Pembimbing 2 :
Pembahas 1 :
Pembahas 2 :
Hari/Tanggal :
Waktu :
Ruangan :
BAKTERI PENGHASIL BIOPLASTIK DARI TANAH GAMBUT RIAU:
ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PRODUKSI
SKRIPSI
OLEH
ANGGI MARLIANA
NIM. 1703110079
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
BAKTERI PENGHASIL BIOPLASTIK DARI TANAH GAMBUT RIAU:
ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PRODUKSI
ii
KATA PENGANTAR
1. Ibu Dr. rer. nat. Delita Zul, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu memberikan bimbingan, motivasi,
pengetahuan, dorongan, kritik dan saran dalam menyelesaikan studi ini
terkhususnya dalam penyelesaian penelitian ini.
2. Ibu Dewi Indriyani Roslim, M.Si Selaku Dosen Pembimbing Akademis
yang telah memberikan ilmu, arahan, masukan dan saran demi
menyelesaikan studi.
3. Ibu Dr. Tetty Marta Linda, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Bapak Hari
Kapli, M.Si selaku Dosen Penguji II.
4. Ibu Dr. Vanda Julita Yahya, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Riau, Bapak/Ibu Dosen pengajar dan Staff Admin Jurusan
Biologi FMIPA UNRI yang telah memberikan ilmu, nasihat dan
membantu kelancaran penulis selama menjalani perkuliahan, serta Kak
Neng, Bang Arman dan seluruh Laboran Jurusan Biologi.
5. Kedua orang tua tercinta, Bapak Jainudin dan ibu Suwarni yang jasanya
takkan pernah terbalaskan, yang senantiasa memberikan do’a untuk
penulis di setiap detik kehidupan, memberikan motivasi dan dukungan
moril maupun materil, serta Abang dan Kakak tersayang Hanafi
iii
Darmawan dan Hana Suryani yang selalu menjadi semangat dan motivasi
penulis.
6. Mamita Squad (Mus, kiting, kurnut, funny, ipit, ocu dan kak susi) yang
telah membersamai dan membantu dalam menyelesaikan penelitian.
7. Tim Pengambilan sampel tanah gambut Bang Abbrar, Bang Sholeh, Mus,
Ocu, Kiting dan semua pihak yang sudah banyak membantu dalam
pengambilan sampel.
8. Sahabat-sabahatku Sista Pipyu (Kurnut, Cacing, Yory, Kiting, Noli dan
Nopi) yang selalu bersama penulis, yang selalu memberikan motivasi,
hiburan dan dukungan saat suka maupun duka.
9. Teman- teman seperjuangan magang (Yory, Kurnut, Cacing, Kiting,
Indah, Ipit, Funny, Yuda, Yozi, Mus dan Ocu) yang sudah banyak
memberikan kesan sedih dan senang selama dikontrakan.
10. Aziz Rafsanjani yang sudah memberikan semangat, perhatian serta
membantu selama penelitian ini.
11. Rekan-rekan Honey Bee 2017 yang telah memberikan banyak momen dan
kenangan tak terlupakan selama perkuliahan. Kakak/abang senior, adik-
adik, seluruh keluarga besar Jurusan Biologi.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini, yang tidak bisa disebut namanya satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan proposal penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk penulisan yang lebih baik berikutnya. Akhir
kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
semua pihak yang memerlukan.
Anggi Marliana
NIM. 1703110079
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... viii
ABSTRACK.................................................................................................... ix
ABSTRAK....................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah............................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plastik................................................................................... 5
2.2 Plastik Ramah Lingkungan.................................................. 6
2.3 Polihidroksialkanoat (PHA)................................................. 7
2.4 Bakteri Penghasil PHA......................................................... 9
2.5 Produksi PHA....................................................................... 10
2.6 Tanah Gambut...................................................................... 12
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat................................................................ 14
3.2 Alat dan Bahan Penelitian................................................... 14
3.3 Deskripsi Lokasi Pengambilan Sampel Tanah..................... 15
3.3.1 Sampel tanah gambut................................................... 15
3.3.2 Sampel LCPKS............................................................ 15
3.4 Desain Penelitian.................................................................. 15
3.5 Prosedur Kerja...................................................................... 16
3.5.1 Pengambilan Sampel.................................................... 16
3.5.2 Pembuatan Media dan Larutan.................................... 18
3.5.2.1 Pembuatan Garam Fisiologis...................... 18
v
3.5.2.2 Pembuatan Larutan Sudan Black................. 18
3.5.2.3 Pembuatan Nutrient Agar (NA)................... 18
3.5.2.4 Pembuatan Nutrient Broth (NB).................. 18
3.5.2.5 Pembuatan Mineral Salt Medium (MSM).... 19
3.5.2.6 Pembuatan Medium produksi yang mengandung
LCPKS......................................................... 19
3.5.3 Isolasi Bakteri Penghasil PHA................................... 19
3.5.4 Seleksi Bakteri Penghasil PHA................................... 20
3.5.5 Pembuatan Starter........................................................ 20
3.5.6 Uji Kemampuan Isolat dalam Menghasilkan PHA..... 20
3.5.7 Optimasi Produksi PHA.............................................. 21
3.5.8 Ekastraksi PHA........................................................... 21
3.5.9 Kuantifikasi Residu Biomassa dan Akumulasi PHA. 22
3.5.10 Analisis Data.............................................................. 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil PHA........................... 23
4.2 Uji Produksi........................................................................... 27
4.3 Optimasi Produksi.................................................................. 29
4.4 Pengaruh sumber karbon terhadap PHA................................ 32
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan............................................................................. 35
5.2 Saran....................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 36
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
ABSTRACK
ix
ABSTRAK
x
xi
I. PENDAHULUAN
sampah pada tahun 2019 dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton
plastik, maka penggunaan plastik yang ramah lingkungan menjadi salah satu
solusinya.
Bioplastik terbuat dari bahan polimer alami seperti pati, selulosa dan lemak
terbentuk dari cadangan karbon dan energi intraseluler yang dihasilkan dari
beberapa jenis bakeri sebagai bentuk respon dari lingkungan yang tidak seimbang
PHA dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, seperti limbah industri, limbah
melalui uji kualitatif dari tanah tempat pembuangan sampah dan limbah cair
1
pabrik kelapa sawit. Penelitian lain menyebutkan bakteri penghasil PHA dapat
diisolasi dari tanah, lumpur dan limbah detergen di Baghdad (Gatea et al. 2018).
Phanse et al. (2011) juga berhasil mengisolasi 22 bakteri penghasil PHA dari
limbah sungai, tempat pengolahan limbah, limbah industri, tanah industri, tanah
memproduksi PHA sebesar 0,042 g/g sel kering (4,25%). Penggunaan media
minimal cair dan glukosa sebagai sumber karbon ternyata mampu meningkatkan
produksi PHA dari R. pickettii dengan akumulasi PHA sebesar 14,53% (Pujawati
dan Nawfa 2016) . Selain modifikasi komposisi medium, optimasi produksi PHA
bakteri Bacillus subtilis DO2 menggunakan variasi konsentrasi limbah cair pabrik
kelapa sawit (LCPKS) dengan konsentrasi 100, 50, 25, dan 15% dan waktu
inkubasi dengan variasi 5 dan 6 hari. Kondisi optimum untuk akumulasi PHA
tertinggi dari bakteri B. Subtilis DO2 adalah pada konsentrasi LCPKS 25% dan
waktu inkubasi 6 hari (1,53%). Studi lain untuk produksi optimum PHA oleh
optimalisasi produksi yaitu konsentrasi sukrosa awal (15 g/L, 20 g/L, dan 25 g/L)
dan waktu inkubasi (48 jam, 60 jam, dan 72 jam). Hasil produksi PHA maksimum
diperoleh pada konsentrasi sukrosa 25 gr/L dan waktu inkubasi 60 jam yang
2
Provinsi Riau merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki
sebesar 50% dari total luas Provinsis Riau yang tersebar hampir diseluruh
kabupaten. Total luas dari Provinsi Riau ± 9 juta hektar, lebih dari 4 juta
Riau 2018). Gambut merupakan tanah yang terbentuk dari bahan organik pada
cekungan atau rawa dimana akumuluasi bahan organik pada kondisi jenuh air,
terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk tanah gambut. Sejauh ini belum
ada informasi mengenai isolasi bakteri penghasil PHA dari tanah gambut, padahal
Bahan baku dari plastik sintesis adalah minyak bumi. Menipisnya fosil
mudah terdegradasi di alam dan berbahan baku dari sumber yang dapat
Kekurangan dari isolat yang diisolasi dari tanah adalah bioplastik yang dihasilkan
mudah robek. Tanah gambut Riau diketahui kaya akan mikroorganisme yang
beragam. Isolasi bakteri penghasil PHA dari tanah gambut Riau sudah pernah
dilakukan, tetapi produksi PHA yang dihasilkan relatif rendah. Oleh karena itu,
3
perlu dilakukan kembali isolasi bakteri penghasil bioplastik yang berpotensi dari
tanah gambut Riau dibeberapa lokasi yaitu hutan tanaman industri, hutan
sekunder, lahan restorasi, kebun karet, kebun sawit dan lahan bekas terbakar.
lahan restorasi, kebun karet, kebun sawit dan lahan bekas terbakar.
produksi.
Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan isolat bakteri dari tanah
Gambut Bengkalis, Riau yang berpotensi menghasilkan PHA sebagai bahan baku
pembuatan bioplastik.
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plastik
dari polimer rantai panjang yang berbahaya bagi kesehatan manusia karena
penyusun plastik sintesis tersebut akan masuk ke dalam makanan dan selanjutnya
yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat larut di dalam air sehingga tidak dapat
dibuang keluar bersama urin dan feses. Penumpukan bahan kimia di dalam tubuh
Plastik sintesis umumnya terbuat dari bahan sulit terurai oleh karena itu
mencapai 15% dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 14,7% per tahun dan
karena plastik merupakan material yang membutuhkan waktu cukup lama agar
100 hingga 500 tahun untuk dapat terurai sempurna (Wahyudi et al. 2018).
khususnya emisi dioksin yang bersifat karsinogen. Asap yang dihasilkan dari
5
hidrogen sianida (HCN) dan karbon monoksida (CO) yang merupakan hasil dari
pembakaran yang tidak sempurna. Hal inilah yang menyebabkan sampah plastik
sebagai salah satu penyebab pencemaran udara dan mengakibatkan efek jangka
panjang berupa pemanasan global pada atmosfir bumi (Ahmann dan Dorgan
2007).
Saat ini sudah dikembangan plastik ramah lingkungan, yaitu plastik yang
dapat terurai di lingkungan oleh mikroorganisme secara alami yang hasil akhirnya
petroleum, gas alam atau batu bara. Sementara bioplastik terbuat dari bahan yang
kolagen, atau lipid yang terdapat pada hewan serta dari senyawa yang dihasilkan
oleh mikroorganisme.
seperti polisakarida (selulosa, pati, kitin), protein (kasein, whey, kolagen) dan
Polyvinyl Alcohol (PVA), poli hidroksi alkanoat (PHA), dan polylactic acid
penelitiannya menyatakan bahwa saat ini polimer plastik ramah lingkungan yang
sudah diproduksi umumnya dari polimer jenis poliester alifatik. Ada tiga
kemasan, yaitu:
6
1. Campuran Biopolimer dengan Polimer Sintetis
Plastik jenis ini dibuat dari campuran grabula pati (5-20%) dan polimer
dan asam poliglikoat (polyglycolic acid). Bahan ini dapat terdegradasi secara
penuh oleh bakteri jamur dan alga. Namun oleh karena proses produksi bahan
mahal.
3. Polimer Pertanian
Biopolimer ini tidak dicampur dengan bahan sintesis dan diperoleh secara
seperti nitrogen, oksigen, fosfor dan sulfur (Raza et al. 2017). Pada kondisi nutrisi
7
menyimpannya sebagai hidroksialkanoat (HA) yang selanjutnya dipolimerisasi
mikroorganisme yang terlibat. Mayoritas PHA yang teridentifikasi terdiri dari (R)
Konfigurasi-R disebabkan oleh kiralitas dan spesifisitas stereo dari enzim yang
terlibat dalam biosintesis. Atom karbon yang ada dalam unit monomer HA
Gambar 2.1. Struktur Umum PHA. Istilah R mengacu pada panjang rantai samping sedangkan
tanda bintang menunjukkan pusat kiral blok penyusun PHA. R menentukan jenis
unit monomer HA
Sumber: Akinmulewo dan Nwinyi1 (2019)
senyawa cadangan dan sumber energi bagi organisme saat sumber karbon di
ultraviolet (Tan et al. 2014). Didalam sel bakteri, PHA diakumulasi sebagai bulir
(granul) yang dikelilingi oleh protein dan lemak. Protein dan lemak tersebut,
8
PHA adalah salah satu penyusun bioplastik yang memiliki sifat mirip
dengan plastik sintesis serta dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. PHA
termasuk rekayasa jaringan, patch bio- implan, pengiriman obat, pembedahan dan
Prasertsan 2007).
dan Bacillus subtilis dapat menghasilkan PHA. PHA juga dapat dihasilkan dari
9
Masing-masing bakteri akan menghasilkan PHA dengan komposisi yang berbeda.
Jenis substrat yang dikonsumsi bakteripun menentukan jenis dan jumlah PHA
yang di produksi (Hartati et al. 2009). Ilmuwan Prancis Maurice Limoges pertama
mengakumulasi PHA dari tanah tempat pembuangan sampah dan limbah cair
kelapa sawit dengan metode seleksi menggunakan pewarna Nile red. Pewarna
Nile red akan menghasilkan pendaran di bawah sinar ultraviolet (UV) pada
mengisolasi bakteri mengakumulasi PHA dari limbah pabrik kertas dan kardus.
B dan juga 15 bakteri dari pewarnaan Nile Blue A, pewarnaan yang lebih spesifik
bakteri adalah biaya produksi yang mencapai hampir lima kali lipat dari ongkos
diantaranya adalah menggunakan variasi sumber karbon, suhu dan lama waktu
inkubasi.
10
Studi untuk mendapatkan kondisi optimum produksi PHA telah dilakukan
kabon, PHA yang diperoleh sebanyak 0,0425 g/g sel kering (4,25%). Penelitian
yang sama juga dilakukan Pujawati dan Nawfa (2016) dengan menggunakan
media minimal cair serta glukosa sebagai sumber karbon, didapatkan PHA seberat
sebesar 20%, sedangkan, Martha et al. (2010) telah melakukan penelitian tentang
produksi PHA dari isolat R. eutropha dengan menggunakan media minimal dan
sebesar 8,40%.
karbon rendah biaya. Chaudry et al. (2010) melakukan optimalisasi PHA dengan
menggunakan sumber karbon yang hemat biaya seperti minyak jagung dan limbah
industri gula (penggilingan, fermentasi dan bekas cucian). Dari beberapa sumber
karbon tersebut, minyak jagung menunjukkan berat kering sel tertinggi seberat
Aljuraifani et al. (2018) juga menggunakan sumber karbon rendah biaya seperti
dedak padi, kurma dan molase kedelai yang ditambahkan ke dalam media
11
Studi lain untuk mendapatkan kondisi optimum produksi PHA juga telah
menggunakan limbah cair tahu sebagai sumber karbon berbiaya rendah. Metode
permukaan respon dengan dua faktor yaitu variasi konsentrasi sukrosa (15 g/L, 20
g/L, dan 25 g/L) dan variasi waktu inkubasi (48 jam, 60 jam, dan 72 jam).
Rendemen diambil setelah inokulasi A. latus pada limbah cair tahu. Hasil yang
diperoleh dari studi dihitung. Kondisi optimum untuk produksi PHA yang baik
adalah konsentrasi sukrosa 25 g/L dan waktu inkubasi 60 jam 18 menit yang
menghasilkan 2,48 g/L PHA dan konsentrasi sel kering 66,56%. Gugus fungsi
(FTIR).
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik
yang sudah lapuk maupun belum. Gambut terdiri dari bahan organik yang
sebagian terurai bebas dengan komposisi lebih dari 50% karbon. Tanah gambut
terbentuk dari dekomposisi bahan bahan organik dalam keadaan anaerob. Menurut
Noor (2016) gambut adalah material atau bahan organik yang tertimbun secara
alami dalam keadaan basah atau jenuh air dan hanya sebagian yang mengalami
perombakan.
bahan organik dengan ketebalan >40 cm dengan berat isi (BD) >0,1 g/cm3, atau
mempunyai ketebalan >60 cm apabila BD-nya <0,1 g/cm3 (Soil Survey Staff,
dibedakan menjadi: gambut fibrik (mentah), gambut hemik (setengah matang) dan
12
gambut saprik adalah gambut yang sudah lapuk (matang). Gambut yang sudah
matang umumnya berwarna kelabu sangat gelap sampai hitam dan secara struktur
mendekati tanah mineral (peaty clay), sedangkan gambut yang masih mentah
pembusukan tanaman atau hewan yang sudah mati secara cepat di tanah gambut.
tanah mineral. Komposisi dominan dari tanah gambut berupa bahan organik yang
menyebabkan gambut mampu menyerap air dalam jumlah yang relatif tinggi
organik. Selain hara makro, lahan gambut juga memiliki unsur hara mikro seperti
Cu, Zn, Fe, Mn, B dan Mo. Kadar unsur Cu, Bo, dan Zn di lahan gambut
umumnya sangat rendah dan seringkali terjadi defisiensi (Mutalib et al. 1991).
Hal yang membedakan tanah gambut dengan tanah mineral terletak pada
kandungan C organik, struktur, berat isi, serta sebaran karbon di dalam profil.
Kandungan C organik tanah gambut berkisar 18-60%, tidak berstruktur, berat isi
tanah mineral mengandung C organik berkisar 0,5-6%, berstruktur, berat isi 0,6-
1,5 g/cm3 serta kandungan karbonnya terkonsentrasi pada lapisan 0-30 cm dari
permukaan.
13
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2020 hingga Maret 2021
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari: pancang, yellow
tip, blue tip, eppendof, jarum ose, spatula, drygladsky, tabung reaksi (Pyrex),
(DragonLab), botol kaca gelap, sprayer, erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Pyrex),
gelas beaker (Pyrex), rak tabung reaksi, timbangan analitik, vortex (Fisons),
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: karet gelang,
korek api, kertas label, aluminium foil, plastik kaca, plastik ziplock, sampel tanah
gambut, LCPKS, Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), aquades, Sudan Black
nitrat, klorofom, alkohol 70%, spiritus, sodium hipoklorit, etanol, aseton, metanol
14
3.3 Deskripsi Lokasi Pengambilan Sampel
Riau pada 6 tipe lokasi yang berbeda. Adapun lokasi tempat pengambilan sampel
meliputi hutan sekunder, hutan tanaman industri, kebun sawit, kebun karet, lahan
Garuda Sakti KM 18, Desa Bencah Kelubi, Tapung, Kabupaten Kampar. Sampel
LCPKS yang diambil berasal dari bak sembilan. Pada bak sembilan ini sudah
terjadi fase tersier. LCPKS sudah tidak mengandung racun dan kaya akan sumber
lalu dilanjutkan isolasi dan seleksi bakteri penghasil PHA berdasarkan serapan
warna sudan hitam. Selanjutnya dilakukan optimasi produksi PHA dari isolat
terpilih, ekstraksi PHA dan kuantifikasi PHA. Data yang diperoleh selanjutnya
dianalisis untuk mengetahui potensi bakteri penghasil PHA dari tanah gambut.
15
Pengambilan sampel tanah gambut
Isolasi Bakteri
Ekstraksi PHA
Kuantifikasi PHA
Analisis data
Sampel tanah gambut diambil dari 6 lokasi yang berbeda. Setiap satu titik
menggunakan sendok semen dengan kedalaman 0-20 cm. Sebelum diambil tanah
tanah diambil sebanyak 500 gram dan dimasukkan ke dalam plastik ziplock.
16
Kemudian sampel LCPKS dibawa ke laboratorium dan disimpan pada suhu ruang
17
3.5.2 Pembuatan Media dan Larutan
menimbang 8,5 gram NaCl, kemudia dilarutkan dengan 1.000 mL aquades steril
dilarutkan dalam 100 ml etanol dan didiamkan selama dua hari. Setelah dua hari
dilarutkan dalam 100 ml aquades. Pembuatan larutan Sudan Black B untuk kerja
Semua alat dan bahan disiapkan. Sebanyak 23 gram bubuk media Nutrient
menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 121℃ dan tunggu media
18
medium NB dituang ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 mL dan disterilisasi
dengan autoklaf pada suhu 121C selama 15 menit (Hudaya et al. 2014)
K2HPO4, 1,5 gram MgSO4, 5 gram sukrosa, 0,5 gram amonium nitrat kemudian
dan disterilkan dengan memggunakan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan
MSM. Sumber karbon berupa sukrosa diganti dengan LCPKS konsentrasi 30%,
40% dan 50%. Komposisi medium LCPKS meliputi 5 gram NaCl, 1,5 gram
K2HPO4, 1,5 gram MgSO4, 0,5 gram amonium nitrat kemudian dilarutkan dengan
500 mL. Selanjutnya medium dibagi sebanyak 90 mL ke dalam botol selai dan
Kresnawaty et al. 2014a. Akan tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan proses
19
purifikasi kultur untuk isolat yang diuji pada produksi, sehingga isolat yang
digunakan diduga masih berupa isolat campuran. Hanya saja, pada proses seleksi
steril dan dilakukan seri pengenceran hingga pengenceran 10-4. Dua pengenceran
terakhir diambil sebanyak 0,1 mL untuk diinokulasikan secara spread plate pada
medium NA dan diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Koloni bakteri yang
tumbuh pada isolasi lalu diinokulasi pada medium NA baru dengan cara totol dan
dengan isolat bakteri dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Larutan
Sudan Black B dituangkan pada petri yang berisi koloni hingga terendam dan
dengan etanol 96%. Koloni yang berwarna biru gelap menandakan isolat tersebut
positif dalam memproduksi PHA (Gatea 2018). Secara kualitatif bakteri penghasil
PHA diseleksi berdasarkan kepekatan warna Sudan Black yang diserap. Kategori
hitam (kuat).
20
pada shaker incubator dengan agitasi150 rpm selama 24 jam (Kresnawaty et al.
2014b).
merupakan medium standar untuk produksi PHA. Starter bakteri terseleksi yang
dalam medium MSM. Campuran dari starter dan medium MSM kemudian
diinkubasi dengan agitasi 150 rpm pada suhu 37o C selama 144 jam dalam shaker
incubator.
melalui variasi konsentrasi LCPKS. Uji produksi dan optimasi produksi dilakukan
Kresnawaty et al. (2014b) maka konsentrasi LCPKS yang digunakan adalah 30%
dan 50% dengan waktu inkubasi 144 jam. Sebanyak 10 mL starter bakteri
penghasil PHA dari setiap isolat terseleksi terlebih dahulu divortex lalu
dengan agitasi 150 rpm pada suhu 37o C selama 144 jam (Du et al. 2001).
menit. Supernatan dibuang dan pelet sel dipindahkan ke alumunium yang sudah
21
diketahui beratnya. Pelet sel selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80 oC
sampai beratnya konstan. Berat kering pelet yang telah ditimbang dinyatakan
sebagai g/g berat kering sel. Pelet sel yang telah dikeringkan ditambahkan 5 ml
sodium hipoklorit 5% dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam. Campuran
tersebut selanjutnya disentrifugasi, supernatan dibuang, dan pelet dicuci dua kali
dengan 10 ml aquades steril dan disentrifugasi. Selanjutnya pelet dicuci dua kali
dengan aseton, metanol, dan dietil eter dengan rasio 1:1:1 dan disentrifugasi. Pelet
yang dihasilkan dilarutkan dengan kloroform dan dipanaskan pada suhu 65oC
pada suhu ruang sehingga didapatkan bubuk kering PHA (Santhanam dan
Sreenivasan 2010).
Residu biomassa adalah perbedaan antara berat sel kering dan berat kering
dinyatakan sebagai jumlah PHA yang ada dalam sel. Residu biommasa dan
BK PHA(g / L)
Akumulasi PHA (%) = x 100%
BK sel( g / L)
Data hasil dari isolasi bakteri, hasil seleksi isolat penghasil PHA dan
presentase akumulasi PHA disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Data-data
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebanyak 200 isolat bakteri berhasil diisolasi dari 24 sampel tanah gambut
yang berasal dari 6 tipe lokasi sumber isolat. Tabel 4.1 menyajikan data hasil
isolasi dan seleksi bakteri dari 6 lokasi sumber isolat. Sebanyak 39 isolat diisolasi
dari hutan tanaman industri dan 32 isolat berhasil diisolasi berturut-turut dari
lahan restorasi, kebun karet dan hutan sekunder. Sementara isolasi dari kebun
sawit dan lahan bekas terbakar diperoleh 35 dan 40 isolat bakteri. Dari 200 isolat
sudan black.
Sebanyak 72 dari 200 isolat mampu menyerap warna hitam dari sudan
black dengan intensitas penyerapan rendah dengan warna koloni berwarna biru
(+) sebanyak 16 isolat, 24 isolat memiliki intensitas warna biru kehitaman (++)
dan 32 isolat dengan intensitas hitam (+++). Kemampuan dalam menyerap sudan
black menunjukkan isolat tersebut adalah kandidat isolat bakteri penghasil PHA
menghasilkan PHA, maka dilakuan uji reseleksi sebanyak dua kali. Reseleksi
black. Dari 45 isolat ini, hanya 10 isolat saja yang menunjukan intensitas serapan
23
warna tinggi sedangkan selebihnya hanya menunjukkan intensitas rendah dan
Tabel 4.1 Hasil isolasi dan seleksi bakteri dari sampel tanah gambut
Jumlah Seleksi
Sumber Isolat Seleksi Awal Reseleksi 1 Reseleksi 2
Isolat kode + ++ +++ + ++ +++ + ++ +++
Hutan HTI 1 8 - 1 - 1 - - 1 -
Tanaman HTI 2 8 - 1 - - 1 - - 1 -
Industri HTI 3 8 - 1 3 - 4 - - 2 2
HTI 4 15 3 4 - - 4 - 2 - -
Sub Total 39 3 6 4 0 10 0 2 4 2
Restorasi RES 1 8 - - 1 - - - - - -
RES 2 8 - - 1 - 1 - - 1 -
RES 3 8 - - 1 - - 1 - - 1
RES 4 8 1 - - - - - - - -
Sub Total 32 1 0 3 0 1 1 0 1 1
Kebun KK 1 8 - - 1 - 1 - - 1 -
Karet KK 2 8 - - 3 1 - 1 - 1 1
KK 3 8 1 1 1 2 - - 3 - -
KK 4 8 - - 5 - 4 1 - 2 1
Sub Total 32 1 1 10 3 5 2 3 4 2
Hutan HS 1 8 - 2 1 2 1 - 1 1
Sekunder HS 2 8 - 2 - - - - - - -
HS 3 8 - - 3 - - 3 - - -
HS 4 8 - 4 3 4 1 1 1 2 2
Sub Total 32 0 8 7 6 2 4 2 3 2
Kebun KS 1 4 - - 4 - - 2 1 - -
Sawit KS 2 8 4 - - 4 - - 4 - -
KS 3 8 - 2 2 1 2 - 1 2 -
KS 4 5 - 2 1 - 1 2 2 1
Sub Total 25 4 4 7 5 3 4 6 4 1
Lahan LBT 1 16 1 1 - - 2 - - - 2
Bekas LBT 2 8 2 - - - 1 - - - -
Terbakar LBT 3 8 4 1 - - - 4 3 1 -
LBT 4 8 - 3 1 1 - 2 2 - -
Sub Total 40 7 5 1 1 3 6 5 1 2
1
Total 200 16 24 32 15 24 17 8 17 10
72 56 45
Keterangan: HTI = Hutan Tanaman Industri, RES = Restorasi, KK = Kebun Karet, HS = Hutan
Sekunder, KS = Kebun Sawit dan LBT = Lahan Bekas Terbakar
24
Isolasi bakteri penghasil PHA dari tanah gambut sudah pernah dilakukan
kemampuan menghasilkan PHA. Akan tetapi setelah dilakukan seleksi ulang dari
sedang.
dalam menyerap sudan black juga dilakukan Desouky et al. (2014). Desouky et
al. (2014) mengkelompokkan bakteri menjadi: (–) untuk isolat yang tidak mampu
menyerap sudan black, (+) untuk bernoda buruk , (++) sedang, (+++) kuat dan (++
++) sangat baik. Ia berhasil mengisolasi 50 bakteri dari tanah yang tercemar
limbah industri, setelah dilakukan pewarnaan sudan black, hanya 12 isolat yang
black juga sudah dilakukan beberapa peneliti. Raj et al. (2014) berhasil
sudan black dari 6 isolat bakteri hanya 3 isolat bakteri yang memiliki kemampuan
sudan black.
Gambar 4.1 (A) menyajikan hasil isolasi bakteri dari 6 sampel tanah
gambut yang menunjukkan isolat tampak pada medium NA, (B) penumbuhan
ulang isloat bakteri dengan cara ditotol pada medium NA untuk dilakukan
perendaman dengan suddan black. (C) Hasil seleksi kualitatif pewarnaan sudan
25
black dengan intensitas penyerapan +++ (baik), ++ (sedang), + (lemah) dan –
(negatif).
Gambar 4.1 A. isolat campuran yang berhasil membentuk koloni tampak pada medium
NA, B. Subkultur Isolat yang akan di seleksi Sudan Black, C. Isolat yang
telah di seleksi dengan penyiraman Sudan Black,
= +++, = ++, = + dan = negatif
p
PHA akan menyerap Sudan Black sehingga bakteri berwarna biru kehitaman
granula seperti lipid sehingga mampu terwarnai oleh zat pewarna yang mampu
Isolasi bakteri penghasil PHA juga dapat dilakukan dengan metode seleksi
yang mampu mengakumulasi PHA dari tanah tempat pembuangan sampah dan
26
LCPKS dengan metode seleksi menggunakan pewarna Nile Red. Pewarna Nile
Red akan menghasilkan isolat yang berpendar di bawah sinar ultraviolet (UV)
pada bakteri yang mengakumulasi PHA. Metode ini juga dilakukan Shrivastav et
al. (2010), yang berhasil mengisolasi 9 bakteri dari tanah lingkungan laut dengan
Seleksi bakteri penghasil PHA dengan metode pewaraan Nile Blue juga
pernah dilakukan beberapa peneliti. Redzwan dan Tan (1997) melakukan isolasi
bakteri pengakumulasi PHA dari kolam pertanian dan kolam LCPKS. Dengan
pewarnaan Nile Blue 50%, hanya 5 isolat yang diketahui mengandung PHA.
limbah pabrik kertas dan kardus dengan pewarnaan Nile Blue. Gatea et al. (2018)
juga berhasil mengisolasi 9 bakteri yang mampu mengakumulasi PHA dari tanah,
lumpur dan limbah detergen dengan Nile Blue. Isolat bakteri yang menghasilkan
PHA akan menunjukkan fluorensi oren dibawah UV pada pewarnaan Nile Blue.
Untuk tahap uji produksi 10 isolat bakteri yang digunakan memang belum
isolat campuran. Akan tetapi 10 isolat bakteri yang digunakan sudah disubkuktur
dengan cara ditotol sebanyak 3 kali. 10 isolat bakteri (HTI3_3, HTI3_5, LR3_2,
KK2_1, KK4_1, HS4_1, HS4_8, KS4_1, LBT1_1 dan LBT1_3) yang digunakan
memiliki koloni berwarna hitam dengan serapan sudan black cukup tinggi. Isolat
bakteri dengan serapan suddan black tinggi ditumbuhkan dalam medium standar
produksi kemudian diekstraksi untuk mendapatkan berat kering sel dan berat
27
kering PHA. Tabel 4.2 menyajikan data berat kering sel, berat kering PHA, residu
Berdasarkan Tabel 4.2, berat kering sel tertinggi sebesar 0,11 g/L dari
isolat LR3_2, HS4_8 dan LBT1_3. Untuk berat kering PHA tertinggi 0,025 g/L
dari isolat LBT1_3. Nilai tertinggi residu biomassa pada medium standar sebesar
0,096 g/L dari isolat LR3_2, sedangkan hasil akumulasi PHA tertinggi sebesar
Tabel 4.2 Uji produksi berat kering sel, berat kering PHA, residu biomassa dan
akumulasi PHA dari 10 isolat uji
BK SEL BK PHA Residu Biomassa Akumulasi PHA
Kode Isolat (g/L) (g/L) (g/L) (%)
HTI3*_3** 0,07 0,016 0,054 22,857
HTI3_5 0,09 0,009 0,081 10,000
LR3_2 0,11 0,014 0,096 12,727
KK2_1 0,09 0,004 0,086 4,444
KK4_1 0,1 0,01 0,09 10,000
HS4_1 0,06 0,01 0,05 16,667
HS4_8 0,11 0,021 0,089 19,091
KS4_1 0,06 0,013 0,047 21,667
LBT1_1 0,07 0,013 0,057 18,571
LBT1_3 0,11 0,025 0,085 22,727
Keterangan: HTI = Hutan Tanaman Industri, LR = Lahan Restorasi, KK = Kebun Karet,
HS = Hutan Sekunder, KS = Kebun Sawit, LBT = Lahan Bekas Terbakar,
*= Nomor ulangan sampel, **= Nomor isolat
medium MSM juga telah dilakukan beberapa peneliti diantaranya, Raj et al.
(2014), menggunakan bakteri dari sampel lumpur dan tanah. Hasil akumulasi
melakukan uji produksi dengan medium produksi yang sama (MSM), akumulasi
28
Penelitian Kresnawaty et al. (2014a) yang mengisolasi bakteri penghasil
PHA dari tanah tempat pembuangan sampah dan LCPKS menggunakan medium
konsentrasi 30% dan 50%. Tabel 4.3 menyajikan data berat kering sel, berat
Tabel 4.3 menunjukkan berat kering sel tertinggi dari medium yang
diperkaya dengan LCPKS 30% ditunjukan oleh isolat HTI3_5 dan LBT1_1, serta
berat kering PHA tertinggi pada isolat LBT1_1. Residu biomassa tertinggi pada
KK2_1 dan akumulasi PHA tertinggi pada isolat LBT1_3 sebesar 41,43%. Berat
kering sel, berat kering PHA, residu biomassa dan akumulasi PHA tertinggi dari
medium yang diperkaya LCPKS 50% masing-masing pada isolat HS4_1, LR3_2,
PHA tertinggi pada medium LCPKS konsentrasi 50%, artinya kondisi optimum
PHA diperoleh pada konsentrasi 50%. Hal ini serupa dengan hasil yang diperoleh
aeruginosa dan Bacillus subtilis dengan sumber karbon LCPKS 25, 50 dan 100%.
Hasil akumulasi PHA tertinggi menggunakan medium LCPKS 50% yakni sebesar
29
PHA adalah pada konsentrasi LCPKS 25-50% yang mendukung akumulasi PHA
mengalami peningkatan.
Tabel 4.3 Berat kering sel. Berat kering PHA, residu biomassa dan akumulasi
PHA dari 10 isolat uji
Konsentrasi BK SEL BK PHA Residu Biomassa Akumulasi PHA
LCPKS Kode isolat (g/L) (g/L) (g/L) (%)
HTI3*_3** 0,04 0,012 0,028 30,000
HTI3_5 0,13 0,037 0,093 28,462
LR3_2 0,06 0,015 0,045 25,000
KK2_1 0,12 0,022 0,098 18,333
KK4_1 0,08 0,013 0,067 16,250
30%
HS4_1 0,07 0,024 0,046 34,286
HS4_8 0,1 0,025 0,075 25,000
KS4_1 0,06 0,014 0,046 23,333
LBT1_1 0,13 0,043 0,087 33,077
LBT1_3 0,07 0,029 0,041 41,429
HTI3*_3** 0,31 0,069 0,241 22,258
HTI3_5 0,4 0,072 0,328 18,000
LR3_2 0,22 0,096 0,124 43,636
KK2_1 0,23 0,057 0,173 24,783
KK4_1 0,36 0,065 0,295 18,056
50%
HS4_1 0,44 0,084 0,356 19,091
HS4_8 0,17 0,079 0,091 46,471
KS4_1 0,32 0,07 0,25 21,875
LBT1_1 0,19 0,056 0,134 29,474
LBT1_3 0,4 0,092 0,308 23,000
Keterangan: HTI = Hutan Tanaman Industri, LR = Lahan Restorasi, KK = Kebun Karet,
HS = Hutan Sekunder, KS = Kebun Sawit, LBT = Lahan Bekas Terbakar, *= Nomor
ulangan sampel, **= Nomor isolat
organik dan mineral anorganik. Limbah ini mengandung karbohidrat dan gula
yang tinggi, sedangkan kandungan nitrogen sangat rendah sehingga baik untuk
media mikroba penghasil PHA. Bakteri akan menghasilkan PHA jika keadaan
30
kelebihan karbon yang ada dilingkungan akan digunakan bakteri untuk
banyak dilakukan peneliti, salah satunya oleh Kumalaningsih et al. (2011) dengan
bakteri A. latus menggunakan limbah cair tahu sebagai sumber karbon rendah
biaya. Menggunakan metode dengan dua faktor yaitu variasi konsentrasi sukrosa
(15 g/L, 20 g/L, dan 25 g/L) dan variasi waktu inkubasi (48 jam, 60 jam, dan 72
jam). Kondisi optimum untuk produksi PHA yang baik adalah konsentrasi
sukrosa 25 g/L dan waktu inkubasi 60 jam 18 menit yang menghasilkan berat
hasil isolasi sampel tanah laut menggunakan minyak jarak pagar sebagai sumber
metode fermentasi batch, PHA yang diperoleh sebanyak 0,0425 g/g sel kering
(4,25%).
beberapa isolat. Dari gambar dapat dilihat bahwa bubuk PHA yang dihasilkan
berwarna putih dan beberapa ada yang berwarna kekuningan dengan bentuk awal
31
dilakukan penggerusan. Bubuk PHA setelah penggerusan memiliki tekstur yang
A B C
Gambar 4.3 Bubuk PHA yang diekstraksi dari isolat A. LBT1_3, B. HTI3_5 C. KK4_1
Keberadaan sumber karbon sangat penting dalam sintesis PHA. Gambar 4.3
oleh medium yang diperkaya LCPKS 50%, sementara itu medium LCPKS 30%
juga menunjukkan hasil relatif tinggi jika dibandingkan dengan medium standar.
digunakan sebagai alternatif sumber karbon dengan kondisi optimum PHA pada
32
LBT1_3
LBT1_1
KS4_1
HS4_8
HS4_1
Kode Isolat
LCPKS 50%
KK4_1 LCPKS 30%
MSM
KK2_1
LR3_2
HTI3_5
HTI3_3
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
% Akumulasi PHA
jagung sebagai sumber karbon. Ketika bakteri ditumbuhkan dalam medium yang
mengandung minyak jagung berat kering sel yang didapat cukup tinggi mencapai
12,53 g/L dan mengakumulasi PHA hingga 35,63%, sehingga minyak jagung
PHA.
rendah biaya seperti dedak padi, kurma dan molase kedelai yang ditambahkan ke
PHA adalah 90,95, 82,6% dan 91,6%. Aznury et al. (2010) yang melakukan
33
penelitian terhadap R. eutropha dikultivasi dalam bioreaktor bach untuk
Aznury et al. (2010) berpendapat kandungan produksi dan bentuk PHA dari
stimulator asam lemak volatil yang dapat membentuk kopolimer poli (3-
R. eutropha dengan substrat fruktosa dan asam lemak volatil sebagai stimulator
mempunyai kandungan PHA sebesar 32,78% lebih tinggi dari pemberian substrat
glukosa dan asam lemak volatil yang menunjukkan kandungan PHA sebesar
20,19%.
34
V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
lahan restorasi, kebun karet, hutan sekunder, kebun sawit dan lahan bekas terbakar
yang menunjukkan hasil serapan baik pada koloni terhadap pewarnaan suddan
HS4_8, KS4_1, LBT1-1 dan LBT1-3. Akumulasi PHA tertinggi sebesar 46,47%
dari isolat HS4_8 menggunakan medium yang diperkaya LCPKS 50%. LCPKS
dapat digunakan sebagai alternatif sumber karbon optimasi PHA dengan rentang
konsentrasi 30-50%. Akan tetapi konsentrasi 50% mampu memicu produksi PHA
lebih tinggi.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjut purifikasi dari 10 isolat uji dan dianalisis
kuantitatif.
35
DAFTAR PUSTAKA
Ahmann D dan Dorgan JR. 2007. Bioenginering for pollution prevention thought
development of biobased energy and materials state of the science report.
Washington. EPA/600/R/-07/028: 76-78.
Asranudin SR. (2014). Efek penambahan PEG 400 pada plastik PHA yang
diproduksi dari Ralstonia pickettii. Prosiding Seminar Nasional Kimia,
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014.
Surabaya: Jurusan Kimia Universitas Negeri Surabaya.
Bhuwal AK, Singh G, Aggarwal NK, Goyal V dan Yadav A. 2013. Isolation and
screening of polyhydroxyalkanoates producing bacteria from pulp, paper,
and cardboard industry wastes. International Journal of Biomaterial.
2013:10 halaman
Chaudhry, WN, Jamil N, Ali I, Ayaz MH dan Hasnain S. 2010. Screening for
polyhydroxyalkanoate (PHA)-producing bacterial strains and comparison of
PHA production from various inexpensive carbon sources. Ann Microbiol.
61: 623–629.
Desouky SE, El-Shiekh HH, Elabd MA dan Shehab AM. 2014. Screening,
optimization and extraction of polyhydroxyalkanoates (PHAs) from
Bacillus thuringienesis. Journal of Advances in Biology & Biotechnology.
1(1): 40-54.
36
Dion, P dan Nautiyal, CS. 2008. Microbiology of Extreme Soils. Soil Biology 13.
Berlin. Springer-Verlag Heidelberg.
Du G, Chen J, Yu J, dan Lun S. 2001. Produksi berkelanjutan poli-3-
hidroksibutirat oleh Ralstonia eutropha dalam sistem budaya dua tahap.
Jurnal Bioteknologi. 88 (1): 59–65.
Fachry AR dan Sartika A. 2012. Pemanfaatan limbah kulit udang dan limbah kulit
ari singkong sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradable. Jurnal
Teknik Kimia. 18 (3) : 1-9.
Gatea IH, Abbas AS, Abid AG, Halob AA, Maied SK dan Abidali AS. 2018.
Isolation and characterization of Pseudomonas putida producing bioplastic
(polyhydroxyalkanoate) from vegetable oil wastes. Pak. J. Biotechnol. 15
(2) :469-473.
Kartika S dan Arif S. 2018. Pengaruh penambahan limbah plastik pada campuran
laston (AC-WC) terhadap karakteristik marshall. Di dalam: Prosiding
Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018; ITN
Malang,3 Februari 2018. Teknik Sipil: Universitas Islam Lamongan.
Kresnawaty I, Prakoso HT, Eris DD dan Mulyatni AS. 2014a. Penapisan bakteri
penghasil bioplastik polihidroksi alkanoat dari tanah tempat pembuangan
sampah dan limbah cair pabrik kelapa sawit. Menara Perkebunan. 82(2):
25-31.
Kresnawaty I, Mulyatni AS, Eris DD dan Prakoso HT. 2014b. Karakterisasi PHA
yang dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus subtilis yang
ditumbuhkan dalam media limbah cair pabrik kelapa sawit. Menara
Perkebunan. 82(2): 57-63.
37
Kustarianingsih, IW dan Nawfa R. 2015. Produksi polihidroksialkanoat oleh
bakteri Ralstonia pickettii dengan fruktosa sebagai sumber karbon. Jurnal
sains dan seni ITS. 4(.2): 2337-3520.
Nurjana dan Ahmad F. 2010. Penentuan bakteri sulfat reducing bacteria (SRB)
dan sulfur oxidazing bacteria (SOB) dengan menggunakan pelarut yang
berbeda. Media Akuakultur. 5 (1): 47-50.
Pujawati PSA dan Nawfa R. 2016. Studi produksi plastik pha dengan pengaruh
penggunaan media minimal cair dan glukosa oleh Ralstonia pickettii. Jurnal
sains dan seni ITS. 5(1) :2337-3520.
Raj A, Ibrahim V, Devi M, Sekar KV, Yogesh BJ dan Bharathi S. 2014.
Screening, optimization and characterization of poly hydroxy alkanoates
(pha) produced from microbial isolates. International journal of current
microbiology and applied science. 3(4): 785-790.
38
Raza AR, Abid S dan Banat IM. 2017. Polyhydroxyalkanoates: characteristics,
production, recent developments and applications. International
Biodeterioration & Biodegradation (126): 45-56.
Sari, DR. 2017. Studi pemanfaatan lumpur sebagai sumber alternatif energi
dengan menggunakan microbial fuel cells (MFCs) [Repository]. Surabaya.
Institut Teknologi Sepuluh November.
Tan GY, Chen CL, Li L, Ge L, Wang L, Razaad I dan Wang JY. 2014. Start a
research on biopolymer polyhydroxyalkanoate (PHA): a review. Polymers.
6(3): 706-754.
Wahyudi J, Prayitno HT, Astuti AD. 2018. Pemanfaatan limbah plastik sebagai
bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif. Jurnal Litbang. XIV(1): 58-
67.
39
Walhi Riau. 2018. Refleksi 2018 dan harapan 2019 menuju keadilan ekologis di
Provinsi Riau. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah
Riau. Pekanbaru: WALHI Riau.
40