OLEH:
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ir. Sukendi M.Si
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
Isi Halaman
Kata Pengantar ......................................................................................
Daftar Isi .................................................................................................
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2
2.1 Ikan Jelawat ................................................................................... 2
2.2 Morfologi ikan Jelawat .................................................................. 3
2.3 Habitat dan Tingkah Laku .............................................................. 4
2.4 Pakan ............................................................................................. 4
III. PEMBAHASAN ............................................................................... 7
3.1 Kebutuhan Nutrisi Pada Ikan ........................................................ 7
IV. PENUTUP ........................................................................................ 10
4.1 Kesimpulan .................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
1
I. PENDAHULUAN
jelawat memiliki reaksi yang cepat terhadap rangsangan dari luar lingkungan.
Pada fase benih, sisi badannya terdapat garis hitam yang memanjang dari kepala
hingga ke bagian pangkal sirip ekor, namun saat dewasa garis tersebut akan hilang
(Farida et al. 2015). Berdasarkan pengamatan Firman et al. (2017), ikan jelawat
tidak memiliki gigi sehingga dapat dikatakan sebagai ikan herbivor. Sementara
sebagai pengganti gigi pada ikan jelawat terdapat pharing yang digunakan untuk
menggerus makanan, sehingga dapat dikatakan ikan ini juga termasuk ikan
omnivor.
bahwa ikan jelawat termasuk perenang cepat. Pada kepala bagian atas sedikit
mendatar, dengan mulut berukuran sedang, pada sirip dada dan perut terdapat
gurat sisi melengkung sedikit ke bawah berwarna merah, serta memiliki 2 pasang
ujung moncongnya agak ke bawah, dan dapat dijulurkan ke depan seperti bibir-
bibir ikan karper (Rimalia, 2014). Badannya berwarna coklat kehijauann di bagian
dan ekornya berwarna merah. Dibandingkan ikan karper lainnya, ikan jelawat ini
memang lebih menarik, karena bentuk tubuhnya. Pada saat benih, pada sisi
badannya ada garis hitam yang memanjang dari kepala ke pangkal sirip ekor,
tetapi pada saat dewasa garis itu akan hilang (Farida et al, 2015).
Telur ikan jelawat termasuk semi-apung dan menetas dalam waktu 15-18 jam
pada suhu berkisar 26-29ºC. Larva yang baru menetas memiliki ukuran berkisar
4,5 - 5 mm. Induk ikan jelawat dengan berat 0,5-0,6 kg sudah dapat matang gonad
Kalimantan dan Sumatera. Banyak ditemui di sungai, anak sungai, dan daerah
daun pepaya, ampas tahu, dan daging-daging ikan yang telah dicincang (Rimalia,
2014). Pada umumnya organisme air seperti ikan memerlukan kondisi fisika dan
kimia air yang optimal untuk dapat tumbuh dan keberlangsungan hidupnya. Ikan
jelawat biasanya hidup di perairan yang bersuhu 25-37oC, oksigen terlarut 4-9
mg/l dan pH air 6,3-7,5. Namun demikian, untuk hidup normal dan tumbuh baik,
ikan ini memerlukan suhu 29-30oC, oksigen terlarut antara 3-6 mg/l, dan pH air
7,0-7,5.
Ikan jelawat beruaya ke hulu pada permulaan musim kemarau jika permukaan
air mulai surut. Sebaliknya, ikan jelawat akan beruaya ke hilir pada permulaan
sebaiknya tidak jauh dari sungai yang airnya terpengaruh oleh pasang surut, tapi
jangan sampai air nya menjadi payau pada waktu tertentu (Saputra et al., 2016).
2.4 Pakan
Komponen yang paling berpengaruh terhadap usaha budidaya ikan yaitu
pakan. Pakan yang digunakan untuk budidaya ikan jelawat terdiri dari pakan
alami dan pakan buatan (Zain 2018). Au et al. (2020) mengatakan bahwa benih
ikan jelawat bersifat omnivora, namun ikan jelawat berukuran besar bersifat
omnivora cenderung herbivora. Umumnya ikan ini menyukai makanan yang
5
melayang di kolom perairan dan dapat memakan makanan yang terdapat di dasar
perairan. Berdasarkan penelitian Firman et al. (2017), ikan jelawat memiliki
lambung yang berbentuk kantung, dimana didalamnya ditemukan makanan berupa
serangga mikroskopik dan makroskopik, serta ditemukan biji, singkong,
tumbuhan hijau, dan ubi kayu.
Hal ini juga sesuai denga pernyataan Au et al. (2020) bahwa Ikan jelawat
yang dipelihara di kolam dapat memakan daun pepaya, daun singkong, ampas dan
bungkil kelapa, ikan rucah, cincangan daging ikan, dan pakan buatan berbentuk
pelet. Namun jika ikan jelawat diberikan pakan dalam bentuk pelet cenderung
dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan pakan yang berbentuk gumpalan. Larva
ikan jelawat dengan ukuran mulut kecil umumnya memakan fitoplankton,
protozoa, dan nauplii copepoda kecil, sedangkan yang berukuran besar mudah
memakan copepoda besar. Hasil analisis lambung dan usus ikan jelawat yang
dilakukan oleh Firman et al. (2017) bahwa variasi ikan jelawat termasuk sedikit,
sehingga dapat di kategorikan sebagai jenis ikan stenophagic. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Santoso et al. (2018) dalam melakukan budidaya
ikan jelawat agar pertumbuhan optimal dapat memberikan pakan berupa
campuran maggot dengan pelet. Penggunaan maggot sebagai pakan dapat
diberikan secara segar dan dengan tepung sebagai sumber protein. Maggot
memiliki kandungan nutrisi yang tinggi untuk ikan dan tidak mengandung zat
berbahaya bagi ikan.
Berdasarkan hasil penelitian, proporsi terbaik untuk pertumbuhan bobot
mutlak ikan jelawat yaitu pemberian kombinasi 50% pelet dan 50% maggot. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Murni (2013) menjelaskan
bahwa kombinasi pakan buatan (pelet) dan maggot memberikan pengaruh sangat
nyata terhadap pertumbuhan mutlak hewan uji dengan menggunakan ikan nila.
Menurut (Hariadi et al. 2014) adanya asam amino esensial (methionin, threonin
dan isoleusin) lebih tinggi daripada pelet memberikan efek yang saling
melengkapi. Pakan yang mengandung sumber prtein yang lebih akan memberikan
pertumbuhan yang optimal dibandingkan jika hanya satu sumber protein.
Larva lalat bunga atau maggot yang digunakan sebagai pakan untuk
penelitian adalah larva yang berukuan seragam. Media budidaya maggot adalah
6
sampah organik. Sampah organik yang didapat terlebih dulu dipotong kecil-kecil
kemudian ditebar ke dalam bak atau ember-ember kecil dengan diberi tambahan
sedikit tanah untuk mempercepat proses pembusukan, selanjutnya ditambahkan
air secukupnya dan kemudian diaduk hingga homogen. Campuran sampah
organik dan air yang telah homogen diletakkan di daerah yang banyak tumbuhan
dan jarang di lalui manusia. Serangga bunga Hermetia illucens akan datang dan
bertelur hingga akhirnya menetas menjadi larva (belatung). Pada umur 5-10 hari
maggot telah dapat di panen. Panen dilakukan dengan cara mencuci larva maggot
dengan air kemudian disaring, lalu larva maggot yang sudah bersih siap diberikan
ke ikan uji.
7
III. PEMBAHASAN
sehingga pertumbuhan ikan akan menjadi lambat. Tetapi dalam jumlah tertentu
serat kasar diperlukan untuk membentuk gumpalan feses agar mudah dikeluarkan
dari dalam usus ikan.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penggunaan maggot sebagai kombinasi pakan buatan untuk benih
ikan jelawat disarankan hanya sampai 50% saja, karena semakin tinggi jumlah
maggot yang diberikan maka pertumbuhan akan semakin menurun. apabila
jumlah maggot yang diberikan lebih dari 50% maka seperti yang terjadi pada
penelitian ini akan mengakibatkan menurunnya pertumbuhan pada perlakuan D
dan E dari 0,09 gram menjadi 0,07 gram. Hal ini diduga karena kemampuan ikan
dalam mencerna maggot menurun akibat maggot memiliki kandungan khitin yaitu
semacam kulit cangkang pada tubuhnya, berbentuk kristal, dan tidak larut dalam
larutan asam kuat sehingga sangat sulit untuk dicerna oleh ikan. Hal ini
menyebabkan ikan membutuhkan lebih banyak energi untuk pencernaannya
sehingga nutrisi untuk pertumbuhan tidak optimal. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Priyadi (2008) yang menyatakan bahwa maggot memiliki keunggulan
yaitu nilai nutrisi yang tinggi dan lengkap sehingga dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan, akan tetapi maggot memiliki faktor
pembatas (khitin) sehingga pada penggunaannya sebagai subtitusi pengganti
pakan buatan hanya dalam jumlah terbatas.
11
DAFTAR PUSTAKA