PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
WILDAN DAUDI SIDIQ
26030113140075
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. LatarBelakang .. ................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah dan Pendekatan Masalah................................... 3
1.2.1.Perumusan Masalah .................................................................. 3
1.2.2.Perumusan Masalah .................................................................. 3
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 4
1.3.1.Tujuan Penelitian .. ................................................................... 4
1.3.2.Manfaat Penelitian .. ................................................................. 4
1.4. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 5
Halaman
1. Skema Pendekatan Masalah ........................................................... 6
PENDAHULUAN
1.3.2.Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pengetahuan dan informasi terkait pemanfaatan kolagen pada
sabun cair; serta
2. Memberikan informasi bahwa perbedaan jenis kolagen kulit ikan dengan
habitat yang berbeda dapat mempengaruhi karakteristik sabun cair.
1.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2017 di beberapa
tempat, mulai dari pembuatan hingga pengujian, yaitu:
1. Laboratorium Mikrobiologi, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan,
Universitas Diponegoro untuk pembuatan sabun cair, serta pengujian
hedonik, pH dan kestabilan busa;
2. Laboratorium Chem-Mix Pratama, Yogyakarta untuk pengujian viskositas;
dan
3. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian,
Teknologi Pertanian, Universitas Diponegoro untuk pengujian alkali bebas.
Permasalahan
Kolagen dalam tubuh semakin menurun seiring bertambahnya usia sehingga diperlukan
I suatu asupan kolagen dari luar salah satunya dengan penggunaan sabun cair berkolagen.
N Kolagen akan mengikat air diluar kulit kemudian akan masuk ke dalam pori-pori dan
P lapisan epidermis serta menggantikan struktur kolagen yang telah rusak.
U
T
Pendekatan
Penelitian terkait sabun cair dengan penambahan kolagen kulit ikan nila pernah
dilakukan oleh peneliti sebelumbya yaitu Nurhayati dan Murniyati (2013). Namun
belum terdapat penelitian yang dilakukan terkait pembuatan sabun kolagen yang
berasal dari bahan baku dengan habitat yang berbeda yaitu kulit ikan lele, bandeng,
dan kurisi.
U
Studi Pustaka M
P
P A
R N
PeneliatianUtama
O Pembuatan sabun cair dengan penambahan kolagen dari kulit ikan lele, bandeng dan
S kurisi dengan konsentrasi terbaik yang telah diperoleh.
E B
S A
Pengujian L
1. Uji Kimia 2. Uji Fisika 3. Uji hedonik I
Uji pH Uji kestabilan busa K
O
Uji Alkali bebas Uji viskositas
U
T
P
U
T Data
Analisis Data
Kesimpulan
Gambar 1.Skema Pendekatan Masalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kualitas air untuk pembenihan ikan lele harus memiliki pH 6,5-8,5. Lele
bersifat karnivora. Makanan alami lele adalah binatang-binatang renik seperti kutu
air dari golongan Daphnia. Cladocera, dan Copepoda. Lele juga memakan
berbagai jenis cacing, larva jentik nyamuk, atau siput-siput kecil. Jika telah
dibudidayakan, lele mengkonsumsi pakan tambahan seperti pelet (Khairuman dan
Amri, 2002). Lele mengandung kadar protein dan lemak sebesar 18,7% dan 1,1%
(Murniyati et al., 2014).
2.1.2.Ikan Bandeng
Ikan bandeng memiliki tubuh yang panjang, ramping, padat, pipih, dan
oval. menyerupai torpedo. Perbandingan tinggi dengan panjang total sekitar
1:(4,0-5,2). Sementara itu, perbandingan panjang kepala dengan panjang total
adalah 1: (5,2-5,5) (Sudrajat, 2008). Ukuran kepala seimbang dengan ukuran
tubuhnya, berbentuk lonjong dan tidak bersisik. Bagian depan kepala
(mendekati mulut) semakin runcing , dada ikan bandeng terbentuk dari
lapisan semacam lilin, berbentuk segitiga, terletak di belakang insang di
samping perut. Sirip punggung pada ikan bandeng terbentuk dari kulit yang
berlapis dan licin, terletak jauh di belakang tutup insang dan, berbentuk
segiempat. Sirip punggung tersusun dari tulang sebanyak 14 batang. Sirip ini
terletak persis pada puncak punggung dan berfungsi untuk mengendalikan
diri ketika berenang. Sirip perut terletak pada bagian bawah tubuh dan
sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling belakang tubuh
ikan bandeng terdapat sirip ekor berukuran paling besar dibandingkan sirip-
sirip lain. Pada bagian ujungnya berbentuk runcing, semakin ke pangkal
ekor semakin lebar dan membentuk sebuah gunting terbuka. Sirip ekor ini
berfungsi sebagai kemudi laju tubuhnya ketika bergerak (Purnomowatiet al.,
2007).
2.1.3.Ikan Kurisi
Ikan kurisi memiliki badan langsing agak gepeng. Kepala tanpa duri,bagian
depannya tak bersisik. Sirip punggung berjari-jari keras 10, dan 9 lemah. Jari-jari
keras pertama dan kedua tumbuh memanjang seperti serabut (cambuk), demikian
juga jari-jari teratas lembaran sirip ekornya. Sirip dubur berjari-jarikeras 3, dan 7
jari-jari lemah. Warna kepala dan gigirpunggung kemerahan. Ban-ban warna
kuning diselang-seling ban warna merahmawar membujur badan sampai batang
ekornya. Satu totol kuning terdapat padaawal garis rusuk. Ukuran dapat mencapai
panjang 25 cm, umumnya 12-18 cm.Ikan kurisi termasuk ikan buas, makanannya
organisme dasar(cacing-cacing kecil, udang, moluska). Hidup di dasar, karang-
karang, dasarlumpur atau lumpur pasir pada kedalaman 10-50 m. (Widodo, 2008)
2.3. Kolagen
2.3.1.Pengertian Kolagen
Kolagen berasal dari bahasa Yunani yakni cola yang berarti lem (glue)
dan genno yang berarti kelahiran (birth). Hal ini disebabkan karakteristik
kolagen yang melekatkan sel untuk membentuk kerangka jaringan dan organ
tubuh. Molekul kolagen berdiameter 1,5 nm dengan panjang 280 nm dan berat
molekulnya 290.000 Dalton. Kandungan kolagen berupa tiga rantai polipeptida
dengan lebih dari 1000 asam amino dimasing-masing rantainya (Asyiraf, 2011).
Senyawa ini merupakan komponen struktural utama jaringan ikat putih
(white connective tissue) yang meliputi hampir 30% total protein pada tubuh.
Terdapat 19 jenis kolagen, yaitu tipe I sampai XIX. Tipe I, II, III, dan V adalah
kolagen fibrous. Kolagen tipe I ditemukan di semua jaringan ikat, termasuk kulit
dan tulang. Strukturnya terdiri atas heteropolimer (rantai alfa-1 dan alfa-2) dan
glycine (tanpa tryptophan dan cysteine) (Jongjareonrak et al., 2005). Peran
kolagen tipe I yakni sebagai matrik protein ekstraselular dengan karakteristik
peningkatan proliferasi sel sehingga secara langsung mempengaruhi fisiologis dan
morfologi sel (Cardoso et al., 2014). Tipe I ini banyak ditemukan pada kulit,
tulang, dan sisik ikan, sementara kolagen tipe V terdapat pada jaringan ikat dalam
kulit, tendon, dan otot ikan yang juga mengandung kolagen tipe I (Nagai et al.,
2004).
Kolagen komersial biasanya diperoleh dari kulit sapi, kulit babi, atau kulit
ayam, tetapi penggunaannya kurang tepat mengingat pertimbangan agama dan
kontaminasi biologis seperti BSE (Mad Cow Disease), TSE (Transmissible
Spongiform Encephalophaty), FMD (Foot and Mouth Disease) dan sebagainya.
Kandungan asam amino yang tinggi pada hewan yang hidup darat juga
menyebabkan proses denaturasi lebih cepat sehingga kualitas kolagennya juga
rendah (Aberoumand, 2012). Di sisi lain, pendayagunaan kolagen yang berasal
dari hewan yang hidup di air, seperti ikan dapat menjadi alternatif yang
menjanjikan. Ekstrak kolagen dapat berperan sebagai kosmetik dan obat, serta
residunya (hydrolysate) dapat dimanfaatkan dalam industri makanan sebagai
pelembut makanan (Arvanitoyannis dan Kassaveti, 2008).
2.3.2.Peoses Pembuatan Kolagen
Kulit Ikan
Perendaman dalam larutan NaOH 0,1 M (1:10 w/v) selama 24 jam pada suhu
40C
Ekstraksi dalam larutan CH3COOH 0,5 M (1:10 w/v) selama 3 hari pada suhu
40C
Filtrat
Endapan Kolagen
Dialisis dengan asam asetat 0,1 M selama 12 jam pada suhu 40C
Kolagen Basah
Kolagen kering
2.4. Sabun
2.4.1.Pengertian Sabun
Sabun adalah senyawa natrium dan kalium dengan asam lemak dari minyak
nabati dan atau lemak hewani berbentuk padat, lunak, dan cair, berbusa digunakan
sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi, dan bahan lainnya yang
tidak membahayakan kesehatan (Badan Standarisasi Nasional, 1996). Hal ini juga
diperkuat oleh Handayani (2009), sabun yang biasa digunakan dibuat melalui
reaksi saponifikasi dari minyak dan lemak dengan NaOH atau KOH. Sabun yang
dibuat menggunakan NaOH disebut sabun kears sementara sabun yang
dibuatmenggunakan KOH dikenal sebagai sabun lembut atau sabun lembek.
Sabun mandi biasanya termasuk jenis sabun keras.
2.4.2.Sabun Cair
Sabun cair adalah garam kalium dari asam lemak yang berasal dari minyak
nabati atau lemak hewani dengan wujud cair. Sabun cair adalah bahan yang
komponen utamanya trigliseridan dan mampu mengemmulsi air, kotoran atau
minyak. Sabun cair efektif untuk mengangkat kotoran yang menempel pada
permukaan kulit baik yang larut air maupun larut lemak. Sabun dapat bekerja
untuk menghilangkan kotoran karena bahan kimia yang disebut surfaktan. Bahan
kimia ini terdiri dari molekul-molekul yang dapat menempel baik air maupun
minyak sehingga melarutkan lemak dan minyak dari kulit (Gandasasmita, 2009).
Menurut Jannah (2009), perkembangan teknologi dan penggunaan sabun
yang meningkat di masyarakat mendorong produsen untuk menemukan formula
sabun ynng baru. Sabun yang dihasilkan harus mudah dibuat, higienis, dan tidak
menyebabkan iritasi kulit. Sabun yang dibuat dari NaOH dikenal dengan sebutan
sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dari KOH dikenal dengan
sebutan sabun lunak (soft soap). Sabun yang berkualitas baik harus memiliki daya
detergensi yang tinggi, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan dan tetap
efektif walaupun digunakan pada suhu dan tingkat kesadahan air yang berbeda-
beda.
Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur
dengan larutan alkali. Dengan kata lain saponifikasi adalah proses pembuatan
sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang
menghasilkan sintesa dan air serta garam karbonil (sejenis sabun). Ada dua
produk yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin. Secara teknik,
sabun adalah hasil reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah
lemak yang diperoleh dari lemak hewan dan nabati. Jenis alkali yang umum
digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan
ethanolimines. NaOH atau yang biasa dikenal soda koustik dalam industri sabun,
merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras.
KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah
larut dalam air. Na2CO3 (abu soda /natrium karbonat) merupakan alkali yang
murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan
trigliserida (Prawira, 2010).
Menurut Wijayanti (2015), proses pembersihan kotoran dengan sabun tidak
lepas dari air. Airmerupakan cairan yang digunakan untuk menurunkan tegangan
permukaan. Setiap molekul dalam struktur molekul air, dikelilingi dan ditarik oleh
molekul air lainya. Tegangan permukaan tersebut terbentuk saat molekul air yang
terdapat pada permukaan air ditarik ketubuh air. Tegangan ini mengakibatkan air
membentuk butiran-butiran pada permukaan dan menghambat proses
pembersihan. Tegangan permukaan dalam proses pembersihan harus dikurangi,
sehingga air dapat menyebar dan membasahi seluruh permukaan.
2.4.3.Bahan Dasar Pembuatan Sabun
a. Asam Miristat
Asam miristat atau biasa juga dikenal sebagai asam teetradekanoat
merupakan salah satu jenis asam lemak jenuh dengan rumus molekul
CH3(CH2)I2COOH. Memiliki titk leleh pada suhu 54,40C dan titk didih 326,20C.
Asam miristat memiliki wujud cair dan berwarna bening. Biasa digunakan dalam
pembuatan sabun yang berfungsi untuk mengangkat kotoran karena memiliki sifat
yang berminyak (Nauli, 2015)
b. Asam Laurat
Minyak kelapa terdiri dari 48,2% asam laurat yaitu asam lemak berantai
sederhana yang baik untuk kesehatan. Asam laurat merupakan asam lemak yang
dijumpai dalam susu ibu. Asam laurat didalam tubuh akan diubah menjadi
monogliserida laurat yang bekerja sebagai antiviral, anti bakteri dan anti
protozoal. Senyawa ini melawan virus yang dilapisi lipid seperti HIV, herpes,
influenza, serta sebagai bakteri patogenik (Hayati, 2009). Fungsi penambahan
asam laurat pada sabun adalah sebagai larutan pelembab dan pengental. Wujud
dari pada asam laurat adalah cair dan memiliki warna bening kekuningan.
c. Asam Stearat
Asam stearat (stearic acid) adalah asam lemak jenuh yang memiliki
berbagai kegunaan seperti sebagai komposisi tambahan dalam makanan,
kosmetik, dan pruduk industri. Asam stearat juga digunakan dalam produksi
sabun. Sabun diduga ditemukan secara tidak sengaja oleh orang yang mencoba
mengekstrak minyak dari lemak hewan, proses yang mirip dengan bagaimana
asam stearat diekstrak dari lemak hewan. Titik lebur asam stearat 69,60C dan titik
didih 3610C. Sabun yang terbuat dari lemak hewan, tidak mudah larut dalam air
sehingga meninggalkan lapisan sisa dikulit setelah mandi. Asam stearat lantas
ditambahakan sebagai aditif untuk mengeraskan sabun, memberi warna putih
mutiara, serta mudah dibilas dari kulit (Amazine, 2014).
d. Texapon
Texapon terbuat dari alkohol lemak sayuran, dan bersifat sebagai surfaktan
yang baik. Bagus bila digunakan sebagai salah satu formula dalam pembuatan
sampo bayi atau anak-anak dan juga sabun pembersih. Banyak digunakan sebagai
penghasil maupun memperkuat adanya busa. Texapon memiliki ciri fisik yang
sangat kental akibat adanya senyawa alkil eter didalamnya (Prospector, 2015).
e. Propilen Glikol
Propilen Glikol adalah suatu bahan yang tergolong dalam bahan humektan
atau bahan yang dapat mengontrol suatu kelembapan udara dengan kulit sehingga
pada formula sabun dapat ddijadikan sebagai bahan pelembab kulit. Penggunaan
penambahan propilen glikol bersifat mengikat air. Menurut Hendradi et al.,
(2013), digunakan gliserin atau propilenglikol sebagai humektan karena gliserin
maupun propilenglikol merupakan salah satu bahan yang dapat mengikat air di
sediaan agar tidak menguap, menstabilkan sediaan dan sebagai pelembab di kulit.
f. Gliserin
Gliserin adalah cairan kental yang sangat mudah untuk larut didalam air.
Gliserin ditambahkan pada minyak kelapa, maka akan membentuk sabun. Sifat
dari pada larutan ini adalah sebagai humektan yang dapat menyerap zat-zat
penting untuk masuk ke kulit. Gliserin merupakan bahan yang sering digunakan
dalam produk kosmetik selama baertahun-tahun dan aman untuk digunakan
(Lush, 2015).
g. KOH
KOH sering digunakan dalam proses saponifikasi karena merupakan
senyawa alkali yang mudah larut dalam air. KOH pada reaksi penyabunan
berrfungsi mempercepat terjadinya proses penyabunan dan mudah menyabunkan
asam lemak (minyak) (Nauli, 2015).
h. Parfum
Parfum atau bahan pewangi (fragrances) termasuk bahan pendukung.
Keberadaan parfum memegang peranan penting dalam hal keterkaitan konsumen
akan produk sabun. Apabila aroma sabun yang dihasilkan sangat menarik, maka
konsumen pun akan lebih mudah menyukai produk yang ditawarkan (Nauli,
2015). Parfum yang digunakan pada penelitian ini adalah parfum beraroma lemon
untuk menyesuaikan dengan warna sabun yang dihasilkan yaitu kuning.
i. Pearl Concentrate
Pearl Concentratememiliki bahan dasar dari mutiara yang memiliki
kegunaan pada berbagai proses manufaktur seperti pada pembuatan sampo,
deterjen pencuci pring maupun sabun cuci tangan (Kao, 2010). Kegunaan Pearl
Concentrate pada pembuatan sabun yaitu untuk memberikan kesan mengkilat
seperti mutiara pada produk sabun yang dihasilkan.
j. EDTA 2 Na
EDTA 2 Na (Ethylene Diamin Tetraasetic Acid Disodium Salt) berfungsi
sebagai pengawet pada sabun. Menurut Xie (2015), berbentuk serbuk putih yang
memiliki sifat mudah membentuk kristal air dalam keadaan kering dan mudah
larut dalam air, namun sulit untuk larut dalam larutan organik seperti alkohol atau
etil eter. Memiliki pH yang berkisar antara 4-6.
k. Pewarna
Pewarna berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Hai ini
ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba
sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Pewarna yang
digunakan pada sabun merupakan pewarna makanan untuk menghindari efek
iritasi pada kulit saat pemakaian sabun cair. Pewarna yang ditambahkan
disesuaikan dengan warna kolagen yaitu kuning apa tidak terjadi perbedaan warna
dengan kolagen (Nauli, 2015).
l. CAB
CAB atau Cocaamidopropyl betain berfungsi sebagai 'surfactant' singkatan
dari surface acting agent. Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar
yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sekaligus,
sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air. Zat ini
memiliki kegunaan yang hampir sama sebagai pembersih atau 'pembuang' kotoran
yang menempel (Nova, 2011).
3.1. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini didasari pendugaan bahwa
penambahan kolagen kulit ikan dari habitat yang berbeda berpengaruh terhadap
kualitas sabun cair. Hipotesis yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H0 : Penambahan kolagen kulit dari habitat yang berbeda diduga tidak
berpengaruh terhadap sifat fisik dan sifat kimia sabun cair.
H1 : Penambahan kolagenkulit dari habitat yang berbeda diduga berpengaruh
terhadap sifat fisik dan sifat kimia sabun cair.
Kaidah pengambilan keputusan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pengujian parametrik (kadar keasaman, alkali bebas, kestabilan busa, dan
viskositas)
F hitung < Ftabel (taraf uji 5%), maka terima H0 dan tolak H1, dengan P > 0,05
F hitung Ftabel (taraf uji 5%), maka tolak H0 dan terima H1, dengan P < 0,05
b. Pengujian non parametrik (data uji hedonik)
X2 hitung < X2 tabel (taraf uji 5%), maka terima H0 dan tolak H1, P > 0,05
X2 hitung X2 tabel (taraf uji 5%), maka terima H1 dan tolak H0, P < 0,05
3.2. Materi Penelitian
3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini secara umum dibagi menjadi
tiga macam, yaitu bahan pembuatan tepung kolagen, pembuatan sabun cair, dan
pembuatan bahan pengujian karakteristik sabun kolagen cair. Bahan utama yang
akan digunakan dalam pembuatan kolagen adalah kulit ikan lele, bandeng, dan
kurisi. Kulit ikan lele diperoleh dari Boyolali, kulit ikan bandeng dari Yogyakarta
dan kulit ikan kurisi dari Semarang. Larutan HCl, aquadest, alkohol dan bahan-
bahan kimia diperoleh dari toko kimia Indrasari, Kota Semarang.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung kolagen yaitu tersaji pada
Tabel 3
Tabel 3. Bahan yang digunakan pada Pembuatan Tepung Kolagen
No Bahan Kegunaan
1. Kulit ikan lele Bahan baku pembuatan kolagen
2. Kulit ikan bandeng Bahan baku pembuatan kolagen
3. Kulit ikan kurisi Bahan baku pembuatan kolagen
4. HCl 4% Larutan perendam kulit
5. Air Pencucian dan media Perebusan
6. Aquades Netralisasi pH
Bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sabun cair kolagen tersaji
pada Tabel 4.
Tabel 4. Bahan yang Digunakan pada Pembuatan Sabun Cair
No Bahan Fungsi
1. Asam miristat Sebagai pengangkat kotoran
2. Asam laurat Sebagai pelembab dan pengental
3. Asam stearat Sebagai pengeras sabun, pemberi warna putih
mutiara, serta mudah dibilas dari kulit
4. Aquades Sebagai pelarut
5. KOH Sebagai bahan saponifikasi serta
mempercepat reaksi penyabunan
lanjutan Tabel 4. Bahan yang Digunakan pada Pembuatan Sabun Cair
6. Texapon Sebagai penghasil atau memperkuat adanya
busa
7. CAB-30 Sebagai Surfaktan dan pembersih atau
pembuang kotoran yang menempel
8. EDTA 2 Na Sebagai pengawet pada sabun
9. Propilen glikol Sebagai bahan yang dapat mengikat air di
sediaan agar tidak menguap, menstabilkan
sediaan dan sebagai pelembab di kulit
10. KCl Sebagai formula
11. Gliserin Sebagaihumektan yang dapat menyerap zat-
zat penting untuk masuk ke kulit
12. Pearl concentrate Sebagai pemberi kesan mengkilat
13. Tepung kolagen Sebagai pengikat air
Bahan yang akan digunakan dalam pengujian sifat fisika dan kimia sabun
cair kolagen tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Bahan yang Digunakan pada Pengujian Sabun Cair
No Pengujian Bahan
1. Ph Aquades, sabun cair kolagen
2. Alkali bebas Aquades, sabun cair kolagen, alkohol 96%
netral, indikator PP
3. Kestabilan busa Aquades, sabun cair kolagen
4. Viskositas Akuades, sabun cair kolagen
5. Hedonik Sabun Cair Kolagen
3.2.2. Alat
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu alat
pembuatan tepung kolagen, alat pembuatan sabun cair, dan alat yang digunakan
pada pengujian.Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung kolagen tersaji
pada Tabel 6
Tabel 6. Alat yang Digunakan pada Pembuatan Tepung Kolagen
No Alat Fungsi
1. Timbangan analitik Menimbang berat bahan
2. Stoples Plastik Sebagai wadah bahan
3. Hot Plate Memanaskan bahan pembuat sabun
4. Gelas Pengaduk Mengaduk formula
5. Gelas beaker Wadah Sampel
6. Saringan Menyaring sampel
7. Gelas Ukur Mengukur volume larutan
8. Blender Menghaluskan bahan
9. Panci Wadah perebusan
10. Nampan Wadah pengeringan
11 Wadah tahan panas Wadah perendaman
Alat yang digunakan dalam pembuatan sabun cair kolagen tersaji pada
Tabel 7.
Tabel 7. Alat yang Digunakan pada Pembuatan Sabun Cair
No Alat Fungsi
1. Timbangan analitik Menimbang bahan
2. Gelas beker Wadah pembuatan sabun cair
3. Gelas ukur Mengukur volume sampel
4. Hot plate stirrer Membuat cairan menjadi Homogen
5. Termometer Mengukur suhu sampel
Alat yang digunakan dalam pengujian sifat fisika dan kimia sabun cair
kolagen tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8. Alat yang Digunakan pada Pengujian Sabun Cair
No Pengujian Alat
1. Ph pH meter
2. Alkali bebas Erlenmeyer tutup asam 250 ml, penangas air
pendingin tegak
3. Kestabilan busa Vortex mixer
4. Viskositas Viskometer
5. Hedonik Scoresheet
Keterangan:
V = Volume HCl-etanol 0,1N yang digunakan (ml)
N = Normalitas HCl-etanol 0,1N yang digunakan
W = Bobot contoh
0.04 = Bobot setara NaOH
Keterangan :
Ko : Kontrol
Le : Ikan lele
Ba : Ikan bandeng
Ku : Ikan kurisi
3.7. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dilakukan uji normalitas dan
homogenitas dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010. Kemudian
data yang bersifat parametrik, diolah dengan menggunakan uji t-Test. Data yang
bersifat non-parametrik, diolah dengan uji Kruskal Wallis yang bertujuan untuk
melihat perspesifikasi dan uji hedonik. Jika uji Kruskal Wallis menunjukan hasil
yang berbeda nyata, maka selanjutnya dilakukan dengan uji Multiple
Comparrison.
Menurut Hanifah (2005), apabila hasil menunjukan berbeda nyata, maka
dilanjutkan dengan uji lanjutan yaitu Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) karena nilai
koefisien keragaman kecil (<5)
Formulasi uji BNJ menurut Kusriningrum (2008), adalah sebagai berikut :
BNJ () = Q x (t, d.b.galat) KTG
N
Keterangan :
KTG = Nilai kuadrat tengah galat (eror)
n = Jumlah Ulangan
t = Jumlah perlakuan
DAFTAR PUSTAKA
Aberoumand, A., 2010, Isolation and Characteristics of Collagen from Fish Waste
Material, World Journal of Fish and Marine Sciences, 2 (5): 471-474.
Amazine. 2014. Apa itu Asam Stearat? Ketahui Karakteristik & Manfaatnya.
Diambil dari: http://www.amazine.co/25639/apa-itu-asam-stearat-ketahui-
karakteristik manfaatnya/ (12 Desember 2016 pukul 10.00 wib).
Arvanitoyannis, I.S., dan Kassaveti, A., 2008, Fish Industry Waste: Treatments,
Environmental Impacts, Current and Potential Uses, International Journal
of Food Science and Technology, 43: 726-745.
Astiana, I., Nurjanah dan Tati N. 2016. Karakteristik Kolagen Larut Asam dari
Kulit Ikan Ekor Kuning. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia,
19(1): 79-93.
Asyiraf, N., 2011, Extraction of Collagen From Fish Waste and Determination of
Its Physico-chemical Characteristic, Final Project, Degree of Bachelor of
Science (Hons.) Food Science and Technology, Faculty of Applied
Sciences, Selangor: Universiti Teknologi MARA..
Badan Standardisasi Nasional. 2014. Kolagen kasar dari sisik ikan- Syarat mutu
dan pengolahan: SNI 8076- 2014. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Hartati,I. Kurniasari. L. 2010. KAJIAN Produksi Kolagen Dari Limbah Sisik Ikan
Secara Ekstraksi Enzimatis.Universitas Wahid Hasyim Semarang. 6(1):33
-35.
Hayati, R. 2009. Perbandingan susunan dan kandungan asam Lemak Kelapa
Muda dan Kelapa tua (Cocos nucifera L.) dengan metode Gas
Kromatografi. Jurnal Floratek (4):18-28.
Jannah, B. 2009. Sifat Fisik Sabun Transparan dengan Penambahan Madu Pada
Konsentrasi yang Berbeda. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Jongjareonrak, A., Benjakula, S., Visessanguanb, W., Prodpranc, T., dan Tanakad,
M., 2005, Isolation and Characterisation of Acid and Pepsin-Solubilised
Collagens from The Skin of Brownstripe Red Snapper (Lutjanus vitta),
Food Chemistry, 93: 475484.
Kasim, Syaharuddin. 2013. Pengaruh Variasi Jenis Pelarut Asam Pada Ekstraksi
Kolagen dari Ikan Pari (Himantura gerradl) dan Ikan Tuna (Thunnus sp.)
Majalah Farmasi dan Farmakologi, 17(2):1410-7031.
Khairuman dan K. Amri, 2002. Budi Daya Lele Lokal Secara Intensif. AgroMedia
Pustaka. Jakarta, 64 hlm.
Nagai, T., Izumi, M., dan Ishii, M., 2004, Fish Scale Collagen: Preparation and
Partial Charaterization, International Journal of Food Science and
Technology, 39 (3): 239-244.
Nauli, A.P. 2015. Karakteristik Sabun Cair Dengan Penambahan Kolagen Ikan
Air Laut Yang Berbeda. [Skripsi]. Universitas Diponegoro. Semarang.
Nova. 2011. Membuat Shampoo Diambil dari :
http://novaputriherdianti.blogspot.co.id/2011/12/membuat-shampoo.html
(12 Desember 2016 pukul 10.00 wib)
Nurhayati dan Murniyati. 2013. Pengaruh Penambahan Kolagen Kulit Ikan Nila
(Oreochromis spp) Terhadap Karakteristik Sabun Cair. Prosiding Seminar
Nasional Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia V,
Universitas Diponegoro. Semarang.
Rusli. 2004. Kajian Proses Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Patin (Pangasius
hyphothalamus) Segar. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Wijayanti,W. 2015. Pengaruh Kolagen Tulang Ikan Air Tawar Yang Berbeda
Terhadap Karakteristik Fisik Dan Kimia Sabun Cair. [Skripsi]. Universitas
Diponegoro. Semarang.
http://www.livinginindonesiaforum.org/forum/general/learning-bahasa diakses
selasa 15 november 2016 pukul 22:39 wib