USULAN RISET
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2017
TINGKAT KERAMAHAN LINGKUNGAN
ALAT TANGKAP JARING INSANG (GILLNET)
TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN KEMBUNG
(Rastrelliger spp) DI PERAIRAN PEKALONGAN
USULAN RISET
Diajukan untuk Menempuh Seminar Usulan Riset
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2017
JUDUL : TINGKAT KERAMAHAN LINGKUNGAN
ALAT TANGKAP JARING INSANG (GILLNET)
TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN KEMBUNG
(Rastrelliger spp) DI PERAIRAN PEKALONGAN
NPM : 230110140070
Menyetujui:
Anggota,
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan riset yang berjudul
Tingkat Keramahan Lingkungan Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet)
Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Kembung (Rastrelliger spp) di Perairan
Pekalongan
1. Dr. Ir. Zahidah, MS sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing penulis
dalam penyusunan usulan riset.
2. Ir. Hj. Nia Kurniawati, M.Si sebagai dosen pembimbing sekaligus wali dosen
yang telah membimbing penulis dalam penyusunan usulan riset.
3. Lantun Paraditha Dewanti, S.Pi., M.EP selaku dosen penelaah.
4. Dr. Ir. Iskandar, M.Si. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
5. Prof. Dr. Ir. Junianto, MP. selaku Ketua Program Studi Perikanan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
6. Kedua orang tua, Edwin Krisnendi dan Siti Romlah serta kakak dan adik yang
selalu memberikan dukungan dan do’a serta materil kepada penulis dalam
penyusunan usulan riset.
Serta semua pihak yang tidak bisa dituliskan satu persatu yang telah
membantu dari awal hingga selesainya usulan riset ini. Semoga amal dan
kebaikkannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Akhir kata, penulis berharap usulan riset ini dapat
bermanfaat bagi semua orang dan khususnya bagi penulis.
ii
DAFTAR ISI
BAB Halaman
I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah ......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 3
1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................... 3
1.5 Pendekatan Masalah ......................................................................... 3
iii
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 29
LAMPIRAN .................................................................................................... 33
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
permukaan yang dioperasikan pada waktu malam hari. Usaha penangkapan ikan
dengan menggunakan jaring insang sudah bukan merupakan teknologi yang baru bagi
para nelayan, hal ini disebabkan karena bahannya lebih mudah diperoleh, secara
teknis mudah dioperasikan, secara ekonomis bisa dijangkau oleh nelayan, dan lebih
selektif terhadap ukuran ikan yang tertangkap (Tawari 2013).
Sejauh ini hasil perikanan tangkap tertinggi di Perairan Pekalongan dan
sekitarnya yaitu ikan pelagis kecil, salah satunya ikan kembung (Rastrelliger spp).
Ikan kembung (Rastrelliger spp) merupakan ikan air laut yang banyak pada musim
puncaknya (Maret – Juni). Pemanfaatan ikan kembung banyak digunakan oleh
masyarakat luas karena kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu mengandung Omega
3 dan Omega 6 yang baik bagi pencegahan penyakit dan kecerdasan otak, harganya
relatif murah dan mudah diperoleh dipasaran ( Yulisma dkk 2012 )
Sumberdaya ikan, meskipun termasuk sumberdaya yang dapat pulih
(renewable resources) namun bukanlah sumberdaya tidak terbatas. Melihat jumlah
nelayan tangkap yang beroperasi begitu banyak dengan jenis alat tangkap gillnet dan
laju penangkapan begitu tinggi, penangkapan terjadi setiap hari sehingga terindikasi
bahwa sudah terjadi over eksploitasi atau over fishing yang menyebabkan
sumberdaya ikan sudah mulai menipis, ikan besar yang rata-rata berukuran 18 – 25
cm sudah jarang ditemui dan tinggal ikan-ikan kecil yang telah menjadi target
penangkapan ( Amir dkk 2013 ). Oleh karena itu sumberdaya ikan perlu dikelola
secara bertanggung jawab dan berkelanjutan agar kontribusinya terhadap
ketersediaan nutrisi, peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat dapat
dipertahankan bahkan ditingkatkan.
Sehubungan dengan teknologi penangkapan dengan menggunakan alat
tangkap jaring insang (gillnet), ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar
dapat memenuhi kriteria penangkapan ikan yang ramah lingkungan antara lain yaitu
terdapat selektivitas terhadap ikan yang dijadikan target tangkapan atau ikan layak
tangkap, pengoperasian gillnet yang dilakukan pada siang hari, dilengkapi pelampung
penanda, tidak memakai mesh size yang dilarang (berdasarkan SK. Menteri Pertanian
3
jaring (mesh size) sama, jumlah mata jaring ke arah horizontal (meshlenght / ML)
jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring ke arah vertikal (meshdepth / MD). Pada
lembaran jaring bagian atas diletakkan pelampung (floats) dan pada bagian bawah
diletakkan pemberat (sinkers). Dengan menggunakan dua gaya yang berlawanan arah,
yaitu bouyancy dari floats yang bergerak ke atas dan sinking force dari sinker di
tambah berat jaring dalam air yang bergerak ke bawah, maka jaring akan terentang
(Ayodhyoa 1981).
Selektivitas alat merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat
keramahan suatu alat. Gillnet dikategorikan sebagai alat yang ramah lingkungan
karena merupakan alat yang selektif (Booth and Potts 2006). Sebenarnya gillnet
merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan tetapi dalam kondisi tertentu alat ini
menjadi tidak ramah lingkungan, misalnya pada pengoperasiannya di perairan
berkarang terutama pada malam hari akan memberi perluang yang besar untuk
tersangkut dikarang dan dapat mamatahkan karang (Kushima and Miyasaka 2003).
Menurut Bintang dkk.(2015) jaring kembung (gillnet) memiliki ukuran mata
jaring 1,75 inci dengan panjang jaring 750 m. Menurut Permen KP No.18 Tahun
2013 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Permen KP no.2 Tahun 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Republik Indonesia yaitu jaring insang hanyut (driftnets) ukuran mata
jaring (mesh size) ≥ 1,5 inci, panjang tali ris ≤ 1.000 meter. Dengan demikian alat
tangkap jaring kembung (gillnet) sudah sesuai dengan ketentuan Permen KP No.18
Tahun 2013 tersebut.
Dari hasil penenelitian tangkapan utama sebesar 88,805% sedangkan
tangkapan sampingan sebesar 11,195%. Menurut Suadela (2004), bila proporsi hasil
tangkapan sasaran utama ≥ 60% suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah
lingkungan. Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat dikatakan jaring insang
(gillnet) ramah lingkungan. Menurut Sarmintohadi (2002) dalam Ramdhan (2008)
keragaman spesies yang tertangkap juga disebabkan karena kesamaan habitat antara
ikan target dan ikan non target.
5
6
7
dipasang menghadang arah dan jalan ikan yang sedang melakukan ruaya (Brandt
1972). Stewart dan Ferro (1985) dalam Rifki (2008) menyatakan bahwa gill net dapat
dipasang menghadang atau sejalan arah arus, posisi ini dapat mengubah bentuk alat
oleh karena tekanan dinamika air yang kemudian dapat mempengaruhi kapasitas hasil
tangkapan. Berdasarkan kedudukan jaring di dalam perairan dan metode
pengoperasiannya jaring insang dibedakan menjadi empat, yaitu jaring insang
permukaan (surface gillnet), jaring insang dasar (bottom gillnet), jaring insang hanyut
(drift gillnet), dan jaring insang lingkar (encircling gillnet / surrounding gillnet)
(Ayodhyoa 1981). Sedangkan menurut Subani dan Barus (1989) berdasarkan cara
pengoperasiannya dibedakan menjadi lima, yaitu jaring insang hanyut (drift gillnet),
jaring insang labuh (set gillnet), jaring insang karang (coral reef gillnet), jaring
insang lingkar (encircling gillnet), dan jaring insang tiga lapis (tramel net). Alat
tangkap jaring insang (gillnet) dapat dilihat pada Gambar 1.
apung (buoyancy). Besar kecilnya daya apung yang terpasang pada satu piece
sangat berpengaruh terhadap baik buruknya hasil tangkapan.
f. Pemberat, pemberat berfungsi untuk menenggelamkan badan jaring. Pemberat
pada jaring insang umumnya terbuat dari timah, besi dan semen cor.
g. Tali selambar, tali selambar adalah tali yang dipasang pada kedua ujung alat
tangkap untuk mengikat ujung gill net pada pelampung tanda, serta ujung
lainnya diikatkan pada kapal. Panjang tali selambar yang digunakan umumnya
25-50 meter tergantung ukuran alat tangkap dan kapal yang digunakan.
Kontruksi gillnet ditampilkan pada Gambar 2.
Keterangan :
1. Bendera 5. Tali ris atas 9. Tali ris bawah
2. Pelampung besar 6. Serampat atas 10. Tali pemberat
3. Pelampung kecil 7. Mata jaring 11. Pemberat
4. Tali Pelampung 8. Serampat bawah 12. Jangkar
11
• Menentukan desain dan konstruksi yang disesuaikan dengan ukuran ikan yang
layak tangkap dan dapat meminimalkan hasil tangkapan sampingan (by-catch)
yang tidak diinginkan.
tangkap yang hanya menangkap target spesies. Salah satu cara yang mungkin
dilakukan adalah memperbaiki selektifitas alat tangkap yang digunakan.
(Sarmintohadi 2002).
pula yang telah mati sehingga discard yang dihasilkan dalam setiap operasi
penangkapan ikan diharapkan seminimal mungkin.
Menurut Manalu (2003), tertangkapnya by-catch atau ikan diluar target
disebabkan adanya kesamaan habitat antara ikan target dan ikan non target serta
kurang selektifnya alat tangkap yang digunakan. Dalam pengembangan alat tangkap
ramah lingkungan diharapkan alat tangkap yang digunakan tidak menghasilkan by-
catch, tetapi pada kenyataan di lapangan membuktikan bahwa alat penangkapan ikan
tidak hanya menangkap ikan target.
kekuningan. Sirip ekor dan dada kekuningan. Sirip-sirip lain bening kekuningan. Ikan
ini memiliki panjang maksimum 35 cm dengan panjang rata-rata 20-25 cm (Saanin
1984).
2.10 Habitat, Distribusi dan Siklus Hidup Ikan Kembung (Rastelliger spp)
Longhurst dan Pauly (1987) menyatakan ikan kembung merupakan kelompok
ikan epipelagis dan neritik di daerah pantai dan laut. Penyebaran ikan kembung dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyebaran secara vertikal dan horisontal.
Penyebaran secara vertikal dipengaruhi oleh suhu dan gerakan harian plankton
sedangkan penyebaran secara horizontal dipengaruhi oleh arus laut. Penyebaran ikan
ini meliputi Samudra Pasifik, Laut Andaman, Thailand, Filipina, Papua New Guinea,
Pulau Solomon, dan Fiji.
Daerah penyebaran di perairan pantai Indonesia dengan konsentrasi terbesar
di Kalimantan, Sumatra Barat, Laut Jawa, Selat Malaka, Muna-Buton, Arafuru, teluk
Siam. Ada tiga alasan utama yang menyebabkan beberapa spesies ikan melakukan
migrasi, antara lain usaha mencari daerah yang banyak makanannya (feeding
ground), usaha untuk mencari daerah tempat berpijah (spawning), dan adanya
perubahan beberapa faktor lingkungan seperti temperatur, salinitas, dan suhu. Ikan
kembung (Rastrelliger sp ) hidup berkelompok dalam jumlah yang besar pada
perairan pantai dengan kedalaman antara 10-50 meter. Ikan ini melakukan ruaya
pemijahan yang bersifat oceanodromus yaitu ikan menghabiskan siklus hidupnya di
daerah pantai dan memijah di daerah laut lepas. Ikan kembung betina yang sudah
matang gonad beruaya dari daerah pantai ke laut lepas sedangkan ikan juvenil (Pauly
1987)
Nikolsky (1963) menyatakan bahwa ada tiga alasan utama yang menyebabkan
beberapa spesies ikan melakukan migrasi, antara lain usaha untuk mencari daerah
yang banyak makanannya (feeding), usaha untuk mencari daerah tempat berpijah
(spawning), dan adanya perubahan beberapa faktor lingkungan seperti temperatur,
salinitas, dan suhu.
20
Fischer dan Whitehead (1974) dalam Zen (2006) menyatakan bahwa ikan
kembung (Rastrelliger sp) hidup berkelompok dalam jumlah yang besar pada
perairan pantai dengan kedalaman antara 10-50 meter. Ikan ini melakukan ruaya
pemijahan yang bersifat oceanodromus yaitu ikan menghabiskan siklus hidupnya di
daerah pantai dan memijah di daerah laut lepas (McKeown 1984). Chirastit (1962)
menduga bahwa Ikan kembung perempuan yang sudah matang gonad beruaya dari
daerah pantai ke laut lepas sedangkan ikan juvenil beruaya dari laut lepas ke daerah
pantai untuk membesar.
2.11 Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan Kembung (Rastelliger spp)
Pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan dalam
biologi perikanan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan
reproduksi dan yang tidak. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan
bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan, selama itu sebagian hasil
metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Berdasarkan pengetahuan tahap
perkembangan gonad akan didapatkan keterangan bilamana ikan itu memijah, baru
memijah, atau telah selesai memijah. Ukuran ikan saat pertama kali gonadnya
menjadi masak berhubungan dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya (Effendie 1997). Terdapat dua faktor yang mempengaruhi
saat pertama kali ikan mencapai matang gonad yaitu faktor dalam dan faktor luar.
Faktor dalam antara lain adalah perbedaan spesies, kebiasaan makanan, umur
dan ukuran, serta kondisi fisiologis dari ikan tersebut, sedangkan faktor luar antara
lain adalah hubungan antara lamanya terang dan gelap, suhu, arus, dan keberadaan
dari jenis kelamin yang berbeda (Lagler et al. 1962). Lachita (2006) menyatakan
bahwa panjang ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dewasa dan siap
memijah di Teluk Lingayen Filipina ialah 170 mm dengan ukuran pertama kali
tertangkap ialah 160 mm.
21
Ukuran awal kematangan gonad merupakan salah satu parameter yang penting
dalam penentuan ukuran terkecil ikan yang ditangkap atau yang boleh ditangkap.
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ini merupakan salah satu cara untuk
mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan. Berkurangnya populasi
ikan di masa mendatang dapat terjadi karena ikan yang tertangkap adalah ikan yang
akan memijah atau ikan yang belum memijah, sehingga tindakan pencegahan
diperlukan penggunaan alat tangkap yang selektif seperti ukuran mata jaring yang
dugunakan harus disesuaikan dengan jenis ikan target, agar pemanfaatan sumberdaya
ikan layang dapat berkelanjutan dan terjamin kelestariannya.
23
24
(2) Mengikuti langsung kegiatan operasi penangkapan ikan dengan gillnet pada bulan
Desember 2017 sebanyak 3 trip kapal (2 hari, 1 hari, 3 hari) menggunakan perahu
dengan ukuran 4 GT - 5 GT dengan mesh size yang berbeda.
(3) Data primer yang dikumpulkan secara langsung selama penelitian yaitu komposisi
hasil tangkapan, panjang cagak, bobot individu hasil tangkapan, pemeriksaan
pertama kali matang gonad, pemanfaatan hasil tangkapan dan proporsi HTS dan
HTSU.
(4) Wawancara dengan 15 orang nelayan dengan menggunakan kuesioner yang telah
disiapkan (Lampiran 2)
(5) Data sekunder dari Dinas Perikanan Pekalongan dan PPN Pekalongan.
Pengukuran panjang cagak dilakukan untuk menentukan kelayakan hasil
tangkapan yang disesuaikan berdasarkan ukuran ikan pertama kali matang gonad
(length at first maturity). Pengukuran menggunakan sampling yang dilakukan di atas
kapal setelah proses hauling dengan menggunakan meteran dengan skala 1 mm.
Pengukuran bobot hasil tangkapan dilakukan terhadap ikan kembung yang tertangkap
dengan menggunakan timbangan berkapasitas 4 kilogram dengan skala 10 gr.
Wawancara dilakukan terhadap nelayan dengan menggunakan kuesioner
untuk menggali informasi mengenai cara pengoperasian alat tangkap, komposisi hasil
tangkapan, jumlah hasil tangkapan yang didaratkan, musim penangkapan ikan, dan
daerah penangkapan ikan. Dalam mengumpulkan data responden diambil dengan cara
purposive sampling, yaitu sampel yang dipilih dengan cermat hingga relevan dengan
desain penelitian. Sebanyak 15 unit gillnet dijadikan sampel untuk dilakukan
wawancara. Sampel kapal diambil dengan cara melihat jenis alat tangkap gillnet yang
memiliki ukuran mesh size yang berbeda (3 inch, 3.5 inch dan 4 inch), kemudian
memilih kapal yang terdapat nelayannya baik itu ABK, nakhoda maupun pemilik
kapal tersebut.
Data pendukung diperoleh dari penelusuran pustaka dari instansi terkait. Data
tersebut mencakup:
1) Keadaan umum perairan Pekalongan (Dinas Perikanan Pekalongan)
26
dengan hasil tangkapan yang tidak dimanfaatkan (discard) dalam bentuk proporsi
dengan rumus :
• HT yang dimanfaatkan (%) = x 100%
Dijual
Hasil
tangkapan
sasaran
utama
Dikonsumsi
Hasil Dijual
tangkapan
Dimanfaatkan
nelayan
Dikonsumsi
Hasil
tangkapan
sampingan
Berpeluang
hidup
Dibuang
Berpeluang
tidak hidup
Gambar 5. Bagan pemanfaatan ikan hasil tangkapan.
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa. A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor : Yayasan Dewi Sri. Barus
Brandt, A.V. 1972. Fish Catching Methods of the World. London : Fishing News
Book Ltd
Booth AJ and Potts WM. 2006. Estimating gillnet selectivity for Labeo umbratus
(Pisces: Cyprinidae) and an evaluation of using fyke-net as a non-destructive
sampling gear in small reservoirs. Fisheries Research 79: 202 – 209
Daryati, 1999. Peranan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan dan Pangkalan
Pendaratan Ikan Tegal Sari dalam Menunjang Perkembangan Perikanan di
Propinsi Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. 77 hal
Efkipano, T. D. 2012. Analisis Ikan Hasil Tangkapan Jaring Insang Milenium dan
Strategi Pengelolaannya di Perairan Kabupaten Cirebon. [Tesis]. Universitas
Indonesia. Jakarta
[FAO] Food and Agricultural Organization. 2001. FAO International Plan of Action
to Prevent Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing.
Rome.
Fridman, 1988. Perhitungan dalam merancang alat penangkapan ikan direvisi, diedit
dan dikembangkan oleh Carther PJG diteijemahkan oleh Tim penterjemah
Balai Penangkapan Ikan Semarang
Fyson, J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. England. Fishing News Book.
Hall, S. J. 1999. The Effects of Fishing Marine Ecosystem and Communities. London
Blackwell Science Ltd.
29
30
Kushima J-A and Miyasaka A. 2003. Report on the discussions to manage the use of
lay nets. State of Hawaii. Department of Land and Natural Resources.
Division of Aquatic Resources. 22 p.
(hawaii.gov/dlnt/dar/pubs/net_report02.pdf; 11 Maret 2008).
Lachita RB. 2006. Using life-history, surplus production, and individual-based
population models for stock assessm ent of data-poor stocks: an application
to small pelagic fisheries of the Lingayen Gulf, Philippines. [Tesis].
Departement of Oceanography and Coaltal Sciences. Don Mariano Marcos
Memorial State University. 13p
Longhurst AR, Pauly D. 1987. Ecology of Tropical Oceans. New York. Academic
Press, Inc. 407 p
Miranti. 2007. Perikanan Gillnet di Palabuhan Ratu : Kajian Teknis dan Tingkat
Kesejahteraan nelayan Pemilik. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor :
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Monintja, D.R. 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Lautan untuk Kegiatan Perikanan
Tangkap. Prosiding pelatihan untuk pengelolaan wilayah pesisir terpadu.
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Monintja, D.R., Sularso, A., Sondita, F.A., dan Purbayanto, A. 2006. Perspektif
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap Laut Arafura. Bogor :
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Mulyanto. RB dan R Sapto Pamungkas. 2007. Kapal Perikanan. Pengukuran
dan Perhitungan. BBPPI. Semarang
Rifki, M. 2008. Pengaruh Kecepatan Arus dan Mesh Size terhadap Drag Force dan
Tinggi Jaring Goyang pada percobaan di Flume Tank. [Skripsi] (tidak
dipublikasikan). Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Rusmilyansari. 2011. Model Pengelolaan Konflik Perikanan Tangkap di Perairan
Kalimantan Selatan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Bina Cipta. Jakarta.
Sadhori, N. 1985. Teknik Penangkapan Ikan. Bandung : Angkasa. Saanin, H. 1991.
Taksonomi dan Kunci Identifikasi 1 dan 2. Jakarta: Bina Cipta.
Sarmintohadi. 2002. Seleksi Teknologi Penangkapan Ikan Karang Berwawasan
Lingkungan Di Perairan Pesisir Pulau Dulah Laut Kepulauan Kei,
Kabupaten Maluku Tenggara (Tesis). Bogor: Teknologi kelautan, Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 128 hlm
Sudirman dan Mallawa, A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia.
Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan
Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung :
Alfabeta
Yulisma, A., Yulvizar, C., dan Rudi, E., 2012. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan
Lama Penyimpanan terhadap Total Plate Count (TPC) Bakteri pada Ikan
Kembung (Rastrelliger sp.) Asin, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala.
11
LAMPIRAN