Anda di halaman 1dari 27

BAHAN UJIAN : SEMINAR PROPOSAL SKRIPSI

JURUSAN : KEHUTANAN
PEMINATAN : TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS : PERTANIAN
HARI/TANGGAL : Jum’at / 8 Oktober 2021
WAKTU/TEMPAT : 09.10 WIB /

KARAKTERISTIK BRIKET ARANG DARI BIOMASSA


TUMBUHAN INVASIF DI PT. RESTORASI
EKOSISTEM INDONESIA

Pemrasaran
Muhammad Kholidi

Dosen Pembimbing:
1. Ir. Albayudi, S.Hut., M.Si., I.PM
2. Jauhar Khabibi, S.Hut., M.Si

Pembahas Utama
1.Tipani Najwa (L1A117094)
2. Fadiya Moudy Gustia (L1A118018)
3. Feby Savva Kharisma (L1A118009)
4. Ika Yuliandari (L1A118089)

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KARAKTERISTIK BRIKET ARANG DARI BIOMASSA
TUMBUHAN INVASIF DI PT. RESTORASI
EKOSISTEM INDONESIA

MUHAMMAD KHOLIDI

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha esa, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah penulis sudah dapat menyelesaikan
penulisan proposal penelitian yang berjudul “KARAKTERISTIK BRIKET
ARANG DARI BIOMASSA TUMBUHAN INVASIF DI PT. RESTORASI
EKOSISTEM INDONESIA”. Adapun tujuan dari penulisan proposal ini adalah
untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi tingkat sarjana di
Program Studi Kehutanan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Jambi.
Pada kesempatan yang berbahagia ini juga, penulis ingin mengucapkan
ribuan terima kasih kepada Bapak Ir. Albayudi, S.Hut., M.Si., I.PM selaku dosen
pembimbing I dan Bapak Jauhar Khabibi, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing
II yang sudah banyak memberikan masukan, bimbingan, arahan, kritik, dan juga
saran yang sangat bermanfaat untuk penulis dalam membantu menyelesaikan
proposal penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan maupun dari
segi penulisannya. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan oleh penulis demi menyempurnakan proposal penelitian ini. Dan
untuk kedepannya penulis sangat berharap proposal penelitian ini dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat dan pihak-pihak yang memerlukan. Akhir
kata penulis mengucapkan ribuan terima kasih.

Jambi, April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .............. ...................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.4 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4
2.1 Klasifikasi Akasia (Acacia mangium) ................................................ 4
2.2 Klasifikasi Bambu (Schizostachyum zollingeri) ................................. 4
2.3 Klasifikasi Jambu Eropa (Bellucia pentamera) .................................. 5
2.4 Briket Arang ........................................................................................ 5
2.5 Perekat Tapioka................................................................................... 6
2.6 Pembuatan Briket Arang ..................................................................... 6
2.7 Kualitas Briket Arang……………………………………………….. 8
2.8 Standar Kualitas Briket Arang………………………………………. 12
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 13
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................. 13
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 14
3.3 Rancangan Percobaan.………………………………………………. 15
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 15
3.4.1 Cara Kerja Penelitian ....................................................................... 15
3.4.2 Pengujian Briket Arang…………………………………………… 17
3.5 Analisis Data ....................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Klasifikasi Akasia mangium (Acacia mangium) ......................................... 4


2. Klasifikasi Bambu (Schizostachyum zollingeri).......................................... 5
3. Klasifikasi Jambu Eropa (Bellucia pentamera)........................................... 5

iii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan energi di Indonesia saat ini masih sangat bergantung pada bahan
bakar minyak, untuk rumah tangga sebagian besar kebutuhan energinya
mengandalkan minyak bumi dan gas elpiji. Oleh karena itu, usaha untuk mencari
bahan bakar alternatif yang dapat diperbarui (renewable), ramah lingkungan dan
bernilai ekonomis, semakin banyak dilakukan.
Pengembangan alternatif bahan bakar terus dilakukan, salah satunya bahan
bakar alternatif yaitu briket arang. Briket arang adalah arang yang diolah lebih
lanjut menjadi bentuk briket (penampilan dan kemasan yang menarik) yang
digunakan untuk keperluan energi sehari-hari (Pari, 2002).
PT. Restorasi Ekosistem Hutan atau yang disebut Hutan Harapan
merupakan unit pengelolaan berbasis restorasi ekosistem yang dikelola oleh PT.
Restorasi Ekosistem Hutan di wilayah Provinsi Jambi (Kabupaten Batanghari dan
Sarolangun) seluas 47.752 dan di wilayah Sumatera Selatan (Kabupaten Musi
Banyuasin) seluas 50.260 ha. Saat ini keberadaan tumbuhan invasif dalam
kawasan kelola PT. Restorasi Ekosistem Indonesia dianggap tidak sejalan dengan
salah satu misi PT. Restorasi Ekosistem Indonesia sebagai pemulihan ekosistem
hutan (santoso dan gemita, 2020). Tumbuhan invasif adalah tumbuhan yang
memperoleh keuntungan kompetitif setelah hilangnya kendala alamiah terhadap
perbanyakannya yang memungkinkan jenis itu menyebar cepat untuk
mendominasi daerah baru dalam ekosistem dimana jenis itu dominan (Vale’ry et
al., 2008). PT. Restorasi Ekosistem Hutan saat ini ingin membuat uji coba
pembuatan briket arang yang terbuat dari tumbuhan invasif yang berada di
kawasan areal tersebut.
Berdasarkan laporan penelitian di PT. Restorasi Ekosistem Hutan dan
Styawati et al., (2015) menyatakan bahwa jenis tumbuhan akasia mangium
(Acacia mangium), bambu (Schizostachyum zollingeri) dan jambu eropa (Bellucia
pentamera) merupakan jenis invasif di kawasan PT. Restorasi Ekosistem Hutan.
Menurut Syafii (1996), di antara biomasa yang terdapat di muka bumi, persentase
terbesar adalah biomasa dalam bentuk kayu atau hutan, dimana biomasa yang

1
dihasilkan sekitar 90 milyar ton per tahun. Pada saat ini cadangan sumber energi
fosil yang paling banyak dimanfaatkan manusia semakin menipis. Melihat
kenyataan ini manusia mulai menggunakan sumber energi yang berasal dari kayu
maupun bagian tumbuhan lain, termasuk limbah di hutan sebagai salah satu
sumber energi yang digunakan untuk berbagai keperluan hidup. Salah satu
pemanfaat yang bisa digunakan adalah menjadikannya briket arang.
Briket arang dapat memberikan berbagai keuntungan karena merupakan
bahan bakar yang dapat diperbaharui serta bentuk dan ukuran briket arang dapat
disesuaikan dengan keperluan (Ristianingsih et al., 2009). Penggunaan briket
yang paling besar saat ini adalah sebagai bahan bakar barbeque dan asapnya
sebagai sishaa (Anggoro et al., 2009). Briket arang dapat mendukung pemenuhan
kebutuhan energi untuk manusia, membuka lapangan pekerjaan, serta emisi briket
arang lebih ramah lingkungan (Sani, 2009).
Berdasarkan uraian diatas Studi ini diharapkan dapat mengungkap potensi
tumbuhan invasif sehingga dapat dikembangkan alternatif pemanfaatan sebagai
sumber bahan bakar serta kemungkinan pengembangannya di masa depan,
sehingga penulis tertarik untuk membuat judul penelitian tentang “Pembuatan
dan Pengujian Kualitas Briket Arang dari Biomassa Tumbuhan Invasif Di
PT. Restorasi Ekosistem Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah


Uraian yang dikemukakan di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk
merumuskan pertayaan:
1. Bagaimana kaitan sifat dasar bahan dari 3 jenis tumbuhan invasif yaitu akasia
mangium (Acacia mangium), bambu (Schizostachyum zollingeri) dan jambu
eropa (Bellucia pentamera) sebagai briket arang.
2. Bagaimana kualitas briket arang dari 3 jenis tumbuhan invasif yaitu akasia
mangium (Acacia mangium), bambu (Schizostachyum zollingeri) dan jambu
eropa (Bellucia pentamera).

2
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menentukan salah satu dari tiga jenis tumbuhan invasif yaitu akasia mangium
(Acacia mangium), bambu (Schizostachyum zollingeri) dan jambu eropa
(Bellucia pentamera) yang menghasilkan kualitas briket arang terbaik.
2. Menganalisis kualitas briket arang dari 3 jenis tumbuhan invasif yaitu, akasia
mangium (Acacia mangium), bambu (Schizostachyum zollingeri) dan jambu
eropa (Bellucia pentamera).

1.4 Hipotesis Penelitian


1. Tumbuhan invasif yaitu, akasia mangium (Acacia mangium), bambu
(Schizostachyum zollingeri) dan jambu eropa (Bellucia pentamera) memiliki
nilai kualitas briket arang yang berbeda hal ini di karenakan perbedaan sifat
dasar fisik dan kimia suatu tumbuhan yang berpengaruh terhadap kualitas
briket arang.
2. Kualitas briket arang yang paling baik dan memenuhi standar adalah arang
aktif yang dibuat dari bahan kayu akasia, kemudian bambu dan jambu eropa.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat, pemerintah dan pihak swasta tentang pemanfaatan jenis tumbuhan
invasif yaitu, akasia mangium (Acacia mangium), bambu (Schizostachyum
zollingeri) dan jambu eropa (Bellucia pentamera) yang dapat dijadikan briket
arang.
Mengetahui kualitas briket arang dengan uji fisik dan uji sifat kimia dari 3
jenis tumbuhan invasif yaitu akasia mangium (Acacia mangium), bambu
(Schizostachyum zollingeri) dan jambu eropa (Bellucia pentamera). Serta tentang
manfaat briket arang sebagai alternatif dan dokumen pertimbangan terkait
pengelolaan tanaman invasif di PT. Restorasi Ekosistem Indonesia.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Akasia Mangium (Acacia mangium)


Tanaman akasia memiliki susunan taksonomi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Acacia
Spesies : Acacia mangium Willd. (Krisnawati et al, 2011).

Gambar 1. Akasia mangium (Akacia mangium)


Sumber : Foto google

2.2 Klasifikasi Bambu (Schizostachyum zollingeri)


Tanaman bambu memiliki taksonomi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivis : Angiospermae
Kelas : Monokotiledoneae
Ordo : Graminales
Famili : Gramineae
Subfamili : Bambusoideae
Genus : Schizostachyum
Spesies : Schizostachyum zollingeri

4
Gambar 2. Bambu (Schizostachyum zollingeri)
Sumber : Foto google

2.3 Klasifikasi Jambu Eropa (Bellucia pentamera)


Tanaman jambu eropa memiliki taksonomi sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Melastomataceae
Genus : Bellucia
Spesies : Bellucia pentamera

Gambar 3. Jambu eropa (Bellucia pentamera)


Sumber : Foto google

2.4 Briket Arang


Menurut Hartoyo dan Rohadi (1978) dalam Capah (2007), briket arang
adalah arang kayu yang diubah bentuk, ukuran, dan kerapatannya dengan cara
mengempa campuranserbuk dengan perekat. Bahan baku yang digunakan untuk
pembuatan briket adalah arang kayu atau kayu yang berukuran kecil.
Arang dalam bentuk briket memiliki kelebihan dibandingkan dalam bentuk
arang, menurut Hendra (1999) dalam Capah (2007) keuntungan dari briket arang
adalah sebagai berikut :

5
1. Memperbesar rendemen pada pembuatan arang karena arang yang diperoleh
dapat digunakan dalam pembuatan briket arang.
2. Bentuknya seragam, lebih padat atau memperkecil tempat penyimpanan dan
transportasi.
3. Kualitas pembakaran lebih baik apabila digunakan tambahan yang sesuai.
4. Lebih menguntungkan karena pada umumnya 40% terdiri dari bahan baku
arang yang nilainya lebih rendah dari arang.
5. Bahan baku tidak terikat pada satu jenis kayu, hampir segala jenis kayu dapat
digunakan sebagai pembuatan briket arang.

2.5 Perekat Tapioka


Perekat tapioka umum digunakan sebagai bahan perekat pada briket arang
karena banyak terdapat di pasaran dan harganya relatif murah. Perekat ini dalam
penggunaannya menimbulkan asap yang relative sedikit dibandingkan bahan
lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket arang dengan tepung kanji
sebagai bahan perekat akan sedikit menurunkan nilai kalornya bila dibandingkan
dengan nilai kalor kayu dalam bentuk aslinya (Sudrajat dan Soleh, 1994 dalam
Capah, 2007).
Menurut Triono (2006) kadar perekat dalam briket arang tidak terlalu
tinggi karena dapat mengakibatkan penurunan mutu briket arang yang sering
menimbulkan banyak asap. Kadar perekat yang digunakan umumnya tidak lebih
dari 5%.
Tabel 1. Komposisi bahan perekat dalam pembuatan arang aktif PT. Reki.
No. Komposisi Jumlah (%)
1 Air 8-9
2 Proton 0,3-1,0
3 Lemak 0,1-0,4
4 Abu 0,1-0,8
5 Serat Kasar 81-89

2.6 Pembuatan Briket Arang


Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan briket arang umumnya yang
berukuran kecil yang diperoleh dari limbah penggergajian atau dari limbah

6
pertanian. Berbeda dengan pembuatan arang yang memerlukan kayu dengan
diameter sedikitnya 5 cm, briket arang dapat dibuat dari kayu atau limbah
pertanian (bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa) dari berbagai bentuk dan
ukuran arang yaitu pembuatan serbuk arang, pencampuran serbuk arang dengan
perekat, pengepaan dan pengeringan (Triono 2006).
1. Pembuatan Serbuk Arang
Arang yang digunakan harus cukup halus untuk dapat membentuk briket
yang baik. Ukuran serbuk arang dapat mempengaruhi terhadap keteguhan tekan
dan kecepatan pembakaran, selain itu ukuran partiket arang yang terlalu besar
akan sukar pada waktu dilakukan perekatan, sehingga mengurangi keteguhan
tekan briket arang yang dihasilkan. Sebaiknya serbuk arang yang akan digunakan
digiling dan disaring untuk memperoleh ukuran 20-40 mesh. Pencampuran serbuk
arang yang lebih halus dari 40 mesh dapat dilakukan asal proporsinya tidak lebih
dari 30 persen volume. Perbedaan serbuk arang berpengaruh terhadap keteguhan
tekan dan kerapatan briket arang. Dalam hal penggunaan ukuran serbuk arang
diperoleh kecendrungan bahwa makin tinggi ukuran serbuk makin tinggi pula
kerapatan dan keteguhan tekan briket (Triono 2006).
2. Pencampuran Serbuk Arang dengan Perekat
Pencampuran serbuk arang dengan perekat mempunyai tujuan untuk
memberikan lapisan tipis dari perekat pada permukaan partiket arang. Tahapan ini
merupakan tahapan penting untuk menentukan mutu briket yang dihasilkan.
Campuran yang dibuat tergantung pada ukuran sebuk arang, macam perekat,
jumlah perekat, dan tekanan pengempaan yang dilakukan (Suryani 1986). Ada
beberapan bahan yang dapat digunakan sebagai perekat yaitu pati, “Clay”, molase,
resin tumbuhan, pupuk hewan dan tar. Perekat yang baik digunakan sebaiknya
yang mempunyai bau yang baik bila dibakar, kemampuan merekat yang baik,
harganya murah, dan mudah didapat (Suryani 1986). Menurut Hartoyo dan
Roliady (1978) ditinjau dari macam perekat yang digunakan maka produk yang
dihasilkan dapat dibedakan antara briket arang yang tidak berasap atau kurang
berasap dan yang berasap. Pemakaian tar, pith, dan molase sebagai bahan perekat
menghasilkan briket yang tinggi kekuatannya, tetapi memberikan banyak asap
jika dibakar. Bahan perekat pati, dekstrin dan tepung beras akan menghasilakn

7
briket arang yang tidak berasap dan tahan lama, tetapi nilai kalornya tidak setinggi
nilai arang kayu.
3. Pengempaan
Menurut Triono (2006) pengempaan dalam pembuatan briket dapat
dilakukan dengan alat pengepres tipe compression atau extrusion. Tekanan yang
diberikan untuk pembentukan briket arang dibedakan menjadi dua cara yaitu
melampau batas elastisitas bahan baku sehingga struktur sel akan runtuh dan
belum melampau batas elastisitas bahan baku. Menurut pari et al (1990) pada
umumnya, semakin tinggi tekanan yang diberikan akan memberikan
kecendrungan menghasilkan briket arang dengan kerapatan dan keteguhan tekan
yang semakin tinggi pula.
4. Pengeringan
Menurut Triono (2006) briket yang dihasilkan setelah pengempaan masih
mengandung air yang cukup tinggi (sekitar 50%) oleh karena itu perlu dilakukan
pengeringan yang dapat dilakukan dengan berbagai macam alat pengeringan
seperti kiln, oven, atau dengan penjemuran secara alami (sinar matahari). Suhu
pengeringan yang umum dilakukan adalah sebesar 600°C selama 24 jam dengan
menggunakan oven. Tujuan dari pengeringan adalah agar mendapatkan arang
yang kering dengan kadar air yang dapat disesuaikan dengan briket yang berlaku.

2.7 Kualitas Briket Arang


Kualitas dari sebuah briket dapat dilihat melalui analisa baik, analisa secara
fisik maupun analisa secara kimia. Analisa secara fisik dimaksudkan untuk
mengetahui kualitas briket secara langsung berdasarkan sifat-sifat fisik dari briket
itu sendiri, sedangkan analisa secara kimia dilakukan agar dapat diketahui
kandungan zat yang terdapat di dalam briket beserta dengan kadar kandungan zat
tersebut (D.A. Himawanto et al., 2003).
1. Analisis Secara Fisik
Dalam analisa briket secara fisik, terdapat beberapa hal yang dapat
mempengaruhi kualitas dari briket yang telah dibuat, yaitu:
a. Kuat tekan briket, untuk mengetahui keteguhan briket terhadap tekanan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat uji tekan (force gauge). Uji kuat tekan
briket dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan briket dalam

8
menahan beban dengan tekanan tertentu. Tingkat kekuatan tersebut diketahui
ketika briket tidak mampu menahan beban lagi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Santosa et al. (2010), dari pembuatan biobriket dengan variasi
komposisi bahan baku, yaitu kotoran sapi dan limbah pertanian (sekam, jerami,
dan tempurung kelapa) dan menggunakan perekat berupa tapioka sebanyak
30% dari berat adonan biobriket. Diperoleh hasil uji kuat tekan terendah
sebesar 15,42 N/cm² pada variasi komposisi kotoran sapi : limbah pertanian =
1:1 dan nilai kuat tekan tertinggi sebesar 25,52 N/cm² pada variasi komposisi
kotoran sapi : limbah pertanian = 1:3. Hal ini menjelaskan bahwa penambahan
jumlah bahan limbah pertanian mempengaruhi nilai kuat tekan briket. Hal ini
disebabkan karena penggunaan limbah pertanian sebagai campuran briket
dengan jumlah yang banyak menyebabkan kerapatan partikel pada briket
semakin tinggi, sehingga kuat tekan briket tersebut semakin tinggi. Semakin
tinggi nilai kuat tekan briket, maka daya tahan briket semakin baik.
b. Lama penyalaan briket, dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang
dibutuhkan briket agar dapat habis sampai menjadi abu. Pengujian lama nyala
api dilakukan dengan cara briket dibakar seperti pembakaran terhadap arang,
namun pembakaran ini dilakukan hingga terbentuk pembakaran sempurna yang
menghasilkan abu.
c. Berat jenis, merupakan salah satu sifat fisika hidrokarbon yang dalam Teknik
Perminyakan umumnya dinyatakan dalam Specific Gravity (SG) atau dengan
ºAPI. Specific Gravity (SG) didefinisikan sebagai perbandingan antara densitas
minyak dengan densitas air yang diukur pada tekanan dan temperatur standart
(60 ºF dan 14,7 psia). Berat jenis zat padat dapat ditentukan secara langsung
dengan menggunakan piknometer.
2. Analisis Kimia
Analisa kimia ini dikenal dengan analisa proksimat (proximate analysis) dan
analisa ultimat (ultimate analysis). Dalam kedua analisa tersebut, terdapat pula
hal-hal yang mempengaruhi kualitas dari sebuah briket yaitu:
A. Kandungan Air (moisture)
Ada dua macam kandungan air (moisture) yang terdapat dalam briket, yaitu
(Retta Ria Purnama et al., 2012):

9
a. Free moisture (uap air bebas), free moisture ini dapat hilang dengan
penguapan, misalnya dengan air-drying.
b. Inherent moisture (uap air terikat), kandungan inherent moisture dapat
ditentukan dengan memanaskan briket antara temperatur 104 – 110 0C di
dalam oven selama satu jam.
Dalam suatu penelitian yang dilakukan Takiyah Salim et al. (2011),
dilakukan analisa kandungan air terikat (inherent moisture) terhadap biobriket
yang diperoleh dari bahan baku berupa limbah biji jarak pagar, sekam, kulit jarak
dan tempurung kelapa serta tapioka sebagai perekat (untuk semua jenis bahan).
Kadar air yang paling tinggi dihasilkan oleh briket limbah biji jarak yaitu 11,20%
dan kadar air yang paling rendah dihasilkan oleh briket tempurung kelapa yaitu
8,00%. Kadar air berpengaruh besar terhadap panas yang dihasilkan. Pada kadar
air yang tinggi akan menyulitkan dalam penyalaan, menimbulkan asap dan
menyebabkan panas yang dihasilkan berkurang.

B. Kandungan Abu (ash)


Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan
jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat
yang tinggal ini disebut abu. Salah satu penyusun abu adalah silika, pengaruhnya
kurang baik terhadap nilai kalor briket arang yang dihasilkan dan kadar abu yang
tinggi akan mempersulit proses penyalaan. Abu briket berasal 22 dari clay, pasir
dan bermacam-macam zat mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang
tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak (Adi Candra
Brades et al., 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mislaini R. et al. (2010), dari
pembuatan biobriket dengan variasi komposisi bahan baku, yaitu kotoran sapi dan
limbah pertanian (sekam, jerami, dan tempurung kelapa) dan menggunakan
perekat berupa tapioka sebanyak 30% dari berat adonan biobriket. Diperoleh nilai
kadar abu terendah sebesar 7,10 % untuk variasi komposisi kotoran sapi : limbah
pertanian = 1:3, sedangkan nilai kadar abu tertinggi yaitu 11,75 % untuk variasi
komposisi kotoran sapi : limbah pertanian = 1:1. Dari data tersebut, terlihat bahwa
semakin banyak penambahan limbah pertanian dalam komposisi, maka nilai kadar
abu briket yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan bahan dari

10
limbah pertanian telah mengalami proses karbonisasi sehingga kandungan yang
terdapat dalam bahan banyak yang terbuang.
C. Kandungan Zat Terbang (Volatile matter)
Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hidrogen (H2),
karbon monoksida (CO), dan metana (CH4), tetapi kadang-kadang terdapat juga
gas-gas yang tidak terbakar seperti CO2 dan H2O. Volatile matter adalah bagian
dari briket yang akan berubah menjadi zat yang terbang atau menguap (produk)
bila briket tersebut dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih kurang 950 0C. Untuk
kadar volatile matter ± 40% pada pembakaran akan memperoleh nyala yang
panjang dan akan memberikan asap yang banyak. Sedangkan untuk kadar volatile
matter rendah antara 15 – 25% lebih disenangi dalam pemakaian karena asap yang
dihasilkan sedikit (J. Pranata, 2007).

D. Kandungan Karbon Tertambat (Fixed Carbon)


Persentase fixed carbon pada biobriket dapat diperoleh dengan mengurangi
100 dari jumlah inherent moisture, volatile matter dan ash. Nilai Kalor Nilai kalor
dinyatakan sebagai heating value, merupakan suatu parameter yang penting dari
suatu thermal coal. Gross calorific value diperoleh dengan membakar suatu
sampel briket didalam bomb calorimeter dengan mengembalikan sistem ke
ambient temperatur. Net calorific value biasanya antara 93-97 % dari gross value
dan tergantung dari kandungan inherent moisture serta kandungan hidrogen dalam
briket (A. Jupar, 2013).
Menurut Ade Kurniawan (2013) dalam penelitiannya tentang pembuatan
biobriket dari buah bintaro dan bambu betung dengan perekat tapioka. Diperoleh
hasil analisa nilai kalor tertinggi pada variasi komposisi buah bintaro:bambu
betung = 30:70 serta suhu karbonisasi 450 0C yaitu 7030,5 kal/gr dan nilai kalor
terendah pada variasi komposisi buah bintaro:bambu betung = 40:60 serta suhu
karbonisasi 350 oC yaitu 6095,7 kal/gr. Dari data tersebut, diketahui bahwa
semakin tinggi suhu karbonisasi maka nilai kalor akan semakin meningkat juga.
Hal ini disebabkan karena dengan semakin tingginya suhu dalam proses
karbonisasi maka kadar fixed carbon dalam arang semakin meningkat sedangkan
kadar airnya akan semakin berkurang sehingga nilai kalor dari briket bioarang
akan semakin meningkat juga. Selain itu juga, dengan berbedanya komposisi

11
bahan baku pada proses pembuatan briket, maka akan berpengaruh juga terhadap
nilai kalornya. Dari ketiga komposisi bahan baku yang digunakan maka dapat
dilihat bahwa briket dengan komposisi 30:70 pada suhu 450 oC memiliki nilai
kalor yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang lain. Hal ini disebabkan
karena kandungan karbon pada bambu betung lebih banyak bila dibandingkan
dengan buah bintaro.

2.8 Standar Kualitas Briket Arang


Maryono et al. (2013) menyatakan bahwa, mutu briket yang baik adalah
briket yang memenuhi standar, sehingga dapat digunakan sesuai keperluannya.
Sifat-sifat penting dari briket yang mempengaruhi kualitas bahan bakar adalah
sifat fisis meliputi kadar air, kerapatan dan keteguhan tekan serta sifat kimia
meliputi kadar abu, kadar zat menguap, kadar karbon terikat dan nilai kalor. Kadar
air, kadar abu dan kadar zat menguap diharapkan serendah mungkin, sedangkan
kerapatan, keteguhan tekan, kadar karbon terikat dan nilai kalor diharapkan
setinggi mungkin. Standar kualitas briket arang tersebut dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Standar kualitas briket arang Indonesia
Standar Kualitas Briket Arang
Karakteristik Briket Arang
Standar Nasional Indonesia (SNI)
Kadar air (%) 8
Kerapatan (g/cm3) 0,4407
Keteguhan tekan (kg/cm2) 0,46
Kadar abu (%) 5,51
Kadar zat menguap (%) 16,14
Kadar karbon terikat (%) 78,35
Nilai kalor (kal/g) 5000

12
III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan November 2021-
Februari 2022 di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Jurusan Kehutanan,
Universitas Jambi (persiapan alat dan bahan serta pembuatan briket arang),
Laboratorium Terpadu Universitas Jambi (uji kadar air, uji kadar abu, uji kadar
zat menguap, uji kadar karbon terikat, uji kerapatan, uji nilai kalor), Laboratorium
Rekayasa dan Desain Bangunan Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor (uji keteguhan tekan) dan PT. Restorasi Ekosistem
Indonesia (pengambilan bahan).

Tabel 3. Rencana kegiatan penelitian.


Jadwal Kegeiatan

Desember
No Kegiatan November2021 Januari 2022 Februari 2022
2021

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyiapan
1 laporan
penelitian

Penyiapan alat
2
dan bahan

Persiapan bahan
3
baku

Pengujian briket
4
arang

5 Analisi data

Laporan Akhir
6
pebelitiab

13
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pengujian ini meliputi :
Tabel 4. Alat yang digunakan
No. Alat Kegunaan
1 Klin drum Mengarangkan bahan
2 Tungku drum Pembakaran kayu
3 Lesung Menghaluskan arang
4 Saringan 45/60 mesh Mem-filter serbuk arang
5 Timbangan analitik Menghitung berat bahan
6 Kantong plastik Penyimpanan arang
7 Gelas ukur Mengukur air campuran perekat
8 Hidrolik manual Mencetak briket
9 Baki, penjepit, jangka sorong Menghitung dimensi briket
10 Mortar, alumunium foil dan Pengeringan briket, uji kadar air, kadar
oven zat menguap, dan kerapatan briket
11 Cawan porselin/cawan abu dan Uji kadar abu
tanur listrik
12 Universal Testing Machine Uji keteguhan tekan
(Instron)
13 Calorimeter Combustion Uji nilai kalor
Bomb
14 Alat tulis Mencatat
15 Thermo gun Alat menghitung suhu
17 Kompor dan gas Membuat tepung tapioka dan untuk klin
drum

Table 5. Bahan yang digunakan


No. Bahan Jumlah
1 Akasia 4 kg
2 Bambu 4 kg
3 Jambu eropa 4 kg
4 Tepung tapioka 250 g
5 Aquades 2000 ml

14
3.3 Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak


lengkap (RAL) satu faktorial yaitu perbedaan komposisi bahan baku dengan 3
taraf perlakuan. Masing-masing perlakuan diuji dengan 5 kali ulangan. Perlakuan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. KA = Kayu akasia (100%)
2. JE = Jambu eropa (100%)
3. B = Bambu (100%)

Rumus matematis rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut:


Yij = µ + Ti + ɛij
Keterangan:
Yij : Nilai pengamatan komposisi bahan baku ke-i dan ulangan ke-j
µ : Rata-rata pengamatan
Ti : Pengaruh komposisi bahan baku (i = 1,2,3)
ɛij : Galat percobaan (j = 1,2,3,4,5)
3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Cara Kerja Penelitian


Pembuatan briket arang dengan proses karbonisasi:
1. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang disiapkan adalah batang basah akasia, batang bambu, dan
batang jambu eropa. Bahan tersebut dikumpulkan dan dibersihkan agar terjaga
standar kehomogenan. Kriteria batang yang digunakan untuk sampel adalah
pohon yang berumur lebih dari 1,5 tahun, berat lebih dari 1 kg, diameter 5-7 cm
yang di ambil pada daerah bekas terbakar yang mengalami suksesi. Cara
penggunaan batang basah tersebut dipotong lebih kecil agar mempermudah
penataan saat pengarangan dan menghasilkan volume pengarangan lebih banyak
untuk karbonisasi. Karbonisasi adalah proses pengarangan bahan sehingga dapat
meningkatkan kadar emisi bahan. Selain itu, proses karbonisasi diperlukan untuk
menurunkan kadar zat menguap yang berpengaruh terhadap laju pembakaran yang
dihasilkan.

15
2. Proses Karbonisasi
Pada proses karbonisasi untuk bahan baku dikarbonisasi dengan
menggunakan tungku. Kayu akasia, bambu dan jambu eropa dibakar sampai
menjadi arang. Kayu akasia, bambu dan jambu eropa yang sudah menjadi arang
dimasukkan ke dalam klim drum/pirolisis. Klin drum/Pirolisis merupakan alat
yang digunakan untuk proses pengarangan. Proses pengarangan tersebut
berlangsung selama 3 jam. Proses pengarangan dianggap selesai saat keluar asap
putih pekat yang dikeluarkan dari klin drum dan selanjutnya diangin-anginkan.
3. Penumbukan Arang
Proses penumbukan arang dilakukan dengan menggunakan lesung. Hasil
dari penumbukan arang kemudian diayak dengan ukuran 45/60 mesh. Pemilihan
pengemesan bahan baku ini sesuai dengan penelitian (Santoso, 2010) untuk
ukuran mesh tempurung kelapa dan serbuk jati. Ukuran serbuk dari kayu akasia,
bambu dan jambu eropa mempengaruhi kekuatan mekanis dan lama pembakaran
briket arang. Semakin kecil partikel dengan tekanan pengepresan yang tinggi akan
menghasilkan kekompakan yang tinggi.

4. Pembuatan Perekat
Bahan baku perekat yang digunakan dalam pembuatan briket arang adalah
campuran dari tepung tapioka dan air. Pembuatan perekat berupa larutan tepung
tapioka dilakukan dengan air menggunakan perbandingan 1:16 (Febrianto et al.,
2013). Campuran ini kemudian dipanaskan sampai matang ditandai dengan
perubahan warna campuran dari putih menjadi keruh menjadi bening.
5. Pembuatan Adonan
Bahan baku yang telah disaring lalu dicampur dengan perekat tepung
tapioka sebanyak 5% dari berat adonan briket sampai membentuk semacam
adonan yang cukup kering. Semakin banyak perekat yang digunakan, maka briket
lebih kuat dan tahan pecah (Santoso, 2010).
6. Pencetakan Briket
Bahan baku yang telah dicampur dimasukkan ke dalam alat hidrolik manual
yang berbentuk lingkaran, kemudian dilakukan pengepresan.

16
7. Pengeringan
Briket yang selesai cetak kemudian diangin-anginkan terlebih dahulu di
udara selama 24 jam. Selanjutnya dikeringkan di dalam oven dengan suhu 600
selama 24 jam (Mustakim, 2009). Tujuannya untuk menurunkan kandungan air
pada briket, sehingga briket cepat menyala dan tidak berasap. Suhu yang terlalu
tinggi dapat mengkibatkan hasil cetakan menjadi retak. Selanjutnya setelah
dikeluarkan dari oven briket diangin-anginkan selama 24 jam untuk menurunkan
kadar air dengan suhu ruang.

3.4.2 Pengujian Briket Arang


Briket arang diuji sifat fisis dan kimianya. Sifat yang diuji meliputi kadar
air, kerapatan, keteguhan tekan, kadar abu, kadar zat menguap, kadar karbon
terikat dan nilai kalor.

A. Uji Fisiks
1. Kerapatan (ρ)
Pengujian ini dilakukan dengan mendeterminasi berapa rapat massa briket
melalui perbandingan antara massa briket dengan besarnya dimensi volumetrik
briket akasia, jambu eropa dan bambu. Langkah pengujian kerapatan yaitu
menyiapkan peralatan yang digunakan termasuk benda uji, menimbang berat
briket, mengukur volume briket (volume silinder), menghitung densitas dengan
rumus :
ρ = m/v
Keterangan :
ρ : kerapatan
m : massa
v : volume

2. Kuat tekan
Uji kuat tekan dilakukan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dengan
cara sebagai berikut:
1. Meletakkan briket pada landasan uji alat Universal Testing Machine.
2. Menyalakan alat uji Universal Testing Machine.

17
3. Menekan tombol reset pada tampilan ukuran gaya dan regangan.
4. Memberikan pembebanan secara vertikal dengan kecepatan yang diatur oleh
operator hingga briket retak karena penekanan.
5. Mencatat nilai gaya tekan yang ditunjukkan pada tampilan ukuran gaya pada
alat uji Universal Testing Machine.

3. Uji Penyalaan
Uji penyalaan dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang
dibutuhkan hinggah briket arang dapat menyala hingga membara. Pada uji
penyalaan ini dilakukan dengan membakar briket menggunakan lilin kemudian
mencatat berapa lama waktu yang dibutuhkan sehingga briket arang dapat
membara.

B. Uji Kimia

1. Kadar Air
Kadar air ditentukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mengambil sampel uji seberat 5 gram (A) dimasukan ke cawan porselen dan
timbang untuk mendapatkan nilai B.
2. Cawan berisi sampel briket dimasukan ke dalam oven pada suhu 105º C selama
2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selajutnya ditimbang untuk
mendapatkan nilai C.
3. Kadar air dihitung dengan persamaan:
B-C
KA = x 100%
A
Keterangan:
KA: adalah kadar air, dinyatakan dalam persen (%)
A : adalah bobot contoh awal, dinyatakan dalam bentuk gram (g)
B : adalah bobot contoh awal + cawan, dinyatakan dalam gram (g)
C : adalah bobot contoh akhir + cawan, dinyatakan dalam gram (g)

2. Kadar Abu
Kadar abu ditentukan dengan cara sebagai berikut:
1. Panaskan cawan porselen pada suhu 600 ºC selama ± 25 menit dan masukan
dalam desikator.

18
2. Timbang cawan porselen (w0)
3. Timbang dengan teliti ± 5 gam sampe beriket masukan ke dalam cawan
porselen (w1)
4. Masukan cawan beserta sampel briket arang ke dalam tanur pada suhu 600 ºC
sampai diperoleh abu berwarna abu-abu, selama ± 35 menit
5. Didinginkan dalam desikator dan timbang berat tetap (w2)
6. Kadar abu dihitung dengan persamaan:
(w2 − w0 )
KA = x 100%
(w1 − w0)
Keterangan:
w0 : adalah bobot cawan kosong (g)
w1 : adalah bobot cawan + contoh uji (g)
w2 : adalah bobot cawan + abu (g)

Kadar Zat Menguap


Cawan porselin yang berisikan 2 g contoh uji dimasukkan dalam oven pada
suhu ± 900 0C selama 2 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar abu dinyatakan dengan rumus :
BA−BB
KZM = x 100%
BA
Keterangan:
KZM = Kadar zat menguap (%)
BB = Berat Abu (gram)
BA = Berat awal briket arang (gram)

3. Kadar Karbon Terikat


Penentuan kadar karbon terikat dilakukan dengan menghitung fraksi karbon
dalam briket arang, tidak termasuk zat menguap dan abu. Persamaan untuk
menghitung kadar karbon terikat adalah sebagai berikut :
ASTM 1959:
KKT = 100% - (KB + KZM)%
Keterangan:
KKT = Kadar karbon terikat (%)
KB = Kadar abu (%)

19
KZM = Kadar zat menguap (%)

4. Nilai Kalor
Nilai kalor dihitung menggunakan alat Calorimeter Combustion Bomb.
Pembakaran dimulai pada saat suhu air sudah tetap. Pengukuran dilakukan sampai
suhu mencapai maksimum. Pengukuran nilai kalor bakar dihitung berdasarkan
banyaknya kalor yang dilepaskan sama banyaknya dengan kalor yang diserap.
Nilai kalor dapat dihitung menggunakan persamaan :
ASTM 1959:
W (T2−T1)
H= –B
A
Keterangan:
H = Nilai kalor bakar (kal/g)
W = Nilai kalor air dari alat calorimeter (kal)
T1 = Suhu air mula-mula (ºC)
T2 = Suhu air setelah pembakaran (ºC)
A = Bobot contoh yang dibakar (gram)
B = Koreksi panas pada kawat pembakaran
3.5 Analisis Data
Analisis data yang dilakukan adalah membandingkan semua hasil uji
dengan berbagi jenis bahan baku, sehingga diperoleh kesimpulan jenis bahan baku
yang paling baik dan dapat dikembangkan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Capah AG. 2007. Pengaruh Konsentrasi Perekat dan Ukuran Serbuk


terhadap Kualitas Briket Arang dari Limbah Pembalalakan
Kayu Mangium (Acacia mangnum Willd). Skripsi.
Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Himawanto DA. 2003. Pengolahan Limbah Pertanian menjadi
Biobriket Sebagai Salah Satu Bahan Bakar Alternatif.
Laporan Penelitian. UNS. Surakarta.
Jupar A. 2013 Analisi Pengaruh metode torefaksi Terhadap Kenaikan
Nilai Kalor Biobriket Campuran 75% Kulit Mete dan 25%
Sekam Padi dengan persentase Berat. Universitas
Dipenogoro. Semarang.
Krisnawati, Kallio HM dan Kanninen M. 2011. Acacia mangium
Willd.Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas.CIFOR.
Kurniawan A. 2013. Pembuatan Briket Arang Dari Campuran Buah
Bintaro dan Bambu Betung Menggunakan Perekat Amilum.
Jurusan Teknik Kimia POLSRI: Palembang.
Mislaini R, Santosa, dan Anugrah SP. 2010. Studi Variasi Komposisi
Bahan Penyusun Briket Dari Kotoran Sapi Dan Limbah
Pertanian. Jurnal. Universitas Andalas Kampus Limau
Manis, Padang.
Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri
Pengolahan Kayu. Makalah Falsafah Sains (PPS 702).
Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Pari G, Hendra D dan Hartoyo. 1990. Beberapa sifat fisis dan kimia
dari briket arang dari limbah barang aktif. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan. Vol. 7 No. 2. Bogor.
Pranata J. 2007. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta
Cangkang Sawit untuk Pembuatan Asap Cair sebagai
Pengawet Makanan Alami Teknik Kimia. Universitas
Malikussaleh Lhokseumawe. Aceh.

21
Purnama RR, Chumaidi A dan Shaleh A. 2012. Pemanfaatan Limbah
Cair Cpo Sebagai Perekat Pada Pembuatan Briket Dari
Arang Tandan Kosong Kelapa Sawit. Universitas Sriwijaya,
Palembang Prabumulih.
Santosa, Mislaini R dan Anugrah SP. 2010. Studi Variasi Komposisi
Bahan Penyusun Briket dari Kotoran Sapi dan Limbah
Pertanian, 2010, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Andalas Universitas
Andalas. Padang.
Setyawati T, Narulita S, Bahri IP, dan Raharjo GT. 2015. A Guide
Book to Invasive Plant Species in Indonesia. Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta.
Suryani A. 1986. Pengaruh Pengempaan dan Jenis Perekat dalam
Pembuatan Arang Briket dari Tempurung Kelapa Sawit.
Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Triono A. 2006. Karakteristik Briket Arang dari Campuran Serbuk
Gergajian Kayu Afrika (Maesopsis eminil EngL) dan
Sengan (Paraserianthes falcataria L Nielsen) dengan
Penambahan Tempurung Kelapa (Cocos mucifera L).
[Skripsi]. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Valery L, Fritz H, Lefeuvre JC dan Simberloff D. 2008. Ecosystem
level consequences of invasions by native species as a way
to investigate relationships between evenness and ecosystem
function. Biol Invasions (2009) 11:609–617

22

Anda mungkin juga menyukai