Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL PENELITIAN

UJI IRITASI DAN ORGANOLEPTIK SEDIAAN SABUN


PADAT Glacilaria verrucosa

OLEH:

NURMAIDA

STK.116031

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI KELAUTAN BALIK DIWA

MAKASSAR
ii

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Allah

Subhanahu Wa’Taala, karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga

penulis diberikan kesempatan untuk menyelesaikan proposal dengan judul

“Uji Iritasi dan Organoleptik Sediaan Sabun Padat Glacilaria Verrucosa”.

Berkat bimbingan dari berbagai pihak, maka proposal ini dapat

terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini perkenankan penulis

dengan segala kerendahan hati ucapkan terima kasih yang setinggi-

tingginya kepada:

1. Ketua Yayasan Pendidikan Balik Diwa Makassar, Ibu Dr. Hj. Andi

Aslinda, M.Si.

2. Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa Makassar,

Bapak Prof.Dr.H. Muh. Akmal Ibrahim, M.Si.

3. Pembimbing Ketua, Ibu Harianti,S.Pi.,M.Si. dan Pembimbing

anggota, Ibu Tri Widayati Putri, S.Si.,M.Si yang memberikan arahan

dan bimbingan kepada penulis, sehingga proposal ini dapat

terselesaikan dengan baik.

4. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Yeni Savitri Andi

Lawi, S.Pi., M.Si Si.

5. Penasehat Akademik, Ibu Ir. Hj. Aryanti Susilowati, M. Si, yang

memberikan arahan dan kepada penulis selama penyusunan

proposal ini.
v

6. Seluruh staff administrasi dan semua pihak yang membantu penulis

baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses

perkuliahan di STITEK Balik Diwa Makassar.

7. Teristimewa kepada Orangtua tersayang yang telah banyak

memberikan dukungan baik dari segi moral maupun materi, serta

doa yang selalu Beliau Panjatkan.

8. Teman angkatan 2016 dan kakak angkatan yang membantu

penulis dalam penelitian ini.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, terima kasih atas bantuan, nasehat, dan dorongan dalam

penyusunan proposal ini. Dalam penyusunan proposal ini, penulis

harapkan masukan dan saran yang bersifat membangun agar nantinya

proposal ini menjadi lebih baik dan dapat bermanfaat untuk kita semua.

Makassar, Maret 2020

Penulis,
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR SAMPUL ......................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................ ii
KATA PENGANTAR ...................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR......................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................... 5
C. Tujuan Penelitian........................................................... 5
D. Manfaat Penelitian......................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumput laut Glacilaria verrucosa................................... 6
B. Sabun Padat................................................................... 8
1. Syarat mutu sabun .............................................. 11
2. Kegunaan sabun padat........................................ 11
3. Sifat-sifat sabunpadat.......................................... 12
4. Bahan pembentuk sabun padat........................... 13
C. Iritasi.............................................................................. 18
D. Organoleptik................................................................... 20
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ........................................................... 21
1. Preparasi Glacilaria verrucosa............................. 21
2. Pembuatan sediaan sabun padat........................ 22
3. Persiapan contoh uji............................................ 23
4. Uji iritasi dan organoleptik.................................... 24
vii

B. Waktu dan Lokasi Penelitian.......................................... 24


C. Alat dan Bahan Penelitian.............................................. 24
D. Unit Analisis.................................................................... 26
E. Teknik Sampling............................................................. 26
F. Objek Penelitian.............................................................. 26
1. Uji ALT (Angka Lempeng Total).......................... 27
2. Derajat Keasaman (pH)....................................... 28
3. Uji Iritasi............................................................... 29
4. Uji Organoleptik................................................... 29
G. Analisa Data.................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

2.1. Komposisi kimia Glacilaria verrucosa kering (per 100 g) .......... 7


2.2 Persyaratan mutu sabun ............................................................ 11
3.1 Formulasi sediaan sabun padat ................................................ 22
3.2 Bahan penelitian......................................................................... 24
3.3 Alat penelitian............................................................................. 25
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Rumput laut Glacilaria verrucosa............................................. 6


2.2 Reaksi saponifikasi.................................................................. 10
3.1. Skema pembuatan sabun padat ............................................. 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi yang baik untuk mengembangkan dan

memanfaatkan kekayaan lautnya, termasuk rumput laut yang memiliki

kandungan metabolit primer dan sekunder. Kandungan metabolit primer

seperti vitamin, mineral, serat, alginat, karaginan dan agar telah banyak

dimanfaatkan sebagai bahan untuk pemeliharaan kulit. Pemanfaatan

rumput laut kemudian berkembang sebagai bahan baku industri makanan,

kosmetik, farmasi, kedokteran, dan industri lainnya. Salah satu jenis

rumput laut yang dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kosmetik

adalah Gracilaria verrucosa (Siregar, 2012).

Gracilaria verrucosa merupakan jenis rumput laut yang tergolong

banyak dibudidayakan oleh masyarakat dengan berbagai metode

(Istiqomawati dan Kusdarwati, 2010). Selain iitu, Gracilaria verrucosa juga

merupakan rumput laut yang mudah didapatkan dengan harga yang relatif

murah dan, juga mudah di budidayakan dengan kondisi lingkungan yang

berbeda. Gracilaria verrucosa ini juga memiliki kandungan yang baik bagi

kulit sehingga dijadikan bahan untuk kosmetik seperti penyembuhan dan

peremajaan kulit. Vitamin A dan vitamin C nya bekerja dalam memelihara

kolagen. Salah satu kosmetik yang diminati masyarakat ialah sabun

mandi (Apriyanto,et.al.,2003). Sabun mandi merupakan salah satu


2

Kebutuhan sehari-hari yang cukup penting dalam perawatan kulit.

Permintaan akan sabun mandi dapat dilihat dari data Badan Pusat

Statistik (BPS) dari tahun 2004-2009 mengenai data produksi, konsumsi,

impor, dan ekspor sabun. Dari data tersebut dapat dilihat konsumsi sabun

pada tahun 2004 sebesar 55.832,930 ton yang terus meningkat sampai

tahun 2009, yaitu sebesar 101.631,090 ton (BPS, 2009 dalam Widyasanti,

et.al., 2016).

Sabun mandi terbuat dari garam alkali asam lemak dan dihasilkan

menurut reaksi asam dan basa. Sabun didefinisikan sebagai pembersih

kulit yang terbuat dari bahan dasar sabun dengan penambahan bahan lain

yang diizinkan dan digunakan tanpa menimbulkan iritasi ada kulit dan

tidak membahyakan kesehatan. (Untari dan Robiyanto, 2018). Sabun

padat merupakan produk turunan minyak hasil pencampuran natrium atau

kalium dengan asam lemak. Secara umum, sabun berbentuk padat atau

cair, memiliki busa dan aroma yang bervariasi. Sabun diperoleh dari

reaksi saponifikasi antara asam lemak dan basa sehingga menghasilkan

sabun dan gliserol. Sabun merupakan molekul surfaktan yang memiliki

bagian hidrofilik (gugus COONa) dan hidrofobik (gugus R) (Purwanto et al.,

2019).

Sabun yang baik bukan hanya dapat membersihkan kulit dari

kotoran saja, tetapi juga memiliki kandungan zat yang tidak merusak kulit

serta dapat melindungi kulit, Kandungan gliserin baik untuk kulit karena

berfungsi sebagai pelembab pada kulit dan membentuk fasa gel pada
3

sabun. Penggunaan zat aktif bahan alami yang aman bagi kesehatan

pada sabun perlu dikembangkan untuk memberikan fungsi tertentu

terhadap yang dihasilkan. Fungsi tersebut antara lain memberikan kesan

halus, lembut, melembabkan kulit dan tidak mengiritasi kulit selama

penggunaan (Rahadiana et.al., 2014).

Iritasi adalah reaksi kulit terhadap zat kimia misalnya alkali

kuat,asam kuat, pelarut, dan detergen. Beratnya bermacam-macam dari

hyperemia,edema, vesikulasi, sampai borokan. Iritasi primer terjadi

ditempat kontak dan umumnya ada sentuhan pertama. Pengujian iritasi

dapat dilakukakn dengan menggunakan uji temple (patch test). Uji temple

adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilkukan dengan cara

memngoleskan uji pada kulit panel normal manusia dengan maksud

untuk mengetahui apakah tersebut dapat menimbulkan iritasi ada kulit

atau tidak. Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat

setelah pelekatan ada kulit, iritasi ini disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi

tersebut muncul setelah beberaa jam setelah perekatannya ada kulit,

iritasi ini disebut iritasi sekunder. Tanda-tanda reaksi kulit yang

ditimbulkan yaitu hieremia,eritema,edema atau vesikula kulit. Reaksi kulit

yang demikian bersifat local ada daerah kulit yang rusak saja. Reaksi kulit

yang timbul akibat iritan primer terjadi antara beberaa menit hingga satu

jam setelah pelekatan (Untari dan Robiyanto, 2018).

Selain itu, hal penting dalam sebuah produk adalah penilaian

konsumen, yakni dengan melakukan uji organoleptik. Uji organoleptik


4

dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap

sabun padat yang dihasilkan, berupa warna, aroma dan tekstur sabun.

(Ismanto et.al,.2016)

Penelitian sebelumnya, Fitriah 2019 (Formulasi Sabun Padat

dengan Penambahan Rumput Laut Glacilaria verrucosa) bahwa nilai

tertinggi kesukaan panelis terhadap sabun yang dihasilkan yaitu formulasi

2 yakni dengan penambahan Glacilaria verrucosa 10 % (10 ml) dan Ali

2020 (Analisis Mikrobiologi dan Asam Lemak pada Sabun rumput laut

Gracilaria verrucosa) bahwa dengan penambahan 20% Gracilaria

verrucosa pada sabun padat dapat mengurangi jumlah koloni dan

menurunkan kadar asam lemak tidak tersabunkan. Sampai saat ini, belum

dilakukan uji iritasi dan organoleptik sabun padat Glacilaria verrucosa,

maka pada penelitian ini akan dilakukan uji iritasi untuk mengetahui sifat

iritan pada kulit, sebelum akhirnya sabun padat Gracilaria verrucosa

disebarluaskan ke masyarakat dengan menggunakan parameter uji yakni

uji ALT (Angka Lempeng Total) dan derajat keasaman (pH) pada sabun

padat Glacilaria verrucosa. Berdasarkan latar belakang di atas, maka

dilakukan penelitian dengan judul “Uji Iritasi dan Organoleptik Sediaan

Sabun Padat Glacilaria verrucosa”.


5

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah :

1. Apakah sediaan sabun padat Gracilaria verrucosa bersifat iritan

terhadap kulit partisipan?

2. Bagaimana penilaian secara fisik dengan uji organoleptik (aroma,

warna, dan tekstur), terhadap sediaan sabun padat Gracilaria

verrucosa?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan ialah :

1. Untuk mengetahui sifat iritan pada kulit dari sediaan sabun padat

Glacilaria verrucosa.

2. Untuk mengetahui kelayakan atau tingkat penerimaan konsumen

terhadap sabun padat Gracilaria verrucosa.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi kepada masyarakat tentang penggunaan rumput laut

Gracilaria verrucosa sebagai sabun padat Gracilaria verrucosa yang

aman terhadap kulit untuk digunakan sehari-hari.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumput Laut Glacilaria verrucosa

Rumput laut Gracilaria verrucosa termasuk dalam Class

Rhodophyceae yang merupakan agarofit. Gracilaria verrucosa ini

merupakan salah satu kelompok tumbuhan laut yang mempunyai sifat

tidak bisa dibedakan antara bagian akar, batang, dan daun. Seluruh

bagian tumbuhan disebut thallus, sehingga Gracilaria verrucosa

tergolong tumbuhan tingkat rendah (Susanto dan Mucktianty, 2002).

Berdasarkan Ilmu Taksonomi, Klasifikasi rumput laut Glacilaria

verrucosa adalah sebagai berikut :

Divisi : Rhodophyta
Class : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Familia : Gracillariaceae
Genus : Gracillaria
Spesies : Gracillaria verrucosa
Gambar 2.1. Rumput Laut Glacilaria verrucosa

Sumber : Aris (2018)


7

Glacilaria verrucosa mengandung metabolit sekunder seperti

alkaloid, flavonoid,terpenoid serta senyawa bioaktif lainnya. Senyawa ini

merupakan senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai antijamur dan

antioksidan (Febrianto et.al 2019).

Komposisi kimia yang terkandung dari Glacilaria verrucosa adalah

karbohidrat (gula atau vegetable gum), protein lemak,abu, yang sebagian

besar merupakan senyawa-senaywa garam natrrium dan kalium, juga

mengandung vitamin A (β-karoten),B1,B2,B6,B12 dan Vitamin C, serta

mengandung mineral seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi dan

iodium. Komposisi kimia dari Glacilaria verrucosa kering dapat di lihat ada

tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Komposisi kimia Glacilaria verrucosa kering (Fitriah 2019)


Parameter Kandungan (per 100 g)
Karbohidrat 83,5
Protein 1,3
Lemak 1,2
Serat 2,7
Abu 4,0
Kalsium 756,0
Besi 7,8
Fosfor 18,0
Natrium 115,0
Kalium 107,0
Thiamin 0,01
Riboflavin 0,22
Niasin 0,20

Saat ini, pemanfaatan Gracilaria verrucosa semakin berkembang

dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan

Gracilaria verrucosa digunakan sebagai bahan baku pada industri obat-

obatan, tekstil, minuman, kosmetik, pasta gigi dan sebagainya lebih


8

meluas. Selain kandungan primernya yang bernilai ekonomis, penelitian

tentang kandungan metabolit sekunder dari Gracilaria verrucosa

menunjukan bahwa ini berpotensi sebagai produser metabolit bioaktif

seperti alkaloid, kuinon, saponim, steroid, fenol, streptonoid, flavonoid dan

lain-lain yang beragam dengan aktivitas yang sangat luas sebagai

antibakteri, antivirus, antijamur dan sitotastik (Zainuddin dan Malina 2009).

Rumput laut yang umumnya dibudidayakan di tambak Indonesia

adalah jenis Gracilaria verrucosa dan Gracilaria gigas. Jenis ini

berkembang di perairan Sulawesi Selatan (Jeneponto, Takalar, Sinjai,

Bulukumba, Wajo, Palopo, Bone, Maros), Pantai utara P. Jawa (Serang,

Tangerang, Bekasi, Karawang, Brebes, Pemalang, Tuban dan Lamongan)

dan Lombok Barat. Gracilaria sp. umumnya dipanen dari hasil budidaya

dan juga dari alam. Namun hasil dari alam memiliki kualitas budidaya

kurang baik karena tercampur dengan jenis lain (Anonymous, 2005).

B. Sabun Padat

Sabun adalah surfaktan yang digunakan bersama air untuk

membersihkan atau mencuci sesuatu yang tersedia dalam bentuk padat

dan cair. Sabun dapat bermanfaat sebagai alat pembersih hal ini

disebabkan karena molekul sabun mengandung gugus polar (berikatan

dengan air) dan non polar (berikatan dengan minyak) sehingga dapat

membersihkan lemak atau kotoran yang tidak dapat terangkat oleh air.

Dilihat dari segi kimia sabun adalah garam dari asam lemak. Sedangkan

secara tradisional sabun dibuat dengan mereaksikan antara lemak atau


9

minyak dan basa (NaOH atau KOH). Reaksi yang terjadi disebut reaksi

penyabunan atau saponifikasi (Apgar, 2010).

Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak

menjadi asam lemak dan gliserol dalam NaOH (minyak dipanaskan

dengan NaOH) sampai terhidrolisis sempurna. Asam lemak yang

berikatan dengan natrium ini dinamakan sabun. Hasil lain dari reaksi

saponifikasi ialah gliserol, selain C disusun oleh gugus asam karboksilat.

Sumber lemak dan minyak yang digunakan sebagai bahan dasar sabun

dapat berasal dari hewani (lemak babi dan lemak sapi) maupun dari

nabati (tumbuhan kelapa, palem dan minyak zaitun). Alkali yang

digunakan pada percobaan ini adalah larutan NaOH yang dapat membuat

sabun menjadi padat, sedangkan alkali yang diguanakan untuk membuat

sabun cair digunakan larutan KOH Sabun mandi bisa ditambah dengan

susu, madu, parfum dan berbagai jenis filler yang lain tergantung tujuan.

Terlalu besar bagian asam-asam lemak tidak jenuh menghasilkan sabun

yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan-alasan di atas, faktor

ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dapat

dibuat menjadi sabun terbatas (Rahmadi,2018).

Reaksi saponifikasi dan struktur dasar senyawa sabun yang

dihasilkan dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini (Rahmadi,2018)


10

Gambar 2.2 Reaksi Saponifikasi


Sumber : (Priani dan Lukmayani, 2010)

Sifat-sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan

komposisi dari komponen asam-asam lemak yang digunakan yang sesuai

dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan.

Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari

penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya

panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang

sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Syarat mutu sabun mandi

yang ditetapkan SNI 06 - 3532 - 2016 dapat di lihat pada tabel 2.2 di

bawah ini.
11

1. Syarat Mutu sabun

Tabel 2.2. Persyaratan mutu sabun mandi SNI 3532-2016


No Kriteria Uji Satuan Mutu
.
1 Kadar air % fraksa massa Maks. 15,0
2 Total lemak % fraksa massa Min.65,0
3 Bahan tak larut dalam % fraksa massa Maks. 5, 0
etanol
4 Alkali bebas (dihitung % fraksa massa Maks. 0,1
sebagai NaOH)
5 Asam lemak bebas % fraksa massa Maks. 2,5
(dihitung sebagai asam
oleat)
6 Kadar klorida % fraksa massa Maks. 1,0
7 Lemak tidak tersabunkan % fraksa massa Maks.0,5

CATATAN : alkali bebas atau asam bebas merupakan pilihan


bergantung pada sifatnya asam atau basa

2. Kegunaan Sabun Padat

Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran dari permukaan bahan

yang dibersihkan seperti kulit. Bagian hidrofobik akan membersihkan

pelarut organik seperti lemak dan protein sedangkan bagian hidrofilik akan

membersihkan mineral anorganik, pigmen, karbon dan karat besi. Sabun

dapat menghilangkan kotoran dari permukaan yang dihilangkan dengan

cara mereduksi atau menurunkan tegangan permukaan dari air,

memindahkan dan mengangkat kotoran, dan mendispersi kotoran. sifat

pencuci dari sabun disebabkan karena sabun merupakan senyawa

surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan sambil

mengemulsi kotoran (Sitorus et al.,2016).


12

3. Sifat-sifat Sabun Padat

Sabun padat berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak

sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Adapun sifat-sifat sabun

/padat adalah sebagai berikut (Kamikaze, 2002) : 1) Sabun adalah garam

alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh

air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. 2). Jika larutan

sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak

akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih

setelah garam-garam Mg2+ atau Ca2+ dalam air mengendap.

Sabun ini mempunyai sifat membersihkan disebabkan proses kimia

koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci

kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai

gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen

CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak

suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa + sebagai kepala

yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar :

CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran

non polar). Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofilik dan juga

memisahkan kotoran polar).


13

4. Bahan Pembentuk Sabun Padat

Sabun Padat adalah bahan yang telah dikenal sejak jaman dahulu,

sekitar abad ke-13 sabun digunakan sebagai pencuci dan pembersih.

Sabun pertama kali dibuat oleh orang Arab dan Persia yang dihasilkan

dengan mencapurkan lemak domba dengan abu tumbuhan laut. Selain

lemak dan alkali, sabun juga menggunakan bahan lain. Bahan tersebut

adalah bahan pembentuk badan sabun, bahan pengisi, garam, bahan

pewarna dan bahan pewangi. Berikut adalah bahan-bahan pembentuk

sabun cair termasuk bahan utama dan bahan tambahan:

4.1. Bahan Utama (Basis Sabun)

a. Asam Lemak (minyak/lema/ester): Minyak Jarak

Asam lemak merupakan komponen dari minyak atau lemak yang

digunakan untuk pembuatan sabun yang umumnya berfase cair atau

padat pada suhu ruang (270C). Asam lemak termasuk ke dalam asam

lemah yang akan terdisosiasi sebagian di dalam air. Sedangkan

trigliserida adalah komponen utama dari minyak dan lemak yang terdiri

dari kombinasi berbagai jenis asam lemak (Zulfikar 2010), Minyak adalah

bahan utama dalam pembuatan sabun yang sering digunakan. Campuran

trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan

larutan natrium hidroksida, dengan tujuan untuk menghilangkan gliserol

(Mursidah, 2019).
14

Menurut Kamikaze (2002), penggunaan jenis asam lemak

akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap sifat sabun

yang dihasilkan tergantung pada asam lemak yang digunakan. Asam

laurat dan asam palmitat yang terdapat pada minyak kelapa sawit

yang telah umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun.

Asam oleat dan asam stearat akan akan banyak ditemukan pada

minyak atau lemak hewani yang memiliki sifat melembabkan. Asam

palmitat dan asam stearat akan berpengaruh pada sifat padatan

sabun dan busa pada sabun yang dihasilkan akan lebih stabil dan

lembut.

Minyak jarak adalah minyak yang diperoleh dari biji Ricinus

communis dengan cara pemerasan dingin yang telah dilakukan

pengupasan. Di era modern, minyak jarak banyak dimanfaatkan

dalam industri otomotif, industri farmasi dan komestik. Kandungan

asam lemak yang terdapat pada minyak jarak terdiri atas 90%

risinoleat dan hanya sedikit mengandung asam lemak yang lain

seperti dihidroksi stearat, linoleat, oleat dan stearat. Sedangkan

menurut pendapat Rowe, et al. (2009), minyak jarak (castor oil,

oleum ricini) dihasilkan dari biji tanaman jarak yang terdiri atas

komponen asam lemak. Minyak jarak mempunyai komposisi asam

lemak diantaranya adalah 87% asam risinoleat, 7% asam oleat, 3%

asam linoleat, 2% asam palmitat, 1% asam stearat dan mengandung


15

asam dihydroxstearic dalam jumlah yang kecil (Purwatiningrum

2015).

b. Basa; (NaOH/ Sodium Hidroksida)

Sodium hidroksida merupakan senyawa kimia bersifat basa yg

mampu menetralisir asam. NaOH berbentuk padatan putih dengan

sifat higroskopis. Proses saponifikasi terjadi karena kalium hidroksida

bereaksi dengan minyak sehingga membentuk sabun (Mursidah,

2019).

4.2 Zat Tambahan

a. Gliserin (Pelembab)

Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna,

tidak berbau, manis diikuti rasa hangat dan higrokopis. Dapat bercampur

dengan air dan etanol 95%, tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan

dalam minyak lemak). Menurut Rowe, et al. (2009), Gliserin merupakan

humektan (menarik uap air dari udara ke kulit) dan sering ditambahkan

ke lotion dan produk perawatan kulit untuk melembabkan. Gliserin

memiliki beberapa manfaat antara lain sebagai pengawet, antimikroba,

kosolven, amolien, humektan, pelarut, pemanis, plasticizer. Sebagai

humektan dan emolien, gliserin digunakan dalam formulasi topikal dan

kosmetik.

Gliserin adalah produk samping dari reaksi hidrolisis antara

minyak nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin

merupakan humektan sehingga dapat berfungsi sebagai pelembab pada


16

kulit. Pada kondisi atmosfir sedang ataupun pada kondisi kelembaban

tinggi, gliserin dapat melembabkan kulit dan mudah dibilas. Gliserin

berbentuk cairan jernih, tidak berbau, dan memiliki rasa manis

(Purwanto, 2018).

b. Asam Stearat (Penetral/penstabil)

Zat penetral berfungsi untuk menetralkan basis sabun apabila

proses penyabunan tidak sempurna . digunakan 1-2% (American

Pharmaceutical Association,2003 dalam Apgar,2010). Contoh : Asam

Stearat (C18H36O2)

Asam stearat dapat berbentuk padatan ataupun cairan. Asam

stearat berfungsi untuk mengeraskan dan menstabilkan busa. Asam

stearat berwarna putih kekuningan dan memiliki titik cair pada suhu 56 0C

(Hambali et al, 2005).

c. Fragrance oil (Pewangi)

Zat Pewangi berfungsi untuk memberikan keharuman pada

sabun. Digunakan dengan kadar 1-2% (Apgar,2010). Contoh: minyak

jeruk, minyak mawar, dan minyak lavender.

d. Allkohol (pengawet dan pelarut)

Zat pengawet berfungsi untuk mencegah timbulnya kontaminasi

mikroba pada fasa air.digunakan 0,1-0,5% (Apgar,2010). Contoh Alkohol

Alkohol adalah bahan yang digunkaan untuk melarutkan sabun,

sehingga sabun menjadi bening. Untuk terjadi si sabun harus benar-


17

benar larut . (Priani and Lukmayani, 2010). Rumus Molekul Etanol :

CH3CH2OH Alkohol digunakan sebagai pengawet antimikroba,

desinfektan, penetran kulit, pelarut. Etanol dan larutan etanol dari

berbagai konsentrasi banyak digunakan dalam formulasi farmasi dan

kosmetik. Meskipun etanol secara umum digunakan sebagai pelarut,

etanol juga digunakan sebagai bahan pengawet antimikroba. Pada

topikal larutan etanol juga digunakan sebagai peningkat penetrasi dan

sebagai disinfektan. Etanol juga digunakan dalam transdermal

kombinasi dengan Labrasol sebagai ko-surfaktan (Rowe et.al.,2009).

e. Aquadest (Pelarut)

Aquadest memiliki nama lain aqua purifikata, air murni. Berbentuk

cairan, jernih, tidak berbau dan tidak berasa.pH 5-7. Untuk

meningkatkan stabilitas selama penyimpanan, maka aquadest harus

dilindungi vdari kontaminasi partikel ion bahan organic yang dapat

menaikkan konduktifitas dan jumlah karbon organic. Fungsi akuadest

adalah sebagai Pelarut.

f. Gula pasir

Gula Pasir dapat membantu pembusaan sabun yang bersifat

humektan. Semakin putih warna gula akan semakin sabun yang

dihasilkan.Gula pasir berbentuk kristal putih. Pada proses pembuatan

sabun , gula pasir berfungsi untuk membantu terbentuknya si pada

sabun. Penambahan gula pasir dapat membantu perkembangan

kristal pada sabun (Purwanto, 2018).


18

C. Iritasi

Uji iritasi dilakukan untuk menentukan potensi iritasi pada kulit setelah

diberikan sabun, sehingga dapat diketahui tingkat keamanan dari sabun

yang dihasilkan. Berbagai penelitian mengenai daya iritasi sabun pada

kulit akibat pH sabun yang tinggi telah banyak dilakukan. Pada tahun-

tahun terakhir beberapa peneliti membuktikan bahwa sifat iritasi sabun

berada di kulit setelah dibilas dan bagaimana absorpsi kulit terhadap

sabun (Asnawi, 2018).

Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan

dengan cara mengoleskan uji pada kulit normal panel manusia dengan

maksud untuk mengetahui apakah tersebut dapat menimbulkan iritasi

pada kulit atau tidak. Iritasi dan kepekaan kulit adalah reaksi kulit terhadap

toksikan. Jika toksikan diletakkan pada kulit akan menyebabkan

kerusakan kulit. Iritasi kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena

pelekatan toksikan golongan allergen (Dalimunthe, 2016).

Iritasi umumnya agan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat

setelah pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi

jika iritasi tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit,

iritasi ini disebut iritasi sekunder. Tanda-tanda yang ditimbulkan ke dua

reaksi kulit tersebut lebih kurang sama, yaitu akan tampak hiperemia,

iretema, edema, atau vesikula kulit. Reaksi kulit yang demikian biasanya

bersifat local.. Panel uji tempel meliputi manusia sehat. Manusia sehat
19

yang dijadikan panel uji tempel sebaiknya wanita, usia antara 18 sampai

35 tahun, berbadan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat

penyakit alergi atau reaksi alergi, dan menyatakan kesediannya dijadikan

sebagai panel uji tempel. Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang

dijadikan daerah lokasi untuk uji tempel. Teknik uji tempel dapat dilakukan

dengan uji tempel terbuka, uji tempel tertutup, dan uji tempel sinar.

Prosedur uji tempel dibedakan menjdi uji tempel preventif, uji tempel

diagnostik, dan uji tempel ramal. Uji tempel preventif adalah uji tempel

yang dilakukan sebelum penggunaan kosmetika untuk mengetahui

apakah pengguna peka terhadap atau tidak. Uji tempel preventif

dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka atau tertutup, waktu

pelekatannya ditetapkan 24 jam. Pengamatan reaksi kulit positif atau

negatif (Dalimunthe, 2016).

Uji tempel diagnostik adalah uji tempel yang dilakukan untuk

maksud pelacakan atau penyelidikan komponen kosmetika yang menjadi

penyebab terjadinya reaksi kulit pada penderita peka. Uji tempel

diagnostic dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka, uji tempel tertutup,

dan atau uji tempel sinar. Lamanya pelekatan ditetapkan 24 jam, 48 jam,

dan 72 jam. Uji tempel ramal adalah uji tempel yang dilakukan untuk

maksud apakah kosmetik dapat diedarkan dengan jaminan keamanan

atau tidak (Dalimunthe, 2016).


20

Hasil uji tempel dipengaruhi oleh berbagai faktor:

- Kadar dan jenis uji

- Ketaatan panel dalam melaksanakan instruksi penguji

- Lamanya waktu pelekatan uji

- Lokasi lekatan

D. Organoleptik

Uji Organoleptik pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

penerimaan konsumen terhadap sabun padat Glacilaria verrucosa yang

dihasilkan, yaitu berupa aroma, warna dan tekstur. Untuk menentukan

produk yang paling disukai, perhitungan dilakukan dengan cara

menjumlahkan nilai dari presentase panelis yang menyatakan suka dan

sangat suka pada kuesioner yang telah disediakan. Kedua nilai tertinggi

tersebut dinyatakan sebagai presentase kesukaan panelis pada sabun

padat. (Ismanto, et.al,.2016).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Ali,2020, diperoleh bahwa semakin tinggi konsetrat atau penambahan

bahan Glacilaria verrucosa maka semakin gelap pula warna yang di

hasilkan. Namun, perbedaan warna pada setiap sabun antar perlakuan

tidak terlalu signifikan karena perbedaan panambahan Glacilaria

verrucosa yang digunakan pada setiap perlakuan tidak terlalu besar.


21

sehingga sabun padat Glacilaria verrucosa yang dihasilkan akan

berwarna kuning tua hingga coklat tua.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini tergolong dalam penelitian percobaan (Experimental

laboratories). Metode Experimental laboratories merupakan metode

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya akibat dari

suatu obyek yang diteliti, dengan menunjukan adanya hubungan sebab

akibat yaitu membandingkan kelompok penelitian yang diberi perlakuan

sebagai pembanding (Arikunto, 2002). Prosedur penelitian sebagai

berikut:

1. Preparasi Gracilaria verrucosa

Preparasi Gracilaria verrucosa dimulai dengan proses pencucian,

pengeringan dan penghalusan. Tahap persiapan meliputi persiapan alat

dan bahan untuk membuat formula. Sampel yang digunakan adalah

sabun padat Gracilaria verrucosa dengan formulasi oleh (Fitriah,

2019;Ali,2020) dimodifikasi. Gracilaria verrucosa kering dibersihkan dan

dicuci dengan air yang mengalir sampai bersih dan biofouling hilang.

Kemudian, direndam selama 1 malam dengan air cucian beras. Seluruh

kotoran dan garam yang masih menempel, dipastikan tidak ada dalam

sampel. Gracilaria verrucosa dijemur dibawah sinar matahari selama 48

jam hingga kering kemudian diserbukkan dan disaring menggunakan


23

saringan 60 mesh. Selanjutnya, sampel dimasukkan ke dalam wadah.

Berikut Formulasi sabun padat (Fitriah, 2019;Ali,2020) dimodifikasi

Tabel 3.1 Formulasi sabun padat (Fitriah, 2019;Ali,2020) dimodifikasi


Formulasi
Bahan
1 2 3
Gracilaria verrucosa 0% 10% 20%
Minyak jarak 25 ml 25 ml 25 ml
NaOH 30% (Ali,2020) 4 ml 4 ml 4 ml
Asam stearat 10 g 10 g 10 g
Alkohol 25 ml 25 ml 25 ml
Gula pasir 4g 4g 4g
Gliserin 20 ml 20 ml 20 ml
Aquadest 30 ml 30 ml 30 ml

2. Pembuatan Sabun Padat

Proses pembuatan sabun dimulai dengan pemanasan minyak jarak

sebanyak 75 ml dengan menggunakan hotplate sampai pada suhu 60 0C-

700C dan dipertahankan, kemudian dimasukkan asam stearat 30 gram

yang telah dilelehkan dan ditambahkan NaOH 30% sebanyak 12 ml,

penambahan alkohol sebanyak 75 ml, gliserin 60 ml dan penambahan

gula pasir sebanyak 12 gram, kemudian pembagian pada masing-masing

formulasi yaitu formulasi tanpa penambahan ekstrak Gracilaria verrucosa

(0%), dan formulasi dengan penambahan ekstrak Gracilaria verrucosa

(10% dan 20%). Proses pencampuran berlangsungselama 5 menit dan

pengadukan dilakukan secara kontinyu. Proses terakhir adalah

pencetakan dengan menggunakan cetakan silikon. Berikut adalah skema

pembuatan sabun padat (Fitriah, 2019;Ali,2020)dimodifikasi.


24

Minyak jarak Asam Stearat

Dilelehkan

Glacilaria verrucosa
diaduk
secara
Kontinyu
NaOH

Alkohol + Gliserin +
Larutan Gula

DI UJI
pH

ALT
Iritasi

Organoleptik

Gambar 3.1. Skema pembuatan sabun padat (Fitriah, 2019;Ali,2020)dimodifikasi

3. Persiapan Contoh uji (SNI 3532:2016)

Contoh sabun dipotong halus, kemudian campur dengan

menggunakan spatula seluruh contoh uji pada wadah yang bersih, kering

dan tidak menyerap. Simpan contoh uji ditempat yang bersih dan kering

dan tutup rapat serta beri label identifikasi.

4. Uji Iritasi dan Organoleptik

Pengujian iritasi dilakukan langsung ke kulit manusia dikarenakan

sabun ini dapat langsung diaplikasikan kepada manusia dengan pada 10


25

orang partisipan masing-masing jenis kulit, yakni normal, kering dan

sensitif. Kemudian diamatii efek iritasi yang ditimbulkan.

Pengujian secara organoletik dilakukan pengamatan terhadap

warna, aroma dan tekstur sabun padat Glacilaria verrucosa yang

dihasilkan terhadap 10 orang panelis.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan April-Mei 2020. Sampel

Gracilaria verrucosa diambil dari Kabupaten Takalar. Pegujian dilakukan

di Laboratorium BPPMHP (Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil

Perikanan) Makassar.

C. Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan

sabun sabun padat Glacilaria verrucosa yaitu:

Tabel 3.2 Bahan Penelitian


Bahan Kegunaan
Gracilaria verrucosa Sampel uji
Minyak kelapa Penghasil Busa
NaOH 30% Penetralisir asam
Asam Stearat Pengeras/penstabil busa
Alkohol Pelarut
Gula Pasir Pengemulsi
Gliserin Pelembab
Aquadest Pelarut
Fragrance oil Pengharum

Tabel 3.3 Alat yang digunakan Penelitian

B. Alat Untuk Pembuatan Sabun

Hotplate Memanaskan
26

Timbangan analitik Menimbang


Oven Pemanas
Gelas Ukur Mengukur volume air
Pisau Alat pemotong sabun
Panic Wadah perebusan
Wadah Sebagai tempat bahan
Cawan porselin Wadah sampel sabun
Thermometer Mengukur suhu panas
Spatula Pengaduk
Gelas kimia Wadah adonan
Cetakan sabun Pencetak sanun
Masker Pelindung wajah
Sarung tangan Pelindung tangan
Kemasan Membungkus produk
Tabung reaksi Tempat pereaksi
Mikropipet Memindahkan cairan
Stopwatch Mengukur waktu
Gelas piala Sebagai wadah
pH meter Mengukur pH
Cotton bud Pengoles sampel ke area uji
Autoclave Sterilisasi peralatan
Sendok stainless Mengambil sampel uji
Pipet tetes Memindahkan larutan

D. Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sabun padat

Gracilaria verrucosa dengan menggunakan formulasi yang dibuat oleh

mahasiswa Stitek Balik Diwa Makassar (Fitriah, 2019;Ali,2020)

dimodifikasi.

E. Teknik Sampling
27

Teknik sampling pada penelitian ini adalah sampel acak sederhana

(simple random sampling) merupakan teknik pengambilan sampel yang

memberikan kesempatan yang sama kepada populasi untuk dijadikan

sampel. Pengambilan sampel dilakukan memilih langsung sabun padat

tanpa penambahan Glacilaria verrucosa dan dengan penambahan

Glacilaria verrucosa.

F. Objek Penelitian

Adapun objek yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi uji ALT,

pH, iritasi, dan Organoleptik dari sabun padat Gracilaria verrucosa.

1. Uji ALT (SNI 01-2332.3-2006)

Preparasi sabun uji, yaitu sabun uji tanpa Gracilaria verrucosa

(kontrol), dan sabun uji dengan penambahan Gracilaria verrucosa.

Timbang sabun uji 25 gram secara aseptik, kemudian masukkan ke

dalam wadah steril, tambahkan 225 ml larutan butterfieleld`s phosphate

buffered homogenkan selama 2 menit. Larutan ini merupakan larutan

pengenceran 10-1. Dengan menggunakan pipet steril, ambil 1 ml larutan

tersebut dan masukkan kedalam 9 ml larutan butterfieleld`s phosphate

buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Siapkan pengenceran

selanjutnya (10-3) dengan mengambil 1 ml contoh dari pengenceran 10 -2

ke dalam 9 ml laritan butterfieleld`s phosphate buffered. Pada setiap

pengenceran dilakukan pengocokan minimal 25 kali. Selanjutnya lakukan

hal yang sama untuk pengenceran 10 -4, 10-5 dan seterusnya sesuai

kondisi contoh.
28

a. Metode cawan agar tuang/pour plate method

Pipet 1 ml dari setiap pengenceran 10 -1, 10-2, dst dan masukkan

kedalam cawan petri steril. Lakukan secara triplo untuk setiap

pengenceran kemudian tambahkan 12 ml-15 ml PCA yang sudah

didinginkan dalam waterbath hingga mencapai suhu 450C ± 10C kedalam

masing-masing cawan yang sudah berisi contoh, Setelah agar menjadi

padat, untuk penentuan mikroorganisme inkubasi cawan tersebut dalam

posisi terbalik dalam inkubator selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 22 0C.

Dilakukakn atau diulangi pada sampel tanpa Gracilaria verrucosa.

b. Pembacaan dan perhitungan koloni pada cawan petri:

Cawan yang mengandung jumlah koloni dicatat pengenceran yang

digunakan dan hitung jumlah total koloni. Perhitungan Angka Lempeng

Total sebagai berikut:

∑C
N = -------------------------------------
[(1 x n1) + (0,1 x n2)] x (d)

Keterangan:

N : jumlah koloni , dinyatakan dalam koloni per ml atau


koloni per gram;
∑C : jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung;
n1 : jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung;
n2 : jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung;
d : pengenceran pertama yang dihitung.

2. Derajat keasaman (pH)


29

Prosedur analisis derajat keasaman (pH) yaitu dengan menimbang

5 gram sampel kemudian dilarutkan dengan 10 mL akuades. Indikator pH

meter dicuci dengan akuades agar pH meter dalam keadaan netral (pH 7).

Indikator pH meter dimasukkan ke dalam sampel, kemudian hasil pH

dicatat.

Nilai pH kosmetik yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan

iritasi pada kulit., mencuci tangan dengan sabun akan membuat nilai pH

kulit meningkat untuk sementara, tetapi kenaikan pH pada kulit tidak akan

melebihi 7 (Baehaki, 2019).

pH tinggi dapat membengkakkan keratin sehingga memudahkan

masuknya bakteri yang menyebabkan kulit menjadi keringdan pecah-

pecah, sedangkan sabun dengan pH terlalu rendah dapat menyebabkan

iritasi pada kulit (Almazini, 2009).

3. Uji Iritasi

Uji iritasi terhadap kulit pertisipan dilakukan dengan cara uji tempel

(patch test). Uji tempel adalah uji iritasi dan keekaan kulit yang dilakukan

dengan cara mengoleskan uji ada kulit panel manusia dengan maksud

untuk mengetahui sifat iritan sabun. Kriteria partisipan untuk uji iritasi

adalah sehat jasmani dan rohani, berusia dalam rentang umur 18 sampai

35 tahun, tidak memiliki riwatat alergi kulit sebelumnya, tidak dalam


30

keadaan sakit (demam) saat pengujian berlangsung. Umumnya yang

paling tepat dijadikan daerah lokasi uji tempel adalah bagian punggung,

lengan tangan atas bagian dalam, lipatan siku, dan bagian kulit di

belakang telinga.

Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan pada lengan

bawah bagian dalam yang dibuat pada lokasi lekatan dengan luas

tertentu (2,5 x 2,5 cm), dibiarkan terbuka dan diamati. Uji ini dilakukan

sebanyak dua kali sehari (pagi dan sore hari)selama 3 hari berturut-turut

pada 10 0rang panelis dengan rentang usia di atas 18 sampai 35 tahun.

Reaksi iritasi positif ditandai dengan dengan adanya kemerahan,

gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam yang

diberi perlakuan.

4. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik sabun padat Glacilaria verrucosa (SNI 06-

3532-1994) dengan mengamati perubahan kenampakan/warna,

Aroma/bau, dan tekstur/konsistensi menggunakan form penilaian.

Pengamatan sabun padat Glacilaria verrucosa. dilakukan pada suhu

kamar (28–300C).

G. Analisa Data

Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data

kuantitatif terdiri dari pH, dan nilai ALT. sedangkan data kualitatif berupa
31

hasil uji organoleptik dan uji iritasi sabun padat Glacilaria verrucosa.

Semua data dianalisa dengan analisa deskriptif.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, I. (2020). Analisis Mikrobiologi dan Asam Lemak pada Sabun Padat
Gracilaria verrucosa Gracilaria verrucosa.Skripsi. Penerbit STITEK
Balik Diwa Makassar. Makassar.

Almazini, Prima.2009. Pengaruh Sabun terhadap Kesehatan Kulit,


(online), (http:myhealing.wordpress.com/2009/06/13/pengaruh-
sabun-terhadap-ph-kulit/, diakses 11 Maret 2020)

Apgar, Satrias. 2010. Formulasi Sabun Mandi Cair yang Mengandung Gel
Daun Lidah Buaya (Aloe vera (L) Webb) dengan Basis Virgin
Coconut Oil (VCO). (Skripsi). Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Islam Bandung: Bandung.

Asnawi,Meidiansyah A (2018).Pengaruh Suhu Pada Pembuatan Sabun


Padat (Karya Tulis Ilmiah) Fakultas Teknik. Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa

Anonymous,(2005). Gracilaria verrucosa. (Online)


(https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/57264/4/BAB
%202.%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf) diakses tanggal 28
Februari 2020

Arikunto, (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta:Rineka Cipta

Aris, (2018). Gracilaria verrucosa (Online)


(http://eprints.umg.ac.id/896/3/BAB%202%20TINJAUAN
%20PUSTAKA.pdf) diakses pada 28 Februari 2020

Aslan, L.M. (2005). Budidaya Gracilaria verrucosa. Penerbit Kanisius,


Yogyakarta, Indonesia. Hal 65-68.

Badan Standarisasi Nasional, (1994), Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-
3532-1994, Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional.(2016). Sabun mandi padat. SNI 3532:2016.


Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. Hal 1-14

Badan Pusat Statistik. 2009. Data Konsumsi, Produksi, Ekspor, dan Impor
Sabun Mandi Padat di Indonesia. Jakarta.

Baehaki, A., Lestari, S. D. and Hildianti, D. F. (2019) ‘The Utilization of


Seaweed Eucheuma cottonii in the Production of Antiseptic Soap’,
Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 22(1): 143.
33

Dalimunthe,N. (2016) Penggunaan ekstrak daun jambu biji (Psidium


guajava l) Sebagai pewarna dalam mascara. (Skripsi) Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara

Febrianto W, Djudaedi A, Suryono S, Santosa G, Sunaryo S.(2019)


Potensi Antioksidan Rumpu Laut Glacilaria verrrucosa. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.Jurnal
Kelautan tropis 81-86

Fitriah, E.(2019). Formulasi sabun padat dengan penambahan Gracilaria


verrucosa Glacilaria verrucosa. Skripsi.Teknologi Hasil Perikanan.
STITEK Balik Diwa Makassar. Makassar

Hambali, E., A. Suryani, dan M. Rivai. (2005). Membuat Sabun Untuk Gift
dan Kecantikan. Penebar Swadaya, Jakarta : 19-23 XIsmanto, S. D.,
Neswati and Amanda, S. (2016) ‘Pembuatan sabun padat
aromaterapi dari minyak kelapa murni (virgin coconut oil) dengan
penambahan minyak gubal gaharu (Aquilaria malaccensis)’, Jurnal
Teknologi Pertanian Andalas, 20(2): 9–19.

Priani, S. E. and Lukmayani, Y. (2010) ‘Pembuatan Sabun Berbahan


Dasar Minyak Jelantah Serta Hasil Uji Iritasinya Pada Kelinci’,
Prosiding SNaPP2010 Edisi Eksakta, 1(1):31–48.

Purwanto, M. et al. (2019) ‘Karakteristik Dan Aktivitas Antioksidan Sabun


Padat Dengan Penambahan Ekstrak Kulit Buah Naga (Hylocereus
Polyrizhus)’, Indonesian Chemistry And Application Journal, 3(1):14.

Rahadiana, P., Andayani L.S. 2014. Pabrik Sabun Beraroma Terapi dari
Minyak Jarak dengan Proses Saponifikasi Trigliserida Secara
Kontinyu. Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS.

Rowe R.C., Sheskey P.J. and Quinn M.E., (2009), Handbook of


Pharmaceutical Excipients. Lexi-Comp: American Pharmacist
Association, Inc. Page 418,685.
Siregar, A. F., Sabdono, A. and Pringgenies, D. (2012) Potensi
Antibakteri Ekstrak Gracilaria verrucosa Terhadap Bakteri Penyakit
Kulit Pseudomonas aeruginosa , Staphylococcus epidermidis , dan
Micrococcus luteu. Journal Of Marine Research. 1(2):152-160

Sitorus, Marham., Wesly Hutabarat., Ani. (2016). Transformasi Risinoleat


Minyak Kastor Menjadi Berbagai Senyawa Yang Lebih Bermanfaat.
Yogyakarta : Plantaxia
34

Susanto, A.B dan A. Mucktiany. (2002). Strategi Pengembangan


Gracilaria verrucosa Pada SMK dan Community
College.Pros.Seminar Riptek Kelautan Nasional.

Untari, E. K. and Robiyanto, R. (2018) ‘Uji Fisikokimia dan Uji Iritasi Sabun
Antiseptik Kulit Daun Aloe vera (L.) Burm. f’, Jurnal Jamu
Indonesia, 3(2) : 55–61.

Widyaningrum, Naniek., Mimiek M., Syarifatun K. E.2009. Pengaruh


Variasi Konsentrasi Ekstrak Etanolik Daun Teh Hijau (Camelia
sinensis L.) dalam Krim terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas
Antibakteri. Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik. 6(1) : 26-32

Widyasanti, A., Farddani, C. And Rohdiana, D. (2016) ‘Pembuatan Sabun


Padat Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan
Penambahan Bahan Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia Sinensis)’,
Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 5(3) : 125–136.
Zainuddin, E. N dan Malina, A, C. (2009). Skrining Gracilaria verrucosa
Asal Sulawesi Selatan Sebagai Antibiotik Melawan Bakteri Patogen
pada Ikan. [Laporan Penelitian]

Anda mungkin juga menyukai