masa penetasan telur dan adaptasi larva ikan mas koki (0-4 hari)
Masa pemeliharaan larva ikan mas koki selama penelitian 28 hari (4-32 hari)
Pemberian pakan daphnia sp.
Pemberian pakan mikrokapsul
Pemberian pakan komersial
3.3.6. Pengumpulan Data
a.
Pengamatan Pertumbuhan
Pengukuran berat dan panjang ikan dilakukan pada hari ke- 1, 7, 14, 21, dan 28.
Pengukuran panjang dan penimbangan bobot dilakukan pada sampel sebanyak 10%
dari jumlah yang ditebar dalam wadah penelitian. Pengukuran berat ikan dilakukan
dengan menggunakan timbangan analitik, penimbangan dilakukan dalam keadaan
basah dengan menimbang beker glass yang berisi air lalu larva ikan dimasukan dalam
beker glass tersebut selisih dari penimbangan merupakan berat larva, sedangkan panjang
larva diukur dengan menggunakan penggaris plastik dengan ketelitian 1 mm yang diberi
alas kertas milimeter blok. Perhitungan pertambahan berat, pertambahan panjang,
dihitung dengan menggunakan rumus (Zonneveld et., all, 1991). Sebagai berikut :
G = Wt Wo
keterangan :
G
Wt
keterangan :
L
Lt
Lo
b.
Keterangan:
SGR
Wt
Wo
t1
t0
c.
Sintasan
Kelangsungan hidup dihitung dengan rumus (Effendi, 1979), sebagai berikut :
Keterangan:
SR
Nt
No
d.
Temperatur
Temperatur air kolam diukur menggunakan termometer celcius. Termometer
dimasukan kolam 5 menit dan pencatatan setelah skala menunjukan angka konstan.
Pengukuran temperatur dilakukan setiap hari menyesuaikan pemberian pakan
Oksigen Terlarut
Pengukuran dilakukan dengan mengambil sampel air menggunakan botol winkler,
lalu di tambahkan KOH-KI dan MnSO 4 masing - masing 1 ml, diambil sampel sebanyak
100 ml dalam labu erlenmeyer, menambahkan H2SO4 pekat sebanyak 1 ml, ditambahkan
kembali amilum sebanyak 1 ml, lalu dilanjutkan dengan titrasi dengan Na2S2O3. Oksigen
terlarut diukur pada awal dan akhir masa pemeliharaan. Menurut Boyd (1991) perhitungan
oksigen terlarut adalah :
Keterangan :
DO
1000
Ph
Pengukuran dengan kertas pH universal dengan memasukan kertas pH pada kolam
pemeliharaan sampai menunjukan perubahan warna lalu dibandingkan dengan skala pada
pH universal. Pengukuran dilakukan awal dan akhir pemeliharaan.
3.4.
pengukuran data kualitas air dilakukan di laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan
Fakultas Sains dan Teknik UNSOED Purwokerto.
3.5.
Analisis Data
Data
hasil
pengamatan
pertumbuhan
yang
berupa
pertambahan bobot,
Rencana Penelitian
Agenda Penelitian Mikrokapsul dan Pakan Alami sebagai Pakan Awal untuk Larva
Ikan Hias Mas Koki (Carrasias auratus) dapat dilihat pada tabel berikut ;
Tabel 2. Rencana Penelitian
No
1
2
3
4
5
Uraian Kegiatan
Penyusunan Proposal
Persiapan Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan Data
Penyusunan Laporan
DAFTAR PUSTAKA
Kecernaan Nutrien Pakan pada Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia. X (5) : 71-79.
Langdon, C. J. and De Bevoise. 1999. Effect of Microcapsules Type on Delivering
Protein to a Marine Suspension Feeder, The Pasific Oyster, Crassostrea gigas.
Marine Biology.105 : 437-443.
Lesmana, D. S. dan Daelami, D. 2009. Panduan Lengkap Ikan Hias Air Tawar Populer.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Linnaeus,
1758.
Carrasius
auratus.
Artikel
[Online].
Tersedia:http://www.fishbase.org/summary/Carassius-auratus.html. [diunduh pada
Sabtu 29 September 2014 Pukul 14:21 WIB].
Mashudi. 2006. Maskoki untuk Kontes. CV. Citra Cipta Purwosari, Jakarta
Mason, W. T. 1994. A Riview of Live Histories and Culture Methods For Five Common
Species of Oligochaeta(Annelida). Aquaculture. 25:67-75.
Mokoginta, Ing. 2003. Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.
Mudjiman, A.1999. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Mudriyanto, H., Rusmaedi, Sularto dan O. Praseno. 1996. Pengaruh Cara Pemberian
Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan NIla (Oreochromis niloticus) di Kolam Tadah
Hujan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11 (3) : 20 22.
Ndilo, Y. 2011. Pembenihan Maskoki di BBPBAT. Artikel [Online].
Tersedia:http://yunias19ocean.blogspot.com/2011/10/pembenihan-ikan-mas-koki-dibbpbat.html [diunduh pada Sabtu 29 September 2014 Pukul 14:21 WIB].
Nugroho, E. 1992. Pengaruh Kombinasi Pakan Buatan dan Pakan Alami Pada
Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Benih Beberapa Ras Ikan Gurami.
Buletin Penelitian Perikanan Darat. 11 (2) : 5-7.
National Research Council (NRC). 1993. Nutrient Requirements of Fish. Washington DC :
National Academy of Sciences. Production.Westview Tropical Agriculture Series.
Octaviani, O. 2009. Penggunaan Kombinasi Mikrokapsul dan Tubifex sp. Sebagai Pakan
pada Benih Ikan Gurami (Osphronemus gouramy). Skripsi (tidak dipublikasikan)
Fakultas Sains dan Teknik Unsoed, Purwokerto.
Palmer, M. F. 1996. Investigation of Blood Capillary System of Tubifex sp. J. Zool. 148 :
449-452.
Sahwan, F. 1999. Pakan Ikan dan Udang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sitanggang, M. dan Sarwono, B. 2005. Budidaya Gurami (Osphronemus gurami). Edisi
Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soekmomardhani, D. 2002. Pengaruh Suplementasi Minyak Ikan dalam Pakan Buatan
terhadap Efisiensi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Gurami (Osphronemus
gauramy Lac.).
Purwokerto.
Skripsi (tidak
dipublikasikan).
Soeseno, S. 1979. Limnologi untuk Sekolah Perikanan Darat Menengah Atas. Sekolah
Perikanan Darat Menengah Atas, Bogor.
Susanto, H. 2008. Budidaya Ikan di Pekarangan Edisi Revisi. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Stickney, R. R. 1994. Feed Nutrition ang Growth in Principles Aquaculture.W. John Wiley
and Sons Inc, New York, p : 257-312.
Wiadnya, D. G. R, Hartati, Y. Suryanti, Subagyo, dan A.M. Hariati. 2000. Periode
Pemberian Pakan yang Mengandung Kitin untuk Memacu Pertumbuhan dan
Produksi Ikan Gurame (Osphronemtus goramy Lac.). Jurnal Peneltian Perikanan
Indonesia.
Widiyati, A., E. Tarupay., T. Kadarini dan O. Praseo., 2001. Ratio RNA/DNA sebagai
Pengukur Parameter Pertumbuhan Udang Galah. Prosiding Hasil Penelitian
Budidaya Udang Galah. Jakarta. Hal 79- 83.
Winarno, F. G. 2004. Kimia PangandanGizi .GediaPustakaUtama. Jakarta.
Zonneveld, N., E. A. Huisman and J. H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
Gramedia. Pusaka Utama, Jakarta.