Anda di halaman 1dari 38

MATERI AJAR BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING

BIDANG STUDI PERIKANAN


MODUL 2. BIDANG STUDI AGRIBISNIS PERIKANAN PAYAU
KEGIATAN BELAJAR 1. KOMODITAS PERIKANAN AIR PAYAU DAN
POTENSI PENGEMBANGANNYA

KOMODITAS DAN
POTENSI PENGEMBANGAN
KEPITING BAKAU
( Scylla serrata dan Scylla olivacea )

Oleh :
HAMBALI
202110631011327
KELOMPOK B

PENDIDIKAN PROFESI GURU


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, juga Salam dan Shalawat atas
junjungan Nabi kita Muhammad SAW atas contoh teladannya sehingga
menjadikan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan bahan ajar dengan Judul
“Komoditas Perikanan Air Payau Dan Potensi Pengembangannya Pada Kepiting
Bakau Di Indonesia ”

Tentunya, penulis menyadari bahwa banyak pihak yang berperan dalam


memberikan bantuan sehingga penulisan Materi Ajar ini dapat berjalan dengan
lancar. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Rektor dan Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dekan dan Wakil Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Kaprodi dan Sekprodi PPG FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.

4. Para Dosen Pembimbing PPG FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.

5. Keluarga yang selalu mendoakan dalam setiap langkah dan memberi


semangat dari awal hingga akhir kegiatan.

6. Teman-teman seperjuangan yang telah bekerja keras dan saling membantu


selama kegiatan PLPG ini berlangsung.

Penulis menyadari sepenuhnya terdapat banyak kekurangan dalam


penulisan bahan ajar ini, oleh karenanya berbagai saran dan kritik membangun
senantiasa diharapkan untuk peningkatan di masa datang. Akhir kata semoga
bahan ajar ini memberi manfaat bagi kita semua, terlebih bagi penulis sendiri.
Insya Allah. Amin.

Malang, Juli 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi Singkat ................................................................................... 1
2. Relevansi ................................................................................................ 2
3. Petunjuk Belajar ..................................................................................... 3
B. INTI
1. Capaian Pembelajaran ............................................................................ 5
2. Sub Capaian Pembelajaran ..................................................................... 5
3. Uraian Materi
a. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau ...................................... 5
1. Scylla serrata ........................................................................... 10
2. Scylla tranquebarica ................................................................ 11
3. Scylla olivacea ......................................................................... 12
4. Scylla paramamosain ............................................................... 13
b. Habitat dan Daur Hidup Kepiting bakau ......................................... 14
c. Tingkah Laku .................................................................................. 16
d. Kualitas Air dan Tipe Substrat ......................................................... 17
e. Karakter Morfometrik dan Meristik Kepiting Bakau ...................... 18
f. Anatomi Kepiting Bakau ................................................................. 20
4. Rangkuman ............................................................................................ 22
5. Tugas Terstruktur ................................................................................... 23
6. Forum Diskusi ........................................................................................ 24
C. PENUTUP
1. Tes Sumatif ............................................................................................ 25
2. Kunci Jawaban ....................................................................................... 32
3. Daftar Pustaka ........................................................................................ 32

ii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman


1. Morfologi Umum Kepiting Bakau (Scylla sp) ............................................... 7
2. Perbedaan morfologi di antara spesies Scylla sp
(Keenan et al. 1998) ...................................................................................... 10
3. Gambar Kepiting Bakau Jenis Scylla serrata ................................................ 10
4. Gambar Kepiting Bakau Jenis Scylla tranquebarica ..................................... 11
5. Gambar Kepiting Bakau Jenis Scylla olivacea .............................................. 12
6. Gambar Kepiting Bakau Jenis Scylla paramamosain .................................... 13
7. Peta Daerah Penyebaran Kepiting Bakau Ditunjukkan Dengan Warna
Biru (Moosa et. al 1985) ................................................................................ 14
8. Daur hidup kepiting bakau genus Scylla sp ................................................... 15
9. Morfometrik kepiting bakau yang di ukur ..................................................... 20
10. Anatomi organ dalam kepiting bakau ............................................................ 21
11. Gambar perbedaan abdomen jantan dan betina kepiting bakau ..................... 22

iii
A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Perikanan berdasarkan Undang Undang No. 31 Tahun 2004 adalah
semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem
bisnis perikanan. Perikanan merupakan dunia yang kaya akan sumberdaya
hayati, dimana begitu banyak komoditas yang menjamin kita untuk melakukan
berbagai kegiatan ekonomis di dalamnya, salah satu kegiatan tersebut adalah
kegiatan usaha budidaya. Produk Domestik Bruto dari sektor perikanan
Indonesia didominasi oleh nilai ekspor lima komoditas utama yaitu udang,
ikan pelagis besar (tuna, tongkol, cakalang), kepiting (rajungan, kepiting),
molluca (cumi-sotong-gurita) dan rumput laut. Tahun 2017, nilai ekspor
rajungan dan kepiting menempati urutan ke tiga terbesar setelah udang dan
tuna-tongkol-cakalang. dengan nilai mencapai US$152.739.729 (BPS, 2018).
Budidaya adalah usaha pemeliharaan dan pengembang
biakan ikan atau organisme air lainnya. Kegiatan budidaya perikanan juga bisa
memberikan manfaat secara psikologis sebagai penyaluran hobi atau untuk
hiburan, misalnya pada budidaya ikan hias. Oleh karena itu, akuakultur dapat
didefinisikan menjadi campur tangan manusia untuk meningkatkan
produktivitas perairan melalui kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya yang
dimaksud adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak dalam segi
produksi maupun pembesaran, serta meningkatkan mutu biota akuatik
sehingga diperoleh keuntungan. Berbeda dengan penangkapan, produksi dari
budidaya perikanan diperoleh melalui kegiatan pemeliharaan biota akuatik
dalam wadah dan lingkungan terkontrol. Kegiatan budidaya dalam bidang
perikanan tersebut terbagi menjadi tiga bagian yaitu usaha budidaya perairan
laut, budidaya perairan payau dan budidaya perairan tawar. Dalam bahan ajar
ini akan dibahas mengenai budidaya kepiting bakau diperairan payau.

1
Budidaya organisme aquatik dimana produk akhir dihasilkan di
lingkungan air payau tahap awal siklus hidup spesies yang dibudidayakan bisa
saja di perairan tawar atau laut. Kepiting bakau sudah sangat umum dikenal
oleh masyarakat, bahkan sudah umum menjadi makanan di masyarakat.
Kepiting umumnya di produksi dan dikonsumsi dalam bentuk kepiting
cangkang keras, namun salah satunya juga bisa dinikmati dalam bentuk
kepitung cangkang lunak yang dipanen dan pasarkan ketika kepiting baru saja
moulting. Kepiting soka adalah sebutan bagi kepiting bakau yang seluruh
tubuhnya lunak akibat pergantian cangkang, capit dan kaki ketika moulting.
Untuk kepiting soka sangat diminati dan miliki kandungan nutrisi yang tinggi,
selain tidak repot memakannya karena kulitnya bisa langsung dimakan tanpa
di kupas sehingga tidak perlu disisihkan karena kulitnya yang lunak, nilai
nutrisinya juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan kepiting biasa yang
memiliki cangkang keras, terutama kandungan chitosan dan karotenoid yang
biasanya banyak terdapat pada kulit karena semuanya dapat dimakan.
Kepiting soka juga memiliki harga yang cukup tinggi bisa mencapai minimal
tiga kali lipat harga kepiting bercangkang keras.
Secara umum, tujuan dari kegiatan pembelajaran ini adalah untuk
memberikan pemahaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap Peserta
tentang Komoditas perikanan air payau dan Potensi pengembangannya Pada
kepiting bakau dan secara khusus, tujuan dari pembelajaran ini adalah agar
Peserta mampu ; menganalisis perbedaan jenis kepiting berdasarkan
morfologi dan anatomi secara langsung, menyimpulkan habitat yang sesuai
untuk hidup kepiting bakau dan merancang konsep budidaya kepiting bakau
yang tepat untuk dibudidayakan di tempat masing masing.

2. Relevansi
Kepiting bakau merupakan salah satu jenis komoditas perikanan yang
potensial untuk dibudidayakan. Kepiting bakau banyak dijumpai di perairan
payau yang banyak ditumbuhi tanaman mangrove. Kepiting bakau sangat
disenangi oleh masyarakat mengingat rasanya yang lezat dengan kandungan

2
nutrisi sejajar dengan crustacea yang lain seperti udang yang banyak diminati
baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri.
Dengan nilai ekonomi yang tinggi dan juga diminati masyarakat
dalam dan luar negri, komoditas ini semakin meningkat baik untuk
dikonsumsi dalam negeri maupun untuk diekspor. Untuk itu pengetahuan
perikanan khususnya mengenai kepiting bakau sangat penting untuk perikanan
bidang agribisnis ikan air payau dan secara umum untuk industri perikanan.
Bahan ajar ini mengandung uraian mengenai kepiting bakau yang ditinjau dari
komoditas perikanan air payau serta prospek pengembangannya serta
fisiologinya. Bahan ajar ikan air payau dan prospeknya ini diharapkan dapat
mendukung kegiatan pembelajaran mengenai kepiting bakau.
Relevansi dari kegiatan pembelajaran ini adalah agar Peserta dapat
menganalisis perbedaan jenis kepiting bakau berdasarkan morfologi dan
anatomi secara langsung, serta menyimpulkan habitat yang sesuai untuk
hidup kepiting bakau sehingga dapat diimplementasikan pada kehidupan
sehari-hari terkhusus di kegiatan budidaya kepiting bakau.

3. Petunjuk Belajar
Bahan ajar ini dilengkapi dengan gambar dan link video pembelajaran
secara audio visual. Setiap bahan ajar dilengkapi dengan rangkuman, test
formatif dan test sumatif. Test ini akan menjadi uji pemahaman Peserta dan
menjadi alat ukur penguasaan setelah mempelajari materi dalam bahan ajar
ini. Jika siswa belum menguasai materi, maka dapat mengulangi untuk
mempelajari materi yang tersedia dalam bahan ajar ini. Apabila siswa masih
mengalami kesulitan dibuat kelompok diskusi dengan teman sekelas.
Perangkat pembelajaran membutuhkan dukungan teknis selain tersediaanya
sumber bacaan utama seperti:
1. Akses internet di ruangan belajar
2. Buku atau modul pembelajan
3. Video pembelajaran
4. Slide Powerpoint

3
Pada modul belajar ini dirancang untuk menfasilitasi Peserta untuk
dapat belajar secara mandiri. Urutan langkah yang harus Peserta lakukan
dalam mempelajari modul ini adalah :
1. Membaca tujuan pembelajaran sehingga memahami target dari kegiatan
belajar tersebut
2. Membaca uraian materi pembelajaran sehingga memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap kompetensi yang akan dicapai.
3. Melakukan aktifitas pembelajaran dengan urutan atau kasus
permasalahan :
1. Peserta menganalisis perbedaan jenis kepiting Scylla serrata dan
Scylla olivacea berdasarkan morfologi dan anatomi secara
langsung.
2. Peserta menyimpulkan habitat yang sesuai untuk hidup kepiting
bakau.
3. Peserta merancang konsep budidaya kepiting bakau yang tepat
untuk dibudidayakan di tempat masing masing.
4. Mengerjakan soal atau tugas sesuai dengan materi yang sudah dibahas

4
B. INTI

1. Capaian Pembelajaran
Capaian Setelah mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran ini,
Peserta mampu :
1. Peserta mampu menganalisis perbedaan jenis kepiting bakau Scylla
olivacea dengan Scylla serrata berdasarkan morfologi dan anatomi
secara langsung.
2. Peserta mampu menyimpulkan habitat yang sesuai untuk hidup
kepiting bakau.
3. Peserta mampu merancang konsep budidaya kepiting bakau yang tepat
untuk dibudidayakan di tempat masing masing.

2. Sub Capaian Belajar


Pokok-pokok materi dalam Kegiatan Belajar ini meliputi :
1. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau di Perikanan Payau
Indonesia
2. Habitat dan Daur Hidup Kepiting bakau
3. Tingkah Laku Kepiting bakau
4. Kualitas Air dan Tipe Substrat
5. Karakter Morfometrik dan Meristik Kepiting Bakau
6. Anatomi Kepiting Bakau
7. Kepiting Jantan Dan Kepiting Betina
8. Kepiting Soka

3. Uraian Materi
a. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau
Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas perikanan yang
memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai sumber pendapatan
nelayan serta devisa bagi negara. Indonesia sebagai negara dengan
lahan hutan bakau yang luas yaitu 3.489.140,68 Ha (Kementerian

5
LHK, tahun 2015), jumlah ini setara dengan 23% ekosistem mangrove
dunia yaitu dari total luas 16.530.000, dengan hutan mangrove yang
luas tersebut Indonesia mempunyai potensi kepiting bakau yang
sangat menjanjikan. Tingginya permintaan pasar terhadap kepiting
bakau khususnya pasar luar negeri, berakibat terhadap semakin
tingginya tingkat eksploitasi biota tersebut di alam. Eksploitasi yang
tidak bertangungjawab akan menyebabkan terancamnya kelestarian
sumberdaya kepiting bakau. Oleh sebab itu potensi budidaya kepiting
bakau sangatlah besar.
Kepiting bakau secara alami dapat diperoleh nelayan di perairan
bakau, namun untuk menjaga kelestariannya kepiting bakau dapat
dibudidayakan di air payau pada tambak, walaupun perkembangan
budidayanya belum begitu pesat karena memang komoditas jenis ini
masih belum dikenal luas sebagai salah satu komoditas budidaya air
payau. Nilai jual kepiting sangat tinggi dan sudah menjadi menu
makanan andalan di Indonesia.
Kepiting bakau atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan
mangrove crab atau mud crab yang tergolong famili portunidae di
perairan Indonesia diperkirakan melebihi 1000 jenis. Portunidae
adalah salah satu famili kepiting yang memiliki pasangan kaki jalan.
Dan pasangan kaki ke limanya berbentuk pipih dan melebar pada ruas
yang terakhir. Famili portunidae sebagian besar hidup di laut, perairan
bakau atau perairan payau (Soim 1997).
Famili portunidae mencakup kepiting bakau dan rajungan. Jenis
yang paling banyak ditemukan di pasaran adalah kepiting bakau dan
rajungan. Klasifikasi kepiting bakau secara lengkap adalah sebagai
berikut (Motoh 1977) :
Fillum : Arthropoda
Sub Fillum : Mandibulata
Klas : Crustacea
Sub Klas : Malacostrata

6
Super Ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Raptantia
Seksi : Branchiura
Sub Seksi : Branchyrhyancha
Famillia : Portunidae
Marga : Scylla
Spesies : Scylla Sp

Capit

Kaki jalan

Kaki renang Karapas

Gambar 1. Morfologi kepiting bakau (Scylla sp) (Kusuma, 2018)

Moosa et. al. (1985), menjelaskan ciri morfologi kepiting bakau


mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dilengkapi dengan sembilan
duri pada sisi kiri dan sisi kanan, empat duri yang lain terdapat pada
kedua mata, mempunyai kaki jalan lima pasang yang pertama
bentuknya lebar disebut capit, berguna untuk memegang (Gambar 1).
Kaki jalan yang terakhir mengalami modifikasi sebagai alat renang
berbentuk seperti dayung dan warna karapas dari kepiting bakau
adalah hijau tua kecoklatan, warna ini dipengaruhi oleh lingkungan

7
dimana kepiting bakau berada, sedangkan di daerah bakau warnanya
hijau merah kecoklatan.
Dahi kepiting bakau yang merupakan bagian di antara kedua
matanya terdiri dari empat buah gigi tumpul (tidak termasuk duri
ruang mata sebelah dalam). Tepi antrolateral (tepi sebelah luar dari
kedua matanya) bergigi sembilan buah yang runcing dan berukuran
kurang lebih sama. Kedua matanya menempel di tepi anterior (bagian
depan) karapas yang juga dilengkapi dengan tungkai. Dengan adanya
tungkai ini kedua matanya dapat digerak-gerakkan lebih leluasa. Bila
ada gangguan dari luar, sebagai perlindungan matanya ditempelkan
rapat-rapat ke kelopaknya (Soim, 1997).
Cheliped atau capit merupakan bagian tubuh yang memiliki
struktur catut yang berfungsi sebagai alat pegang maupun senjata.
Pada kepiting jantan dewasa, capit dapat mencapai panjang dua kali
panjang karapas. Sedangkan pada kepiting betina atau kepiting jantan
muda capitnya lebih pendek. Selain capit, kepiting juga memiliki tiga
pasang kaki untuk berjalan dan satu pasang kaki yang digunakan
untuk berenang. Kaki berenang terletak di ujung perut dan bentuknya
pipih dan lebar seperti alat dayung. Dengan kaki seperti ini kepiting
bakau dapat berenang cepat, sehingga disebut pula kepiting perenang.
Ukuran kepiting bakau yang berada di alam bervariasi
tergantung wilayah dan musim. Misalnya di perairan bakau Ujung
Alang Cilacap, terdapat kepiting bakau dengan kisaran panjang
karapas (18,80 mm–142,40 mm). Sedangkan di perairan bakau
Sagara Anakan, Cilacap, didapatkan kepiting bakau dengan kisaran
panjang karapas 19,20 mm – 116,70 mm (Soim, 1997).
Umumnya kepiting yang berada di wilayah tropik tingkat
kedewasaanya dicapai pada ukuran yang cenderung lebih kecil
dibandingkan kepiting bakau (Scylla sp) yang berada di wilayah sub
tropik. Kepiting bakau karapasnya berwarna seperti warna lumpur
atau sedikit kehijauan. Panjang karapasnya kurang lebih dua pertiga

8
dari lebarnya. Permukaan karapasnya hampir semuanya licin kecuali
pada beberapa lekuk bergranula (berbintik kasar).
Jumlah jenis dalam marga (genus) masih diperdebatkan.
Estampador (1949), berpendapat bahwa marga Scylla mempunyai tiga
jenis yakni Scylla serrata, Scylla Oceanica dan Scylla tranquebarica,
serta satu varietas yakni Scylla serrata var Scylla paramamosain.
Namun sebagian besar peneliti menganggap marga Scylla hanya
beranggotakan satu jenis, yaitu Scylla serrata (Soim, 1997). Namun
sejak dilaporkan oleh Keenan et al. (1998) diketahui bahwa ada
empat spesies kepiting bakau yang berbeda secara genetik yaitu Scylla
olivacea, Scylla serrata, Scylla paramamosain dan Scylla
tranquebarica (Gambar 2).
Keenan et. al. (1998) menyatakan bahwa Scylla Olivacea
memiliki duri karapas yang rendah, membulat dan dengan celah yang
dangkal. Karpus pada capit biasanya memiliki satu buah duri yang
tumpul (duri pada juvenil jelas) dan memiliki warna yang bervariasi
dari merah kecoklatan sampai coklat kehitaman tergantung dari
habitatnya. Sedangkan Scylla serrata memiliki duri karapas yang
tinggi, ujung yang tumpul dan cenderung memiliki lekukan yang jelas
dan memiliki celah yang membulat. Karpus pada capit memiliki dua
duri yang jelas dan memiliki warna yang bervariasi dari warna ungu
kehijauan sampai coklat kehitaman tergantung habitatnya. Scylla
tranquebarica memiliki bentuk duri karapas yang sedang dan
menumpul (lebih tumpul dari Scylla serrata), duri karpus dan
propodusnya jelas. Scylla paramamosain memiliki bentuk duri
karapas yang lebih tinggi dari Scylla tranquebarica dan lebih rendah
dari Scylla serrata dan membentuk segitiga, duri karpus bagian dalam
tidak ada sedangkan bagian luar tereduksi tetapi duri propodusnya
jelas.

9
Tereduksi dan tumpul Besar dan jelas

Rendah dan
Tinggi
membulat
dan
runcing

Ada duri
Tidak
ada
duri
A Scylla olivacea B Scylla serrata

Sedang dan
Besar dan tumpul
runcing
Pendek dan
runcing Tinggi dan
tumpul

Tidak Ada duri


ada
duri
C Scylla paramamosin D Scylla transquebarica

Gambar 2. Perbedaan morfologi di antara spesies Scylla sp (Keenan et al. 1998).

Kepiting bakau memiliki beberapa jenis yang sudah dikenal oleh


masyarakat :
1. Scylla serrata

Gambar 3. Kepiting Bakau Scylla serrata (Kurniawan, 2020)

10
Scylla serrata atau dikenal juga sebagai kepiting bakau
besar (giant mud crab) merupakan sejenis kepiting bakau yang
menyebar luas mulai dari pantai Asia Timur, Tenggara, Selatan,
hingga ke Laut Merah. Spesies ini adalah jenis kepiting bakau
yang paling luas penyebarannya. Menyebar di perairan pesisir
dan estuaria di Indo-Pasifik Barat, kepiting-bakau besar
ditemukan ke barat hingga di Afrika Selatan; ke utara hingga
di Okinawa, Jepang; ke timur hingga Fiji dan Samoa barat
di Pasifik; dan ke selatan hingga Australia timur. Kepiting ini
juga didapati di Filipina dan di Kupang. Dibandingkan dengan
jenis kepiting bakau yang lainnya Scylla serrata adalah yang
paling menyukai perairan bersalinitas tinggi
2. Scylla tranquebarica

Gambar 4. Kepiting Bakau Scylla tranquebarica (Anonim, 2016)

Scylla tranquebarica atau yang juga dikenal


sebagai kepiting-bakau ungu (purple mangrove crab, purple mud
crab) adalah sejenis kepiting bakau yang sering didapati dijual di
pasar-pasar Asia Tenggara. Kepiting bakau berukuran besar, lebar
karapas maksimum (hewan jantan) sekitar 20 cm dengan bobot
mencapai 2 kg. Lengan sepit (chelipeds) besar dan kokoh, dengan
tonjolan-tonjolan tajam namun bukan berupa duri; dua tonjolan
menyolok terdapat di sisi luar carpus (ruas kedua, dihitung dari

11
pangkal). Sisi muka karapas (frontal margin, di antara dua mata)
biasanya dengan gerigi yang membundar. Pada hewan hidup,
umumnya karapasnya berwarna hijau gelap hingga hitam; lengan
sepit (capit) berwarna ungu, tanpa pola bercak-bercak atau totol;
kaki renang berbercak hanya pada yang jantan.
3. Scylla olivacea

Gambar 5. Kepiting Bakau Scylla olivacea (Rahman, 2021)

Scylla olivacea atau yang juga dikenal sebagai kepiting-


bakau jingga (Ingg.: orange mangrove crab, orange mud crab)
adalah sejenis kepiting bakau yang paling umum dijual di pasar-
pasar Asia Tenggara. Kepiting bakau berukuran sedang, lebar
karapas maksimum sekitar 18 cm (pada hewan jantan). Lengan
sepit (chelipeds) besar dan kokoh, dengan dua duri tumpul
pada propodus (ruas ketiga, dihitung dari pangkal) di belakang
jari penjepit (dactyl) dan satu duri tumpul serupa tonjolan rendah
atau bahkan sangat rendah di sisi luar carpus (ruas kedua,
dihitung dari pangkal). Sisi muka karapas (frontal margin, di
antara dua mata) biasanya dengan gerigi yang membundar. Warna
karapas tatkala hidup biasanya kecokelatan hingga hijau-
kecokelatan, kadang-kala kejinggaan; sementara lengan sepit
(capit) dengan warna jingga hingga kuning

12
4. Scylla paramamosain

Gambar 6. Kepiting Bakau Scylla paramamosain (Kiem, 2016)

Scylla paramamosain atau yang juga dikenal


sebagai kepiting-bakau hijau (green mangrove crab, green mud
crab) adalah sejenis kepiting bakau yang menyebar luas di Asia
Tenggara, khususnya di bagian utara pesisir Laut Tiongkok
Selatan dan sebagian wilayah Jawa.

b. Habitat dan Daur Hidup Kepiting bakau


Kepiting bakau tersebar di perairan tropis (Gambar 7.). Daerah
sebarannya ± 34o LU – 38o LS dan ± 30o BT – 166o BB mulai dari
pantai selatan dan timur Afrika, Mozambique, terus ke Iran, Pakistan,
India, Srilanka, Bangladesh, pulau-pulau di lautan Hindia, Kamboja,
Vietnam, Cina, Jepang, Taiwan dan Filipina. Juga ditemukan di
pulau-pulau Lautan Pasifik mulai dari Kepulauan Hawai di Utara
sampai ke Selandia Baru dan di Selatan Australia.

13
Gambar 7. Peta daerah penyebaran kepiting bakau ditunjukkan dengan
warna biru (Moosa et. a.l 1985)

Di Indonesia kepiting bakau hampir didapatkan di seluruh


perairan pantai, terutama di daerah mangrove, juga di daerah tambak
air payau atau muara sungai dan jarang sekali ditemukan di pulau
pulau karang (Nontji 2002). Kepiting bakau dalam menjalani
kehidupannya beruaya dari perairan pantai ke perairan laut, kemudian
induk dan anak-anaknya akan berusaha kembali ke perairan pantai,
muara sungai atau perairan berhutan bakau untuk berlindung, mencari
makanan atau membesarkan diri. Kepiting bakau yang telah siap
melakukan perkawinan ini akan beruaya dari perairan bakau atau
tambak ke tepi pantai dan selanjutnya ke tengah laut untuk melakukan
pemijahan Kepiting jantan yang telah melakukan perkawinan atau
telah dewasa berada di perairan bakau, di tambak atau di sela-sela
bakau, atau paling jauh di sekitar perairan pantai yaitu pada bagian
perairan yang berlumpur yang organisme makanannya melimpah
(Kasri, 1991).
Kepiting betina yang telah beruaya ke parairan laut akan
berusaha mencari perairan yang kondisinya cocok untuk tempat
melakukan pemijahan, khususnya terhadap suhu dan salinitas air laut.
Satelah telur menetas maka muncul larva tingkat I (Zoea I) dan terus
menerus berganti kulit, sambil terbawa arus perairan pantai sebanyak
lima kali (sampai Zoea V), kemudian berganti kulit lagi mejadi

14
megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan kepiting dewasa
kecuali masih memiliki bagian ekor yang panjang. Pada tingkat
megalopa ini ia mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju
perairan pantai, dan biasanya pertama kali memasuki parairan muara
sungai, kemudian keparairan hutan bakau untuk kembali
melangsungkan perkawinan.

Gambar 8. Daur hidup kepiting bakau Scylla sp (Suwardi, 2015)

Berdasarkan daur hidup kepiting ini dapatlah diperkirakan


berbagai kondisi perairan yang dilalui dalam menjalani kehidupannya.
Pada saat pertama kali kepiting di tetaskan, suhu air laut umumnya
berkisar 25 – 27o C dan salinitas 29 – 33 permil, dan secara gradual
salinitas dan suhu air ke arah pantai aka semakin rendah. Kepiting
muda yang baru berganti kulit dari megalopa yang memasuki muara
sungai akan dapat mentoleril salinitas air yang rendah (10 – 24
permil) dan suhu diatas 10o C. Kebiasaan toleransinya terhadap suhu
dan salinitas merupakan pedoman dalam memodifikasi air
pemeliharaan apabila kepiting dibudidayakan dan dalam pembenihan.
Namun kisaran suhu dan saliitas yang dapat di toleransi kepiting akan

15
bervariasi tergantung dari keadaan suhu dan salinitas perairan kapan
biasanya kepiting beruaya (Kasri, 1991).

c. Tingkah Laku
Secara umum tingkah laku dan kebiasaan kepiting bakau yang
dapat diamati adalah kanibalisme dan saling menyerang sesamanya.
Sifat kanibalisme ini yang paling dominan ada pada kepiting jantan,
oleh karena itu budidaya monosex pada produksi kepiting akan
memberikan kelangsungan hidup lebih baik.
Sebagaimana hewan jenis krustase, maka kepiting juga
mempunyai sifat seperti yang lain, yaitu molting atau ganti kulit.
Setiap terjadi ganti kulit, kepiting akan mengalami pertumbuhan besar
karapas maupun beratnya. Umumnya pergantian kulit akan terjadi
sekitar 18 kali mulai dari stadia instar sampai dewasa. Selama proses
ganti kulit, kepiting memerlukan energi dan gerakan yang cukup kuat,
maka bagi kepiting dewasa yang mengalami pergantian kulit perlu
tempat yang cukup luas.
Kepiting bakau memiliki kebiasaan soliter teritorial
bersembunyi atau membenamkan diri di dalam lumpur dan
menjadikan tempat tersebut menjadi tempat tinggal tetap kepiting
tersebut selama tempat hidupnya mampu menyediakan makanan.
Kepiting bakau umumnya mencari makan pada malam hari,
sedangkan pada siang hari membenamkan diri dalam lumpur,
sembunyi dalam lubang atau di sela-sela akar bakau dan akan keluar
dikala matahari terbenam. Sepanjang malam kepiting akan mencari
makan dan akan kembali membenamkan diri atau sembunyi pada
siang hari (Kordi, 1997).

16
d. Kualitas Air dan Tipe Substrat
Kehidupan organisme di suatu perairan dipengaruhi oleh
kualitas air, Menurut Krebs (1989) dan Kasri (1991), sifat fisika-kimia
lingkungan yang penting dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan
organisme laut dan estuaria (muara sungai) adalah suhu,
salintas,derajat keasaman, substrat dasar dan unsur hara.
Salinitas merupakan takaran jumlah seluruh zat zat yang terlarut
dalam air, gas gas terlarut dan zat organik. Salinitas yang diperlukan
oleh setiap organisme berbeda beda. Hewan bentos umumnya dapat
mentoleril salinitas dalam perairan berkisar antara 25 – 40 ppt
(Koesoebiono, 1979). Perubahan salinitas akan mempengaruhi sifat
fungsional dan struktur organisme, sedangkan perbahan suhu sangat
berperan dalam kecepatan metabolisme dan kegiatan organisme
lainnya. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan salinitas
kepiting akan mengubah konsentrasi cairan tubuhnya sesuai dengan
lingkungannya, melalui kombinasi proses osmosis dan difusi.
Sedangkan penyesuaian terhadap suhu dilakukan dengan cara
membenamkan diri dalam lubang berlumpur.
Selain kualitas air substrat dasar juga merupakan faktor yang
mempengaruhi jenis hewan-hewan bentos yang hidup dalam suatu
perairan. Substrat dasar keras dihuni oleh organisme yang mampu
melekat dengan kuat. Sedangkan substrat dasar lunak akan dihuni oleh
organisme yang membuat lubang seperti halnya kepiting (Odum
1971).
Kepiting bakau menyenangi substrat lempung berlumpur
dengan tofografi dasar yang landai, arus yang tenang dan ketebalan
kawasan mangrovenya didominasi oleh Rhizophora sp (Warsito,
1996). Soim (1996), mengatakan, kepiting bakau merupakan spesies
yang khas di kawasan hutan bakau, dimana pada tingkat juvenil,
kepiting muda lebih suka membenamkan diri ke dalam lumpurSserta

17
menyukai tempat terlindung seperti alur-alur air laut yang menjorok
ke daratan.

e. Karakter Morfometrik dan Meristik Kepiting Bakau


Setiap individu memerlukan lingkungan tertentu untuk hidup
dan berkembang biak. Setiap faktor lingkungan akan menjadi
rangsangan bagi hewan air yang akan ditanggapi dengan cara tertentu
yang bersifat khusus. Kemampuan hewan air menanggapi rangsangan
dari lingkungannya merupakan kajian inti dalam fisiologi hewan air.
Analisis morfometrik didefenisikan sebagai metode kuantitatif
yang dapat menggambarkan dan menginterpretasikan variasi bentuk
pada sampel. Sasaran dari penelitian morfometrik adalah untuk
menghasilkan sebuah metodologi dan membedakan individu dari
seluruh populasi dari sudut morfologinya (Idrus 1996).
Ciri morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran
tubuh atau bagian tubuh ikan. Ukuran ikan merupakan salah satu hal
yang dapat digunakan sebagai ciri taksonomik yang digunakan dalam
mengidentifikasi ikan. Setiap spesies ikan mempunyai ukuran mutlak
yang berbeda beda, perbedaan ini disebabkan oleh gen, faktor umur,
jenis kelamin dan lingkunga hidupnya. Faktor lingkungan yang
dimaksudkan adalah makanan, suhu, salinitas dan sebagainya yang
sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Sedangkan ciri meristik
adalah ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tubuh ikan, misalnya
jumlah sisik pada gurat sisi, jumlah jari-jari keras dan lemah pada sirip
punggung dan sebagainya (Affandi et. al. 1992).
Karakter meristik memiliki juga jumlah elemen-elemen pada
setiap individu dan suatu stok yang dapat berubah sesuai dengan
perubahan lingkungan hidup, dimana sifat-sifat fenotipe (ciri khusus
berdasarkan keturunannya) dari karakter meristik memiliki hubungan
timbal balik yang erat dengan epigenitic (faktor gen), faktor fisiologi
lingkungan dan lingkungannya (Kottelat et. al. 1993). Overton, et. al.

18
(1997) dan Keenan, et. al. (1998) menggunakan karakter morfometrik
dan meristik kepiting bakau untuk membedakan kepiting bakau di
perairan Asia Tenggara, dengan membagi tubuh kepiting bakau ke
dalam lima bagian yaitu karapak, capit, kaki jalan, kaki renang dan
abdomen.
Secara morfologi kedua jenis kepiting bakau Scylla serrata dan
Scylla olivacea memiliki perbedaan pada warna tubuh, tinggi dan
bentuk duri frontal pada karapak, jumlah duri pada merus, motif atau
corak pada kaki renang. Sedangkan bagian morfometrik kepiting
bakau dapat dilihat pada Gambar 9, Karakter morfometrik yang di
ukur pada kepiting bakau (S. Serrata) adalah:
1. Lebar karapas (L),
2. Panjang karapas (P),
3. Tinggi karapas (T),
4. Optical groove widths,
5. Panjang chela sebelah kanan (PCR),
6. Panjang chela sebelah kiri (PCL),
7. Panjang profundus chela sebelah kanan (PPR),
8. Panjang profundus chela sebelah kiri (PPL),
9. Tinggi chela sebelah kanan (TCR) lurus terbesar secara
vertikal antara tepi atas dan bawah chela sebelah kanan,
10. Tinggi chela sebelah kiri (TCL)

19
Gambar 9. Morfometrik kepiting yang diukur (Uno dkk, 2019)

f. Anatomi Kepiting Bakau


Anatomi ikan membahas mengenai struktur ikan, organ atau
bagian bagian dari komponennya, seperti ketika diamati di atas meja
pembedahan. Anatomi suatu spesies sangat penting untuk diketahui
karena merupakan dasar dalam mempelajari jaringan tubuh, penyakit
dan parasit ikan. Sehingga suatu kemutlakan jika kita ingin
membudidayakannya kita juga harus mengetahui anatomi kepiting
bakau. Karena bentuk dan letak organ dalam antara satu spesies
termasuk kepiting bakau bila dibandingkan dengan kepiting lainnya
yang beda spesies bisa saja berbeda. Karena disebabkan adanya
perbedaan bentuk tubuh, pola adaptasi spesies tersebut terhadap
lingkungan tempat mereka hidup, atau stadia dalam hidup spesies
tersebut.
Anatomi Kepiting sudah terbentuk dengan baik untuk
menunjang kegiatan biologinya. Kepiting memiliki insang, lambung,
hepatopankreas, dan sistem reproduksi. Ada satu keunikan dari
kepiting yakni memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di luar air,
ini disebabkan oleh adanya kemampuan insang untuk menyerap air di
bawah karapas sehingga insang tetap dalam keadaan lembab meskipun
berada di luar air. Sementara kelenjar pencernaan kepiting biasa
disebut hepatopankreas yang memiliki warna khas kuning.
Hepatopankreas terletak saling bertumpuk dengan ovarium atau

20
telur. Hepatopankreas biasa membingungkan orang awan dan
menganggapnya sebagai telur oleh karena letak dan warnanya.
Hepatopankreas juga berperan untuk mendeposit sejumlah glikogen
dan cholesterol, mendeposit logam-logam berat dan melokalisasinya
(Fujaya, 2004)

Gambar 10. Anatomi organ dalam kepiting bakau (Anonim, 2017)

Jika dilihat dari bentuknya, kepiting jantan dan betina memiliki


bentuk abdomen di bagian perut yang berbeda. Kepiting jantan
memiliki bentuk abdomen yang lebih lancip menyempit mirip bentuk
segitiga sama kaki. Sedangkan kepiting pada kepiting betina memiliki
abdomen yang melebar dan bulat seperti terlihat pada gambar 11.
Pada kepitig jantan dan betina dengan usia yang sama ukuran
capit kepiting jantan dan betina juga berbeda. Kepiting betina
memiliki capit yang lebih kecil jika dibanding dengan kepiting jantan.
Oleh karena itu kepiting jantan punya daging yang lebih tebal dan
banyak dibanding kepiting betina, namun kepiting betina akan lebih
disukai dan lebih mahal ketika memiliki telur pada abdomennya.

21
Gambar 11. Perbedaan abdomen jantan dan betina kepiting bakau
(Suwardi, 2015)

4. Rangkuman
Kepiting bakau genus Scylla sp. yang dikenal dan dibudidayakan
maupun di tangkap dari alam dimasyarakat indonesia adalah Scylla
olivacea, Scylla serrata, Scylla paramamosain dan Scylla tranquebarica.
Setiap jenis kepiting bakau tersebut memiliki ciri khas tersendiri
diantaranya dapat dilihat dari morfologi kepiting bakau pada bagian
Terdapat sepuluh karakter morfometrik yang dapat digunakan
untuk membedakan Scylla olivacea dengan Scylla serrata yaitu : Panjang
propodus kaki renang (kanan), panjang daktilus kaki jalan (kiri), panjang
karpus kaki renang (kiri), lebar karpus capit (kiri), panjang merus capit
(kanan), panjang propodus kaki renang (kiri), lebar karpus kaki renang
(kiri) dan panjang posterior border. Sedangkan perbedaan meristik
terdapat pada gigi daktilus, gigi pollex, duri karpus, duri merus dan duri
frontal.
Scylla olivacea identik dengan lingkungan yang memiliki substrat
tanah liat dengan vegetasi mangrove yang dominan ditumbuhi oleh jenis
Bruguiera sp dan Nypha sp serta memiliki kisaran salinitas air dan tanah
yang relatif lebih luas, antara 17 – 34 ppt dibandingkan dengan kisaran
salinitas air dan tanah yang dimiliki oleh Scylla serrata yaitu antara 21 –
34 ppt. Scylla olivacea juga diidentikkan dengan kisaran pH air antara 7 –
7,65. Sedangkan Scylla serrata identik dengan vegetasi mangrove yang

22
dominan ditumbuhi oleh Rhizophora sp dan Bruguiera sp. Kisaran suhu
air dan tanah yang identik dengan Scylla serrata berkisar antara 30 – 37
o
C serta pH tanah antara 7 – 8.

5. Tugas Terstruktur
a. Identifikasi jenis kepiting bakau :
1. Peserta menganalisis perbedaan jenis kepiting berdasarkan
morfologi dan anatomi secara langsung dengan melakukan
pengamatan terhadap empat jenis kepiting bakau (Scylla serrata
dan Scylla olivacea). (10 Menit)
2. Peserta menyimpulkan perbedaan jenis kepiting berdasarkan
morfologi terhadap masing masing jenis kepiting bakau (Scylla
serrata dan Scylla olivacea). (10 Menit)
3. Peserta membuat laporan tertulis mengenai perbedaan jenis
kepiting berdasarkan morfologi terhadap jenis kepiting bakau
(Scylla serrata dan Scylla olivacea) dilengkapi dengan bukti foto
morfologi kepiting tersebut. (10 Menit)
b. Habitat yang sesuai untuk hidup kepiting bakau.
1. Peserta menganalisis tempat hidup kepiting bakau melalui video
pembelajaran terhadap jenis kepiting bakau (Scylla serrata dan
Scylla olivacea). (10 Menit)
2. Peserta menyimpulkan persamaan dan perbedaan habitat antara
empat jenis kepiting bakau (Scylla serrata dan Scylla olivacea).
(10 Menit)
3. Peserta membuat laporan tertulis mengenai habitat kepiting bakau
(Scylla serrata dan Scylla olivacea). (10 Menit)
c. Peserta merancang konsep budidaya kepiting bakau yang tepat untuk
dibudidayakan di tempat masing masing.
1. Peserta mendiskusikan hasil pengamatan identifikasi jenis
kepiting yang ada dan cocok untuk dibudidayakan di sekitar
sekolah. (10 Menit)

23
2. Peserta merancang konsep budidaya kepiting bakau (kepiting
soka) skala mini di tambak sekolah. (10 Menit)
3. Peserta membuat laporan tertulis mengenai konsep budidaya
kepiting bakau (kepiting soka) skala mini di tambak sekolah
dilengkapi dengan rencana pembesaran kepiting soka. (10 Menit)
d. Peserta berdiskusi dan menyimpulkan mengenai materi pada tugas
terstruktur sebelumnya. (10 Menit)
e. Peserta mengerjakan soal atau test sumatif sesuai dengan materi yang
sudah dibahas (20 Menit)

4. Forum Diskusi
Silahkan diskusikan beberapa hal berikut ini bersama teman teman
sekelompok
a. Perbedaan secara morfologi kepiting jantan dan betina
b. Perbedaan kepiting bakau dan kepiting rajungan dari segi habitatnya
c. Perbedaan budidaya kepiting soka dan kepiting bakau bercangkakang
keras
d. Teknik budidaya kepiting soka

24
C. PENUTUP

1. Tes Sumatif

Soal 1 :
Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis perikanan adalah ….
a. Perikanan
b. Budidaya Perikanan
c. Pembesaran Perikanan
d. Pemanfaatan Perikanan
e. Sistem Perikanan

Soal 2 :
Produk Domestik Bruto dari sektor perikanan Indonesia didominasi oleh
nilai ekspor lima komoditas utama yaitu udang, ikan pelagis besar,
kepiting, molluca dan rumput laut. Tahun 2017 komoditas pelagis apakah
yang dimaksud ….
a. Rajungan, Kepiting
b. Cumi-Sotong-Gurita
c. Tuna, Tongkol, Cakalang
d. Kakap, Marlin, Cakalang
e. Tuna, Kakap, Kerapu

Soal 3 :
Di Indonesia kepiting yang seluruh tubuhnya lunak akibat pergantian
cangkang, capit dan kaki ketika moulting disebut dengan ….
a. Kepiting Bakau
b. Kepiting Moulting

25
c. Kepiting Mangrove
d. Kepiting Soka
e. Kepiting Soft Moult

Soal 4 :
Selain Kandungan nutrisi yang tinggi kepiting soka juga mudah untuk
dikonsumsi sehingga membuat kepiting soka bisa dimakan secara
keseluruhan tanpa harus disisihkan kulitnya sehingga memiliki nilai jual
yang lebih tinggi. Nutrisi yang dimaksud adalah ….
a. Chitosan
b. Karotenoid
c. Kitin
d. Protein
e. Chitosan dan Karotenoid

Soal 5 :
Menurut Motoh (1977) kepiting bakau diklasifikasi sebagai marga ….
a. Arthropoda
b. Crustacea
c. Decapoda
d. Scylla
e. Portunidae

Soal 6 :
Kaki yang terakhir pada kepiting bakau mengalami modifikasi sebagai alat
renang berbentuk seperti dayung, disebut dengan ….
a. Kaki Dayung
b. Kaki Renang
c. Kaki Jalan
d. Kaki Adaptasi
e. Kaki Apung

26
Soal 7 :
Cheliped pada kepiting bakau memiliki fungsi sebagai ….
a. Memiliki struktur catut yang berfungsi sebagai alat pegang maupun
senjata
b. Sebagai perlindungan matanya ditempelkan rapat-rapat ke
kelopaknya
c. Agar kepiting bakau dapat berenang cepat
d. Untuk berjalan dan juga digunakan untuk berenang

Soal 8 :
Diketahui bahwa ada empat spesies kepiting bakau yang berbeda secara
genetik adalah
a. Scylla Olivacea, Scylla Serrata, Scylla Paramamosain dan Scylla
Tranquebarica
b. Scylla Serrata, Scylla Oceanica dan Scylla Tranquebarica dan
Scylla Olivacea
c. Scylla Olivacea, Scylla Serrata, Scylla Tranquebarica dan Scylla
Tranquebarica
d. Scylla Olivacea, Scylla Oceanica, Scylla Tranquebarica dan Scylla
Tranquebarica
e. Scylla Olivacea, Scylla Serrata, Scylla sp dan Scylla
Tranquebarica

Soal 9 :
Kepiting bakau yang memiliki duri karapas yang rendah, membulat dan
dengan celah yang dangkal. Karpus pada capit biasanya memiliki satu
buah duri yang tumpul (duri pada juvenil jelas) dan memiliki warna yang
bervariasi dari merah kecoklatan sampai coklat kehitaman tergantung dari
habitatnya adalah ….
a. Scylla Serrata
b. Scylla Olivacea

27
c. Scylla Oceanica
d. Scylla Tranquebarica
e. Scylla Paramamosain

Soal 10 :
Kepiting bakau sangat sedikit ditemukan pada kepulauan karang karena
tidak sesuai dengan habitatnya, habitat yang sesuai dengan kepiting bakau
adalah ….
a. Terumbu Karang
b. Padang Lamun
c. Laut Lepas
d. Mangrove
e. Hulu dan Muara Sungai

Soal 11 :
Untuk membedakan kepiting Scylla serrata dan Scylla olivacea kita dapat
melihat indikator morfometrik, yang bukan merupakan faktor tersebut
adalah ….
a. Lebar karapas
b. Panjang karapas
c. Tinggi karapas
d. Optical groove widths
e. Warna tubuh

Soal 12 :
Untuk membedakan kepiting Scylla serrata dan Scylla olivacea kita dapat
melihat indikator morfometrik, yang bukan merupakan faktor tersebut
adalah ….
a. Warna tubuh
b. Lebar karapas
c. Panjang karapas

28
d. Tinggi karapas
e. Optical groove widths

Soal 13 :
Sedangkan untuk membedakan kepiting Scylla serrata dan Scylla olivacea
kita dapat melihat indikator morfologi berikut. Yang bukan adalah ….
a. Warna tubuh
b. Tinggi dan bentuk duri frontal pada karapak
c. Jumlah duri pada merus
d. Motif atau corak pada kaki renang
e. Panjang mata

Soal 14 :
Pada anatomi kepiting terdapat beberapa organ yang berfungsi untuk
mendukung kehidupan kepiting, berikut yang bukan merupakan organ
tersebut adalah ….
a. Insang
b. Sistem endokrin
c. Lambung
d. Hepatopankreas
e. Sistem Reproduksi

Soal 15 :
Daerah persebaran kepiting bakau menurut Moosa et al 1985 adalah ….
a. ± 34o LU – 38o LS dan ± 30o BT – 166o BB
b. ± 35o LU – 38o LS dan ± 30o BT – 166o BB
c. ± 34o LU – 38o LS dan ± 30o BT – 167o BB
d. ± 37o LU – 38o LS dan ± 30o BT – 167o BB
e. ± 35o LU – 38o LS dan ± 30o BT – 166o BB

29
Soal 16 :
Untuk mengatasi sifat kepiting bakau yang kanibalisme maka seharusnya
dalam membudidayakan kepiting bakau kita harus menggunakan metode
pembudidayaan ….
a. Budidaya monosex
b. Budidaya campuran
c. Budidaya tradisional
d. Budidaya intensif
e. Budidaya semi intensif

Soal 17 :
Mengapa pada budidaya kepiting bakau memerlukan rasio tempat atau
perbandingan antara tambak dan jumlah kepiting yang tinggi jika dilihat
dari prilaku nya ….
a. Karena kepiting suka berkompetisi mencari makan di tambak
b. Karena prilaku kepiting yang membutuhkan wilayah atau tetitori
yang luas
c. Karena prilaku kepiting yang soliter, teritorial dan kanibal
d. Karena prilaku kepiting yang suka membunuh kepiting yang
sedang moulting
e. Karena prilaku kepiting yang suka berkelahi dan membunuh
kepiting yang lebih muda

Soal 18 :
Jika ingin membudidayakan kepiting jenis tertentu hal apakah yang perlu
diperhatikan ketika memilih bibit ….
a. Kesamaan jenis kelamin kepiting yang dibudidayakan pada tambak
b. Kesamaan ukuran kepiting yang dibudidayakan pada tambak
c. Kesamaan asal bibit yang dibudidayakan pada tambak
d. Kemampuan bibit terhadap suhu dan salinitas tambak
e. Kesamaan spesies kepiting yang dibudidayakan pada tambak

30
Soal 19 :
Hal yang dapat dilakukan untuk mengetahui jenis atau spesies kepiting
yang akan dibudidayakan adalah ….
a. Memeriksa secara morfologi kepiting
b. Memeriksa jenis kelamin kepiting
c. Memeriksa sertifikat bibit kepiting
d. Memeriksa asal habitat bibit kepiting
e. Memeriksa klasifikasi bibit kepiting

Soal 20 :
Kepiting bakau pada umumnya memiliki habitat yang diinginkan berupa
dasar yang ….
a. Substrat lumpur berpasir
b. Substrat lumpur berbatu
c. Substrat lempung berbatu
d. Substrat lempung berpasir
e. Substrat lempung berlumpur

31
2. Kunci Jawaban

1. Kunci Soal 1 : A
2. Kunci Soal 2 : C
3. Kunci Soal 3 : D
4. Kunci Soal 4 : E
5. Kunci Soal 5 : D
6. Kunci Soal 6 : B
7. Kunci Soal 7 : A
8. Kunci Soal 8 : A
9. Kunci Soal 9 : B
10. Kunci Soal 10 : D
11. Kunci Soal 11 : E
12. Kunci Soal 12 : A
13. Kunci Soal 13 : E
14. Kunci Soal 14 : B
15. Kunci Soal 15 : A
16. Kunci Soal 16 : A
17. Kunci Soal 17 : C
18. Kunci Soal 18 : E
19. Kunci Soal 19 : A
20. Kunci Soal 20 : E

32
3. Daftar Pustaka

Affandi R . 1992. Ikhtiologi Suatu Pedoman Kerja Laboratorium.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB. Bogor.
Anonim, 2004. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan. Sekertaris Negara Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2016, BKIPM Kementrian Kelautan dan Perikanan,
https://twitter.com/bkipm_kkp/status/725942841982115841?lang=
ca
Anonim, 2017, BKIPM Manado Kementrian Kelautan dan Perikanan,
https://twitter.com/bkipmmanado/status/908623126220611585?lan
g=de
Deddy, A, 2015. Humas Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Jakarta
Fujaya. 2004. Pemanfaatan Ekstrak Ganglion Torak Kepiting Non
Ekonomis Sebagai Stimulan Perkembangan In Vitro Sel Telur
Kepiting Bakau (Scylla olivacea Herbst 1796). Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor.
Kasri, A. 1991. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Penerbit
Bhatara. Jakarta.
Keenan, C. P., P.J.F. Davie and D.L Mann. 1998. A Revision of the
Genus Scylla de Haan 1833 (Crustacea; Decapoda: Braichyura :
Portunidae) the Rafles Bulletin of Zoology.
Kiem T, 2016, Cua biển-Scylla paramamosain,
http://faunaandfloraofvietnam.blogspot.com/2016/04/cua-bien-
scylla-paramamosain.html
Koesoebiono. 1979. Dasar-dasar Ekologi Umum Edisi Keempat (Ekologi
perairan). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

33
Kootelat, M. K., AJ, Whitten, SN Kartika Sari dan S. Wirioatmojo, 1993.
Fresh Water Of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus (HK)
Ltd dan Proyek EMD. Jakarta.
Kordi. 1997. Budidaya Air Payau. Penerbit Effhar and Dahara Prize.
Semarang
Kurniawan F, 2020, Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla
Serrata), https://fredikurniawan.com/klasifikasi-dan-morfologi-
kepiting-bakau-scylla-serrata/
Kusuma H, 2018, Pengenalan umum budidaya kepiting bakau,
https://docplayer.info/51263310-Pengenalan-umum-budidaya-
kepiting-bakau.html
Motoh. 1977. Biologycal Synopsis of Alimango Genus Scylla. Quart Res.
Rep SEADFEC.
Moosa MK, I. Aswandy dan S. Kasry. 1985. Kepiting bakau (Scylla
serrta, Forskal, 1775) dari Perairan Indonesia. Sumber Daya
Hayati Perairan . LON-LIPI. Jakarta.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta
Rahman M R, 2021, bio-economic evaluation of soft shell crab farming
subjected to the removal of a single and double chelipeds of mud
crabs bio-economic evaluation of soft shell crab farming subjected
to the removal of a single and double chelipeds of mud crabs,
https://www.researchgate.net/figure/Mud-crab-Scylla-
olivacea_fig1_348540863
Suwardi A,B ,2015, Mengenal Kepiting Bakau,
http://mipaunsam.blogspot.com/2015/08/mengenal-kepiting-
bakau.html
Soim. 1997. Pembesaran Kepiting. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Uno I, Katilia A.S , Zakaria Z, 2019, Variasi morfometrik kepiting di
kawasan hutan mangrove cagar alam Tanjung Panjang Kecamatan
Randangan Gorontalo, http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/edubiosfer

34

Anda mungkin juga menyukai