Anda di halaman 1dari 5

RANGKUMAN

Produksi Bioplastik Oleh Bakteri Penghasil Polihidroksibutirat (PHB)


Menggunakan Limbah Pertanian1)
Dirangkum oleh2)

Nama : Anggi Marliana

NIM : 1703110079

Plastik sintesis merupakan polimer yang berasal dari petrokimia. Plastik sintesis
umumnya murah, tetapi memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan karena sulit
didegradasi. Oleh karena menipisnya fosil bahan bakar, harga minyak bumi yang
meningkat dan dampak lingkungan yang muncul, sehingga perlu dicari alternatif untuk
mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya yang tidak terbarukan. Bioplastik
merupakan solusi terbaik sebagai penganti plastik sintesis, karena lebih ramah lingkungan.
Banyak jenis bahan penyusun plastik yang dapat didegradasi dengan tingkat
biodegradabilitas yang berbeda. Salah satu bahan penyusun plastik yaitu poli
hidroksibutirat (PHB) dapat 100% terurai secara hayati. PHB merupakan makromolekul
yang disintesis dari bakteri dan sifat polimernya mirip dengan termoplastik sintetik seperti
polypropylene. Hal ini menjadi alasan PHB perlu diproduksi secara massal untuk
menggantikan plastik berbahan baku petrokimia.

Untuk memproduksi PHBS secara massal memerlukan biaya yang tinggi jika
dibandingkan dengan memproduksi plastik sintesis. Saat ini, banyak upaya dilakukan
untuk mengurangi biaya produksi PHB seperti; mengembangkan strain bakteri yang
efisien, mengoptimalkan proses fermentasi dan pemulihan. Penyebab utama tingginya
biaya produksi PHB adalah biaya substrat karbon. Sehingga pemilihan substrat karbon
yang terbarukan, rendah biaya dan efisien untuk pertumbuhan mikroba yang memproduksi
PHB diharapkan mampu mengatasi masalah tingginya biaya produksi. Oleh karena itu,
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi bakteri penghasil PHB dan mempelajari
produksi PHB dari limah pertanian.

Sampel strain bakteri dikumpulkan secara aseptik dari lokasi yang berbeda di sekitar
kota Arba Minch, kemudian sampel diencerkan dan inokulasikan ke dalam petri steril.
Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37OC, selanjutnya isolat dimurnikan dengan melakukan
streak kuadran. Isolat bakteri yang telah dimurnikan dipindahkan dengan bantuan jarum
ose ke masing-masing nutrien agar miring, kemudian disimpan pada suhu 4 OC. Tahap
selanjutnya dilakukan Skrining untuk bakteri penghasil PHA, dengan menyaring koloni
yang berhasil diisolai untuk dilakukan pewarnaan sudan hitam dan diberi peringkat
berdasarkan besarnya pewarnaana untuk mengetahui suatu isolat menghasilakan PHA.
Kemudian dilakukan uji terhadap isolat yang diketahui mampu menghasilkan PHA.
Meliputi uji morfologis, fisiologi, biokimiawi dan di identifikasi pada tingkat genus.
Media untuk menumbuhkan bakteri penghasil PHA terdiri Garam mineral terpilih
(MSM) (g/L) seperti ; urea (1,0), ekstrak ragi (0,16), KH 2PO4 (1,52), Na2HPO4 (4,0),
MgSO4,7H2O (0,52), CaCl2 (0,02), glukosa (4,0) dan larutan elemen jejak 0,1 ml. Larutan
elemen jejak mengandung (g/L): ZnSO4, 7H2O (0,13) FeSO4,7H2O (0,02), (NH4)6MO7O24
4H2O (0,06) dan H3 BO3 (0,06). Kemudian larutan glukosa dan elemen jejak diautoklaf
secara terpisah. Selanjutnya kultur diinokulasi kedalam nutrien broth, Kultur yang berusia
24 jam diinokulasi ke dalam media produksi 100 ml, inkubasi pada suhu 37 OC dan
kecepatan 150 rpm selama 48 jam.

Tahap selanjutnya ialah Pengukuran Biomassa Kering. Biakan di sentrifugasi pada


kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit, kemudian pelet di keringkan dalam oven pada
suhu 550C hingga bobot konstan. Selanjutnya Ekstraksi dan Kuantifikasi PHA dilakukan
dengan 10 ml kultur di sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit.
Supernatan dibuang dan pelet ditambahkan dengan 10 ml natrium hipoklorit, inkubasi pada
suhu 30OC selama 2 jam. Campuran di sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 15
menit kemudian cuci dengan air steril, aseton dan metanol. Pelet dilarutkan dalam 5 ml
kloroform mendidih dan diuapkan dengan menuangkan larutan pada nampan kaca steril
yang disimpan pada suhu 4OC. Lalu bandingkan akumulasi PHB relatif dari isolat yang
berbeda untuk membantu dalam mengidentifikasi produsen terbaik.

Pengaruh pertumbuhan produksi PHB oleh isolat terpilih dengan pH awal 6.5, 7, 7.5
dan 8 suhu 25, 30 dan 40OC dengan periode inkubasi 72 jam dalam interval 12 jam.
Menggunakan MSM pada kecepatan 150 rpm dengan pH awal medium disesuaikan
dengan ditambahkan asam klorida 1 N atau Natrium Hidroksida. Kemudian hasil yang
didapat dibandingkan dengan mengukur biomassa kering dan berat PHA yang di ekstraksi.
Untuk mengetahui Pengaruh Sumber Karbon dalam produksi PHB. Untuk melihat efek
glukosa, fruktosa dan sukrosa memproduksi PHB dari isolat terpilih, dengan cara
memasukkan 4% (w/v) gula dalam MSM standar pada pH 7 suhu 37 OC selama 48 jam dan
kecepatan 150 rpm diikuti oleh pengukuran berat kering biomassa dan PHB yang
diekstraksi. Pengukuran serupa juga dilakukan untuk ampas tebu pra perlakuan, tongkol
jagung, jerami dan kulit pisang dengan hidrolisat 4% (v/v).

Pretreatment Residu Pertanian, dilakukan dengan mengumpulkan ampas tebu, tongkol


jagung, jerami dan kulit pisang yang kemudian dipotong menjadi potongan-potongan kecil,
dikeringkan dalam oven pada suhu 60OC selama 1 minggu dan diubah menjadi partikel
halus yang dihidrolisis oleh zine menggunakan metode klorida. Selanjutnya menggunakan
metode Di-Nitrosalicylic Acid (DNSA) untuk mengurangangi kadar gula hidrolisatnya.
Melihat pengaruh sumber nitrogen pada produksi PHA, MSM ditambah dengan 1% (w/v)
sumber nitrogen (pepton, urea, ekstrak ragi, dan amonium sulfat) pada pH 7 dan isolat
diinokulasikan, kemudian inkubasi pada suhu 37OC selama 48 jam dengan kecepatan 150
rpm. Lalu ukur Biomassa dan PHB yang dihasilkan.

Tahap selanjutnya Analisis Spektrofotometer FTIR dari PHB. Sekitar 1 mg sampel PHB
yang diekstraksi dilarutkan dalam 5 ml kloroform. Setelah pelet dibentuk dengan
Penambahan KBr dilakukan untuk pembentukan pelet, pektra yang dihasilkan dicatat pada
kisaran 4000-400 cm-1. Selanjutnya Analisis Spektrofotometer UV-Vis dari PHB, PHB
yang telah diekstraksi dilarutkan dalam kloroform dalam kisaran 200-320 nm dan
bandingkan terhadap kloroform standar. Spektrum dianalisis untuk puncak yang tertinggi
pada 240 nm. Persiapan film biofilm yang dibuat dengan melarutkan 50 mg ekstrak PHB
dalam 10 ml kloroform.

Uji degradasi PHB dilakukan menggunakan Polimer biodegradabilitas dengan metode


suspensi media granul agar yang dipadatkan. Untuk petri uji ditambah PHB sementara
petri kontrol disiapkan tanpa PHB. Bakteri tanah diinokulasi ke dalam petri uji dan petri
kontrol lalu amati pembentukan zona beningnya. Terakhir dilakukan Analisis Statistik,
Semua uji dilakukan dua kali dalam tiga pengulangan dan standar deviasi ditentukan. Data
dianalisis dengan ANOVA satu arah menggunakan perangkat lunak Microsoft ecxel 2007
untuk menentukan signifikansi.

Diantara 50 strain bakteri yang diisolasi dari tempat yang berbeda, sepuluh starin
bakteri ditemukan produsen PHB dengan akumulasi PHB relatif berbeda. Sebagian besar
produsen yang diidentifikasi milik genus Bacillus. Isolat AWW diambil untuk penelitian
lebih lanjut karena menghasilkan PHB yang lebih tinggi daripada isolat lainnya. Produksi
PHB oleh isolat AWW meningkat saat 48 jam inkubasi dan menurun setelahnya. Setelah
agro-residu dihidrolisis, kadar gula reduksi hidrolisa diukur dengan hasil 4715, 4465, 4215
dan 3965 µg/ml untuk masing-masing dari ampas tebu, tongkol jagung, jerami dan pisang.

pH dan suhu terbaik untuk produksi PHB adalah 7,0-7,5 dan suhu 37 0C. Diantara
sumber karbon yang diuji, glukosa merupakan sumber karbon terbaik dengan 61%
produksi PHB, tebu hidrolisat menghasilkan 56% produksi PHB yang setara dengan hasil
fruktosa 54%. Tongkol jagung dan sukrosa masing-masing menghasilkan PHB 52% dan
49% sedangkan jerami menghasilkan 39% produksi PHB. Produksi PHB terkecil
ditunjukkan oleh kulit pisang dengan produksi PHB 27%. Diantara sumber nitrogen
organik dan anorganik yang diuji untuk produksi PHB dengan mengisolasi AWW,
didapatlah hasil pepton sebagai sumber nitrogen terbaik mampu memproduksi 63% PHB.
Amonium nitrat memproduksi PHB 51% yang setara dengan ekstrak ragi 48%. Produksi
PHB paling sedikit dengan sumber nitrogen kasein seesar 40% dan amonium sulfat 40%.
Sampel PHB yang diekstraksi di evaluasi untuk identifikasi kelompok fungsional
mereka melalui analisis FTIR. Kelompok-kelompok fungsional diidentifikasi sebagai –OH,
-CH2, C=O ester, C=O amida protein, protein amida N-H, C-H 3, -C-O- dan alkil halida.
Pemindaian spektrofotometer UV-Vis mengungkapkan bahwa, puncak absorbansi 240
untuk ampas tebu, tongkol jagung dan jerami teff dan absorbansi 230 untuk kulit pisang.
Dalam penelitian ini, potensi bakteri penghasil PHB diisolasi dari beragam sumber dan
strain potensial yang dipilih untuk penelitian lebih lanjut. Sebgaian besar isolat potensial
adalah Bacilli. Bacillus sp dilaporkan sebagai produsen PHB yang ideal dalam banyak
penelitian sebelumnya.
Pertumbuhan optimal dan akumulasi PHB maksimum oleh isolat AWW terjadi pada
48 jam. Ketika biomassa meningkat, bakteri mulai mengakumulasi PHB ke tingkat
maksimum dan akumulasi PHB menurun setelah produksi biomassa puncak. Mungkin hal
ini terjadi karena penipisan nutrisi, yang memaksa bakteri untuk menggunakan PHB
terakumulasi sebagai sumber energi. Hasil PHB tertinggi diperoleh dari glukosa yakni 61%
setelah 48 jam inkubasi. Hasil yang sebanding dari R.sphberoides N20 dan dari
Alcaligenes latus menggunakan glukosa sebagai sumber karbon. Glukosa adalah sumber
karbon yang mudah diasimilasikan yang mendorong bakteri untuk menghasilkan lebih
banyak PHB.
Ampas tebu yang telah diolah sebelumnya adalah sumber karbon murah dan terbaik
menghasilkan 56%, selanjutnya tongkol jagung dengan produksi PHB 52%. Hasil serupa
dilaporkan yang memperoleh 54% PHB menggunakan hidrolit bagas dari Cupriavidus
necator. Penelitian sebelumnya memperoleh 60% PHB dari ampas tebu oleh
Pseudomonas aeruginosa. Disisi lain jerami dan kulit pisang menghasilkan lebih sedikit
produksi biomassa dan PHB. Yang mencolok adalah pengamatan pada kulit pisang yang
PHB nya jauh lebih sedikit daripada sumber karbon lainnya hanya 27%. Kulit pisang dapat
mendukung pertumbuhan bakteri tetapi tidak berkontribusi banyak untuk produksi PHB.
Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya sumber karbon dalam medium berdasarkan
berkurangnya kadar gula kulit pisang yang sudah diolah.
Suhu optimum untuk pertumbuhan dan akumulasi PHB oleh isolat AWW adalah 370C.
PHB dan hasil biomassa meningkat pada suhu 37 0C dan menurun pada suhu ekstreem.
Perubahan PHE disebabkan oleh variasi suhu, faktanya suhu ekstrem memperlambat
aktivitas metabolisme (aktivitas enzim) mikroorganisme yang pada akhirnya mengurangi
kemampuan mereka untuk menghasilkan PHB. Produksi PHB maksimum dengan
mengisolasi AWW terjadi pada kisaran pH 7,0-7,5. Dengan produksi PHB 55% dan 51%.
Hasil ini sejalan dengan laporan sebelumnya dimana pertumbuhan mikroba yang optimal
dan produksi PHB terjadi pada kisaran pH 6,0-7,5.
Presentase produksi PHB maksimum per berat sel kering di capai oleh pepton sebagai
sumber nitrogen terbaik diikuti oleh amonium nitrat dengan kandungan PHB masing-
masing 63% dan 51%. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan nitrogen yang relatif
rendah dari pepton yang menghasilkan peningkatan rasio C/N yang mendukung akumulasi
PHB dicapai dengan amonium sulfat. Ini telah dilaporkan sebelumnya, bahwa konsentrasi
nitrogen dalam media bakteriologis sangat mempengaruhi produksi PHB intraseluler.
Dalam hasil analisis FTIR, masing-masing sampel PHB menghasilkan puncak pada
3446, 3406, 3443 dan 3443 cm-1 menunjukkan peregangan ikatan H yang kuat yang
diciptakan oleh kelompok OH terminal yang ditemukan di ampas tebu, tongkol jagung,
jerami dan kulit pisang. Puncak pada 2924/2925 dan 2923/2924 cm -1 masing-masing untuk
peregangan gugus metil C-H dan gugus metilen.
Pita serapan 1728 dan 1741 cm-1 adalah pita penanda PHA yang dilokasikan untuk
karbonil C=O peregangan gugus ester yang terletak di rantai struktur kristal yang sangat
teratur. Puncak-puncak ini sebanding dengan puncak standar masing-masing 1728 dan
1740 cm-1 ke scl-PHA dan mcl-PHA. sebuah rantai pendek dan mcl-PHA panjang PHA
(scl-PHA) mewakili 3-5 atom karbon dan panjang rantai medium PHA (mcl-PHA) 6-14
unit atom karbon monomer. Puncak pada 1638, 1621, 1630 dan 1616 cm -1 menunjukkan
ikatan C=O lemah yang diperpanjang untuk gugus karbonil atau amida terkonjugasi untuk
masing-masing sampel ampas tebu, tongkol jagung, jerami dan kulit pisang.
Puncak pada 1548 cm-1 untuk sampel BP menunjukkan adanya protein amida N-H
dalam polimer. Mirip dengan hasil 1560,3 cm -1 yang dilaporkan peneliti sebelumnya, ,
sementara seri puncak penyumbang –CH2 pada 1484, 1461, 1461 dan 1461 cm-1 untuk
sampel ampas tebu, tongkol jagung, jerami teff dan kulit pisang. Puncak 1262, 1029 cm -1
mewakili gugus –C-O- Polimer dalam ampas tebu. Peregangan puncak lainnya sesuai
keberadaan alkil halida (991,981, 855, 843, 800, 760, 626, 622, 616, 605, 553, 546, 491,
484, 457, 434 dan 430 cm-1). Semua pita serapan yang menonjol ini mengkonfirmasi
bahwa polimer yang diekstraksi dari semua sampel adalah poli-β-hidroksibutirat.
Kisaran puncak antara pembacaan 230 dan 240 nm ini menunjukkan terjadinya PHB.
Pemindaian UV-Vis menunjukkan polimer yang di ekstrasi. Sifat plastik dan polimer
biodegradabilitas polimer yang diekstraksi dikonfirmasi dengan menyiapkan sampel film
plastik. Dan zona bening yang dibentuk oleh bakteri dari tanah. PHBS terdegrdasi oleh
aksi enzim mikroba menjadi bentuk yang larut dalam air.

Pekanbaru, 6 April 2020

Menyetujui

Pembimbing Seminar Literatur

(Dr. rer. Nat. Delita Zul,M.Si)


NIP. 196807111993032003

Anda mungkin juga menyukai