Dibuat Oleh :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena
terima kasih kepada semua pihak yang banyak berperan dalam membantu
1. Orang tua yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
2. Dr. Ir. Zakirah Raihani Ya’la, M.Si selaku Dosen Mata Kuliah Manajemen
Akuakultur.
3. Teman-teman yang telah bekerja sama sehingga makalah ini selesai tepat
waktu.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
UCAPAN TERIMAKASIH...................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 biologi dan siklus hidup.............................................................
2.1.1 klasifikasi kepiting bakau.................................................
2.1.2 morfologi kepiting bakau.................................................
2.1.3 habitat kepiting bakau......................................................
2.1.4 makanan dan kebiasaan makan........................................
2.1.5 pertumbuhan.....................................................................
2.1.6 pergantian kulit (moulting)..............................................
2.1.7 siklus hidupkepiting bakau...............................................
2.2 sistem budidaya..........................................................................
2.2.1 silvofishery.......................................................................
2..2.2 vertical crab house...........................................................
2.3 manajemen benih........................................................................
2.4 manajemen pakan.......................................................................
2.5 manajemen kesehatan atu penyakit............................................
2.6 manajemen kualitas air...............................................................
2.6.1 suhu .................................................................................
2.6.2 salinitas.............................................................................
2.6.3 oksigen terlarut.................................................................
2.7 manajemen panen.......................................................................
2.8 prospek pengambangan..............................................................
BAB 3 Penutup
4
3.1 Kesimpulan................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN
ekonomis tinggi dan rasa dagingnya enak sehingga sangat digemari oleh
konsumen lokal maupun luar negeri. Sejak awal tahun 1980-an kepiting bakau
protein hewani karena mengandung nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan.
Daging kepiting mengandung asam amino esensial, asam lemak tak jenuh,
vitamin B12, fosfor, zat besi, dan selenium yang berperan dalam mencegah
infeksi virus dan bakteri (Paul et al, 2015). Herliany dan Zamdial (2015)
menyatakan setiap 100 gram daging kepiting bakau segar mengandung nilai gizi
kepiting diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan
karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat,
kosmetik, pangan, dan lain-lain. Kepiting bakau hidup di daerah yang banyak
total 4500 spesies yang terdapat di seluruh dunia. Menurut Risamasu et al (2014),
2
kepiting yang paling popular sebagai bahan makanan dan mempunyai harga yang
cukup mahal.
serta habitatnya sehingga akan terjadi penurunan populasi kepiting bakau di alam
yang diakibatkan oleh degradasi ekosistem mangrove dan kelebihan tangkap (over
bertujuan untuk menyediakan habitat yang layak bagi kehidupan kepiting bakau,
manajemen kualitas air, manajemen pakan serta pengontrolan hama dan penyakit.
1.3 manfaat
BAB 2 PEMBAHASAN
Filum : Arthropoda
Subfilum: Crustacea
Klas : Malacostraca
Subklas : Eucarida
Ordo : Decapoda
Famili : Portinuidae
Genus : Scylla
Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.
Kepiting memiliki bentuk tubuh yang lebar melintang. Ciri khas yang
dimiliki bangsa kepiting adalah karapas berbentuk pipih atau agak cembung dan
berbentuk heksagonal atau agak persegi (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Kasry
(1996) menjelaskan bahwa ciri kepiting bakau adalah karapas berwarna sedikit
kehijauan, pada kiri dan kanan karapas terdapat 9 buah duri tajam, bagian depan
diantara kedua tangkai matanya terdapat 6 buah duri. Capit kanan lebih besar
5
daripada capit kiri dengan warna kemerahan pada kedua ujung capit, mempunyai
3 pasang kaki jalan dan 1 pasang kaki renang yang terdapat pada ujung abdomen.
Sulistiono dkk (1992) menyatakan bahwa karapas berbentuk cembung dan halus,
lebar karapas satu setengah dari panjangnya, bentuk alur H antara gastric dan
cardiac jelas, 4 gigi triangular pada lengan bagian depan mempunyai ukuran
alat kelaminnya yang ada di bagian abdomen pada ventral tubuh. Pada bagian
abdomen kepiting jantan terdapat organ kelamin berbentuk segitiga yang sempit
dan agak meruncing di bagian depan. Sedangkan organ kelamin kepiting betina
berbentuk segitiga yang relatif lebar dengan bagian depan agak tumpul (lonjong)
6
abdomennya sempit sedangkan pada kepiting betina lebih lebar. Perbedaan organ
Gambar 2.2 Abdomen kepiting jantan (A) dan kepiting betina (B).
beragam, mulai dari lingkungan air, baik tawar maupun asin dan lingkungan
daratan. Ada beberapa jenis kepiting yang menyukai hidup di lingkungan berbatu,
namun ada pula yang senang hidup diantara akar tumbuh-tumbuhan air.
berlumpur dan di tambak air payau (Ghufron, 2007). Kisaran salinitas yang sesuai
untuk pertumbuhan kepiting adalah pada salinitas 10 – 20 ppt (Soim, 1999). Suhu
yang cocok untuk pertumbuhan kepiting antara 23oC – 35oC (Hutasoit, 1991).
Menurut Hill (1989) bahwa kepiting bakau dapat dibudidayakan pada kisaran
suhu 24oC – 28oC. Kandungan oksigen terlarut (DO) terbaik untuk pertumbuhan
antara 4 – 7 ppm (Ghufron, 2007). Menurut Sirait (1997) kepiting bakau dapat
hidup pada kondisi perairan asam yaitu daerah yang bersubstrat lumpur dengan
7
pH rata-rata 6,5. Soim mengatakan pH yang sesuai untuk kepiting berkisar antara
7,3 – 7,8, sedangkan menurut Kasry (1996), pH yang baik untuk kepiting adalah
7,0-8,0.
Kepiting bakau muda dan dewasa bersifat pemakan segala dan pemakan
hewan) dan pemakan sesama jenis (cannibal). Alternatif pakan yang bisa
diberikan antara lain ikan rucah segar, ikan rucah kering tawar, kulit
sapi/kambing, keong sawah, siput dan berbagai jenis kerang (Moosa et al., 1985).
Kepiting bakau dewasa hidup di sekitar hutan mangrove dan memakan akar-
capitnya. Waktu makan kepiting bakau tidak tentu, tetapi lebih aktif mencari
makan pada malam hari daripada siang hari karena kepiting bakau tergolong
pemakan plankton, khususnya larva stadia zoea. Jenis plankton yang digunakan
sebagai pakan larva kepiting adalah chlorella, rotifer dan artemia. Pada saat larva
mencapai stadia crab, pakan yang diberikan berupa udang kecil dan cacahan cumi
(Kanna, 2002)
8
2.1.5 Pertumbuhan
kepiting mempunyai kulit luar (eksoskeleton) keras yang tidak bisa tumbuh dan
kulit tersebut harus diganti apabila terjadi pertumbuhan, proses ini disebut
dalam tubuhnya dan mulai mengembang seperti balon. Proses tersebut membantu
kepiting untuk melepaskan cangkang lama sehingga bagian karapas akan terbuka
(Stevens, 2000).
kulit antara 17-20 kali, tergantung kondisi lingkungan dan pakan yang dapat
cepat yaitu sekitar 3-4 hari, sedangkan pada fase megalopa, proses dan interval
9
pergantian kulit relatif lama yaitu setiap 15 hari (Stevens, 2000). Setiap ganti
kulit, tubuh kepiting akan bertambah besar sekitar 1/3 kali ukuran semula
(Ghufron, 2007). Proses pergantian kulit pada zoea relatif cepat yaitu 3-4 hari.
Pada fase kepiting muda terjadi pergantian kulit sebanyak lebih dari 6 kali dengan
memisahkan cangkang lamanya dari lapisan epidermis. Sehari sebelum ganti kulit,
cangkang. Kepiting melepaskan sendiri karapas lama dengan cara mendorong dan
menekan semua bagian tubuh secara berurutan. Proses ini membutuhkan waktu
sekitar 15 menit.
Amir (1994) dalam Agus (2008), menyatakan bahwa kepiting bakau dalam
berusaha kembali ke perairan pantai, muara sungai, atau hutan bakau untuk
pada ukuran lebar karapas antara 80-120 mm sedangkan kepiting jantan matang
secara fisiologis ketika lebar karapas berukuran 90-110 mm, namun tidak cukup
berhasil bersaing untuk pemijahan sebelum dewasa secara morfologis (yaitu dari
hutan bakau dan tambak. Proses perkawinan kepiting tidak seperti pada udang
yang hanya terjadi pada malam hari (kondisi gelap) tetapi kepiting bakau juga
kepiting jantan akan disimpan di dalam spermateka kepiting betina sampai telur
siap dibuahi. Jumlah telur yang dihasilkan dalam sekali perkawinan berkisar 2-8
juta butir telur (Kordi 2012), bergantung dari ukuran dan umur kepiting. Siklus
Setelah telur menetas, maka muncul larva tingkat I (zoea I) yang terus
menerus berganti kulit sebanyak lima kali sambil terbawa arus ke perairan pantai
sampai (zoea V). Kemudian kepiting tersebut berganti kulit lagi menjadi
megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan kepiting dewasa, tetapi
11
masih memiliki bagian ekor yang panjang. Pada tingkat megalopa ini, kepiting
mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju perairan pantai. Zoea
Proses pergantian kulit pada zoea berlangsung relatif cepat sekitar 3-4 hari
kulit berlangsung relatif lama sekitar 15 hari. Setelah fase megalopa, kemudian
akan tumbuh menjadi juvenil dan bentuknya sudah sempurna sampai remaja
2002).
2.2.1 Silvofishery
memberikan hasil dari sektor perikanan. Sistem ini mampu menambah pendapatan
dapat membatasi pembukaan hutan mangrove. Selain itu usaha ini memberikan
peluang usaha bagi masyarakat, tidak hanya menangkap kepiting dari alam, tetapi
12
menjadi layak jual dengan harga tinggi (Saidah dan Sofia, 2016).
Kepiting yang hidup soliter itu rupanya bisa beradaptasi dalam kotak-
kotak (kandang) plastik lebar 25 cm, tinggi 25 cm, dan panjang 30 cm. Di situ ada
pintu untuk buka tutup, saluran pipa paralon untuk air masuk dan pembuangan.
Pintu tadi dipakai untuk keluar masuk kepiting dan pemberian pakan. Budi daya
Dengan cara unik itu, teknik budi daya kepiting dalam kandang-kandang
yang berderet vertikal itu disebut vertical crab house atau apartemen kepiting.
Berbagai perguruan tinggi yang memiliki Fakultas Kelautan dan Perikanan sudah
pula oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar).
Maka, DKP Sumbar dan IPB University telah meneken kerja sama pendampingan
dalam mengembangkan vertical crab house yang sesuai pada skala usaha rakya
Ø Menunjukkan tingkah laku untuk menghindar atau melawan bila akan dipegang
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari dengan padat tebar
(formalin 200 ppm selama 30 menit). Kemudian benih disebar merata dengan cara
Pemberian pakan yang cukup diupayakan agar kepiting bakau dapat tumbuh
penampungan dan daya cerna alat pencernaan kepiting. Pakan yang baik adalah
pakan yang sesuai dengan kebutuhan, maka energi yang dihasilkan juga akan
optimal dan sintasan yang tinggi perlu dilakukan usaha pencarian bahan jenis
cukup, pengapuran secara rutin dan penyaringan air pasok dan pemberian feed
aditive (vit. C 2-4 gr/kg pakan, bawang putih 15 – 20 gr/kg pakan secara periodik.
kepiting bakau dengan menyebabkan nilai kelulushidupan tidak lebih dari 10%.
Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Roza dan Ravael (2004), bahwa penyakit
bakteri terbukti dapat mengakibatkan kematian masal pada larva kepiting bakau.
2.6.1 suhu
Menurut Fujaya (2010) suhu merupakan salah satu faktor abiotik penting
krustasea, suhu optimum untuk kepiting adalah 25-35°C. Suhu air dapat
15
mempengaruhi pertumbuhan, aktifitas dan nafsu makan kepiting bakau. Suhu air
yang lebih rendah dari 20ºC akan mengakibatkan aktifitas dan nafsu makan
kepiting bakau menurun secara drastis. Pada saat itu pertumbuhan akan berhenti
walaupun kepiting masih dapat tetap hidup (Baliao, 1983). Menurut Baliao (1983)
Kepiting bakau tumbuh lebih cepat pada perairan dengan kisaran suhu 23-
al.2003: Xiangli et al. 2004). Menurut Kuntinyo et al, (1994) suhu yang optimum
penyerapan sinar, pengantaran suara dan daya hantar listrik. Hal ini akan
mengubah komposisi spesies pada situasi ekologis saat itu. pada pertumbuhan dan
2.6.2 salinitas
yang dapat memodifikasi peubah fisika dan kimia air menjadi satu kesatuan
Secara umum kisaran salinitas yang dapat ditolerir oleh kepiting bakau
cukup luas. Kasry (1996) melaporkan bahwa kepiting bakau dapat hidup pada
kisaran salinitas yang lebih kecil dari 15 ppt sampai lebih besar dari 30 ppt.
Amonia merupakan senyawa produk utama dari limbah nitrogen dalam perairan
yang berasal dari organisme akuatik (Cavalli et al. 2000). Pada krustase dekapoda,
adanya amonia dalam air merupakan indikasi adanya katabolisme asam amino.
Amonia bersifat toksik sehingga dalam konsentrasi yang tinggi dapat meracuni
2.6.3 amoniak
mempengaruhi pertumbuhan dan konsumsi oksigen. Oleh sebab itu, dalam media
pemeliharaan kepiting bakau maka konsentrasi amonia dalam media tidak lebih
dari 0,1 ppm (Boyd 1990; Kuntiyo et al. 1994). Oksigen terlarut (Dissolved
pertumbuhan dan pembiakan. Pada dasarnya kepiting bakau dapat hidup pada
lingkungan perairan dengan kisaran oksigen 2.65- 4.00 mg/l (Mwaluma, 2002).
5 bulan, dengan ukuran 3-4 ekor/kg. Cara panen kepiting dari kurungan bambu
17
dengan menggunakan seser atau rakkang. Pasca panen dengan mengikat kaki dan
capit kepiting dengan tali secara individu. Produk hasil panen ditempatkan di
wadah yang berlobang-lobang dengan dialasi pelepah pisang yang dibasahi air
Sebagai komoditas ekspor kepiting memiliki harga jual cukup tinggi baik
di pasaran dalam maupun luar negeri, namun tergantung pada kualitas kepiting
kepiting bakau jantan dan betina dewasa tetapi dalam keadaan kosong/kurus.
Untuk dapat menghasilkan kepiting yang gemuk diperlukan waktu yang cukup
pendek yaitu 10 - 20 hari. Harga jual kepiting gemuk menjadi lebih tinggi dengan
15 hari, tergantung pada ukuran benih dan laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan
oleh jenis pakan yang diberikan dan kualitas air tambak. Untuk memanen kepiting
digunakan alat berupa seser baik untuk tujuan pemanenan total maupun selektif.
Pelaksanaan panen harus dilakukan oleh tenaga terampil untuk menangkap dan
mendatang akan terus meningkat antara lain dengan adanya indikasi: (1) peluang
18
pasar ekspor terbuka luas dengan sedikitnya ada 11 negara konsumen, (2) potensi
lahan bakau yang merupakan habitat hidupnya cukup besar dan belum digali
secara optimal, (3) pengetahuan budidaya yang semakin meningkat baik budidaya
Peluang pasar yang cukup besar dengan harga tinggi menyebabkan bisnis
Cilacap, Medan dan lain-lain. Dengan target pemasaran lokal maupun ekspor.
Negara tujuan ekspor antara lain: Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan,
devisa negara sekitar 70% berasal dari usaha budidaya meliputi pembesaran,
daerah pantai dengan vegetasi bakau di sekitar muara sungai. Kepiting Bakau
Indopasifik. Di Indonesia dengan potensi hutan bakau yang sangat besar (4,25 juta
Maluku dan Irian Jaya, diduga merupakan habitat dan fishing ground kepiting
bakau.
Prasyarat pasar produk kepiting agar segar antara lain: (a) sehat, (b)
kondisi fisik utuh/tidak cacat, (c) ukuran berat minimal tercapai, (d) gemuk/berisi
dan bertelur penuh untuk betina, (e) bebas dari gangguan dan penempelan
penyakit dan parasit, (f) memiliki warna cerah dan menarik. Akhir-akhir ini ada
upaya ekspor produk olahan dengan melakukan pemisahan antara daging dan telu
19
BAB 3 PENUTUP
Salah satu sumber daya perikanan bernilai ekonomis tinggi dan potensial
kepiting bakau tidak hanya di dalam negeri, tetapi di luar negeri juga cukup besar.
.
20
DAFTAR PUSTAKA