Anda di halaman 1dari 14

1

MAKALAH NUTRISI LARVA IKAN JELAWAT

OLEH:

AQIEL MUSYAFFA AL KHAIR


2104125127

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ir. Sukendi M.Si

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayahnya,


sehingga Makalah Nutrisi Larva Ikan “Nutrisi Larva Ikan Jelawat”.
Dalam penyusunan makalah ini, saya banyak memperoleh bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan kali ini kami ingin berterima kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah Nutrisi Larva Ikan kemudian kepada teman
yang telah membantu dengan baik sampai makalah ini selesai.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi kewajiban tugas individu Nutrisi
Larva Ikan. Dalam penyusunan Makalah ini saya menyadari bahwa dalam
penyusunan masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu, saya mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat mendukung dari semua pihak untuk kesempurnaan
penulisan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Penulis

Aqiel Musyaffa Al Khair


3

DAFTAR ISI

Isi Halaman
Kata Pengantar ......................................................................................
Daftar Isi .................................................................................................
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2
2.1 Ikan Jelawat ................................................................................... 2
2.2 Morfologi ikan Jelawat .................................................................. 3
2.3 Habitat dan Tingkah Laku .............................................................. 4
2.4 Pakan ............................................................................................. 4
III. PEMBAHASAN ............................................................................... 7
3.1 Kebutuhan Nutrisi Pada Ikan ........................................................ 7
IV. PENUTUP ........................................................................................ 10
4.1 Kesimpulan .................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sekarang ini di Indonesia, budidaya ikan air tawar memegang peranan


penting sebagai salah satu sumber protein bagi masyarakat. Jaminan penyediaan
benih dalam kualitas dan kuantitas yang memadai merupakan salah satu syarat
yang dapat menentukan keberhasilan budidaya ikan. Banyak jenis dan ragam ikan
yang mempunyai nilai ekonomis telah dikembangkan baik ditingkat pembenihan
atau pembesaran. Jenis ikan air tawar yang telah berkembang dan memberikan
kontribusi terhadap pendapatan masyarakat di Indonesia adalah dari kelompok
ikan Claris, Pangasius, Carp, dan Tilapia (Aryani, 2018)
Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii) merupakan salah satu ikan asli Indonesia
yang terdapat di beberapa sungai di Kalimantan dan Sumatera (Kottelat et al.
1993). Ketersediaan benih ikan Jelawat yang berkualitas sebagai mata rantai
kegiatan budidaya sampai saat ini masih terkendala penyediaan benih yang
fluktuatif, sehingga ketergantungan akan benih dari alam masih dominan dalam
penyediaan benih (BBAT, 2006). Untuk menghindari masalah tersebut perlu
adanya terobosan mendukung budidaya secara berkelanjutan baik teknologi
pembenihan maupun pembesaran ikan Jelawat perlu diupayakan secara maksimal
guna menjaga pelestarian ikan asli perairan Indonesia..
2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Jelawat

Menurut Kottelat et al., (1993), klasifikasi ikan jelawat adalah sebagai


berikut: Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Leptobarbus
Spesies : Leptobarbus hoevenii

Gambar 1. Ikan Jelawat


Ikan jelawat merupakan ikan perenang cepat, karena memiliki bentuk
tubuh memanjang dan agak membulat. Kepala bagian atas cenderung mendatar,
memiliki bentuk mulut terminal diujung moncong agak ke bawah dan dapat
dijulurkan ke kedepan seperti bibir ikan karper, garis lateral tidak terputus
mempunyai 2 pasang sungut, bagian perut memiliki warna putih keperakan dan
bagian punggung berwarna perak kehijauan, pada sirip dada dan perut terdapat
warna merah, gurat sisi melengkung agak kebawah dan berakhir pada bagian ekor
bawah yang berwarna kemerah‐merahan. Memiliki sisik yang berukuran besar,
sirip ekor berbentuk cagak, gurat sisi berada di atas sirip dada memanjang mulai
dari belakang overkulum sampai pangkal sirip ekor (Fakhrudin 2017). Ikan
3

jelawat memiliki reaksi yang cepat terhadap rangsangan dari luar lingkungan.
Pada fase benih, sisi badannya terdapat garis hitam yang memanjang dari kepala
hingga ke bagian pangkal sirip ekor, namun saat dewasa garis tersebut akan hilang
(Farida et al. 2015). Berdasarkan pengamatan Firman et al. (2017), ikan jelawat
tidak memiliki gigi sehingga dapat dikatakan sebagai ikan herbivor. Sementara
sebagai pengganti gigi pada ikan jelawat terdapat pharing yang digunakan untuk
menggerus makanan, sehingga dapat dikatakan ikan ini juga termasuk ikan
omnivor.

2.2. Morfologi Ikan jelawat

memiliki bentuk tubuh sedikit membulat dan memanjang, mencerminkan

bahwa ikan jelawat termasuk perenang cepat. Pada kepala bagian atas sedikit

mendatar, dengan mulut berukuran sedang, pada sirip dada dan perut terdapat

gurat sisi melengkung sedikit ke bawah berwarna merah, serta memiliki 2 pasang

sungut (Saputra et al., 2016).

Ikan jelawat memiliki sisik yang besar-besar, mulutnya lebarnya terletak di

ujung moncongnya agak ke bawah, dan dapat dijulurkan ke depan seperti bibir-

bibir ikan karper (Rimalia, 2014). Badannya berwarna coklat kehijauann di bagian

punggungnya, dan putih keperak-perakan dibagian perutnya, sedangkan sirip-sirip

dan ekornya berwarna merah. Dibandingkan ikan karper lainnya, ikan jelawat ini

memang lebih menarik, karena bentuk tubuhnya. Pada saat benih, pada sisi

badannya ada garis hitam yang memanjang dari kepala ke pangkal sirip ekor,

tetapi pada saat dewasa garis itu akan hilang (Farida et al, 2015).

Telur ikan jelawat termasuk semi-apung dan menetas dalam waktu 15-18 jam

pada suhu berkisar 26-29ºC. Larva yang baru menetas memiliki ukuran berkisar

4,5 - 5 mm. Induk ikan jelawat dengan berat 0,5-0,6 kg sudah dapat matang gonad

dan betina berukuran 1 kg dapat membawa sekitar 50.000-70.000 telur. Ikan


4

jelawat memiliki panjang tumbuh maksimal 70 cm, namun pada umumnya

memiliki panjang sekitar 50 cm (Termvidchakorn, 2013).

2.3 Habitat dan Tingkah Laku

Ikan Jelawat dikenal sebagai ikan yang mendiami perairan sungai di

Kalimantan dan Sumatera. Banyak ditemui di sungai, anak sungai, dan daerah

genangan kawasan hulu hingga hilir, bahkan di muara-muara sungai yang

berlubuk dan berhutan dipinggirnya. Ikan jelawat merupakan ikan pemakan

segala-galanya (omnivora). Makanan ikan jelawat antara lain umbi, singkong,

daun pepaya, ampas tahu, dan daging-daging ikan yang telah dicincang (Rimalia,

2014). Pada umumnya organisme air seperti ikan memerlukan kondisi fisika dan

kimia air yang optimal untuk dapat tumbuh dan keberlangsungan hidupnya. Ikan

jelawat biasanya hidup di perairan yang bersuhu 25-37oC, oksigen terlarut 4-9

mg/l dan pH air 6,3-7,5. Namun demikian, untuk hidup normal dan tumbuh baik,

ikan ini memerlukan suhu 29-30oC, oksigen terlarut antara 3-6 mg/l, dan pH air

7,0-7,5.

Ikan jelawat beruaya ke hulu pada permulaan musim kemarau jika permukaan

air mulai surut. Sebaliknya, ikan jelawat akan beruaya ke hilir pada permulaan

musim penghujan. Apabila ikan jelawat dipelihara di kolam, letak kolam

sebaiknya tidak jauh dari sungai yang airnya terpengaruh oleh pasang surut, tapi

jangan sampai air nya menjadi payau pada waktu tertentu (Saputra et al., 2016).

2.4 Pakan
Komponen yang paling berpengaruh terhadap usaha budidaya ikan yaitu
pakan. Pakan yang digunakan untuk budidaya ikan jelawat terdiri dari pakan
alami dan pakan buatan (Zain 2018). Au et al. (2020) mengatakan bahwa benih
ikan jelawat bersifat omnivora, namun ikan jelawat berukuran besar bersifat
omnivora cenderung herbivora. Umumnya ikan ini menyukai makanan yang
5

melayang di kolom perairan dan dapat memakan makanan yang terdapat di dasar
perairan. Berdasarkan penelitian Firman et al. (2017), ikan jelawat memiliki
lambung yang berbentuk kantung, dimana didalamnya ditemukan makanan berupa
serangga mikroskopik dan makroskopik, serta ditemukan biji, singkong,
tumbuhan hijau, dan ubi kayu.
Hal ini juga sesuai denga pernyataan Au et al. (2020) bahwa Ikan jelawat
yang dipelihara di kolam dapat memakan daun pepaya, daun singkong, ampas dan
bungkil kelapa, ikan rucah, cincangan daging ikan, dan pakan buatan berbentuk
pelet. Namun jika ikan jelawat diberikan pakan dalam bentuk pelet cenderung
dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan pakan yang berbentuk gumpalan. Larva
ikan jelawat dengan ukuran mulut kecil umumnya memakan fitoplankton,
protozoa, dan nauplii copepoda kecil, sedangkan yang berukuran besar mudah
memakan copepoda besar. Hasil analisis lambung dan usus ikan jelawat yang
dilakukan oleh Firman et al. (2017) bahwa variasi ikan jelawat termasuk sedikit,
sehingga dapat di kategorikan sebagai jenis ikan stenophagic. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Santoso et al. (2018) dalam melakukan budidaya
ikan jelawat agar pertumbuhan optimal dapat memberikan pakan berupa
campuran maggot dengan pelet. Penggunaan maggot sebagai pakan dapat
diberikan secara segar dan dengan tepung sebagai sumber protein. Maggot
memiliki kandungan nutrisi yang tinggi untuk ikan dan tidak mengandung zat
berbahaya bagi ikan.
Berdasarkan hasil penelitian, proporsi terbaik untuk pertumbuhan bobot
mutlak ikan jelawat yaitu pemberian kombinasi 50% pelet dan 50% maggot. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Murni (2013) menjelaskan
bahwa kombinasi pakan buatan (pelet) dan maggot memberikan pengaruh sangat
nyata terhadap pertumbuhan mutlak hewan uji dengan menggunakan ikan nila.
Menurut (Hariadi et al. 2014) adanya asam amino esensial (methionin, threonin
dan isoleusin) lebih tinggi daripada pelet memberikan efek yang saling
melengkapi. Pakan yang mengandung sumber prtein yang lebih akan memberikan
pertumbuhan yang optimal dibandingkan jika hanya satu sumber protein.
Larva lalat bunga atau maggot yang digunakan sebagai pakan untuk
penelitian adalah larva yang berukuan seragam. Media budidaya maggot adalah
6

sampah organik. Sampah organik yang didapat terlebih dulu dipotong kecil-kecil
kemudian ditebar ke dalam bak atau ember-ember kecil dengan diberi tambahan
sedikit tanah untuk mempercepat proses pembusukan, selanjutnya ditambahkan
air secukupnya dan kemudian diaduk hingga homogen. Campuran sampah
organik dan air yang telah homogen diletakkan di daerah yang banyak tumbuhan
dan jarang di lalui manusia. Serangga bunga Hermetia illucens akan datang dan
bertelur hingga akhirnya menetas menjadi larva (belatung). Pada umur 5-10 hari
maggot telah dapat di panen. Panen dilakukan dengan cara mencuci larva maggot
dengan air kemudian disaring, lalu larva maggot yang sudah bersih siap diberikan
ke ikan uji.
7

III. PEMBAHASAN

3.1 Kebutuhan Nutrisi pada ikan


Komponen nutrisi penting lain yang dibutuhkan oleh ikan adalah lemak.
Lemak memiliki peranan sebagai sumber energi, menjaga keseimbangan suhu
tubuh, pelindung organ-organ tubuh serta pelarut vitamin. Kebutuhan asam lemak
essensial berbeda untuk setiap spesies ikan. Perbedaan kebutuhan ini terutama
berhubungan dengan pakan, habitat, dan variasi musiman. Pada umumnya ikan
yang hidup di laut lebih meme- rlukan asam lemak omega-3, sedangkan ikan yang
hidup di perairan tawar hanya membutuhkan asam lemak omega-6 dan atau
kombinasi dari asam lemak omega-3 dan omega-6 (Mamora, 2009). Menurut
Subaima et al., (2010) maggot memiliki kandungan asam lemak essensial linoleat
dan linolenat lebih tinggi daripada tepung ikan. Kandungan asam lemak essensial
tersebut dapat membantu mengatur ribuan reaksi biokimia dalam tubuh serta
dapat berfungsi sebagai zat penyusun lemak tubuh untuk menghasilkan energi.
Pada proses budidayanya, maggot yang dihasilkan memiliki kandungan lemak
sebesar 12,74% relatif lebih tinggi diban- dingkan dengan pakan buatan hal ini
diduga kandungan lemak pada media kultur maggot berupa sampah organik cukup
tinggi.

Selain protein dan lemak, karbohidrat juga berperan sebagai sumber


energi. Karbohidrat dalam bentuk serat kasar tidak mudah untuk dicerna oleh
ikan, namun serat kasar dalam pakan diperlukan untuk meningkatkan gerakan
peristaltik usus yang akan menimbulkan gerakan semacam gelombang sehingga
menimbulkan efek menyedot/menelan makanan yang masuk ke dalam saluran
pencernaan. Pada fase benih, ikan jelawat termasuk jenis ikan pemakan segala
(omnivora). Umumnya jenis ikan omnivora membutuhkan karbohidrat hingga
mencapai 50%, sedangkan untuk jenis ikan karnivora kadar karbohidrat yang
dibutuhkan hanya mencapai 12% (Haetami, 2004). Kandungan karbohidrat dalam
maggot dan pakan buatan kurang dari 50%, namun demikian tidak mempengaruhi
pertumbuhan benih ikan jelawat. Menurut Murtidjo (2001), kelebihan karbohidrat
dalam pakan akan mengakibatkan kecernaan dan konsumsi pakan menurun
8

sehingga pertumbuhan ikan akan menjadi lambat. Tetapi dalam jumlah tertentu
serat kasar diperlukan untuk membentuk gumpalan feses agar mudah dikeluarkan
dari dalam usus ikan.

Pemberian kombinasi maggot dengan pakan buatan terbukti memberikan


pertumbuhan yang baik bagi ikan jelawat. Hal ini dibuktikan pada perlakuan C
memiliki nilai laju pertumbuhan harian tertinggi dari perlakuan lain. Menurut
Hariadi et al (2014), bahwa adanya keseimbangan nutrisi pakan dari hasil
kombinasi pakan maggot yang memiliki kandungan asam amino esensial
(methionin, threonin dan isoleusin) lebih tinggi daripada pelet, sehingga
memberikan efek saling melengkapi komposisi asam amino yang kurang di dalam
pelet. Hal ini sesuai pendapat Ediwarman (1990), pakan yang terdiri dari dua atau
lebih sumber protein akan memberikan pertumbuhan yang lebih baik daripada
ikan yang hanya diberi satu sumber protein.

Keseimbangan antara protein, lemak dan karbohidrat pada perlakuan C


akan mendorong ikan untuk memanfaatkan lemak dan karbohidrat sebagai energi
non-protein, sedangkan protein pakan digunakan untuk pertumbuhan. Jika pakan
yang diberikan mengalami kekurangan jumlah lemak dan karbohidrat, maka
protein dalam pakan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi ikan
untuk pemeliharaan proses-proses hidup, sehingga peranan protein untuk
pertumbuhan menjadi terganggu (Suhenda et al., 2005).

Penggunaan maggot sebagai kombinasi pakan buatan untuk benih ikan


jelawat disarankan hanya sampai 50% saja, karena semakin tinggi jumlah maggot
yang diberikan maka pertumbuhan akan semakin menurun. apabila jumlah
maggot yang diberikan lebih dari 50% maka seperti yang terjadi pada penelitian
ini akan mengakibatkan menurunnya pertumbuhan pada perlakuan D dan E dari
0,09 gram menjadi 0,07 gram. Hal ini diduga karena kemampuan ikan dalam
mencerna maggot menurun akibat maggot memiliki kandungan khitin yaitu
semacam kulit cangkang pada tubuhnya, berbentuk kristal, dan tidak larut dalam
larutan asam kuat sehingga sangat sulit untuk dicerna oleh ikan. Hal ini
menyebabkan ikan membutuhkan lebih banyak energi untuk pencernaannya
sehingga nutrisi untuk pertumbuhan tidak optimal. Hal ini sesuai dengan
9

pernyataan Priyadi (2008) yang menyatakan bahwa maggot memiliki keunggulan


yaitu nilai nutrisi yang tinggi dan lengkap sehingga dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan, akan tetapi maggot memiliki faktor
pembatas (khitin) sehingga pada penggunaannya sebagai subtitusi pengganti
pakan buatan hanya dalam jumlah terbatas.

Disamping itu, menurunnya pertumbuhan juga diduga karena jumlah asam


amino esensial yang dikonsumsi ikan akibat kombinasi pemberian maggot terlalu
banyak. Walaupun maggot mengandung 10 macam asam amino essensial tetapi
jumlahya 1,5 sampai 2 kali lebih rendah dari tepung ikan yang ada di pakan
buatan.

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh asam amino (protein) yang berasal


dari pakan. Kandungan asam amino yang terdapat dalam bahan pakan dapat
menentukan kualitas protein pakan tersebut. Jauncey dan Ross (1982) menyatakan
bahwa asam amino essensial tidak dapat disintesa oleh tubuh ikan, tetapi harus
didapat dari asupan atau sumber makanannya dari luar tubuh, baik itu dari hewan
ataupun tumbuhan. Tersedianya asam amino essensial yang seimbang dan lengkap
dalam pakan akan mempengaruhi kecepatan protein, yang akan mengakibatkan
volume sel membesar dan pembelahan sel akan menjadi cepat, sehingga laju
pertumbuhan meningkat.
10

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penggunaan maggot sebagai kombinasi pakan buatan untuk benih
ikan jelawat disarankan hanya sampai 50% saja, karena semakin tinggi jumlah
maggot yang diberikan maka pertumbuhan akan semakin menurun. apabila
jumlah maggot yang diberikan lebih dari 50% maka seperti yang terjadi pada
penelitian ini akan mengakibatkan menurunnya pertumbuhan pada perlakuan D
dan E dari 0,09 gram menjadi 0,07 gram. Hal ini diduga karena kemampuan ikan
dalam mencerna maggot menurun akibat maggot memiliki kandungan khitin yaitu
semacam kulit cangkang pada tubuhnya, berbentuk kristal, dan tidak larut dalam
larutan asam kuat sehingga sangat sulit untuk dicerna oleh ikan. Hal ini
menyebabkan ikan membutuhkan lebih banyak energi untuk pencernaannya
sehingga nutrisi untuk pertumbuhan tidak optimal. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Priyadi (2008) yang menyatakan bahwa maggot memiliki keunggulan
yaitu nilai nutrisi yang tinggi dan lengkap sehingga dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan, akan tetapi maggot memiliki faktor
pembatas (khitin) sehingga pada penggunaannya sebagai subtitusi pengganti
pakan buatan hanya dalam jumlah terbatas.
11

DAFTAR PUSTAKA

Au H-L, Lim L-S, Amornsakun T, Rahmah S, Jung Liew H, Musikarun P,


Promkaew P, Jye Mok W, Kawamura G, Seok-Kian Yong A, et al. 2020.
Feeding and nutrients requirement of Sultan fish, Leptobarbus hoevenii:
A review. Int J Aquat Sci. 11(1):3–12Santoso, B. (2019).
Farida., Rachimi., dan Ramadhan, J. 2015. Imotilisasi Benih Ikan Jelawat
(Leptobarbus hoevani) Menggunakan Konsentrasi Larutan Daun
Bandotan (Ageratum conyzoides) Yang Berbeda Pada Transportasi
Tertutup. Jurnal Ruaya, 5 (1): 26-36.
Pengaruh Pemberian Pakan Buatan Dan Maggot Hermetia Illucens Terhadap
Pertumbuhan Ikan Jelawat Leptobarbus Hoevenii (Bleeker, 1851).
Rimalia, A. 2014. Perbandingan Induk Jantan dan Betina terhadap Keberhasilan
Pembuatan dan Daya Tetas Telur Ikan Jelawat. ZIRAA’AH, Volume 39
No. 3 Oktober 2014 Hal. 114 – 118 ISSN Elektronik 2355 – 35.
Santoso, B., Santoso, L., & Tarsim, T. OPTIMIZATION OF MAGGOT
HERMETIA ILLUCENS COMBINATION WITH ARTIFICIAL FEED
AGAINST GROWTH AND SURVIVAL RATE OF MAD BARB FISH
(BLEEKER, 1851). Berkala Perikanan Terubuk, 46(3), 10-19.
Saputra, Y.H Syahrir, M., Aditya, A. 2016. Biologi Reproduksi Ikan Jelawat di
Rawa Banjiran Sungai Mahakam Kecamatan Muarawis Kabupaten Kutai
Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis
Vol. 21. No. 2, April 2016 – ISSN 1412 – 2006. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Universitas Mulawarman. Kalimantan Selatan.
Sulistiono, C. I. A. A. T., & Asmadi, I. POTENSI DAN PENGEMBANGAN
BUDIDAYA IKAN.
Termvidchakorn, A. and K.G. Hortle. 2013. A Guide to Larvae and Juveniles of
Some Common Fish Species from the Mekong River Basin. MRC
Technical Paper No. 38. Mekong River Commission. Phnom Penh.
234pp. ISSN: 1683-1489.
Zain A. 2018. Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Jelawat. J Fish Sci. 1(1):80–
90.

Anda mungkin juga menyukai