Anda di halaman 1dari 29

USUALAN PENELITIAN

MIKROKAPSUL DAN PAKAN ALAMI


SEBAGAI PAKAN AWAL UNTUK BENIH IKAN HIAS
MAS KOKI (Carrasias auratus)

Disusun sebagai pedoman untuk melaksanakan seminar penelitian pada Jurusan Perikanan
dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman

oleh:
Fauzi Faturakhman
NIM. H1H010024

JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
USUALAN PENELITIAN

MIKROKAPSUL DAN PAKAN ALAMI SEBAGAI PAKAN AWAL


UNTUK BENIH IKAN HIAS MAS KOKI (Carrasias auratus)

oleh:
Fauzi Faturakhman
NIM. H1H010024

Disetujui untuk di presentasikan


Tanggal

Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

Dr. Ir. P. Hary Tjahja S., MS


NIP. 19590911985111001

Taufik Budhi P., S.Pi., M. Si


NIP. 197509172002121003

Mengetahui:
Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan,

Ir. Arif Mahdiana, M.Si


NIP. 195901261986011001

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan Usulan penelitian dengan judul Mikrokapsul dan Pakan
Alami sebagai Pakan Awal untuk Larva Ikan Hias Mas Koki (Carrasias auratus).Ikan mas
koki (Carassius auratus) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang banyak
diminati. Dalam pembudidayaan ikan mas koki masalah kematian pada fase benih sering
menjadi kendala, sehingga sebelum ikan mencapai bentuk dan ukuran yang siap
dipasarkan, ikan mas koki telah mati.
Salah satu alternatif pemecahan masalah yang digunakan adalah dengan
memberikan makanan dalam kualitas dan kuantitas yang tinggi. Pakan

memegang

peranan yang sangat penting dalam suatu kegiatan budidaya. Pakan mempunyai fungsi
sebagai sumber energi yang mendukung bagi pertumbuhan ikan, oleh karena itu perlu
pemberian pakan yang berkualitas dan efisien. Kebutuhan akan pakan tersebut dapat
dipenuhi dengan pemberian pakan buatan. Pakan buatan merupakan salah satu cara
untuk menciptakan pakan tambahan dimana nilai gizinya dapat memacu pertumbuhan
serta perbaikan tampilan ikan yang dibudidayakan. Kandungan nutrisi yang lengkap di
dalam pakan seperti cukup protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin dibutuh ikan untuk
budidaya ikan mas koki.
Demikian usulan penelitian ini dibuat sebagai tugas akhir yang dilaksanakan dan
disusun guna memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Universitas Jenderal Soedirman.
Semoga bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Purwokerto,

Penulis

November 2014

I.
1.1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ikan hias merupakan ikan yang diminati masyarakat luas karena keindahan

yang khas dan unik, mulai dari beragam corak, warna, dan bentuk. Karena keunikan
tersebut membuat ikan hias banyak diperdagangkan baik dalam lingkup nasional
maupun internasional sebagai komoditas hidup. Ikan hias air tawar saat ini tidak
hanya diminati oleh pasar lokal, tetapi juga telah masuk pasar ekspor. Permintaan ekspor
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Ikan hias air tawar merupakan salah satu
komoditas perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan, salah satunya adalah
ikan mas koki.
Variasi dari bentuk dan warna badan ikan mas koki yang beragam merupakan suatu
keuntungan ganda yang dapat dinikmati penggemar ikan mas koki. Ikan mas koki
(Carassius auratus) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang banyak
diminati, karena proses budidayanya mudah, tidak memerlukan lahan yang luas dan
siklus reproduksinya relatif singkat. Siklus pemijahannya pendek (11,5 tahun), dalam
jangka waktu satu tahun dapat dilakukan 2 kali pemijahan (Afrianto dan Liviawaty,
1990). Hal ini mendorong permintaan tehadap ikan mas koki meningkat. Kondisi tersebut
memicu para pembudidaya ikan hias untuk membudidayakan ikan mas koki (Bachtiar,
2004).
Masalah yang sering dihadapi dalam proses pembenihan ikan mas koki yaitu
kematian pada larva. Menurut Ndilo (2011), Derajat kelulushidupan benih dipengaruhi
kondisi fisiologis, keberadaan pakan alami dan kondisi lingkungan yang tidak sesuai
dengan habitat aslinya. Upaya untuk mengurangi tingkat kematian larva ikan mas koki,

salah satunya adalah dengan pemberian pakan yang tepat untuk larva ikan, Pertumbuhan

yang cepat terjadi jika di dalam pakan mengandung zat-zat gizi terutama protein dan
sumber energi lainnya seperti lemak dan karbohidrat (Djajasewaka, 1990). Untuk
meningkatkan percepatan pertumbuhan dengan pakan perlu diimbangi dengan efektifitas
pemanfaatan gizi dalam tubuh. Efektifitas pakan yang digunakan tidak hanya
tergantung pada kualitas fisik dan kimia, jumlah ransum pakan, frekuensi, dan cara
pemberian pakan tetapi pemanfaatan gizi yang tepat akan menghasilkan nilai konversi
pakan yang lebih efisien (Mudriyanto et al., 1996).
Kesulitan dalam mendapatkan pakan alami secara kontinyu dan dalam jumlah
besar lebih memilih menggunakan pakan

buatan sebagai pakan alternatif dalam

menggantikan keberadaan pakan alami. Salah satu bentuk pakan buatan untuk larva yaitu
mikrokapsul. Mikrokapsul adalah partikel yang berbentuk bundar dengan ukuran
berkisar antara 50 nm sampai 2 mm tersusun dari matrik polimer diluar (dinding)
dan komponen aktif didalam sebagai substansi inti (inklusi) (Arshady, 1989).
Pakan alami untuk benih ikan mas koki salah satunya menggunakan Daphnia sp..
Kandungan

protein

yang dimiliki

Daphnia sp. cukup tinggi bisa mencapai 60 %

tergantung media hidupnya (Palmer, 1996). Menurut Mason (1994), Daphnia sp.
mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi, mudah dicerna, pergeraka tersendatsendat, sehingga mudah ditangkap oleh larva yang belum dapat aktif berenang dengan
cepat. Selain itu, kondisi lingkungan pemeliharaan menjadi faktor penting dalam proses
pembenihan ikan mas koki, yakni dengan menyesuaikan lingkungan habitat asli. Ketika
kondisi lingkungan tidak mendukung, larva tidak dapat bertahan hidup dan pada akhirnya
proses pembenihan menurun dan terhambat (Lesmana dan Daelani, 2009).

1.2.

Perumusan Masalah
Kendala yang sering dihadapi oleh para pembudidaya adalah kematian pada fase

larva dan benih. Penyebab kematian karena perkembangan alat cerna yang belum
sempurana, dan pemberian pakan yang kurang sesuai ukuran bukaan mulut larva yang
kecil, hal ini menyebabkan produksi benih ikan mas koki tidak tersedia secara
berkesinambungan. Berdasrkan hal tersebut perlu upaya memenuhi kebutuhan gizi yang
mencukupi dari pakan yang diberikan.

Diperlukan pakan buatan dalam bentuk

mikrokapsul sebagai alternatif untuk memperbaiki mutu pakan. Sehingga, dapat di


rumuskan sebagai berikut :
1.

Bagaimana pengaruh pemberian pakan mikrokapsul dan Daphnia sp. terhadap

2.

laju pertumbuhan dan sintasan larva ikan mas koki (Carassius auratus).
Kombinasi pemberian pakan mikrokapsul dan Daphnia sp. mana yang paling tepat
untuk larva ikan mas koki (Carassius auratus).

1.3.

Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1.

Mengetahui pengaruh pemberian pakan mikrokapsul dan Daphnia sp. terhadap


laju pertumbuhan larva dan sintasan ikan mas koki (Carassius auratus).

2.

Mengetahui kombinasi pemberian pakan mikrokapsul dan Daphnia sp. yang tepat
untuk larva ikan mas koki (Carassius auratus).

1.4.

Manfaat
Penelitian

ini

diharapkan

dapat

memberikan

informasi ilmiah mengenai

pengembangan teknologi di bidang nutrisi dan akuakultur. Khususnya adalah dosis


pemberian pakan alami terbaik dan pengembangan teknik produksi pakan buatan
mikrokapsul untuk pertumbuhan dan sintasan benih ikan mas koki sehingga dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam budidaya ikan mas koki.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1.

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Mas koki


Menurut Linnaeus (1758), taksonomi ikan maskoki antara lain:

Filum

: Chordata

Kelas

: Pisces

Sub kelas

: Teleostei

Ordo

: Ostariphisysoidei

Sub ordo

: Cyprinoidea

Family

: Cyprinidae

Genus

: Carassius

Species

: Carassius auratus

Gambar 1. Ikan Mas Koki (Linnaeus, 1990)


Pada awalnya diternakan oleh masyarakat cina bentuk ikan mas koki (Carrasius
auratus) tidak berbeda dengan ikan mas (Cyprinus carpio) yang membedakannya ikan mas
koki tidak mempunyai misai dan warna tubuhnya seperti emas (Afrianto dan Liviawati,

1990). Seiring perkembangan dan modernisasi bentuk tubuh ikan mas koki mengalami
beberapa perubahan. Menurut Afrianto dan Liviawati (1990) Beberapa strain mas koki
yang telah dikenal dan digemari oleh masyarakat yang diantaranya : ras bulldog (dengan
mata yang melotot), Spencer (dengan jambul di kepala dan warna sisik yang menarik),
Mutiara (dengan postur tubuh seperti bola tenis yang bertotol-totol dengan sisik yang
berkilauan seperti mutiara), lion head (dengan bagian kepala menyerupai singa), The
veiltail (dengan sirip punggung dan ekor yang agk panjang berjumbai), Red head (dengan
bintik merah di bagian kepala), dan bubble eye (dengan selaput mata yang
menggelembung seperti balon).
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1990), Maskoki memiliki bentuk tubuh yang
unik dan sisik yang sangat menarik. Maskoki tergolong ke dalam jenis ikan yang mudah
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang baru. Bentuk tubuh Maskoki agak
memanjang dan pipih tegak (compressed) dan mulutnya terletak di ujung tengah (terminal)
dan dapat disembulkan (protaktil). Bagian ujung mulut memiliki dua pasang sungut. Mata
ikan mas koki ada yang berkuran besar, dan tidak bisa membuka dan menutup. Bentuk
mata dari ikan mas koki berbeda-beda. Bentuk ini dapat digunakan sebagai salah satu cara
mengidentifikasi strain mas koki. mas koki memiliki sisik yang berderet rapi, mengilap
dan menutupi tubuh dengan warna yang menarik.
Di bawah deretan sisik terdapat kelenjar lendir yang berfungsi sebagai pelindung
dari serangan penyakit dan penahan terhadap benturan. Bentuk dan warna mas koki
menjadi ciri khas dan penamaan mas koki (Afrianto dan Liviawaty, 1990). Sirip mas koki
terdiri dari sirip dada (pectoral fin), sirip perut (pelvic fin), sirip punggung (dorsal fin),
sirip dubur (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip perut dan sirip dada bekrjasama
dengan gelembung udara berfungsi sebagai pengendali dan daya dorong tubuh untuk
melekukan gerakan keatas dan kebawah. Sirip punggung dan sirip belakang berfungsi

untuk menjaga agar tubuh tidak bergulir ke samping. Sirip punggung mas koki terletak di
bagian punggung. Sementara itu, sirip belakang terletak didepan sirip ekor yang
berdekatan dengan lubang kelamin. Bentuk sirip mas koki cukup bervariasi, terutama sirip
ekornya. Sirip ekor mas koki ada yang tunggal, berpasangan, atau gabungan dari bentuk
tunggal dan bentuk berpasangan. Bagian ujung ekor pada sirip gabungan tampak
menggarpu, membulat dan memanjang (Afrianto dan Liviawaty 1990).
Mas koki jantan memiliki warna yang mencolok atau terang serta gesit dalam
bergerak (Afrianto dan Liviawaty 1990). Begitu pula dengan bentuk tubuhnya, mas
koki jantan memiliki sirip dada yang terdapat bintik-bintik menonjol dan terasa kasar jika
diraba, serta bentuk tubuh ramping, sedangkan mas koki betina memiliki sirip dada
terdapat bintik-bintik dan terasa halus jika diraba. Warna tubuh agak pucat tidak secerah
induk jantan, gerakannya relatif lebih lambat, ukuran tubuhnya lebih besar dari jantan
ketika dewasa. (Afrianto dan Liviawaty 1990).
2.2.

Habitat Ikan Mas Koki


Ikan mas koki tergolong mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1990) Ikan mas koki lebih cocok hidup di perairan
beriklim tropis atau kisaran suhu 23- 29oC dengan pH dan kesadahan normal. Untuk pH
kisaran 7-8 dengan kesadahan air yang ideal bagi Maskoki berkisar antara 17 hingga 22
(Bernhardt dan Heinz, 1998). Kondisi lingkungan yang ideal menjadi faktor penting dalam
memaksimalkan pertumbuhan dan produktivitas mas koki.
Di daerah yang mempunyai 4 musim, mas koki melakukan aktivitas reproduksi pada
musim semi yaitu, ketika suhu lingkungan mencapai 12-20 oC sehingga mampu memijah
sepanjang tahun. Untuk pemeliharaan dalam akuarium diperlukan penanganan khusus
karena air dalam akuarium cepat kekurangan oksigen karena tempatnya kecil sehingga
kandungan oksigen pun terbatas (Susanto, 2008).

2.3.

Pakan
Dalam memelihara mas koki pakan memegang peranan penting di samping kualitas

air. Pemberian pakan yang berlebihan akan berdampak buruk pada kualitas air dan ikan.
Ikan akan mengalami over feeding (kekenyangan) hingga pada akhirnya dapat timbul
penyakit. Namun, kekurangan dan teknik pemberian pakan yang salah juga akan berakibat
fatal (Mashudi, 2006). Berdasarkan sumber, pakan dibagi ke dalam dua yakni pakan alami
dan pakan buatan.
Pakan alami merupakan makanan ikan yang tumbuh di alam tanpa campurtangan

manusia secara

langsung

(Mudjiman,

1999).

Pakan ikan

alami sebagai

makanan ikan adalah plankton dan tumbuhan air lainnya. Plankton dapat dibedakan
menjadi 2 golongan, yaitu plankton

nabati (Fitoplankton) dan plankton hewani

(Zooplankton). Menurut ekologi dan cara hidupnya, plankton dapat dibedakan menjadi 3
golongan, yaitu

epiphyton

(Periphyton),

nekton,

dan benthos (Mudjiman, 1999).

Kelebihan pakan alami adalah harga relatif murah, tidak menimbulkan pencemaran kalau
pun timbul hanya sedikit, tersedia di alam, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran
yang relatif sesuai dengan bukaan mulut ikan (Sahwan, 1999). Kerugian dari pakan alami
adalah persediaan terbatas, tingkat konversi tinggi, ukuran dan bentuk tergantung secara
alamiah (Sahwan, 1999).
Pakan buatan merupakan makanan ikan yang dibuat dari campuran bahanbahan alami dan bahan olahan yang selanjutnya dilakukan proses pengolahan serta
dibuat dalam bentuk tertentu sehingga tercipta daya tarik (merangsang) ikan untuk
memakannya dengan mudah dan lahap (Djajasewaka, 1990).

Bahan-bahan tersebut

sengaja diolah sebagai makanan buatan yang pada umumnya berbentuk pellet.
Nurisi dari tiap spesies akan berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
yakni bergantung kepada spesies ikan, ukuran ikan, umur ikan, temperatur air, kandungan

energi pakan, kecernaan terhadap nutrisi dan kualitas atau komposisi dari nutrisi.
Kebutuhan nutrisi ikan akan terpenuhi denggan adanya pakan. Komponen pakan yang
berkontribusi terhadap penyediaan materi dan energi tubuh adalah protein, karbohidrat dan
lemak (NRC,1993).
Pengaturan jumlah penggunaan bahan dasar pakan yang mengandung protein, akan
turut mempengaruhi tingkat keseimbangan asam-asam amino essensial ransum dan dengan
demikian dapat mengurangi tingkat defisiensi asam amino essensial tertentu yang mungkin
terjadi dalam suatu bahan dasar makanan yang mengandung protein (Handajani, 2010)
Kualitas protein pakan, terutama ditentukan oleh kandungan asam amino
esensialnya, asam amino esensial merupakan asam amino yang tidak dapat di produksi
oleh hewan itu sendiri, sehingga harus disuplai melalui pakan. Semakin rendah kandungan
asam amino esensialnya maka mutu protein semakin rendah pula.(Mudjiman, 1999).
Menurut Winarno (2004) asam amino yang terkandung di dalam pakan dalam jumlah yang
rendah akan bersifat sebagai limiting aminoacid. Selanjutnya NRC (1993) mengemukakan
bahwa kekurangan asam amino dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan.
Setiap ikan membutuhkan kadar protein yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya
dan dipengaruhi oleh umur/ukuran ikan, namun pada umumnya ikan membutuhkan protein
sekitar 35 50% dalam pakannya (Shitara, 2008). Ikanikan omnivora seperti ikan nila
(Oreochromis niloticus) yang berukuran juvenil membutuhkan protein 35%, ikan mas
(Cyprinus carpio) yang berukuran 121 gram membutuhkan 31,6% protein (Nopyan, 2005),
ikan gurami (Osphronemus gouramy) yang berukuran 0,27 gram membutuhkan 43,29%
(Mokoginta et al., 2003) dan yang berukuran 27 31 gram membutuhkan 32% protein
(mokoginta et al., 2003).

2.4.

Mikrokapsul
Mikrokapsul dapat dibuat dengan dinding lipida yang berbahan dasar minyak ikan,

sebagai inklusi menggunakan Tubifex sp. yg telah halus dan telur ayam. Minyak ikan
merupakan sumber lemak hewani sebagai produk sisa hasil dari industri pengolahan ikan
(Soekmomardhani, 2002). Lemak hewani sendiri berfungsi sebagai penghasil sumber
energi (Mujiman, 1999). Ikan khususnya larva membutuhkan protein sebagai sumber
energi, namun kandungan protein yang terlalu tinggi dalam pakan dapat menghambat
pertumbuhan. Selain protein sumber energi lain yang dapat digunakan adalah lemak.
Lemak merupakan sumber energi penting untuk mendukung pertumbuhan dan sebagai
sumber asam lemak esensial. Selain itu, lemak juga merupakan media absorbsi dari
sterol dan vitamin yang larut dalam lemak (Giri et al., 2003). Menurut Halver (1989)
dalam Kabangga et al., (2004), selain sebagai sumber energi dan pelarut vitamin A,D,E,
dan K, lemak juga merupakan sumber asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis
dalam tubuh ikan sehingga harus disuplai melalui pakan.
2.5.

Daphnia
Klasifikasi Daphnia sp. (Mokoginta, 2003) adalah :

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Crustacea

Ordo

: Cladocera

Famili

: Daphnidae

Genus

: Daphnia

Spesies : Daphnia sp.

Gambar 2. Daphnia sp. (Mokoginta, 2003)


Daphnia seringkali dikenal sebagai kutu air karena kemiripan bentuk dan cara
bergeraknya yang menyerupai seekor kutu. Pada kenyataannya Daphnia termasuk dalam
golongan udang udangan dan tidak ada hubungannya dengan kutu secara taksonomi.
Daphnia merupakan udang renik tawar dari golongan Brachiopoda. Meskipun
gerakannya tampak meloncat seperti seekor kutu sebenarnya binatang ini berenang
menggunakan kakinya, bahkan dengan berbagai gaya yang berbeda (Mokoginta,
2003). Bentuk tubuh Daphnia lonjong dan segmen badan tidak terlihat. Pada bagian
ventral terdapat mulut. Kepala memiliki lima pasang apendik, yang pertama disebut
antenna pertama, yang kedua disebut antenna kedua yang mempunyai fungsi sebagai
alat gerak. Tiga pasang yang terakhir adalah bagian-bagian dari mulut. Tubuh ditutupi
oleh cangkang dari kutikula yang mengandung khitin yang transparan, di bagian dorsal
bersatu, tetapi dibagian ventral terbuka dan terdapat lima pasang kaki (Mokoginta, 2003).
Kandungan gizi Daphnia sp. yaitu kadar air 94,78%, protein 42,65%, lemak 8%,
serat kasar 2,58% dan abu 4% (Darmanto, 2000). Daphnia hidup pada suhu 18-24 C.
Daphnia membutuhkan pH yang sedikit alkali yaitu pH 6,7 - 9,2. Seperti makluk
hidup akuatik lainnya pH tinggi dan kandungan amoniak tinggi dapat bersifat
mematikan bagi Daphnia. Daphnia merupakan filter feeder yang oberarti mendapat
pakan melalui cara menyaring organisme yang lebih kecil atau bersel tunggal seperti
algae dan jenis protozoa lain. Selain itu membutuhkan vitamin dan mineral dari air.
Mineral yang harus ada dalam air adalah kalsium. Unsur ini sangat dibutuhkan untuk
pembentukan cangkangnya. Oleh karena itu, dalam wadah pembiakan akan lebih baik

jika

ditambahkan

potongan

batu

kapur,

batu

apung

dan sejenisnya.

Selain

meningkatkan pH, bahan tersebut dapat mensuplai kalsium untuk Daphnia. Daphnia
membutuhkan

suplai

oksigen

untuk

pertumbuhan

dan perkembangbiakannya

(Darmanto, 2000).
2.6.

Tubifex
Klasifikasi Tubifex sp. (Edmonson, 1959) adalah :

Filum

: Annelida

Kelas

: Oligochaeta

Ordo

: Haplotaxida

Famili : Tubificidae
Genus : Tubifex
Spesies : Tubifex sp

Gambar 3.Tubifex sp. (Edmonson, 1959)


Tubifex sp. sering disebut cacing rambut, karena bentuk dan ukurannya seperti
rambut. Ukuran kecil dan ramping, panjang 1 2 cm. Warna tubuhnya kemerah-merahan.
Tubifex sp. merupakan salah satu jenis cacing yang termasuk filum Annelida. Ciri khas
filum Annelida adalah tubuhnya beruas-ruas, mulutnya berupa celah kecil, terletak di
daerah terminal, saluran pencernaannya berujung pada anus yang terletak di bagian
sub-terminal (Mason, 1994). Cacing

Tubifex sp. berkembang biak dengan cara

memutuskan ruas tubuh dan pembuahan sendiri (hermaprodite). Dinding tebal, terdiri dari
dua lapis otot yang membujur dan melingkar sepanjang tubuhnya (Palmer, 1996).
Tubifex sp. banyak hidup di perairan tawar yang airnya jenuh dan sedikit mengalir.
Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan banyak mengandung bahan
organik. Makanan utamanya adalah bahan-bahan organik yang

telah

terurai

dan

mengendap di dasar perairan. Tubifex sp. akan membenamkan kepalanya masuk dalam
lumpur untuk mencari makan.
2.7.

Pertumbuhan
Pertumbuhan

ikan mas koki

perlu

dipantau

sebagai

acuan

di

dalam

menentukan jumlah pakan yang diberikan, serta mengevaluasikan perkembangan


bobot dan kesehatan ikan. Teknik pemeliharaan ikan secara intensif bertujuan untuk
menghasilkan produk ikan dengan pertumbuhan yang cepat

(Stickney,

1994).

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang, bobot, maupun volume


seiring dengan perubahan waktu meskipun secara umum, faktor lingkungan yang
memegang peranan sangat penting adalah zat hara dan suhu lingkungan, zat hara
meliputi makanan, air, dan oksigen (Fujaya, 2004), sedangkan menurut Widiyati et al.,
(2001) pertumbuhan sebagai perubahan ukuran per periode waktu tertentu, dimana dari
sudut fisik terjadi peningkatan ukuran panjang serta bobot ikan, sedangkan dari sudut
kimia terjadi peningkatan kandungan protein, lemak,karbohidrat, abu dan air dalam tubuh.
Pertumbuhan merupakan salah satu parameter penting dalam suatu budidaya.
Menurut Effendi (1997), pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi umur, genetis, jenis kelamin dan ketahanan terhadap
penyakit, sedangkan

faktor eksternal adalah temperatur, faktor kimiawi lingkungan

perairan dan faktor makanan. Setiap fase pertumbuhan ikan memiliki bobot tubuh yang

relatif. Bobot tubuhnya dapat meningkat sebanyak 40% per hari atau lebih pada
masa benih (Octaviani, 2009).Hal ini karena benih ikan menggunakan energi primer
yang diperoleh dari pakan untuk pertumbuhan kemudian baru digunakan untuk
pemeliharaan tubuh (Goddard, 1996). Pertumbuhan pada ikan selanjutnya akan
menurun seiring dengan meningkatnya bobot tubuh (Octaviani, 2009). Pada fase
dewasa

dan matang kelamin karena banyak membelanjakan intake energi untuk

reproduksi dan pemeliharaan (Goddard, 1996).


2.8.

Sintasan
Sintasan yang maksimal menunjukkan keberhasilan dalam budidaya ikan.

Menurut Effendie (1979), persentase sintasan adalah jumlah ikan yang hidup pada
akhir penelitian dibagi dengan jumlah ikan pada awal penelitian dikalikan dengan
100%. Beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap sintasan pada ikan
digolongkan dalam faktor eksternal dan internal. Faktor ekternal tersebut antara lain
meliputi penyakit, hama, mutu air, cuaca dan pakan, sedangkan faktor internal
berasal dari proses perkembangan biologi benih sendiri.
2.9.

Kualitas Air
Kualitas air secara luas dapat diartikan sebagai setiap faktor fisika, kimia dan

biologi yang mempengaruhi manfaat penggunaan air.

Parameter kualitas air yang

dapat mempengaruhi kehidupan telur dan larva ikan, antara lain suhu, pH, oksigen
terlarut dan karbondioksida bebas (Sitanggang dan Sarwono, 2000).

III. MATERI DAN METODA


3.1.

Materi Penelitian

3.1.1. Objek
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva ikan mas koki berumur
4 hari setelah penetasan dan sebelumnya telah di seleksi. Pakan yang di gunakan adalah
Tubifex sp., Daphnia sp. dan pakan mikrokapsul dengan bahan dasar minyak ikan,
kuning telur dan Tubifex sp.
3.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah untuk pembuatan mikrokapsul yang
meliputi: minyak ikan, kuning telur, dan cacing Tubifex sp.. Permanganat kalium untuk
mencuci akuarium serta bahan kimia untuk analisis kualitas air yang meliputi larutan
MnSO4, larutan KOH-KI, larutan H2SO4 pekat, indikator amilum, larutan Na2S2O3
0,025 N merupakan bahan yang digunakan untuk pengukuran oksigen terlarut pada
akuarium sebagai media hidup ikan.
3.1.3. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian dibagi dua kelompok peralatan
untuk media akuarium dan peralatan dalam pembuatan pakan mikrokapsul. Peralatan
media akuarium yaitu akuarium 50 x 30 x 30 cm3, perlengkapan aerasi berupa selang dan
pompa, serta lampu bohlam 25 watt. Peralatan pembuatan pakan yaitu sentrifuge, oven,
kertas saring, termometer, blender, becker glass 500 ml, gelas ukur, mixer, freezer, pH
meter, tabung erlenmenyer, buret, statif, pipet seukuran, timbangan analitik merk O-

Hauss, penggaris, kompor listrik, plastik, sendok, kertas milimeter blok, mikroskop,
kertas label, timer, kamera digital, loyang, dan tisu.
3. 2.

Metoda Penelitian

3.2.1. Rancangan percobaan


Penelitian

dilaksanakan secara

eksperimental

Rancangan Acak Lengkap (RAL).Perlakuan dalam

dengan rancangan dasar yaitu

penelitian

ini

terdiri

dari

perlakuan dengan 4 ulangan. Perlakuan yang dicobakan berupa:


P0 : Pemberian pakan Daphnia sp. 100 % dan mikrokapsul 0%
P1 : Pemberian pakan Daphnia sp. 75 % dan mikrokapsul 25%.
P2 : Pemberian pakan Daphnia sp. 50 % dan mikrokapsul 50%.
P3 : Pemberian pakan Daphnia sp. 25 % dan mikrokapsul 75%.
P4 : Pemberian pakan Daphnia sp. 0% dan mikrokapsul 100%.
3.2.2. Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian adalah pertumbuhan ikan mas koki dan
parameter meliputi sintasan, panjang, berat, dan Survival Growth Rate. Variabel
pendukung adalah kualitas air dan parameter yang di amati oksigen terlarut, temperatur,
dan pH.
3.3.

Cara Kerja Penelitian

3.3.1. Persiapan Wadah Penelitian


Wadah penelitian dengan ukuran 50 x 30 x 30 cm 3 sebanyak 20 buah.
Akuarium tersebut di rendam permanganat kalium dibersihkan dengan menggunakan
sabun kemudian dibilas dengan air sumur dan selanjutnya dijemur untuk menghilangkan
jamur-jamur dan patogen yang masih menempel, air dimasukan secukupnya 30 liter,
kemudian diendapkan selama 2 hari, setelah itu dapat digunakan media pemeliharaan.

3.3.2. Pengadaan Larva Ikan Mas Koki


Larva ikan mas koki hasil pemijahan indukan diperoleh dari pembudidaya di
daerah Beji, Purwokerto sebanyak 600 ekor. Setiap akuarium di masukan larva umur 4
hari dengan kepadatan masing masing 30 ekor. Setiap akuarium diberi aerasi dengan
total lama pemeliharaan 32 hari.
3.3.3. Pembuatan Mikrokapsul
Pembuatan mikrokapsul dengan dinding lipid dilakukan dengan modifikasi
metode yang menggunakan teknik suspension untuk cross-linking agent digantikan
dengan panas (Chu et al., 1987).
Tabel 1. Komposisi mikrokapsul adalah sebagai berikut :

a.

Komposisi
Matrik (61,54%)

Perbandingan berat bahan (ml)

Minyak sayur (99,5%)

75

- ekstrak Tubifex sp. (0,5%)


Inklusi (38,46%)

Kuning telur (80%)

40

Cacing Tubifex sp. (20%)

10

Tahap Preparasi
Preparasi Inklusi: Bahan inklusi berupa Tubifexsp. dan kuning telur dipersiapkan.

Tubifex sp. dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan blender. Bahan Tubifex sp.
kemudian dicampur dengan kuning telur, dan campuran tersebut kemudian kembali
dihomogenkan.
Preparasi Matriks: Bahan matriks berupa minyak ikan dan ekstrak Tubifexsp.
dengan perbandingan 99,5% : 0,5% dihomogenkan dengan blender.

b.

Tahap Pembuatan Droplet


Bahan inklusi berupa Tubifex sp. dan kuning telur dicampur dengan bahan

matriks dengan menggunakan mixer dan dipanaskan di atas kompor listrik selama
beberapa 20 menit sampai suhunya mencapai 85 0 C. Suspensi yang mengandung
butiran-butiran halus disaring dengan kertas saring.
c.

Tahap Produk Recovery


Mikrokapsul

yang

masih

tercampur

dengan

minyak dipisahkan

dengan

caradisentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 200 rpm. Setelah benar-benar


terpisah mikrokapsul di oven sampai kering dengan berat yang stabil.
3.3.4. Pengukuran Analisis Proksimat
Pengukuran

analisis

proksimat

dilakukan

melalui

analisis proksimat

di

Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Unsoed Purwokerto.


3.3.5. Pemberian Pakan
Larva ikan mas koki diberi pakan sebanyak 5% dari bobot tubuhnya.
Pemberian pakan sesuai perlakuan dilakukan selama 10 hari yang seterusnya dilanjutkan
dengan pakan komersial. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari, diberikan
setiap pagi hari jam 08.00 WIB, siang hari jam 12.00 WIB, dan sore hari jam 16.00 WIB.
Untuk menjaga kualitas air di lakukan penyiponan akuarium setiap hari.
Hari pasca penetasan
0

12

14

16

20

P0
P1
P2
P3
P4
Gambar 4. Skema perlakuan

24

28

32

Keterangan :
P0, P1, P2, P3, dan P4: Perlakuan yang dicobakan
Masa penetasan telur dan adaptasi larva ikan mas koki (0-4 hari)
Masa pemeliharaan larva ikan mas koki selama penelitian 28 hari (4-32 hari)
Pemberian pakan daphnia sp.
Pemberian pakan mikrokapsul
Pemberian pakan komersial
3.3.6. Pengumpulan Data
a.

Pengamatan Pertumbuhan
Pengukuran berat dan panjang ikan dilakukan pada hari ke- 1, 7, 14, 21, dan 28.

Pengukuran panjang dan penimbangan bobot dilakukan pada sampel sebanyak 10%
dari jumlah yang ditebar dalam wadah penelitian. Pengukuran berat ikan dilakukan
dengan menggunakan timbangan analitik, penimbangan dilakukan dalam keadaan
basah dengan menimbang beker glass yang berisi air lalu larva ikan dimasukan dalam
beker glass tersebut selisih dari penimbangan merupakan berat larva, sedangkan panjang
larva diukur dengan menggunakan penggaris plastik dengan ketelitian 1 mm yang diberi
alas kertas milimeter blok. Perhitungan pertambahan berat, pertambahan panjang,
dihitung dengan menggunakan rumus (Zonneveld et., all, 1991). Sebagai berikut :
G = Wt Wo
keterangan :
G

: Pertambahan berat rata-rata individu (gram).

Wt

: Pertambahan berat rata-rata ikan akhir penelitian (gram).

Wo : Pertambahan berat ikan awal penelitian (gram).


Pengukuran panjang ikan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
L = Lt Lo

keterangan :
L

: Pertambahan panjang individu (cm).

Lt

: Pertambahan panjang ikan akhir penelitian (cm).

Lo

: Pertambahan panjang ikan akhir penelitian (cm).

b.

Laju Perumbuhan Spesifik (SGR)


Laju pertumbuhan spesifik harian dihitung dengan menggunakan rumus Jouncey

and Ross (1982) sebagai berikut :

Keterangan:
SGR

: Laju pertumbuhan berat spesifik (%/hari).

Wt

: Berat biomassa pada akhir penelitian (gram) .

Wo

: Berat biomassa pada awal penelitian (gram) .

t1

: Waktu akhir penelitian (hari) .

t0

: Waktu awal penelitian (0 hari).

c.

Sintasan
Kelangsungan hidup dihitung dengan rumus (Effendi, 1979), sebagai berikut :

Keterangan:
SR

: Kelangsungan hidup/ Sintasan hewan Uji (%).

Nt

: Jumlah ikan uji pada akhir penelitian (ekor).

No

: Jumlah ikan uji pada awal penelitian (ekor).

d.

Pengukuran Kualitas Air


Pengukuran dilakukan saat pemeliharaan, yang meliputi temperatur, oksigen

terlarut, dan pH.

Temperatur
Temperatur air kolam diukur menggunakan termometer celcius. Termometer

dimasukan kolam 5 menit dan pencatatan setelah skala menunjukan angka konstan.
Pengukuran temperatur dilakukan setiap hari menyesuaikan pemberian pakan

Oksigen Terlarut
Pengukuran dilakukan dengan mengambil sampel air menggunakan botol winkler,
lalu di tambahkan KOH-KI dan MnSO 4 masing - masing 1 ml, diambil sampel sebanyak
100 ml dalam labu erlenmeyer, menambahkan H2SO4 pekat sebanyak 1 ml, ditambahkan
kembali amilum sebanyak 1 ml, lalu dilanjutkan dengan titrasi dengan Na2S2O3. Oksigen
terlarut diukur pada awal dan akhir masa pemeliharaan. Menurut Boyd (1991) perhitungan
oksigen terlarut adalah :

Keterangan :
DO

: Oksigen terlarut (mg/L)

1000

: Tetapan (ml/liter air)

: Volume air sampel yang dititrasi (L)

:Volume titran (Na2S2O3) yang digunakan (L)

: Normalitas Na2S2O3 (0,025 N)

: Tetapan (jumlah mg/l O2setara 0,025 N Na2S2O3)

Ph
Pengukuran dengan kertas pH universal dengan memasukan kertas pH pada kolam

pemeliharaan sampai menunjukan perubahan warna lalu dibandingkan dengan skala pada
pH universal. Pengukuran dilakukan awal dan akhir pemeliharaan.
3.4.

Waktu dan Tempat


Kegiatanpenelitian dilakukan pada bulan November s/d Desember 2014 dan

pengukuran data kualitas air dilakukan di laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan
Fakultas Sains dan Teknik UNSOED Purwokerto.
3.5.

Analisis Data
Data

hasil

pengamatan

pertumbuhan

yang

berupa

pertambahan bobot,

pertambahan panjang, laju pertumbuhan spesifik, dan sintasan di analisis dengan


menggunakan uji F.
3.6.

Rencana Penelitian
Agenda Penelitian Mikrokapsul dan Pakan Alami sebagai Pakan Awal untuk Larva

Ikan Hias Mas Koki (Carrasias auratus) dapat dilihat pada tabel berikut ;
Tabel 2. Rencana Penelitian
No
1
2
3
4
5

Uraian Kegiatan

Alokasi Waktu (Bulan)


V
II
III IV

Penyusunan Proposal
Persiapan Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan Data
Penyusunan Laporan

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1990. Mas koki: BudidayadanPemasarannya. Kanisius,


Yogyakarta.
Arshady, R. 1989. Microsphere and Microcapsule : A Survey of Manufacturing
Techniques. Part 1 : Suspension Cross - Liking. Polimer Engineering and
Science. 29(24) : 1746-1757.
Bachtiar, Y. 2004. BudidayaIkanHias AirTawaruntukEkspor. AgroMediaPustaka, Depok.
Bachtiar, Y. 2005. Mencegah Mas Koki Mudah Mati. AgroMediaPustaka, Depok.
Bernhardt, Karl Heinz. 1998. Goldfish and Fancy Goldfish. EURO ART, German.
Boyd, C.E., F. Lichtkoppler. 1991. Water quality management in pond fish culture. Auburn
University, Auburn, Alabama.
Cho, C.Y, Cowey, B.C., and Watanabe T. 1985. Finfish nutrition in Asia. International
Development Research Centre. Ottawa. Canada. 11.
Chu, F-L. E., K. L. Webb, D. A. Hepworth, and B. B. Casey. 1987. Metamorphosis
of Larvae of Crassostrea virginica Fed Microencapsulated Diets. Aquaculture 64:
185-197.
Darmanto. 2000. Budidaya Pakan Alami untuk Benih Ikan Air Tawar. Paper. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Instalasi Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian, Jakarta
Djajasewaka. 1990. Pakan Ikan. CV. Yasaguna, Jakarta.
Edmonson, W.T. 1959. Fresh Water Biology. John Wiley & sons inc, New York.
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan (Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan). PT.
Rineka Cipta, Jakarta. 179 hal.
Giri, N. A., K. Suwirya., I. Rusdi dan M. Marzuqi. 2003. Kandungan Lemak Pakan
Optimal untuk Pertumbuhan Benih Kepiting Bakau (Scylla paramamosain).
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.IX (4) : 25-30.
Goddard, S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall, New
York.
Halver, J.E. 1972. Fish Nutrion. Academy Press, New York.
Handajani, H. 2010. Pemanfaatan Tepung Azolla Sebagai Penyusun Pakan Ikan Terhadap
Pertumbuhan Dan Daya Cerna Ikan Nila Gift (Oreochromis Sp) . Fakultas PertanianPeternakan UMM. Malang.
Jouncey, K., B. Ross. 1982 The guide to Tilapia feed and feeding. Institut of Aquaculture
University of Stirling, Scotland.P.111.
Kabangga, N., N. N. Palinggi., A. Laining dan D. S. Pongsapan. 2004. Pengaruh Sumber
Lemak Pakan yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan, Retensi, Serta Koefisien

Kecernaan Nutrien Pakan pada Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia. X (5) : 71-79.
Langdon, C. J. and De Bevoise. 1999. Effect of Microcapsules Type on Delivering
Protein to a Marine Suspension Feeder, The Pasific Oyster, Crassostrea gigas.
Marine Biology.105 : 437-443.
Lesmana, D. S. dan Daelami, D. 2009. Panduan Lengkap Ikan Hias Air Tawar Populer.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Linnaeus,
1758.
Carrasius
auratus.
Artikel
[Online].
Tersedia:http://www.fishbase.org/summary/Carassius-auratus.html. [diunduh pada
Sabtu 29 September 2014 Pukul 14:21 WIB].
Mashudi. 2006. Maskoki untuk Kontes. CV. Citra Cipta Purwosari, Jakarta
Mason, W. T. 1994. A Riview of Live Histories and Culture Methods For Five Common
Species of Oligochaeta(Annelida). Aquaculture. 25:67-75.
Mokoginta, Ing. 2003. Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.
Mudjiman, A.1999. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Mudriyanto, H., Rusmaedi, Sularto dan O. Praseno. 1996. Pengaruh Cara Pemberian
Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan NIla (Oreochromis niloticus) di Kolam Tadah
Hujan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11 (3) : 20 22.
Ndilo, Y. 2011. Pembenihan Maskoki di BBPBAT. Artikel [Online].
Tersedia:http://yunias19ocean.blogspot.com/2011/10/pembenihan-ikan-mas-koki-dibbpbat.html [diunduh pada Sabtu 29 September 2014 Pukul 14:21 WIB].
Nugroho, E. 1992. Pengaruh Kombinasi Pakan Buatan dan Pakan Alami Pada
Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Benih Beberapa Ras Ikan Gurami.
Buletin Penelitian Perikanan Darat. 11 (2) : 5-7.
National Research Council (NRC). 1993. Nutrient Requirements of Fish. Washington DC :
National Academy of Sciences. Production.Westview Tropical Agriculture Series.
Octaviani, O. 2009. Penggunaan Kombinasi Mikrokapsul dan Tubifex sp. Sebagai Pakan
pada Benih Ikan Gurami (Osphronemus gouramy). Skripsi (tidak dipublikasikan)
Fakultas Sains dan Teknik Unsoed, Purwokerto.
Palmer, M. F. 1996. Investigation of Blood Capillary System of Tubifex sp. J. Zool. 148 :
449-452.
Sahwan, F. 1999. Pakan Ikan dan Udang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sitanggang, M. dan Sarwono, B. 2005. Budidaya Gurami (Osphronemus gurami). Edisi
Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soekmomardhani, D. 2002. Pengaruh Suplementasi Minyak Ikan dalam Pakan Buatan
terhadap Efisiensi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Gurami (Osphronemus

gauramy Lac.).
Purwokerto.

Skripsi (tidak

dipublikasikan).

Fakultas Biologi Unsoed,

Soeseno, S. 1979. Limnologi untuk Sekolah Perikanan Darat Menengah Atas. Sekolah
Perikanan Darat Menengah Atas, Bogor.
Susanto, H. 2008. Budidaya Ikan di Pekarangan Edisi Revisi. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Stickney, R. R. 1994. Feed Nutrition ang Growth in Principles Aquaculture.W. John Wiley
and Sons Inc, New York, p : 257-312.
Wiadnya, D. G. R, Hartati, Y. Suryanti, Subagyo, dan A.M. Hariati. 2000. Periode
Pemberian Pakan yang Mengandung Kitin untuk Memacu Pertumbuhan dan
Produksi Ikan Gurame (Osphronemtus goramy Lac.). Jurnal Peneltian Perikanan
Indonesia.
Widiyati, A., E. Tarupay., T. Kadarini dan O. Praseo., 2001. Ratio RNA/DNA sebagai
Pengukur Parameter Pertumbuhan Udang Galah. Prosiding Hasil Penelitian
Budidaya Udang Galah. Jakarta. Hal 79- 83.
Winarno, F. G. 2004. Kimia PangandanGizi .GediaPustakaUtama. Jakarta.
Zonneveld, N., E. A. Huisman and J. H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
Gramedia. Pusaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai