Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“TEKNIK BUDIDAYA KEPITING BAKAU DI PERAIRAN


PASANG SURUT”
Diajukan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Teknik Budidaya Daerah Pasang Surut
Dosen Pengampu : Andi Yusapri S.Pi M.Si

Disusun Oleh :

Akmal Murtada
(204201010001)

PROGRAM BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan Makalah yang bejudul “Teknik Budidaya Kepiting Bakau di
Perairan Pasang Surut”.
Adapun makalah ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu saya tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan Makalah ini.
Saya mengharapkan semoga dari Makalah ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Tembilahan, 19 Oktober 2023

Akmal Murtada
NIM. 204201010001

i
DAFTAR ISI

COVER..........................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 1
1.3 Tujuan................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 2
2.1 Habitat............................................................................................... 2
2.2 Klasifikasi dan Morfologi................................................................. 2
2.3 Organ Organ Dalam.......................................................................... 3
2.4 Ciri - Ciri........................................................................................... 4
2.5 Nilai Ekonomis.................................................................................. 4
2.6 Cara Makan....................................................................................... 4
2.7 Reporodusi........................................................................................ 4
2.8 Budidaya Kepiting Bakau................................................................. 5
BAB III PENUTUP........................................................................................ 10
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 10
3.2 Saran.................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepiting bakau (scylla sp) merupakan salah satu komoditas perikanan yang
hidup di perairan pantai, khususnya di hutan-hutan bakau (mangrove). Dengan
sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan pantai
nusantara, maka tidak heran jika indonesia dikenal sebagai pengeskpor kepiting
yang cukup besar dibandingkan dengan negara-negara produsen kepiting lainnya.
potensi kepiting di Indonesia yang sangat memungkinkan. Indonesia dikenal
sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas perairan laut
sekitar 5,8 juta kilometer persegi atau 75% dari total wilayah Indonesia.
Kepiting sangat banyak diminati oleh masyarakat dikarenakan daging
kepiting tidak hanya lezat tetapi juga menyehatkan karena banyak mengandung
nutrisi yang penting bagi kehidupan dan kesehatan. Selain itu juga kepiting juga
memiliki ekonomis tinggi, salah satunya adalah kepiting bakau (scylla sp).
Kepiting bakau mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, baik dipasar
domestik maupun mancanegara. Dikarenakan nilai ekonomis kepiting yang terus
meningkat, banyak para petani membudidayakan kepiting ditambak. Tetapi
sayangnya prospek bisnis yang menjanjikan ini belum mendapakan perhatian
untuk pembudidaya yang ada di Kalimantan Barat. Karena kepiting merupakan
nilai ekonomis penting yang menjanjikan dan belum mendapatkan perhatian bagi
pembudidaya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka dapat ditemukan rumusan masalah
yaitu sebagai berikut :
1) Bagaimana habitat serta lingkungan hidup kepiting bakau ?
2) Bagaimana cara budidaya kepiting bakau di lahan pasaang surut ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui habitat serta lingkungan hidup kepiting bakau
2. Untuk mengetahui cara budidaya kepiting bakau di lahan pasaang surut.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Habitat
Habitat kepiting tergantung dari daur hidupnya, dalam menjalani hidupnya
kepiting beruaya dari perairan pantai keperairan laut, kemudian induk dan anak-
anaknya kembali keperairan pantai, muara-muara sungai atau hutan bakau.
Kepiting yang siap melakukan perkawinan akan masuk keperairan hutan bakau
atau tambak. Setelah melakukan perkawinan itu, kepiting betina perlahan-lahan
meninggalkan pantai ketengah laut untuk berpijah. Setelah telur menetas maka
muncul larva tingkat 1 (Zoea 1) dan terus-menerus berganti kulit sambil terbawa
arus ke perairan pantai.
Kepiting muda yang baru berganti kulit dari megalopa yang memasuki
muara sungai dapat mentoleransi salinitas air yang rendah (10-24 ppt) dan suhu
diatas 10oC.
Penyebaran kepiting cukup luas mulai dari Selatan dan Timu Afrika,
Mozambi, terus ke Iran, pakistan, India, Srilanka, Bangladesh, Negara ASEAN,
Cina, Vietnam, Kamboja, Jepang, Taiwan, Lautan Pasifik, Hawai, Selandia Baru
dan Australia Selatan.
2.2 Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi Scylla paramamosain menurut King (1995) dan Keenan (1999)
dalam Pavasovic (2004) adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Klas : Malacostraca
Subklas : Eucarida
Ordo : Decapoda
Famili : Portinuidae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla paramamosain
Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica
dan S.transquebarica (Duc, 2005).

2
Kepiting bakau (Scylla sp) memiliki ukuran lebar karapas lebih besar dari
pada ukuran panjang tubuhnya dan permukaannya agak licin. Pada dahi antara
sepasang matanya terdapat enam buah duri dan disamping kanan serta kirinya
terdapat sembilan buah duri. Kepitng bakau jantan mempunyai sepasang capit
yang dapat mencapai panjang hampir dua kali lipat daripada panjang karapasnya,
sedangkan kepiting bakau betina relatif lebih pendek. Selain itu, kepiting baku
juga memiliki 3 pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang. Kepiting bakau
berjenis kelamin jantan ditandai dengan abdoment bagian bawah berbentuk
segitiga meruncin, sedangkan pada betina kepiting bakau melebar.
2.3 Organ Organ Dalam
Berdasarkan anatomi tubuh bagian dalam, mulut kepiting terbuka dan
terletak pada bagian bawah tubuh. Beberapa bagian yang terdapat di sekitar mulut
berfungsi dalam memegang makanan dan juga memompakan air dari mulut ke
insang. Kepiting memiliki rangka luar yang keras sehingga mulutnya tidak dapat
dibuka lebar. Hal ini menyebabkan kepiting lebih banyak menggunakan sapit
dalam memperoleh makanan. Makanan yang diperoleh dihancurkan dengan
menggunakan sapit, kemudian baru dimakan.
2.4 Ciri - Ciri
Kepiting bakau termasuk dalam Famili portumudae merupakan famili
kepiting bakau yang mempunyai lima pasang kaki. Pasangan kaki kelima
berbentuk pipi dan melebar pada ruas terakhir. Karapas pipi atau cagak cembung
berbentuk heksagonal atau agak persegi. Bentuk ukuran bulat telur memanjang
atau berbentuk kebulatan, tapi anterolateral bergigi lima sampai sembilan buah.

3
Dahi lebar terpisah dengan jelas dari sudut intra orbital, bergigi dua sampai enam
buah, bersungut kecil terletak melintang atau menyerong. Pasangan kaki terakhir
berbentuk pipih menyerupai dayung. Terutama ruas terakhir, dan mempunyai tiga
pasang kaki jalan.
Kepiting bakau Scylla serrta memiliki bentuk morfologi yang bergerigi,
serta memiliki karapas dengan empat gigi depan tumpul dan setiap margin
anterolateral memiliki sembilan gigi yang berukuran sama. Kepiting bakau
memiliki capid yang kuat dan terdapat beberapa duri.
2.5 Nilai Ekonomis
Kepiting bakau merupakan salah satu sumber hayati perairan bernilai
ekonomis tinggi. Jenis kepiting ini telah dikenal baik dipasaran dalam negeri
maupun luar negeri karena rasa dagingnya yang leza dan bernilai gizi yang tinggi
yakni mengandung berbagai nutrien penting.
Di Indonesia terdapat 4 jenis kepiting bakau yaitu Scylla serrata, S.
Tranquebarica, S.paramamosain dan S.olivacea. Keempat jenis kepiting bakau
tersebut sangat potensial untuk dibudidayakan. Dengan ini kmi sebagai agen
kepiting dalam masa sekarang sedang mencoba untuk membudidayakan kepiting
bakau ini, karena mengharapkan tangkapan nelayan tidak dapat mencukupi
pesanan costumer diberbagai wilayah di Indonesia.
2.6 Cara Makan
Pakan yang diberikan untuk kepiting berupa potongan-potongan daging
ikan, cumi-cumi, maupun daging udang, dan ukuran pakan juga disesuaikan
dengan kemampuan kepiting untuk mencengkram pakan. Kepiting tergolong
pemakan segala (omnivora) dan pemakan bangkai (scavenger). Sedangkan larva
kepiting memakan plankton. Kepiting tergolong hewan nocturnal, pada saat siang
hari keping cendrung membenamkan diri atau bersembunyi didalam lumpur.
2.7 Reporodusi
Seperti hewan air lainnya reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya
saja sebagian kepiting meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang betina. Kepiting
betina biasanya segera melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang betina
memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa
bulan lamanya. Telur yang akan dibuahi selanjutnya dimasukkan pada tempat

4
(bagian tubuh) penyimpanan sperma. Setelah telur dibuahi telur-telur ini akan
ditempatkan pada bagian bawah perut (abdomen).
Jumlah telur yang dibawa tergantung pada ukuran kepiting. Beberapa
spesies dapat membawa puluhan hingga ribuan telur ketika terjadi pemijahan.
Telur ini akan menetas setelah beberapa hari kemudian menjadi larva (individu
baru) yang dikenal dengan “zoea”. Ketika melepaskan zoea ke perairan, sang
induk menggerak-gerakkan perutnya untuk membantu zoea agar dapat dengan
mudah lepas dari abdomen. Larva kepiting selanjutnya hidup sebagai plankton
dan melakukan moulting beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu agar
dapat tinggal di dasar perairan sebagai hewan dasar.
2.8 Budidaya Kepiting Bakau
Untuk lokasi pemeliharaan, usahakan tambak kepiting memiliki kedalaman
antara 0.8-1.0 meter dan kondisikan salinitas air berada pada 15-30 ppt.
Sedangkan tanah tambak dibuat berlumpur dengan pola tekstur berupa lempung
berliat / silty loam atau tanah liat berpasir / sandy clay, dan yang terakhir selisih
pasang surutnya kira-kira antara 1.5-2 meter. Selain syarat-syarat diatas, pada
intinya tambak pemeliharaan untuk udang atau bandeng juga bisa digunakan
untuk budidaya kepiting bakau.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan ketika memilih lokasi untuk
memelihara kepiting di antaranya:
1) Pakan yang tersedia harus memadai dan kontinuitasnya juga
terjamin.
2) Air yang dipakai haruslah cukup dan bebas dari polusi.
3) Terdapat tenaga terampil yang mampu menguasai teknis
pembudidayaan kepiting.
4) Adanya sarana serta prasarana untuk produksi maupun pemasaran.
Desain tambak untuk pemeliharaan kepiting bakau
Desain tambak untuk pemeliharaan kepiting bakau tidak boleh disepelekan.
Jika perlakuan pada kepiting selama pemeliharaan ternyata kurang baik, semisal
makanan kurang memadai dan mutu air tidak diperhatikan, maka kepiting bisa
berusaha untuk meloloskan diri di saat ia mencapai kondisi matang telur. Kepiting
akan memanjat pagar / dinding tambak, bisa juga dengan membuat lubang di

5
pematang tambak. Guna menghindari hal ini, maka konstruksi pintu air dan
pematang harus diperhatikan dengan cermat. Pematang bisa dipasangi pagar dari
waring atau kere bambu yang akan mencegah kepiting untuk lolos.
Pemasangan waring atau kere bambu pada pematang yang kokoh (dengan
lebar sekitar 2-4 meter) bisa dilakukan di bagian pinggir atas pematang dengan
ketinggian kira-kira 60 cm. Sedangkan pada tambak dengan kondisi pematang
yang tidak kokoh, pagar bisa dipasang pada pematang di bagian kaki dasarnya
setinggi paling tidak 1 meter.
Penebaran bibit
Untuk pembudidayaan kepiting tradisional yang asalnya berupa tangkapan
dari alam, petani kepiting hanya mengandalkan bibit dari kepiting-kepiting yang
datang secara alami ketika air mengalami pasang surut. Pada sistem budidaya
monokultur, bibit kepiting yang beratnya 20-50 gram bisa ditebar dengan jumlah
kepadatan sekitar 5000-15000 ekor/hektar. Sedangkan untuk budidaya polikultur
bersama ikan bandeng, bibit kepiting seberat 20-50 gram bisa mulai ditebar
dengan angka kepadatan kira-kira 1000-2000 ekor/hektar, sementara bandeng
gelondongan dengan berat kira-kira 2-5 gram bisa ditebar dengan jumlah
kepadatan sekitar 2000-3000 ekor/hektar.
Pembudidayaan kepiting bertelur
Kepiting yang dipanen, selanjutnya bisa dibudidayakan kembali guna
meningkatkan kualitas kepiting betina melalui cara pembudidayaan yang intensif.
Kepiting dengan kondisi betelur akan menaikkan nilai jualnya karena harganya
bisa mencapai 2-3x lipat harga kepiting yang tidak bertelur. Hal ini dapat
membantu meningkatkan pendapatan petani kepiting. Metode untuk menghasilkan
kepiting yang bertelur dikelompokkan menjadi dua macam:
Sistim Kurungan
Kurungan bisa dibuat menjadi suatu rangkaian dengan bahan dasar bambu.
Panjang bilah bambu yakni 1,7 meter dan lebarnya 1-2 cm. Bilah-bilah bambu
tersebut dirangkai dengan rapi sehingga membentuk semacam pagar atau kere.
Kere ini selanjutnya dipasang di saluran tambak dengan posisi memanjang di
pinggirannya. Ketika dipasang pada tambak, hendaknya kere ditempatkan di
bagian yang lebih dalam serta mendapat sirkulasi air yang memadai. Pagar bambu

6
atau kere ditancapkan hingga sedalam 30 cm serta bagian bawah kere dibuat agak
rapat agar agar kepiting tidak mudah lolos. Sedangkan ukuran kurungan yang
ditempatkan di saluran tambak harus menyesuaikan dengan lebar saluran agar tak
menghambat kelancaran aliran tambak tersebut. Pada skala lebih besar lagi, dapat
digunakan petakan tambak seluas 0.25-0.50 hektar yang dikelilingi pagar
berbahan dasar waring atau kere bambu. Pagar bambu selanjutnya ditancapkan
sedalam kira-kira 30 cm lalu usahakan bagian pagar yang halus untuk menghadap
ke arah dalam agar kepiting tak bisa memanjatnya sebab bagian tersebut licin.
Karamba Apung
Selain kurungan, metode pembudidayaan kepiting bertelur bisa juga
memanfaatkan karamba apung. Pembuatan karamba apung bisa dirangkai dari
bilah bambu sebagaimana halnya pembuatan kere. Karamba apung yang telah
dirangkai menjadi bentuk kotak, ukurannya disesuaikan pada lokasi dimana ini
akan ditempatkan. Berikutnya, pada sisi-sisi yang berlawanan, pelampung yang
dibuat dari potongan beberapa bambu utuh dipasang. Pada usaha pembudidayaan
kepiting menggunakan karamba apung, kepadatan bisa mencapai 20 ekor/m2.
Kepadatan inilah yang akan meningkatkan peluang hidup kepiting. Untuk bobot
kepiting bertelur siap panen kira-kira adalah 200 gr/ekor. Sedangkan proses
produksi paling lama kepiting bertelur berlangsung kira-kira 5-14 hari, atau bisa
juga tergantung pada ukuran awal kepiting saat penebaran. Masa pemeliharaan
yang singkat ini bisa jadi terkait kondisi kepiting betina saat penebaran dengan
bobot 150 gram yang biasanya telah mengandung telur.
Usaha penggemukan
Selain dijadikan kepiting yang bertelur, peluang lain yang diusahakan
adalah penggemukan kepiting. Untuk proses penggemukan sama seperti budidaya
kepiting bertelur. Sedangkan caranya bisa dengan memanfaatkan karamba bambu
apung atau kurungan bambu. Perbedaan jelas disini terletak pada jenis kepiting
yang diusahakan. Kepiting pada budidaya penggemukan ini merupakan kepiting
dengan ukuran ekspor dari kelompok kelamin betina maupun jantan yang masih
dalam kondisi keropos. Lama waktu penggemukan kira-kira 5-10 hari. Dalam
waktu ini kepiting sudah bisa berisi dan gemuk bila dipelihara dengan cukup baik.
Bahkan jika pemeliharaan dilanjutkan lagi untuk jenis kepiting betina, maka bisa

7
menjadi kepiting yang bertelur. Sedangkan guna menghindari angka kematian
akibat perkelahian betina dan jantan, sebaiknya lakukan pemeliharaan secara
monosex.
Pakan
Bermacam jenis pakan yang bisa diberikan pada kepiting misalnya ikan
rucah, kulit sapi, usus ayam, bekicot, kulit kambing, keong sawah, dan
sebagainya. Dari bermacam pakan itu, ikan rucah yang masih segar dinilai lebih
baik bila ditinjau dari unsur kimiawinya maupun tekstur fisiknya untuk dapat
dimakan dengan cepat oleh kepiting. Pada usaha pembesaran, pemberian pakan
sifatnya hanya suplemen saja dengan dosis kira-kira 5%. Berbeda dengan
budidaya penggemukan dan kepiting bertelur, dimana pemberian pakan perlu
diperhatikan secara seksama dengan dosis sekitar 5-15% dari bobot kepiting yang
dibudidayakan.
Panen dan pasca panen
Setelah jangka waktu beberapa bulan, proses seleksi kepiting untuk
pemanenan bisa dilakukan dengan memilih kepiting dengan ukuran siap jual.
Selain dipungut, kepiting bisa juga dilepas kembali dalam kolam pembesaran
guna mendapatkan kegemukan atau ukuran lebih besar. Setelah dilakukan
pemungutan keputung siap jual, langkah selanjutnya adalah mengikat kepiting
dalam keranjang. Ada cara-cara yang perlu diperhatikan untuk mengikat kepiting
agar tidak merusak fisiknya:
1) Pengikatan dilakukan pada seluruh kaki dan kedua capitnya
2) Ikat capitnya menggunakan satu tali saja
3) Ikat masing-masing capit menggunakan tali terpisah
4) Tali pengikat yang digunakan bisa berupa tali rafia maupun jenis
lainnya yang sekiranya cukup kuat.
Penanganan kepiting selanjutnya setelah disusun ke dalam keranjang adalah
menjaga kondisi kelembaban dan suhu. Usahakan agar suhu tidak melebihi 26°C,
selain itu kelembaban yang disarankan adalah 95%. Cara yang bisa ditempuh
untuk menjaga kondisi kelembaban dan suhu ideal bagi kepiting selama
pengangkutan yakni dengan mencelupkan kepiting dalam air bersalinitas 15-25%
(air payau) sekitar 5 menit sembari digoyang-goyangkan untuk melepas kotoran

8
kepiting. Setelah itu, baru kepiting disusun lagi dalam wadah dan tutup wadah
menggunakan goni basah.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kepiting bakau (scylla sp) merupakan salah satu komoditas perikanan yang
hidup di perairan pantai, khususnya di hutan-hutan bakau (mangrove).
Berdasarkan anatomi tubuh bagian dalam, mulut kepiting terbuka dan terletak
pada bagian bawah tubuh.
Deskripsi kepiting bakau menurut Rosmaniar (2008), Famili portumudae
merupakan famili kepiting bakau yang mempunyai lima pasang kaki. Jumlah telur
yang dibawa tergantung pada ukuran kepiting. Beberapa spesies dapat membawa
puluhan hingga ribuan telur ketika terjadi pemijahan. Telur ini akan menetas
setelah beberapa hari kemudian menjadi larva (individu baru) yang dikenal
dengan “zoea”.
Untuk lokasi pemeliharaan, usahakan tambak kepiting memiliki kedalaman
antara 0.8-1.0 meter dan kondisikan salinitas air berada pada 15-30 ppt.
Sedangkan tanah tambak dibuat berlumpur dengan pola tekstur berupa lempung
berliat / silty loam atau tanah liat berpasir / sandy clay, dan yang terakhir selisih
pasang surutnya kira-kira antara 1.5-2 meter. Selain syarat-syarat diatas, pada
intinya tambak pemeliharaan untuk udang atau bandeng juga bisa digunakan
untuk budidaya kepiting bakau.
3.2 Saran
Saya menyadari bahwasanya makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu saya mengharap kritik dan saran agar kedepannya makalah saya bisa
jauh lebih baik lagi. Terima kasih

10
DAFTAR PUSTAKA

http://mediapenyuluhanperikananpati.blogspot.com/2013/12/usaha-budidaya-
kepiting-bakau.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kepiting_bakau
http://ediraflisansimelue.blogspot.com/2012/12/morfologi-kepiting-bakau.html

11

Anda mungkin juga menyukai