Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL PENELITIAN

DETERMINASI PENGARUH POPULASI WALANG SANGIT


(LeptocorisaoratoriusFabricius) TERHADAP HASIL GABAH
PADI SAWAH DI DESA KIMAK, KECAMATAN MERAWANG
KABUPATEN BANGKA

Oleh:

WINARSI
2011411068

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2017
DETERMINASI PENGARUH POPULASI WALANG SANGIT
(LeptocorisaoratoriusFabricius) TERHADAP HASIL GABAH
PADI SAWAH DI DESA KIMAK, KECAMATAN MERAWANG
KABUPATEN BANGKA

WINARSI
2011411068

Proposal penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2017
DETERMINASI PENGARUH POPULASI WALANG SANGIT
(LeptocorisaoratoriusFabricius) TERHADAP HASIL GABAH
PADI SAWAH DI DESA KIMAK, KECAMATAN MERAWANG
KABUPATEN BANGKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan rahmat-Nya sehingga proposal penelitian ini bisa terselesaikan.
Proposal ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada tim pembimbing skripsi yang
telah ikut membantu dalam menyelesaikan proposal ini terutama :

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahku Sumandi dan Ibuku Marhayati, serta
keluarga yang selalu memberikan bantuan dan semangat kepada penulis.
2. Ibu Sitti Nurul Aini, S.P,. M.Si, selaku dosen pembimbing utama dan
pembimbing pendamping, Bapak Rion Apriyadi, S.P., M.Si.
3. Teman-teman jurusan Agroteknologi angkatan 2014 serta para sahabat
yang selalu membantu, memberikan motivasi dan memberikan
semangat dalam penyusunan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih memiliki
kekurangan dan memerlukan banyak perbaikan, sehingga saran dan kritik sangat
diharapkan supaya proposal ini menjadi lebih baik lagi untuk kedepannya.
Semoga apa yang akan diteliti oleh penulis yang terangkum dalam proposal ini
dapat berguna dan bermanfaat untuk penulis dan pembaca dalam mengembangkan
wawasan berbasis ilmu pengetahuan.

Balunijuk, November 2017

Winarsi

iv
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................ iv
DAFTAR ISI ...................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... viii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3. Tujuan .................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Padi......................................................................... 4
2.1.1. Taksonomi .................................................................... 4
2.1.2. Fase Pertumbuhan ......................................................... 5
2.1.3. Syarat Tumbuh .............................................................. 7
2.1.4. Produksi Sawah di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung ....................................................................... 7
2.2. Walang Sangit ........................................................................ 8
2.2.1. Taksonomi .................................................................... 8
2.2.2. Biologi dan Ekologi ...................................................... 9
2.2.3. Gejala Serangan ............................................................ 11
2.3. Pengendalian Hama Terpadu .................................................. 11
2.3.1. Konsep Dasar Pengendalian Hama Terpadu .................. 12
2.3.2. Tingkat Kerusakan Ekonomi dan Ambang Ekonomi ..... 13
2.4. Hipotesis ................................................................................ 15
III. PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................. 16
3.2. Alat dan Bahan ....................................................................... 16
3.3. Metode Pengumpulan Data..................................................... 16
3.4. Prosedur Penelitian ................................................................. 17
3.4.1. Survei Lokasi ................................................................ 17

v
3.4.2. Persiapan Lahan Penelitian ............................................ 18
3.4.3. Aplikasi Pestisida .......................................................... 19
3.4.4. Introduksi Walang Sangit .............................................. 19
3.4.5. Panen ............................................................................ 20
3.4.6. Identifikasi Gabah Padi ................................................. 20
3.5. Peubah yang Diamati.............................................................. 20
3.5.1. Intensitas Kerusakan Mutlak ......................................... 20
3.5.2. Intensitas Serangan Hama ............................................. 21
3.5.3. Jumlah Biji Padi Bernas per Plot (Butir) ........................ 21
3.5.4. Jumlah Biji Padi Hampa per Plot (Butir) ....................... 21
3.5.5. Jumlah Biji Padi Terserang Walang Sangit (Butir) ........ 22
3.5.6. Berat 100 Biji (Gram) ................................................... 22
3.5.7. Intensitas Kerusakan Relatif .......................................... 22
3.5.8. Estimasi Hasil Produksi Gabah dan Kehilangan Hasil
Akibat Walang Sangit ................................................... 23
3.6. Analisis Data .......................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 25
LAMPIRAN ....................................................................................... 28

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Produksi (Ton) tanaman padi Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung ........................................................................................ 8
2. Walang Sangit (Leptocorisa oratorius F.) ..................................... 9
3. Skema daur hidup dari genus Leptocorisa ..................................... 10
4. Bagan Proses Kegiatan Penelitian ................................................. 17
5. Tata Letak Plot Pengamatan .......................................................... 18
6. Penangkar/Kurungan Walang Sangit ............................................. 19

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Jadwal Rencana Kegiatan Tugas Akhir ......................................... 27
2. Penyusunan Unit Percobaan .......................................................... 28
3. Desain Penangkaran Percobaan ..................................................... 28

viii
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L) merupakan salah satu tanaman pangan utama di


Indonesia. Produksi padi sawah di Indonesia menurut data hasil Rapat Koordinasi
(RAKOR) di Solo Jawa Tengah, menunjukkan data produksi padi pada tahun
2015 dan 2016 terus meningkat. Berdasarkan peningkatan produksi padi sawah
yang ada, produksi padi sawah GKG (Gabah Kering Giling) untuk tahun 2017
diperkirakan juga akan meningkat dari 23.941 ton/ha pada tahun 2016, menjadi
28.425 ton/ha, atau meningkat sebanyak 4.484 ton/ha (BPS Pusat 2017 ).
Tanaman padi merupakan sumber utama bahan makanan pokok berupa
beras bagi rakyat Indonesia, termasuk juga di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Bangka Belitung memiliki beberapa sentra sawah, salah satu
diantaranya adalah di Desa Kimak, Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2017) menyatakan
bahwa, luas wilayah Kabupaten Bangka sebesar 295.064 Ha, dengan lahan
pertanian sekitar 112.284 Ha, dan potensi lahan sawah 4.410 Ha. Lahan sawah
yang telah tercetak pada tahun 2016 seluas 2.200 Ha, termasuk di Desa Kimak
seluas 311 Ha. Ketersediaan lahan yang memadai menunjukkan bahwa tanaman
padi memiliki potensi untuk dikembangkan dan dibudidayakan secara terus
menerus. Usaha budidaya tanaman padi sampai saat ini masih melalui berbagai
kendala, beberapa diantaranya adalah penyakit dan serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT) atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan hama
tanaman, yang dapat menurunkan hasil produksi tanaman padi.
Hama tanaman padi yang umum dijumpai salah satunya adalah walang
sangit. Walang sangit (Leptocorisa spp.), (Hemiptera: Alydidae) adalah hama
yang menyerang tanaman padi setelah berbunga dengan cara menghisap cairan
bulir padi menyebabkan bulir padi menjadi hampa atau pengisiannya tidak
sempurna. Baik nimfa dan dewasa, walang sangit menghisap cairan daun, biji padi
yang muda dan padi masak susu untuk nutrisi selama daur hidupnya (Dutta & Roy
2016). Walang sangit yang dewasa berbentuk langsing dan panjangnya sekitar 16-
2

18 mm. Bagian perut berwarna hijau atau krem dan pada punggungnya berwarna
coklat kehijau-hijauan. Daur hidup rata-rata mencapai sekitar 5 minggu, dalam
keadaan normal, daur hidupnya dapat mencapai 115 hari (Pracaya 2008).
Walang sangit merupakan hama potensial yang pada waktu-waktu tertentu
menjadi hama penting dan dapat menurunkan hasil 10-40%, bahkan pada
serangan yang berat akibat populasi yang tinggi dapat menurunkan hasil sampai
100% atau puso (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2015). Dinas pertanian
provinsi Riau dalam Purnomo (2013) menyatakan bahwa batas ambang ekonomi
populasi walang sangit (Leptocorisa spp.) dengan cara pengamatan langsung
adalah 5 ekor/ 1 m2. Hasil penelitian Mustikawati et al.(2011) menyatakan bahwa
serangan walang sangit 5 ekor/ 9 rumpun padi akan menurunkan hasil 15%.
Serangan hama walang sangit pada tanaman padi dapat mengakibatkan
penurunan kualitas maupun kuantitas hasil. Serangan yang terjadi sebelum matang
susu menyebabkan gabah hampa, sedangkan serangan pada saat bulir telah berisi
sampai menjelang masak menyebabkan gabah berwarna buram sehingga
kualitasnya rendah (Dewidna et al. 2013). Pratimi dan Soesilohadi (2011)
menyatakan beberapa gejala yang ditimbulkan akibat serangan hama walang
sangit diantaranya, terdapat titik hitam hasil tusukan alat penghisap cairan padi
oleh walang sangit, malai yang dihisap menjadi hampa dan berwarna coklat
kehitaman.
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan, maka
diduga terdapat pengaruh antara populasi walang sangit dengan penurunan hasil
gabah kering giling padi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Menghadapi
fenomena tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan sebagai langkah untuk
mengetahui kemampuan hama walang sangit menyebabkan kerusakan dan
penurunan hasil pada gabah kering padi sawah dengan perlakuan populasi walang
sangit yang berbeda, dengan harapan hasil penelitian bisa digunakan untuk petani
dalam menentukan waktu pengendalian hama walang sangit yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah populasi walang sangit berpengaruh terhadap hasil gabah padi
sawah di Desa Kimak, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka?
2. Berapakah populasi walang sangit yang mampu menurunkan hasil gabah
3

padi sawah di Desa Kimak, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka ?


3. Berapakah persentase kehilangan hasil gabah padi sawah berdasarkan
jumlah populasi walang sangit ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh populasi walang sangit terhadap hasil gabah padi
sawah di Desa Kimak, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka.
2. Mengetahui jumlah populasi walang sangit yang mampu menurunkan
hasil gabah padi sawah di Desa Kimak, Kecamatan Merawang,
Kabupaten Bangka.
3. Mengetahui persentase kehilangan hasil gabah padi sawah berdasarkan
jumlah populasi walang sangit di Desa Kimak, Kecamatan Merawang,
Kabupaten Bangka.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Padi

2.1.1. Taksonomi
Tingkatan klasifikasi taksonomi tanaman padi menurut Andoko
(2002).
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
Padi termasuk genus Oryza L. yang meliputi lebih kurang 25
spesies, tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia,
Afrika, Amerika dan Australia Zulkifli et al. (2004). Padi merupakan
tanaman semusim dengan morfologi berbatang bulat dan berongga
yang disebut jerami. Daunnya memanjang dengan ruas searah batang
daun. Pada batang utama dan anakan membentuk rumpun pada fase
generatif dan membentuk malai. Akarnya serabut yang terletak pada
kedalaman 20-30 cm. Malai padi terdiri dari sekumpulan bunga padi
yang timbul dari buku paling atas. Bunga padi terdiri dari tangkai
bunga, kelopak bunga lemma (gabah padi yang besar), palea (gabah
padi yang kecil, putik, kepala putik, tangkai sari, kepala sari, dan bulu
(awu) pada ujung lemma (Herawati 2012).
Padi dapat dibedakan menjadi padi sawah dan padi gogo. Padi
sawah biasanya ditanam di daerah dataran rendah yang memerlukan
penggenangan, sedangkan padi gogo ditanam di dataran tinggi pada
lahan kering. Tidak terdapat perbedaan morfologis dan biologis antara
padi sawah dan padi gogo, yang membedakan hanyalah tempat
tumbuhnya (Andoko 2002). Padi adalah bahan baku pangan pokok
yang vital bagi rakyat Indonesia. Menanam padi sawah sudah
5

mendarah daging bagi sebagian besar petani di Indonesia. Mulanya


kegiatan ini banyak diusahakan di pulau Jawa. Namun, saat ini hampir
seluruh daerah di Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kegiatan
menanam padi di sawah.
Sistem penanaman padi di sawah menurut Satoto (2007)
biasanya didahului oleh pengolahan tanah secara sempurna seraya
petani melakukan persemaian. Mula-mula sawah dibajak, pembajakan
dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau melalui pencangkulan oleh
manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama 2-3 hari. Selanjutnya
tanah dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedua kalinya atau
bahkan ketiga kalinya 3-5 hari menjelang tanam. Penanaman bibit
hasil semaian kemudian sudah bisa dilakukan setelah proses
pengolahan lahan telah dilakukan.

2.1.2. Fase Pertumbuhan


Tiga fase pertumbuhan tanaman padi menurut Herawati (2012)
yang diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan malai),
2. Reproduktif (pembentukan malai sampai pembungaan), dan
3. Pematangan (pembungaan sampai gabah matang).
Fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman dari mulai
berkecambah sampai dengan inisiasi primordia malai, fase
reproduktif dimulai dari inisiasi primordia malai sampai berbunga
(heading) dan pemasakan dimulai dari berbunga sampai masak panen.
Untuk suatu varietas berumur 120 hari yang ditanam di daerah tropik,
maka fase vegetatif memerlukan 60 hari, fase reproduktif 30 hari, dan
fase pemasakan 30 hari. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009;
Herawati 2012) menjelaskan secara lebih detail, tiga fase pertubuhan
diatas diuraikan menjadi 10 tahapan pertumbuhan yang diberi kode
angka 0-9.
1. Tahap 0- benih berkecambah sampai muncul kepermukaan. Benih
biasanya dikecambahkan melalui perendaman selama 24 jam dan
diinkubasi selama 24 jam. Pada hari ke-2 atau ke-3 setelah benih
6

disebar di persemaian, daun pertama menembus keluar melalui


koleoptil. Akhir tahap 0 memperlihatkan daun pertama yang
muncul masih melengkung dan bakal akar (radikula) memanjang.
2. Tahap 1- Pertunasan atau bibit, yaitu sejak benih berkecambah,
tumbuh menjadi tanaman muda (bibit) hingga hampir keluar
anakan pertama.
3. Tahap 2- Pembentukan anakan, berlangsung sejak munculnya
anakan pertama sampai pembentukan anakan maksimum tercapai.
4. Tahap 3- Pemanjangan batang, terjadi sebelum pembentukan
malai atau pada tahap akhir pembentukan anakan.
5. Tahap 4- Pembentukan malai sampai bunting. Pada varietas
genjah, bakal malai (primordia) terlihat berupa kerucut putih
panjang 1,0-1,5 mm. Pertama kali muncul pada ruas buku utama,
kemudian pada anakan dengan pola tidak teratur.
6. Tahap 5- Headling (keluarnya bunga atau malai), dikenal juga
sebagai tahap keluar malai. Tahap ini ditandai dengan munculnya
ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai terus berkembang
sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun.

7. Tahap 6- Pembungaan (anthesis), dimulai ketika benang sari


bunga yang paling ujung pada tiap cabang malai telah tampak
keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. Pembungaan
terjadi 25 hari setelah bunting, proses pembungaan antara lain,
kelopak bunga terbuka, antera menyembul keluar dari kelopak
bunga (flower glumes) karena pemanjangan stamen dan serbuk
sari tumpah, dan kemudian kelopak bunga menutup.

8. Tahap 7- Gabah matang susu, pada tahap ini, gabah mulai terisi
dengan cairan kental berwarna putih susu. Bila gabah ditekan,
maka cairan tersebut akan keluar.
9. Tahap 8- Gabah ½ matang (dough grain stage), pada tahap ini isi
gabah yang menyerupai susu berubah menjadi gumpalan lunak
dan akhirnya mengeras.
10. Tahap 9- Gabah matang penuh, setiap gabah matang, berkembang
7

penuh, keras dan berwarna kuning. Daun bagian atas mengering


dengan cepat (daun dari sebagian varietas ada yang tetap hijau).
Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar
tanaman.
Tahap 7,8, dan 9 merupakan fase pematangan, atau fase
terakhir dari perkembangan pertumbuhan tanaman padi. Periode
pemasakan ini memerlukan waktu kira-kira 30 hari dan ditandai
dengan penuaan daun. Suhu sangat mempengaruhi periode
pemasakan gabah.

2.1.3. Syarat tumbuh


Menurut Ashari (2003), tanaman padi dapat hidup baik
didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air.
Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih,
dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki
per tahun sekitar 1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk
pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk
tanaman padi berkisar antara 0-1500 mdpl. Satoto (2007)
menyatakan bahwa, tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman
padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan
lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam
jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah
yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm dengan pH antara
4-7.

2.1.4. Produksi padi sawah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung


Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah
karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan
masyarakat. Terganggunya ketersediaan beras, berdampak sangat
luas terhadap hampir semua sektor. Berikut merupakan grafik
produksi dan produktivitas tanaman padi provinsi kepulauan
Bangka Belitung:
8

30000

25000 23941
20588
20000
15634 15419 15563
15000
10223
10000

5000

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Produksi Padi Sawah

Gambar 1. Produksi (Ton) tanaman padi Provinsi Kepulauan Bangka


Belitung (BPS 2017)

Data yang diperoleh dari gambar 1 menunjukkan potensi sektor


pertanian dari tahun 2011 ke tahun 2016 Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung yang tergolong tinggi, mengingat ketersediaan lahan untuk
kegiatan pertanian masih cukup tersedia sebesar 1.165.557 Ha. Potensi
lahan basah untuk padi sawah tersedia 25.807 ha dan ladang seluas
45.984 Ha (BPS 2016).

2.2.Walang Sangit

2.2.1. Taksonomi
Kedudukan taksonomi walang sangit (Leptocorisa oratorius
Fabricius.) Purnomo (2013)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Alydidae
Genus : Leptocorisa
Spesies : Leptocorisa oratorius Fabricius.
9

Gambar 2. Walang Sangit (Leptocorisa oratorius F.)


(Sumber: dokumen pribadi 2017)

Walang sangit (Leptocorisa oratorius F.) adalah golongan


serangga yang bertipe mulut menusuk dan menghisap (gambar 2).
Serangga ini termasuk ordo Hemiptera, famili Alydidae. Makan
dengan cara menusukkan alat mulutnya yang berupa stilet dan
kemudian menghisap cairan dari tanaman yang ditusuknya. Berbeda
dengan wereng cokelat yang menghisap cairan batang padi, hama ini
menghisap cairan biji padi (Tjahjadi 1989). Stadia yang sangat disukai
adalah stadia biji padi masak susu. Hama yang menyerang tanaman
padi sejak berbunga sampai stadia masak susu. Serangan pada awal
berbunga akan menyebabkan bulir padi menjadi hampa, sedangkan
serangan pada masak susu akan mengakibatkan pengisian bulir padi
tidak penuh dan terjadinya grain discoloration. Kerugian hasil yang
disebabkan oleh hama ini dapat mencapai 40% (Yunus 2015).

2.2.2. Biologi dan Ekologi


Serangga dewasa walang sangit meletakkan telur pada bagian
atas daun tanaman, namun daun bendera yang disukai. Telur
berbentuk oval dan pipih berwarna cokelat kehitaman, di letakkan satu
per satu dalam 1-2 baris sebanyak 1-21 butir, lama stadia telur
tegantung pada keadaan suhu, di Pantura lama periode telur berkisar
5-7 hari. Menurut Tjahjadi (1989) Nimfa yang baru menetas berwarna
hijau dan segera memencar mencari bulir padi sebagai makanannya
(gambar 3). Bentuk badan nimfa sama seperti bentuk dewasa, bedanya
10

hanya nimfa berwarna hijau tidak bersayap, sedangkan dewasa


berwarna cokelat dan bersayap. Selama periode nimfa terjadi empat
kali pergantian kulit sebelum menjadi dewasa. Lama periode nimfa
berkisar 17 hari pada suhu 21-32ºC.

Gambar 3. Skema daur hidup dari genus Leptocorisa (Dutta S dan


Roy N 2016)
Nimfa setelah menetas bergerak ke malai mencari bulir
padi yang masih stadia masak susu, bulir yang sudah keras tidak
disukai. Nimfa ini aktif bergerak untuk mencari bulir baru yang
cocok sebagai makanannya. Nimfa-nimfa dan dewasa pada siang
hari yang panas bersembunyi dibawah kanopi tanaman (Manovo
2012). Serangga dewasa pada pagi hari aktif terbang dari rumpun
ke rumpun sedangkan penerbangan yang relatif jauh terjadi pada sore
atau malam hari. Pada masa tidak ada pertanaman padi atau
tanaman padi masih stadia vegetatif, dewasa walang sangit
bertahan hidup/berlindung pada barbagai tanaman yang terdapat
pada sekitar sawah. Setelah tanaman padi berbunga dewasa
walang sangit pindah ke pertanaman padi dan berkembang biak
satu generasi sebelum tanaman padi tersebut dipanen (Yunus 2015).
Banyaknya generasi dalam satu hamparan pertanaman padi
tergantung dari lamanya dan banyaknya interval tanam padi pada
hamparan tersebut. Makin serempak tanam makin sedikit jumlah
generasi perkembangan hama walang sangit (Feriadi 2015).
11

2.2.3. Gejala Serangan

Walang sangit menyerang tanaman padi terutama dengan


merusak biji padi yang sedang berkembang dengan cara menghisap
cairan susu dari biji padi pada waktu fase awal pembentukan biji. Alat
penghisap ditusukkan diantara dua kulit penutup padi (lemma dan
palea) dan menghisap cairan susu dari biji yang sedang berkembang.
Malai yang dihisap menjadi hampa dan berwarna coklat kehitaman
(Pratimi 2011).
Menurut Harahap dan Tjahjono (1994) hilangnya cairan biji
menyebabkan biji padi menjadi mengecil tetapi jarang yang menjadi
hampa karena walang sangit tidak dapat mengosongkan seluruh isi biji
yang sedang tumbuh. Jika bulir yang matang susu tidak tersedia,
walang sangit juga masih dapat menyerang atau menghisap bulir padi
yang mulai mengeras dengan cara mengeluarkan enzim yang dapat
mencerna karbohidrat. Walang sangit mengkontaminasi biji dengan
mikroorganisme yang dapat mengakibatkan biji berubah warna dan
rapuh. Kerusakan pada fase ini lebih bersifat kualitatif. Pada proses
penggilingan bulir-bulir padi akan rapuh dan mudah patah.

2.3. Pengendalian Hama Terpadu (PHT)


Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan sistem pertanian yang
menggabungkan berbagai sistem perlindungan tanaman secara kompatibel,
sehingga melalui penerapan PHT diharapkan kerusakan yang ditimbulkan
hama tidak merugikan secara ekonomi, sekaligus menghindari kerugian bagi
manusia, binatang, tanaman dan lingkungan. Menurut Abidin (2004)
pengendalian hama terpadu adalah konsep pengendalian hama dan penyakit
tanaman yang aman bagi lingkungan dan makhluk hidup. Sementara menurut
Oka (2005) Pengendalian hama terpadu adalah pengendalian hama yang
dilakukan dengan menggunakan kekuatan unsur-unsur alami yang mampu
mengendalikan hama.
Tujuan dari PHT teknologi adalah untuk membatasi penggunaan
insektisida sintetis dengan memperkenalkan konsep ambang ekonomi sebagai
12

dasar penetapan pengendalian hama (Sulistiani 2008). Hal ini didukung


dengan adanya kebijakan pemerintah dalam Peraturan Pemerintah No. 6
Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri
Pertanian No. 887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT
(Organisme Pengganggu Tanaman). Disamping itu meningkatnya kesadaran
Masyarakat akan pentingnya kesehatan mendorong PHT sangat perlu
diterapkan. Hal ini dikarenakan dalam PHT Penggunaan Pestisida ditekan
sedemikian rupa atau penggunaan pestida digunakan sebagai alternatif
terakhir dalam pengendalian jika populasi OPT sudah diatas batas toleransi
atau di atas ambang ekonomi yang merugikan.

2.3.1. Konsep Dasar Pengendalian Hama Terpadu


Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) muncul dan
berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama
secara konvensional, yang sangat utama dalam manggunakan
pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh
petani yang tidak tepat dan berlebihan, dengan cara ini dapat
meningkatkan biaya produksi dan dampak samping yang merugikan
terhadap lingkungan dan kesehatan petani itu sendiri maupun
masyarakat secara luas.
Pengendalian hama terpadu (PHT) adalah sebuah pendekatan
baru untuk melindungi tanaman dalam kontek sebuah sistem produksi
tanaman. Definisi PHT menurut Abidin (2004) adalah sistem
pengendalian hama yang dapat dibenarkan secara ekonomi dan
berkelanjutan yang meliputi berbagai pengendalian yang kompatibel
dengan tujuan memaksimalkan produktivitas tetapi dengan
memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan. Badan Litbang
Pertanian (2007) menginformasikan, bahwa petani dianjurkan untuk
tidak melakukan pengendalian apabila intensitas serangan OPT masih
dibawah 5 persen, menggunakan pestisida nabati apabila intensitas
serangan antara 5-20 persen, dan diperbolehkan menggunakan
pestisida kimia apabila serangan sudah diatas 20 persen.
13

Prinsip konsep pengendalian hama terpadu adalah


pengendalian hama yang dilakukan dengan mengggunakan kekuatan
unsur-unsur alami yang mampu mengendalikan hama agar tetap
berada pada jumlah di bawah ambang batas yang merugikan.
Pengendalian hama terpadu berpegang pada prinsip- prinsip sebagai
berikut :
1. Pemanfaatan pengandalian alami (secara biologis dan mekanis)
seoptimal mungkin, dengan mengurangi tindakan-tindakan yang
dapat mematikan musuh alami atau organisme yang bukan
sasaran.
2. Pengolahan ekosistem dengan mengubah mikrohabitat sehingga
tidak menguntungkan bagi kehidupan organisme pengganggu
(hama dan patogen), melalui teknik budidaya yang intensif :
penanaman bibit dari varietas yang tahan hama dan penyakit,
pergiliran tanaman untuk memutus siklus hidup hama dan
patogen, sanitasi (kebersihan) lingkungan pengolahan tanah
secara intensif, pemberian air pengairan yang sehat, pemupukan
yang berimbang menurut kebutuhan, dan pengaturan jarak
tanam.
3. Penggunaan pestisida secara bijaksana, yaitu dengan
memperhatikan waktu, dosis, dan efektivitas. Pestisida harus
digunakan pada saat yang tepat, yakni pengendalian dengan cara
lain sudah tidak memungkinkan lagi. Dosis juga harus tepat,
menurut kondisi setempat dan luas areal yang terserang. Dengan
demikian, efek letal pestisida tidak mempengaruhi areal
pertanaman yang lain. Penggunaan pestisida juga harus efektif,
yaitu memilih jenis pestisida yang mempunyai daya racun tinggi
dan hanya mematikan hama atau patogen sasaran.

2.3.2. Tingkat Kerusakan Ekonomi (TKE) dan Ambang Ekonomi (AE)


Tujuan usaha petani dari segi mikro (produsen) adalah
mencapai keuntungan bersih sebesar-besarnya dalam bentuk uang. Hal
ini akan dicapai bila direncanakan perbandingan antara keuntungan
14

dan ongkos produksi yang sesuai. Konsep PHT menekankan pada


penggunaan pestsida yang rasional, berdasarkan tingkat kerusakan
yang diperhitungkan secara ekonomi merugikan yang disebut dengan
tingkat kerusakan ekonomi (TKE) (Oka 2005). Stern et al.(1959)
mendefinisikan tingkat kerusakan ekonomi sebagai kepadatan
populasi hama yang terendah yang akan mengakibatkan kerusakan
ekonomi (KE). Kerusakan ekonomi adalah besarnya kerusakan yang
akan membenarkan pengeluaran ongkos untuk pengendalian buatan.
Penentuan tingkat kerusakan ekonomi tidak mudah, karena
akan bervariasi dari daerah ke daerah, dari musim ke musim dan
perubahan penilaian ekonomi manusia terhadap hasil. Penentuan TKE
kemudian harus memperhitungkan interaksi sejumlah variabel yang
lain seperti kepadatan populasi, pemencaran populasi, tingkat-tingkat
pertumbuhan yang diserang, perilaku hama, varietas tanaman,
kemampuan tanaman untuk mengkompensasi kerusakan, kondisi
tanaman, interaksi antara hama dan musuh-musuh alaminya, faktor
cuaca dan kondisi tanah, daya dukung tanaman dan interaksinya
dengan gulma (Smith 1983 dalam Oka 2005).
Southwood dan Norton (1973) mempresentasikan sebuah
rumus matematis praktis yang telah digunakan secara luas. Rumus itu
adalah sebagai berikut:

C (a) = Y [s (a)] xP [s (a)] - Y (s) xP (s)

Dimana: Y = hasil, P = harga per unit dari hasil, s = tingkat


cedera hama, a = kontrol tindakan [s (a)] adalah tingkat cedera yang
dimodifikasi oleh tindakan kontrol], dan C = biaya kontrol
tindakan. Persamaan ini hanya menyatakan bahwa biaya taktik kontrol
sama dengan menghasilkan harga rata-rata saat taktik diterapkan
dikurangi imbal hasil dengan harga tanpa taktik. Akibatnya, kerusakan
ekonomi dimulai pada saat ini, yaitu bila biaya kerusakan sama
dengan biaya penekanan.
Stern et al. (1959) menyatakan bahwa penentuan populasi
hama dan kerusakan tanaman selain dengan menggunakan penilaian
15

TKE, ada dua konsep yang masih berhubungan erat dengan TKE.
Pertama adalah ambang ekonomi (AE) ialah kepadatan populasi yang
harus dilakukan pengendalian untuk mencegah populasi hama
mencapai tingkat kerusakan ekonomi. Ambang ekonomi memiliki
tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan TKE, AE dilakukan
untuk memberikan kesempatan mempersiapkan pengendalian dan
agar perlakuan tersebut sempat memperlihatkan pengaruhnya sebelum
populasi hama mencapai tingkat kerusakan ekonomi. Kedua, posisi
keseimbangan umum (PKU) yang didefinisikan sebagai posisi
kepadatan rata-rata populasi selama suatu periode (biasanya lama)
dalam keadaan tidak adanya perubahan yang terus menerus, atau
kepadatan rata-rata populasi dalam keadaan alami yang tidak
diganggu oleh campur tangan manusia.

2.4. Hipotesis
1. Populasi walang sangit pada tanaman padi sawah mempengaruhi hasil
gabah kering padi di Desa Kimak, Kecamatan Merawang, Kabupaten
Bangka.
2. Populasi sebanyak 5 ekor per 50 cm2 berpengaruh terhadap hasil gabah
padi sawah di Desa Kimak, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka.
3. Persentase kehilangan hasil gabah padi sawah pada berbagai perlakuan
populasi walang sangit adalah sebesar 5-35%.
16

III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2017 sampai
bulan Januari 2018 di lahan padi sawah unit Balai Penyuluh Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan (BP3K), yang terletak di desa Kimak,
Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung.

3.2. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa pinset,
kantong plastik, gunting, pisau, insect net, tali plastik (rafia), alat ukur
(meteran), kertas label nama, kamera, kaca pembesar (lup), alat tulis, seed
countes dan lembar pengamatan. Bahan-bahan yang digunakan yaitu
tanaman padi dan walang sangit.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode eksperimen
dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 8 perlakuan dan
2 kali ulangan pada masing-masing percobaan. Perlakuan yang digunakan
adalah sebagai berikut:
W0= Kontrol (Tanpa Walang sangit)
W1= Walang sangit 2 ekor /plot
W2= Walang sangit 3 ekor /plot
W3= Walang sangit 4 ekor /plot
W4= Walang sangit 5 ekor /plot
W5= Walang sangit 6 ekor /plot
W6= Walang sangit 7 ekor /plot
W7= Walang sangit 8 ekor /plot
17

3.4. Prosedur Penelitian

Berikut merupakan rangkaian prosedur pelaksanaan penelitian yang


akan dilaksanakan, terdiri dari beberapa tahap antara lain :

PENELITIAN

Survei lokasi

Pelaksanaan

Pra Panen Pemilihan tanaman padi Pembuatan plot/petak


sawah berdasarkan kriteria ukuran 50cm x 50 cm

Pengaplikasian pestisida Pembuatan dan Pemasangan


didalam plot penelitian kurungan penangkar hama
pada tanaman padi

Introduksi walang sangit Panen


dalam plot penelitian

Identifikasi gabah padi Penentuan tingkat


Pasca Panen kerusakan gabah

Pembuatan Analisis hasil dan Pembuatan kesimpulan dan


laporan pembahasan saran

Gambar 4. Bagan proses kegiatan penelitian

3.4.1. Survei lokasi


Survei lokasi atau lahan sawah milik petani yang akan
dijadikan sebagai tempat penelitian, adapun lahan yang dipilih adalah
tanaman padi sawah yang sudah masuk dalam tahap primordia (bakal
18

malai).

3.4.2. Persiapan lahan penelitian


Pelaksanaan persiapan lahan terdiri dari dua kegiatan yaitu,
pertama, menentukan posisi penempatan percobaan yang dilakukan
secara acak dan dipilih sesuai dengan jumlah perlakuan dan kontrol
(Gambar 5). Pengacakan merupakan suatu cara untuk mengendalikan
atau menghilangkan bias. Melalui pengacakan, setiap satuan
percobaan mempunyai peluang yang sama untuk menerima suatu
perlakuan. Pengacakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan metode undian. Gaspersz (1991) menyatakan bahwa
pengacakan dapat dikerjakan dengan cara undian (lotre) atau
menggunakan table angka acak. Berikut merupakan hasil pengacakan
yang diperoleh:.

Keterangan:
W = Plot / perlakuan introduksi walang sangit, dengan ukuran 50 cm
x 50 cm (8 rumpun tanaman padi).
U = Ulangan
Gambar 6. Tata letak plot pengamatan
Kegiatan kedua adalah pembuatan penangkar tanaman padi
seperti pada gambar 6, dengan ukuran ± 50 cm x 50 cm x 80 cm
(menyesuaikan dengan tanaman) (p x l x t) sebanyak 16 unit dengan
menggunakan jaring serangga berdiameter lubang 1mm. Penangkar
yang telah dibuat kemudian di pasang pada tiap plot dengan cara
disungkupkan. Bagian bawah jaring yang menyentuh tanah
dibenamkan kedalam tanah dengan pemasangan pasak kecil atau
19

dibumbun dengan tanah, sehingga jaring tidak mudah terbuka oleh


faktor luar seperti angin dan manusia. Pembenaman bagian bawah
jaring berfungsi untuk mencegah keluarnya walang sangit ketika telah
di introduksikan kedalam tiap kurungan.

50 cm

50 cm
Keterangan:
1. :Kurungan dengan jaring khusus ukuran serangga /kecil (tinggi
menyesuaikan dengan tanaman padi).
2. :Tanaman Padi
Gambar 6. Penangkar/kurungan walang sangit
3.4.3. Aplikasi pestisida
Pelaksanaan aplikasi pestisida dilakukan satu kali setelah
kurungan terpasang pada tiap plot, dengan cara menyemprotkan
pestisida pada waktu pagi atau sore hari. Aplikasi pestisida berfungsi
untuk menghilangkan hama yang berada di dalam plot, setelah
penyemprotan selesai, dibiarkan selama satu minggu untuk
mengurangi residu pestisida sebelum hama walang sangit di
introduksikan sesuai dengan perlakuan.
3.4.4. Introduksi walang sangit
Walang sangit diperoleh dengan cara menangkap secara
langsung pada tanaman padi yang berada disekitar lokasi penelitian
dengan menggunakan cara sweeping. Total jumlah seluruh walang
sangit yang digunakan adalah ± 70 ekor dan dimasukkan kedalam
wadah sementara. Walang sangit selanjutnya dimasukkan kedalam
penangkaran/ plot yang telah dibuat berdasarkan perlakuan dan
pengulangan.
20

3.4.5. Panen
Pemanenan padi yang akan dilakukan adalah dengan
menggunakan panduan umum dari umur tanam varietas padi yang
dipakai dalam penelitian, serta dengan metode pengamatan visual,
yang didasarkan atas telah terpenuhinya kondisi fisik padi yang sudah
layak panen. Andoko (2002) menyatakan bahwa pengamatan visual
dilakukan dengan melihat ciri-ciri warna gabah telah menguning lebih
dari 90%. Panen dilakukan dengan cara memotong bagian pangkal
batang menggunakan arit/ sabit (manual), tanpa menggunakan mesin
pemanen, yang dilakukan secara hati-hati untuk mengurangi
terjadinya susut panen dan mengurangi bias data.
3.4.6. Identifikasi gabah padi
Identifikasi gabah padi merupakan kegiatan penelitian yang
dilakukan setelah panen. Kegiatan tersebut berisi dengan pengamatan
serta analisis pada hasil panen padi sawah dengan berbagai perlakuan
dengan beberapa parameter. Parameter tersebut adalah padi bernas
(tanpa gejala serangan walang sangit), padi hampa (disebabkan oleh
faktor selain walang sangit), dan padi yang memiliki gejala terserang
walang sangit.

3.5. Peubah yang Diamati


Peubah yang diamati adalah sebagai berikut:
3.5.1. Intensitas kerusakan mutlak
Pengumpulan data intensitas kerusakan mutlak dilakukan
dengan cara sensus sampel yang diperoleh berdasarkan
perhitungan jumlah biji padi yang terserang hama secara mutlak
dari semua biji padi dalam setiap plot sampel. Menurut
Asmaliyah et al.(2008) analisis data dilakukan menggunakan
rumus dan klasifikasi berdasarkan metode Unterstenhofer yaitu
sebagai berikut:
𝑎
IKM = 𝑎+𝑏 𝑥 100 %
21

Keterangan:
IKM = Intensitas kerusakan mutlak
A = Jumlah tanaman sampel yang rusak (mutlak)
B = Jumlah tanaman sampel yang tidak rusak
3.5.2. Intensitas serangan hama
Pengamatan intensitas serangan dilakukan secara visual
berdasarkan gejala serangan walang sangit. Setiap titik diagonal
di ambil seluruh rumpun tanaman padi untuk diamati. Rumpun
tanaman padi yang sudah terlihat gejala serangannya di hitung
satu, kemudian hitung berapa jumlah rumpun tanaman padi yang
terserang dari sembilan rumpun tanaman padi yang diamati.
Pengamatan dilakukan pada tanaman padi setelah dipanen.
Penghitungan persentase intensitas serangan walang sangit
dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan Sudjono dan
Sudarmadi (Asmaliyah et al. 2008).

𝑛
P = 𝑁 𝑥 100%
Keterangan:

P = Persentase tanaman terserang hama


n = Jumlah biji yang terserang hama walang sangit
N = Jumlah biji yang diamati
3.5.3. Jumlah biji padi bernas per plot (butir)
Penghitungan jumlah biji padi bernas dilakukan setelah
pengamatan, yaitu dengan cara menjepit biji padi diantara
telunjuk dan jari jempol. Biji akan dikatakan bernas jika bulir
buah sudah benar-benar terisi penuh.
3.5.4. Jumlah biji padi hampa per plot (butir)
Perhitungan jumlah biji padi hampa dapat dilakukan dengan
tahap yang sama seperti pengamatan padi bernas, yakni bisa
dijepit menggunakan jari dan pengamatan secara visual.
22

3.5.5. Jumlah biji padi terserang walang sangit (butir)


Penghitungan jumlah biji padi yang terserang hama walang
sangit dapat dilakukan setelah pengamatan, yaitu dengan cara
melihat ciri-ciri padi dengan gejala serangan walang sangit.
3.5.6. Berat 100 biji (gram)
Berat 100 biji diperoleh dengan mengambil biji secara acak
per perlakuan dan dihitung sebanyak 100 butir kemudian
ditimbang dengan menggunakan timbangan digital.
3.5.7. Intensitas kerusakan relatif
Kerusakan pada tanaman tidak semua dapat dihitung
dengan menggunakan rumus intensitas kerusakan mutlak,
seringkali bentuk kerusakan yang tidak langsung (serangan tidak
mutlak) atau mengalami kerusakan bertahap maka penilaian
intensitas kerusakan dilakukan dengan pemberian skor yang
menunjukan tahap kerusakan.
Berikut merupakan nilai skor kerusakan bertahap, dalam
penelitian yang akan dilaksanakan:
0 = tidak ada kerusakan
1 = tingkat kerusakan 1 – 20 %
3 = tingkat kerusakan 21 – 40 %
5 = tingkat kerusakan 41 – 69 %
7 = tingkat kerusakan 61 – 80 %
9 = tingkat kerusakan > 80 %
Selanjutnya untuk menghitung intensitas kerusakan relatif
menurut Asmaliyah et al.(2008) dilakukan dengan menggunakan
rumus:
∑(𝑛 𝑥 𝑣)𝑥 100%
I= 𝑍𝑥𝑁
Keterangan:
I = intensitas kerusakan
n = jumlah sampel pada katagori kerusakan
V = nilai skor pada sampel
N = jumlah total sampel
23

Z = skor tertinggi dari katagori serangan.

3.5.8. Estimasi Hasil Produksi Gabah dan Kehilangan Hasil Akibat


Walang Sangit
Estimasi adalah metode dimana kita dapat memperkirakan
nilai dari suatu populasi dengan menggunakan nilai dari sampel.
Nilai pendugaan/suatu data statistik, sebagai sampel yang
digunakan untuk mengisi suatu parameter disebut dengan
Estimator. Cara estimasi yang digunakan adalah dengan
menggunakan pendekatan berat 100 butir biji. Kemudian
melakukan penghitungan persentase biji bernas, hampa dan
terkena serangan walang sangit, serta estimasi kehilangan hasil
gabah kering dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghitung persentase biji (A) bernas, biji hampa (H), dan
terserang walang sangit (TWS).
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑖𝑗𝑖 𝑏𝑒𝑟𝑛𝑎𝑠
b. Biji bernas (B) =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑖𝑗𝑖
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑖𝑗𝑖 ℎ𝑎𝑚𝑝𝑎
c. Biji hampa (H) =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑖𝑗𝑖

d. Biji terserang walang sangit (TWS)


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑖𝑗𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑤𝑎𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑛𝑔𝑖𝑡
=
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑖𝑗𝑖

2. Menghitung potensi hasil padi/kg/ha (B)


Potensi hasil padi = berat satu butir padi x jumlah total biji
padi
3. Menghitung estimasi potensi kehilangan hasil gabah akibat
walang sangit
a. Persentase biji bernas (B) x Potensi hasil padi/kg/ha
b. Persentase biji hampa (H) x Potensi hasil padi/kg/ha
c. Persentase biji terserang walang sangit (TWS) x Potensi
hasil padi/kg/ha
3.6. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA dan jika
memperlihatkan pengaruh yang nyata, maka akan dilakukan uji dengan
24

menggunakan Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf kepercayaan 95%. Data
kualitatif disajikan dalam bentuk tabulasi dan dokumentasi berupa foto.
25

DAFTAR PUSTAKA

[BALITBANGTAN] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007.


Daerah pengembangan dan anjuran budidaya padi hibrida. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

[BBPTP] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2015. Hama walang sangit dan
cara pengendaliannya.
http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/en/tahukah-anda/208-
hama-walang-sangit-dan-cara-pengendaliannya [10 Oktober 2017].

[BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2016. Produksi padi tahun 2015 naik 6,37
persen. https://www.bps.go.id/brs/view/id/1271 [21 September 2017].

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2017. Provinsi
kepulauan Bangka Belitung dalam angka 2017. Pangkalpinang: BPS
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Katalog,ISSN:1693-086x.

[DPPP] Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka


Belitung.2017. Tabel luas panen padi sawah menurut kabupaten/kota,
2003-2016. http://babel.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/382 [19
September 2017].

[DPPP] Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka


Belitung.2017. Tabel luas panen padi sawah menurut kabupaten/kota,
2003-2016. http://babel.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/390 [19
September 2017].

[KEPMENPER] Keputusan Menteri Pertanian No. 887/Kpts/ OT/9/1997 tentang


Pedoman Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman ).

[LITBANG] Badan Penelitian dan Pengembangan . 2009. Hama walang sangit


Leptocorisa oratorius. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index. [25 Mei
2016].

[PP] Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman.

Abidin Z. 2004. Pengendalian Hama dan Penyakit Utama pada Tanaman


Tembakau. BPTD. Medan.
Andoko A. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Jakarta: Penebar Swadaya.
Asmaliyah I, Andika, Imam M. 2008. Serangan hama pada tanaman tanjung
(Mimusops elengi Linn.) di persemaian balai penelitian kehutanan
Palembang. Prosiding workshop sintesa hasil penelitian tanaman hutan:
235-239p.
26

Dewidna S, Jasmi, Indriati G. 2013. Kepadatan populasi walang sangit


(Leptocorisa acuta Thunb.) (Hemiptera : Alydidae) pada tanaman padi di
Kenagarian Koto Nan Tigo kecamatan Batang Kapas kabupaten Pesisir
Selatan. Jurnal Mahasiswa Pendidikan Biologi. STKIP PGRI Sumbar.

Dutta S, Roy N. 2016. Life table and population dynamics of a major pest,
Leptocorisa acuta (Thunb.)(Hemiptera: Alydidae), on rice and non rice
system. India: M.U.C. Women’s College. Int.J.Pure App. Bioci.4(1): 199-
207.

Evizal R. 2014. Dasar-Dasar Produksi Perkebunan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Feriadi. 2015. Pengendalian hama walang sangit (Leptcorisa oratorius) pada


tanaman padi sawah. Balai pengkajian teknologi pertanian (BPTP)
Kepulauan Bangka Belitung.
http://babel.litbang.pertanian.go.id/index.php/sdm-2/15-info-
teknologi/378-pengendalian-hama-walang-sangit-leptcorisa-oratorius-
pada-tanaman-padi-sawah [20 Oktober 2017].

Gaspersz V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Bandung: CV. ARMICO.

Harahap IS, Tjahjono B. 1994. Pengendalian Hama dan Penyakit Padi. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Herawati W D. 2012. Budidaya Padi. Jogjakarta: PT. Buku Kita.


Hermawan A. 2011. Peluang dan tantangan peningkatan produksi padi di provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding. Seminar nasional pengkajian dan
diseminasi inovasi pertanian mendukung program strategis kementerian
pertanian. Cisarua, 9 - 11 Desember 2010.

Humas Provinsi Bangka Belitung. 2017. Wagub tanam padi bersama di desa
Kimak. Dalam http://humas.babelprov.go.id/content/wagub-tanam-padi-
bersama-di-desa-kimak?qt-berita=1 [17 Oktober 2017].

Koswara S. 2006. Manajemen Pengendalian Hama Dalam Industri Pangan.


Jakarta: E-book Pangan.

Manovo R, Christina LS, Juliet EMM, Emmy S. 2012. Padat populasi dan
intensitas serangan hama walang sangit (Leptocorisa acuta Thunb.) Pada
tanaman padi sawah di kabupaten Minahasa Tenggara. [skripsi] Minahasa
Tenggara. Universitas Sam Ratulangi.

Mustikawati DR, Asnawi R. 2011. Serangan walang sangit dan blas leher pada
beberapa galur padi hibrida asal Cina di kebun percobaan Natar Lampung.
Balai Pengkajian Teknologi Lampung. Jurnal Litbang Pertanian. 978-979-
8510-34-2.

Nizar M. 2011. Pengaruh beberapa jenis bahan organik terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) Metode SRI (System of Rice
27

Intensification). [skripsi]. Padang: Universitas Andalas.

Oka I N. 2005.Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pracaya. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Secara Organik.


Kanisius. Yogyakarta.

Pratimi A, Soesilohadi RCH. 2011. Fluktuasi populasi walang sangit Leptocorisa


oratorius F. (Hemiptera: Alydidae) pada komunitas padi di dusun Kepitu,
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal BIOMA,13(2): 54-59

Purnomo S. 2013. Populasi walang sangit (Leptocorisa oratorius Fabricius) di


kecamatan Sabak Auh kabupaten Siak provinsi Riau pada tanaman padi
masa tanam musim penghujan. [skripsi]. Pekanbaru: Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Satoto, Sudibyo TWU, Bambang S. 2007. Petunjuk Teknis Lapang Daerah


Pengembangan dan Anjuran Budidaya Padi Hibrida. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Southwood T R E, Norton G A. 1973. Economic aspect of pest management


strategies and decisions. Ecol.Soc.Aust.,Mem, 1: 168184.

Stern, Vernon M, Ray F, Smith, Robert van den Bosch, Kenneth S H. 1959.
Integration of chemical and biological control of the supotted alfalfa aphid.
Higlaria.29(2): 81-101.

Sulistiani R. 2008. Kelebihan dan Kekurangan Beberapa Teknik Pengendalian


Hama Terpadu. Medan: USU press.

Tjahjadi N. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Yogyakarta: Kanisius.

Yunus B. 2015. Populasi Hama Utama Pada Tanaman Padi.[skripsi] Makassar:


Universitas Hasanuddin.

Zulkifi Z, Diah WS, Mahyuddin S. 2004. Petunjuk lapang pengelolaan tanaman


terpadu padi sawah. Bogor: Balai Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian.
28

Lampiran 1. Jadwal Rencana Kegiatan Tugas Akhir

JADWAL RENCANA KEGIATAN TUGAS AKHIR


BULAN SEPTEMBER 2017 – JUNI 2018

2017 2018
No. September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan
1
Proposal
2 Kolokium
3 Revisi Proposal
4 Penelitian
Analisis Data
5 dan Laporan
Penelitian
Seminar Hasil
6
dan Revisi
7 Sidang Skripsi
29

Lampiran 2. Penyusunan Unit Percobaan

TATA LETAK PLOT PENGAMATAN

Keterangan:
W = Plot / perlakuan introduksi walang sangit, dengan ukuran 50 cm x 50
cm (8 rumpun tanaman padi).
U = Ulangan

Lampiran 3. Desain Penangkaran Percobaan

KURUNGAN/PENANGKARAN WALANG SANGIT

50 cm

Keterangan: 50 cm

1 :Kurungan dengan jaring khusus ukuran serangga /kecil (tinggi


menyesuaikan dengan tanaman padi).
2 : Tanaman Padi

Anda mungkin juga menyukai