Anda di halaman 1dari 15

respon dari lingkungan yang tidak seimbang.

Bakteri yang memiliki kemampuan


menghasilkan PHA dapat diisolasi dari berbagai macam sumber seperti limbah
industri, limbah pertanian dan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi
bakteri penghasil PHA dari tanah gambut, Bengkalis, Riau dan optimasi produksi
PHA melalui modifikasi media produksi. Sampel tanah gambut diambil dari enam
tipe lokasi denggan empat ulangan yaitu, hutan tanaman industri, lahan restorasi,
kebun karet, hutan sekunder, kebun sawit dan lahan bekas terbakar. Isolasi
dilakukan dengan metode spread plate dan dilakukan seleksi bakteri penghasil
PHA secara kualitatif menggunakan pewarna suddan black. Sebanyak 10 isolat
bakteri memiliki kemampuan tinggi dalam menghasilkan PHA yang ditunjukkan
oleh serapan warna hitam. Akumulasi PHA tertinggi sebesar 46,47% dari isolat
HS4_8 yang menggunakan medium diperkaya LCPKS 50%.

Kata kunci: akumulasi PHA, bioplastik, tanah gambut, LCPKS,


Polihidroksialkanoat.

PENDAHULUAN

Industri polimer akhir-akhir ini mengalami peningkatan pesat yang


digunakan sebagai bahan baku plastik sintesis. Plastik sintesis memiliki
kelemahan sulit terurai di alam, sehingga penggunaannya dapat menimbulkan
masalah lingkungan dan merusak ekosistem (Pujawati dan Nawfa 2016).
Kementrian Lingkungan Hidup menyebutkan, Indonesia menghasilkan 67 juta ton
sampah pada tahun 2019 dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton
(Kartika dan samsul 2018). Untuk mengurangi jumlah penumpukan sampah
plastik, maka penggunaan plastik yang ramah lingkungan menjadi salah satu
solusinya.
Plastik ramah lingkungan disebut juga bioplastik yang lebih mudah
didegradasi di lingkungan oleh mikroorganisme (Fachry dan Sartika 2012).
Bioplastik terbuat dari bahan polimer alami seperti pati, selulosa dan lemak
(Kamsiati et al. 2017). Salah satu bahan penyusun bioplastik adalah
polihidroksialkanoat (PHA). PHA merupakan hasil metabolisme mikroba yang
terbentuk dari cadangan karbon dan energi intraseluler yang dihasilkan dari
beberapa jenis bakeri sebagai bentuk respon dari lingkungan yang tidak seimbang
(Pujawati dan Nawfa 2016). Bakteri yang memiliki kemampuan menghasilkan
PHA dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, seperti limbah industri, limbah
pertanian dan tanah.
Provinsi Riau merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki
kawasan gambut. Sebagaimana diketahui luas lahan gambut di Provinsi Riau
sebesar 50% dari total luas Provinsis Riau yang tersebar hampir diseluruh
kabupaten. Total luas dari Provinsi Riau ± 9 juta hektar, lebih dari 4 juta
hektarnya merupakan lahan gambut dengan kedalaman yang bervariasi (Walhi
Riau 2018). Gambut merupakan tanah yang terbentuk dari bahan organik pada
cekungan atau rawa dimana akumuluasi bahan organik pada kondisi jenuh air,
anaerob menyebabkan perombakan bahan organik berjalan lambat sehingga
terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk tanah gambut. Sejauh ini belum

2
ada informasi mengenai isolasi bakteri penghasil PHA dari tanah gambut, padahal
tanah gambut kaya akan material organik.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2020 sampai
dengan bulan Maret 2021 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau.

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari: pancang, yellow
tip, blue tip, eppendof, jarum ose, spatula, drygladsky, tabung reaksi (Pyrex),
cawan petri (Pyrex), lampu bunsen, mikropipet 0,1 ml (Dumo), mikropipet 1 ml
(DragonLab), botol kaca gelap, sprayer, erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Pyrex),
gelas beaker (Pyrex), rak tabung reaksi, timbangan analitik, vortex (Fisons),
waterbath, sentrifuges (WIFUG), microwave (SAMSUNG), oven sterilisasi
(COSMOS), autoklaf (GEA), shaker inkubator (LabTech), oven inkubator
(Heraeus), kamera dan alat tulis.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: karet gelang, korek
api, kertas label, aluminium foil, plastik kaca, plastik ziplock, sampel tanah
gambut, LCPKS, Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), aquades, Sudan Black
B, natrium klorida, K2HPO4, KH2PO4, MgSO4, Na2HPO4.2H2O, sukrosa, amonium
nitrat, klorofom, alkohol 70%, spiritus, sodium hipoklorit, etanol, aseton, metanol
dan dietil eter.

Prosedur Kerja

Pengambilan Sampel
Sampel tanah gambut diambil dari 6 lokasi yang berbeda. Setiap satu titik
lokasi terdapat 4 ulangan sampel sehingga diperoleh 24 sampel. Pengambilan
sampel tanah menggunakan metode purposive sampling. Tanah diambil
menggunakan sendok semen dengan kedalaman 0-20 cm. Sebelum diambil tanah
terlebih dahulu dibersihkan dari serasah yang terdapat di permukaan. Sampel
tanah diambil sebanyak 500 gram dan dimasukkan ke dalam plastik ziplock.
Selanjutnya setelah proses pengambilan, tanah disimpan pada suhu 4 oC dan
dibawa untuk pengujian di laboratorium. Untuk sampel LCPKS diambil dengan
mencelupkan jerigen ke dalam bak penyimpanan LCPKS hingga terisi penuh.
Kemudian sampel LCPKS dibawa ke laboratorium dan disimpan pada suhu ruang
untuk digunakan sebagai campuran medium optimasi produksi.

Pembuatan Media dan Larutan

Pembuatan garam fisiologi


Pembuatan larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) 1000 mL dengan
menimbang 8,5 gram NaCl, kemudia dilarutkan dengan 1.000 mL aquades steril
(Nurjana dan Ahmad 2010).

3
Pembuatan larutan Sudan Black B
Pembuatan larutan sudan sebanyak 0,5 gram bubuk Sudan Black B
dilarutkan dalam 100 ml etanol dan didiamkan selama dua hari. Setelah dua hari
larutan disaring menggunakan kertas saring. Pembuatan larutan buffer sebanyak
16 gram fenol, 30 ml etanol dan 0,3 gram Na2HPO4.2H2O. Ketiga bahan
dilarutkan dalam 100 ml aquades. Pembuatan larutan Sudan Black B untuk kerja
sebanyak 60 ml larutan Sudan Black B yang sudah disaring dicampur dengan 40
ml larutan buffer (Barros et al. 2012).

Pembuatan Nutrient Agar (NA)


Semua alat dan bahan disiapkan. Sebanyak 23 gram bubuk media Nutrient
Agar (NA) dilarutkan dengan aquades 1000 mL dalam erlenmeyer. Larutan
dipanaskan sampai bubuk benar-benar larut tetapi tidak sampai mendidih,
selanjutnya diukur pH hingga 7,4±2. Kemudian, disterilisasi dengan
menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 121℃ dan tunggu media
hingga memadat (Tannuwijaya 2015).

Pembuatan Nutrient Broth (NB)


Sebanyak 8 gram bubuk NB dilarutkan dengan 1000 mL akuades dalam
erlenmeyer kemudian diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer. Setelah itu
medium NB dituang ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 mL dan disterilisasi
dengan autoklaf pada suhu 121C selama 15 menit (Hudaya et al. 2014)

Pembuatan Mineral Salt Medium (MSM)


Medium MSM dibuat dengan mencampur 5 gram NaCl, 1,5 gram
K2HPO4, 1,5 gram MgSO4, 5 gram sukrosa, 0,5 gram amonium nitrat kemudian
dilarutkan dengan 1000 mL aquades lalu dipanaskan sampai homogen dengan pH
medium 7±0,1. Selanjutnya medium dibagi sebanyak 90 mL ke dalam botol selai
dan disterilkan dengan memggunakan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan
15 psi selama 15 menit (Raj et al. 2014).

Pembuatan Medium Produksi yang Mengandung LCPKS


Medium LCPKS dibuat dengan komposisi yang sama dengan medium
MSM. Sumber karbon berupa sukrosa diganti dengan LCPKS konsentrasi 30%,
40% dan 50%. Komposisi medium LCPKS meliputi 5 gram NaCl, 1,5 gram
K2HPO4, 1,5 gram MgSO4, 0,5 gram amonium nitrat kemudian dilarutkan dengan
1000 mL aquades lalu dipanaskan sampai homogen dengan pH medium 7±0,1.
LCPKS yang ditambahkan ke dalam 1 liter medium sebagai pengganti sukrosa
adalah dengan konsentrasi 30% dan 50 % masing-masing sebanyak 300 mL dan
500 mL. Selanjutnya medium dibagi sebanyak 90 mL ke dalam botol selai dan
medium disterilkan dengan memggunakan autoklaf pada suhu 121oC dengan
tekanan 15 psi selama 15 menit (Sari 2017).

Isolasi bakteri penghasil PHA


Sebanyak 1 gram sampel tanah disuspensikan ke dalam 9 mL larutan
garam fisiologis (NaCl 0,85%) steril dan dilakukan seri pengenceran hingga
pengenceran 10-4. Dua pengenceran terakhir diambil sebanyak 0,1 mL untuk
diinokulasikan secara spread plate pada medium NA dan diinkubasi pada suhu

4
ruang selama 48 jam (Kresnawaty et al. 2014a). Koloni bakteri yang tumbuh
pada isolasi lalu diinokulasi pada medium NA baru dengan cara totol dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam.

Seleksi Bakteri Penghasil PHA


Sudan Black B digunakan untuk uji kualitatif produksi PHA. Medium NA
steril dituangkan ke dalam cawan petri. Setelah memadat, pelat diinokulasi
dengan isolat bakteri dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Larutan
Sudan Black B dituangkan pada petri yang berisi koloni hingga terendam dan
diinkubasi selama 30 menit. Untuk menghilangkan noda dari koloni, dibilas
dengan etanol 96%. Koloni yang berwarna biru gelap menandakan isolat tersebut
positif dalam memproduksi PHA (Gatea 2018). Secara kualitatif bakteri penghasil
PHA diseleksi berdasarkan kepekatan warna Sudan Black yang diserap. Kategori
tersebut dinilai dengan: + =biru (rendah), ++ = biru kehitaman (sedang), +++ =
hitam (kuat).

Pembuatan Starter
Isolat bakteri penghasil PHA yang terpilih berdasarkan serapan sudan
black dengan nilai +++ diinokulasikan pada 10 mL NB steril. Kultur diinkubasi
pada shaker incubator dengan agitasi150 rpm selama 24 jam (Kresnawaty et al.
2014b).

Uji Kemampuan Isolat Dalam Menghasilkan PHA


Untuk tahap produksi, medium yang digunakan adalah MSM yang
merupakan medium standar untuk produksi PHA. Starter bakteri terseleksi yang
sudah diinkubasi selama 24 jam divortex terlebih dahulu sebelum diinokulasi ke
dalam medium MSM. Campuran dari starter dan medium MSM kemudian
diinkubasi dengan agitasi 150 rpm pada suhu 37o C selama 144 jam dalam shaker
incubator.

Optimasi Produksi PHA


Untuk memacu optimasi produksi PHA dari isolat terseleksi, maka
dilakukan optimasi produksi menggunakan media LCPKS sebagai sumber karbon
melalui variasi konsentrasi LCPKS. Uji produksi dan optimasi produksi dilakukan
sejalan dengan tujuan untuk membandingkan. Dengan mengacu hasil penelitian
Kresnawaty et al. (2014b) maka konsentrasi LCPKS yang digunakan adalah 30%
dan 50% dengan waktu inkubasi 144 jam. Sebanyak 10 mL starter bakteri
penghasil PHA dari setiap isolat terseleksi terlebih dahulu divortex lalu
diinokulasikan ke medium LCPKS yang berkonsentrasi 30% dan 50% dengan
volume masing-masing adalah 90 mL. Kultur diinkubasi dalam shaker incubator
dengan agitasi 150 rpm pada suhu 37o C selama 144 jam (Du et al. 2001).

Ekstraksi PHA
Kultur bakteri dipanen dengan sentrifugasi pada 5000 rpm selama 10
menit. Supernatan dibuang dan pelet sel dipindahkan ke alumunium yang sudah
diketahui beratnya. Pelet sel selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80 oC
sampai beratnya konstan. Berat kering pelet yang telah ditimbang dinyatakan
sebagai g/g berat kering sel. Pelet sel yang telah dikeringkan ditambahkan 5 ml

5
sodium hipoklorit 5% dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam. Campuran
tersebut selanjutnya disentrifugasi, supernatan dibuang, dan pelet dicuci dua kali
dengan 10 ml aquades steril dan disentrifugasi. Selanjutnya pelet dicuci dua kali
dengan aseton, metanol, dan dietil eter dengan rasio 1:1:1 dan disentrifugasi. Pelet
yang dihasilkan dilarutkan dengan kloroform dan dipanaskan pada suhu 65oC
menggunakan waterbath selama ±5 menit. Selanjutnya pelet dikeringanginkan
pada suhu ruang sehingga didapatkan bubuk kering PHA (Santhanam dan
Sreenivasan 2010).

Kuantifikasi Residu Biomassa dan Akumulasi PHA


Residu biomassa adalah perbedaan antara berat sel kering dan berat kering
PHA yang diekstraksi (Bhat et al 2017). Presentase akumulasi PHA intraseluler
dinyatakan sebagai jumlah PHA yang ada dalam sel. Residu biommasa dan
akumulasi PHA dihitung menggunakan formula:
Residu biomassa (g/L) = BK sel (g/L) - BK PHA (g/L)
BK PHA(g / L)
Akumulasi PHA (%) = x 100%
BK sel( g / L)
Keterangan: BK = berat kering

Analisis data
Data hasil dari isolasi bakteri, hasil seleksi isolat penghasil PHA dan
presentase akumulasi PHA dari satu ulangan disajikan dalam bentuk tabel dan
gambar. Data-data tersebut dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil PHA


Sebanyak 200 isolat bakteri berhasil diisolasi dari 24 sampel tanah gambut
yang berasal dari 6 tipe lokasi sumber isolat. Tabel 4.1 menyajikan data hasil
isolasi dan seleksi bakteri dari 6 lokasi sumber isolat. Dari 200 isolat yang
berhasil diisolasi selanjutnya dilakukan seleksi kualitatif dengan penyiraman
sudan black. Sebanyak 72 dari 200 isolat mampu menyerap warna hitam dari
sudan black dengan intensitas penyerapan rendah dengan warna koloni berwarna
biru (+), biru kehitaman (++) dan intensitas hitam (+++). Kemampuan dalam
menyerap sudan black menunjukkan isolat tersebut adalah kandidat isolat bakteri
penghasil PHA yang potensial.
Untuk memastikan potensi dari 72 isolat tersebut dalam menghasilkan
PHA, maka dilakuan uji reseleksi sebanyak dua kali. Hasil reseleksi pertama dari
72 isolat bakteri, hanya 56 isolat yang memiliki kemampuan dalam menyerap
sudan black. Selanjutnya dilakukan reseleksi kedua, hanya 45 isolat yang mampu
menyerap sudan black. Dari 45 isolat ini, 10 isolat yang menunjukan intensitas
serapan warna tinggi sedangkan selebihnya hanya menunjukkan intensitas rendah
dan sedang masing-masing sebanyak 18 dan 17 isolat.
Isolasi bakteri penghasil PHA dari tanah gambut sudah pernah dilakukan
sebelumnya oleh Maria (2020). Ia berhasil mendapat 43 bakteri yang memiliki
kemampuan menghasilkan PHA. Akan tetapi setelah dilakukan seleksi ulang dari
43 isolat tersebut, hanya 16 isolat yang menunjukkan konsistensi kemampuan

6
dalam menghasilkan PHA dengan kemampuan penyerapan sudan black intensitas
sedang.

Tabel 1. Hasil isolasi dan seleksi bakteri dari sampel tanah gambut
Jumlah Seleksi
Sumber Isolat Seleksi Awal Reseleksi 1 Reseleksi 2
Isolat kode   + ++ +++ + ++ +++ + ++ +++
Hutan HTI 1 8 - 1 - 1 - - 1 -
Tanaman HTI 2 8 - 1 - - 1 - - 1 -
Industri HTI 3 8 - 1 3 - 4 - - 2 2
HTI 4 15 3 4 - - 4 - 2 - -
Sub Total   39 3 6 4  0 10 0  2 4 2
Restorasi RES 1 8 - - 1 - - - - - -
RES 2 8 - - 1 - 1 - - 1 -
RES 3 8 - - 1 - - 1 - - 1
RES 4 8 1 - - - - - - - -
Sub Total   32 1  0 3  0 1 1  0 1 1
Kebun KK 1 8 - - 1 - 1 - - 1 -
Karet KK 2 8 - - 3 1 - 1 - 1 1
KK 3 8 1 1 1 2 - - 3 - -
KK 4 8 - - 5 - 4 1 - 2 1
Sub Total   32 1 1 10 3 5 2 3 4 2
Hutan HS 1 8 - 2 1 2 1 - 1 1
Sekunder HS 2 8 - 2 - - - - - - -
HS 3 8 - - 3 - - 3 - - -
HS 4 8 - 4 3 4 1 1 1 2 2
Sub Total   32  0 8 7 6 2 4 2 3 2
Kebun KS 1 4 - - 4 - - 2 1 - -
Sawit KS 2 8 4 - - 4 - - 4 - -
KS 3 8 - 2 2 1 2 - 1 2 -
KS 4 5 - 2 1 - 1 2 2 1
Sub Total   25 4 4 7 5 3 4 6 4 1
Lahan LBT 1 16 1 1 - - 2 - - - 2
Bekas LBT 2 8 2 - - - 1 - - - -
Terbakar LBT 3 8 4 1 - - - 4 3 1 -
LBT 4 8 - 3 1 1 - 2 2 - -
Sub Total   40 7 5 1 1 3 6 5 1 2
1
Total   200 16 24 32 15 24 17 8 17 10
72 56 45
Keterangan: HTI = Hutan Tanaman Industri, RES = Restorasi, KK = Kebun Karet, HS = Hutan
Sekunder, KS = Kebun Sawit dan LBT = Lahan Bekas Terbakar

7
Penelitian yang mengelompokkan kemampuan bakteri berdasarkan
kemampuannya dalam menyerap sudan black juga dilakukan Desouky et al.
(2014). Desouky et al. (2014) mengkelompokkan bakteri menjadi: (–) untuk
isolat yang tidak mampu menyerap sudan black, (+) untuk bernoda buruk , (++)
sedang, (+++) kuat dan (++++) sangat baik. Ia berhasil mengisolasi 50 bakteri dari
tanah yang tercemar limbah industri, setelah dilakukan pewarnaan sudan black,
hanya 12 isolat yang mampu mengakumulasi PHA.
Seleksi bakteri penghasil PHA menggunakan metode penyiraman sudan
black sudah dilakukan beberapa peneliti. Raj et al. (2014) berhasil mengisolasi 6
bakteri dari sampel lumpur dan tanah. Berdasarkan pewarnaan sudan black dari 6
isolat bakteri hanya 3 isolat bakteri yang memiliki kemampuan potensial dalam
menghasilkan PHA. Phanse et al. (2011) berhasil mengisolasi 23 bakteri yang
berpotensial sebagai produsen PHA setelah dilakukan penyiraman sudan black.
Gambar 4.1 (A) menyajikan hasil isolasi bakteri dari 6 sampel tanah
gambut yang menunjukkan isolat tampak pada medium NA, (B) penumbuhan
ulang isloat bakteri dengan cara ditotol pada medium NA untuk dilakukan
perendaman dengan suddan black. (C) Hasil seleksi kualitatif pewarnaan suddan
black dengan intensitas penyerapan +++ (baik), ++ (sedang), + (lemah) dan –
(negatif).
A

Gambar 1. A. isolat yang berhasil membentuk koloni tampak pada medium NA, B.
Subkultur Isolat yang akan di seleksi Sudan Black, C. Isolat yang telah di
seleksi dengan penyiraman Sudan Black,
= +++, = ++, = + dan = negatif
p
Bakteri penghasil PHA dapat terwarnai menjadi hitam karena Granula
PHA akan menyerap Sudan Black sehingga bakteri berwarna biru kehitaman
walaupun telah dilakukan pembilasan. Menurut Lay (1994) PHA membentuk

8
granula seperti lipid sehingga mampu terwarnai oleh zat pewarna yang mampu
larut dalam lipid seperti Sudan Black.
Isolasi bakteri penghasil PHA juga dapat dilakukan dengan metode seleksi
pewarnaan Nile Red. Kresnawaty et al. (2014a) berhasil mengisolasi 10 bakteri
yang mampu mengakumulasi PHA dari tanah tempat pembuangan sampah dan
LCPKS dengan metode seleksi menggunakan pewarna Nile Red. Pewarna Nile
Red akan menghasilkan isolat yang berpendar di bawah sinar ultraviolet (UV)
pada bakteri yang mengakumulasi PHA. Metode ini juga dilakukan Shrivastav et
al. (2010), yang berhasil mengisolasi 9 bakteri dari tanah lingkungan laut dengan
menggunakan uji pewarnaan Nile Red.
Seleksi bakteri penghasil PHA dengan metode pewaraan Nile Blue juga
pernah dilakukan beberapa peneliti. Redzwan dan Tan (1997) melakukan isolasi
bakteri pengakumulasi PHA dari kolam pertanian dan kolam LCPKS. Dengan
pewarnaan Nile Blue 50%, hanya 5 isolat yang diketahui mengandung PHA.
Bhuwal et al. (2013), berhasil mengisolasi 15 bakteri mengakumulasi PHA dari
limbah pabrik kertas dan kardus dengan pewarnaan Nile Blue. Gatea et al. (2018)
juga berhasil mengisolasi 9 bakteri yang mampu mengakumulasi PHA dari tanah,
lumpur dan limbah detergen dengan Nile Blue. Isolat bakteri yang menghasilkan
PHA akan menunjukkan fluorensi oren dibawah UV pada pewarnaan Nile Blue.

Uji Produksi
Untuk tahap uji produksi 10 isolat bakteri yang digunakan memang belum
dilakukan pengecekan dan analisis kemurniannya. Akan tetapi 10 isolat bakteri
yang digunakan sudah disubkuktur dengan cara ditotol sebanyak 3 kali. 10 isolat
bakteri (HTI3_3, HTI3_5, LR3_2, KK2_1, KK4_1, HS4_1, HS4_8, KS4_1,
LBT1_1 dan LBT1_3) yang digunakan memiliki koloni berwarna hitam dengan
serapan suddan black cukup tinggi. Tabel 4.2 menyajikan data berat kering sel,
berat kering PHA, residu biomassa dan akumulasi PHA dari 10 isolat terpilih.

Tabel 2. Uji produksi berat kering sel, berat kering PHA, residu biomassa dan
akumulasi PHA dari 10 isolat uji
BK SEL BK PHA Residu Biomassa Akumulasi PHA
Kode Isolat (g/L) (g/L) (g/L) (%)
HTI3*_3** 0,07 0,016 0,054 22,857
HTI3_5 0,09 0,009 0,081 10,000
LR3_2 0,11 0,014 0,096 12,727
KK2_1 0,09 0,004 0,086 4,444
KK4_1 0,1 0,01 0,09 10,000
HS4_1 0,06 0,01 0,05 16,667
HS4_8 0,11 0,021 0,089 19,091
KS4_1 0,06 0,013 0,047 21,667
LBT1_1 0,07 0,013 0,057 18,571
LBT1_3 0,11 0,025 0,085 22,727
Keterangan: HTI = Hutan Tanaman Industri, LR = Lahan Restorasi, KK = Kebun Karet,
HS = Hutan Sekunder, KS = Kebun Sawit, LBT = Lahan Bekas Terbakar,
*= Nomor ulangan sampel, **= Nomor isolat

9
Berdasarkan Tabel 4.2, berat kering sel tertinggi sebesar 0,11 g/L dari
isolat LR3_2, HS4_8 dan LBT1_3. Untuk berat kering PHA tertinggi 0,025 g/L
dari isolat LBT1_3. Nilai tertinggi residu biomassa pada medium standar sebesar
0,096 g/L dari isolat LR3_2, sedangkan hasil akumulasi PHA tertinggi sebesar
22,86 % dari isolat HTI3_3.
Uji produksi kemampuan bakteri dalam menghasilkan PHA menggunakan
medium MSM juga telah dilakukan beberapa peneliti diantaranya, Raj et al.
(2014), menggunakan bakteri dari sampel lumpur dan tanah. Hasil akumulasi
PHA tertinggi yang didapat adalah 51,49%. Kustarianingsih et al. (2015)
melakukan uji produksi dengan medium produksi yang sama (MSM), akumulasi
PHA dari R. pickettii sebesar 4,25%.
Penelitian Kresnawaty et al. (2014a) yang mengisolasi bakteri penghasil
PHA dari tanah tempat pembuangan sampah dan LCPKS menggunakan medium
minimum produksi Ramsay dengan komposisi medium terdiri dari (NH4)2SO4,
Na2HPO4.7H2O, MgSO4.7H2O, Ammonium sitrat dan CaCl.2H2O dan trace
element. Akumulasi PHA yang didapat lebih rendah (9,44%) jika dibandingkan
dengan penelitian ini yang menggunakan medium MSM.

Optimasi Produksi
Optimasi produksi dilakukan dengan mengganti sumber karbon pada
medium standar (sukrosa) dengan LCPKS. Adapun LCPKS yang digunakan
konsentrasi 30% dan 50%. Tabel 4.3 menyajikan data berat kering sel, berat
kering PHA, residu biomassa dan akumulasi PHA dari 10 uji.
Tabel 4.3 menunjukkan berat kering sel tertinggi dari medium yang
diperkaya dengan LCPKS 30% ditunjukan oleh isolat HTI3_5 dan LBT1_1, serta
berat kering PHA tertinggi pada isolat LBT1_1. Residu biomassa tertinggi pada
KK2_1 dan akumulasi PHA tertinggi pada isolat LBT1_3 sebesar 41,43%. Berat
kering sel, berat kering PHA, residu biomassa dan akumulasi PHA tertinggi dari
medium yang diperkaya LCPKS 50% masing-masing pada isolat HS4_1, LR3_2,
HS4_1 dan HS4_8.
Dari penggunaan medium optimasi LCPKS 30 dan 50%, hasil akumulasi
PHA tertinggi pada medium LCPKS konsentrasi 50%, artinya kondisi optimum
PHA diperoleh pada konsentrasi 50%. Hal ini serupa dengan hasil yang diperoleh
Kresnawaty et al. (2014b) yang menggunakan strain bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan Bacillus subtilis dengan sumber karbon LCPKS 25, 50 dan 100%.
Hasil akumulasi PHA tertinggi menggunakan medium LCPKS 50% yakni sebesar
61,28%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kondisi optimum produksi
PHA adalah pada konsentrasi LCPKS 25-50% yang mendukung akumulasi PHA
mengalami peningkatan.
Menurut Kresnawaty et al. (2014b) LCPKS mengandung banyak senyawa
organik dan mineral anorganik. Limbah ini mengandung karbohidrat dan gula
yang tinggi, sedangkan kandungan nitrogen sangat rendah sehingga baik untuk
media mikroba penghasil PHA. Bakteri akan menghasilkan PHA jika keadaan
lingkungan kurang menguntungkan seperti kekurangan nitrogen. Adanya
kelebihan karbon yang ada dilingkungan akan digunakan bakteri untuk
membentuk PHA yang dapat dijadikan sebagai cadangan makanan.

10
Tabel 3. Berat kering sel. Berat kering PHA, residu biomassa dan akumulasi
PHA dari 10 isolat uji
Konsentrasi BK SEL BK PHA Residu Biomassa Akumulasi PHA
LCPKS Kode isolat (g/L) (g/L) (g/L) (%)
HTI3*_3** 0,04 0,012 0,028 30,000
HTI3_5 0,13 0,037 0,093 28,462
LR3_2 0,06 0,015 0,045 25,000
KK2_1 0,12 0,022 0,098 18,333
KK4_1 0,08 0,013 0,067 16,250
30%
HS4_1 0,07 0,024 0,046 34,286
HS4_8 0,1 0,025 0,075 25,000
KS4_1 0,06 0,014 0,046 23,333
LBT1_1 0,13 0,043 0,087 33,077
LBT1_3 0,07 0,029 0,041 41,429
HTI3*_3** 0,31 0,069 0,241 22,258
HTI3_5 0,4 0,072 0,328 18,000
LR3_2 0,22 0,096 0,124 43,636
KK2_1 0,23 0,057 0,173 24,783
KK4_1 0,36 0,065 0,295 18,056
50%
HS4_1 0,44 0,084 0,356 19,091
HS4_8 0,17 0,079 0,091 46,471
KS4_1 0,32 0,07 0,25 21,875
LBT1_1 0,19 0,056 0,134 29,474
LBT1_3 0,4 0,092 0,308 23,000
Keterangan: HTI = Hutan Tanaman Industri, LR = Lahan Restorasi, KK = Kebun Karet,
HS = Hutan Sekunder, KS = Kebun Sawit, LBT = Lahan Bekas Terbakar,
*= Nomor ulangan sampel, **= Nomor isolat

Optimasi produksi menggunakan sumber karbon rendah biaya sudah


banyak dilakukan peneliti, salah satunya oleh Kumalaningsih et al. (2011) dengan
bakteri A. latus menggunakan limbah cair tahu sebagai sumber karbon rendah
biaya. Menggunakan metode dengan dua faktor yaitu variasi konsentrasi sukrosa
(15 g/L, 20 g/L, dan 25 g/L) dan variasi waktu inkubasi (48 jam, 60 jam, dan 72
jam). Kondisi optimum untuk produksi PHA yang baik adalah konsentrasi
sukrosa 25 g/L dan waktu inkubasi 60 jam 18 menit yang menghasilkan berat
kering PHA 2,48 g/L dan akumulasi PHA 66,56%.
Penelitian lain melakukan optimasi produksi PHA dari 9 isolat bakteri
hasil isolasi sampel tanah laut menggunakan minyak jarak pagar sebagai sumber
karbon. 2 isolat SM-P-1S dan SM-P-3M memiliki kemampuan dalam
memproduksi PHA sangat baik. Akumulasi PHA SM-P-1S dan SM-P-3M
masing-masing adalah 71,82 dan 75% (Shrivastav et al. 2010). Kustarianingsih
dan Nawfa (2015) mengoptimasi PHA dengan menambahkan fruktosa sebagai
sumber karbon pada media pertumbuhan. Produksi PHA dilakukan dengan
metode fermentasi batch, PHA yang diperoleh sebanyak 0,0425 g/g sel kering
(4,25%).

11
Gambar 4.3 menyajikan bubuk PHA yang berhasil di ekstraksi dari
beberapa isolat. Dari gambar dapat dilihat bahwa bubuk PHA yang dihasilkan
berwarna putih dan beberapa ada yang berwarna kekuningan dengan bentuk awal
menggumpal, sehingga untuk mendapatkan bubuk seperti pada gambar 4.2
dilakukan penggerusan. Bubuk PHA setelah penggerusan memiliki tekstur yang
halus dan ringan seperti bedak bayi.
A B C

Gambar 2. Bubuk PHA yang diekstraksi dari isolat A. LBT1_3, B. HTI3_5 C. KK4_1

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Diperoleh 10 isolat bakteri dari lokasi hutan tanaman industri, lahan
restorasi, kebun karet, hutan sekunder, kebun sawit dan lahan bekas terbakar yang
menunjukkan hasil serapan baik pada koloni terhadap pewarnaan suddan black. 10
isolat tersebut HTI3_3, HTI3_5, LR3_2, KK2_1, KK4_1, HS4_1, HS4_8, KS4_1,
LBT1-1 dan LBT1-3. Akumulasi PHA tertinggi sebesar 46,47% dari isolat HS4_8
menggunakan medium yang diperkaya LCPKS 50%. LCPKS dapat digunakan
sebagai alternatif sumber karbon optimasi PHA dengan rentang konsentrasi 30-
50%. Akan tetapi konsentrasi 50% mampu memicu produksi PHA lebih tinggi.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjut purifikasi dari 10 isolat uji dan dianalisis
kembai kemampuannya dalam menghasilkan PHA baik secara kualitatif mauoun
kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA

Barros AG de A, Liu J, Lemieux G A, Mullaney BC dan Ashrafi K. 2012.


Caenorhabditis elegans: cell biology and physiology. ScienceDirect: RELX
Group.

Bhat S, Nichith K R, Kiran Y, Nagendra M, Pallavi S L, Shreya S, Pruthvi B dan


Dastidar M.G. 2017. Production of bioplastics from microorganisms. Int. J.
Adv. Res. 5(2), 2710-2716.

Bhuwal AK, Singh G, Aggarwal NK, Goyal V dan Yadav A. 2013. Isolation and
screening of polyhydroxyalkanoates producing bacteria from pulp, paper,
and cardboard industry wastes. International Journal of Biomaterial.
2013:10 halaman
Desouky SE, El-Shiekh HH, Elabd MA dan Shehab AM. 2014. Screening,
optimization and extraction of polyhydroxyalkanoates (PHAs) from

12
Bacillus thuringienesis. Journal of Advances in Biology & Biotechnology.
1(1): 40-54
Du G, Chen J, Yu J, dan Lun S. 2001. Produksi berkelanjutan poli-3-
hidroksibutirat oleh Ralstonia eutropha dalam sistem budaya dua tahap.
Jurnal Bioteknologi. 88 (1): 59–65.
Fachry AR dan Sartika A. 2012. Pemanfaatan limbah kulit udang dan limbah kulit
ari singkong sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradable. Jurnal
Teknik Kimia. 18 (3) : 1-9.

Gatea IH, Abbas AS, Abid AG, Halob AA, Maied SK dan Abidali AS. 2018.
Isolation and characterization of Pseudomonas putida producing bioplastic
(polyhydroxyalkanoate) from vegetable oil wastes. Pak. J. Biotechnol. 15
(2) :469-473.

Hudaya A, Radiastuti N, Sukandar D dan Djajanegara I. 2014. Uji aktivitas


antibakteri ekstrak air bunga kecombrang terhadap bakteri E. coli dan S.
aureus sebagai bahan pangan fungsional. Jurnal Biologi. 7(1): 9-15

Kamsiati E, Herawati H dan Purwani EY. 2017. Potensi pengembangan plastik


biodegradable berbasis pati sagu dan ubikayu di indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian. 36 (2): 67-76.

Kartika S dan Arif S. 2018. Pengaruh penambahan limbah plastik pada campuran
laston (AC-WC) terhadap karakteristik marshall. Di dalam: Prosiding
Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018; ITN
Malang,3 Februari 2018. Teknik Sipil: Universitas Islam Lamongan.

Kresnawaty I, Prakoso HT, Eris DD dan Mulyatni AS. 2014a. Penapisan bakteri
penghasil bioplastik polihidroksi alkanoat dari tanah tempat pembuangan
sampah dan limbah cair pabrik kelapa sawit. Menara Perkebunan. 82(2):
25-31.

Kresnawaty I, Mulyatni AS, Eris DD dan Prakoso HT. 2014b. Karakterisasi PHA
yang dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus subtilis yang
ditumbuhkan dalam media limbah cair pabrik kelapa sawit. Menara
Perkebunan. 82(2): 57-63.

Kumalaningsih S, Hidayat N dan Aini Nur. 2011. Optimazion of


polyhydroxyalkanoates (PHA) production from liquid bean curd waste by
Alcaligenes latus bacteria. J. Agric. food. Tech. 1(5): 63-67.

Kustarianingsih, IW dan Nawfa R. 2015. Produksi polihidroksialkanoat oleh


bakteri Ralstonia pickettii dengan fruktosa sebagai sumber karbon. Jurnal
sains dan seni ITS. 4(.2): 2337-3520.

13
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Maria, S. 2021. Isolasi Bakteri Penghasil Polihidroksi Alkanoat dari Tanah


Gambut dan Tanah Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Riau.
Pekanbaru : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Riau.

Nurjana dan Ahmad F. 2010. Penentuan bakteri sulfat reducing bacteria (SRB)
dan sulfur oxidazing bacteria (SOB) dengan menggunakan pelarut yang
berbeda. Media Akuakultur. 5 (1): 47-50.

Phanse N, Chincholikar A, Patel B, Rathore P, Vyas P, Patel M. 2011. Screening


of PHA (polyhydroxyalcanoate) bacteria from various source. International
Journal of Biosciences (IJB) ISSN. 1 (6): 27-32.

Pujawati PSA dan Nawfa R. 2016. Studi produksi plastik pha dengan pengaruh
penggunaan media minimal cair dan glukosa oleh Ralstonia pickettii. Jurnal
sains dan seni ITS. 5(1) :2337-3520.
Raj A, Ibrahim V, Devi M, Sekar KV, Yogesh BJ dan Bharathi S. 2014.
Screening, optimization and characterization of poly hydroxy alkanoates
(pha) produced from microbial isolates. International journal of current
microbiology and applied science. 3(4): 785-790.
Redzwan, G, Gan SN dan Tan IKP. 1997. Short Communication: Isolation of
polyhydroxyalkanoate-producing bacteria from an integrated-farming pond
and palm-oil mill effluent ponds. World Journal of Microbiology &
Biotechnology. 13: 1997.

Santhanam A dan Sreenivasan S. 2010. Microbial production of


polyhydroxyalkanotes (PHA) from Alcaligens sp. and Pseudomonas
oleovorans using different carbon sources. African Journal of
Biotechnology. 9(21) :3144-3150.

Sari, DR. 2017. Studi pemanfaatan lumpur sebagai sumber alternatif energi
dengan menggunakan microbial fuel cells (MFCs) [Repository]. Surabaya.
Institut Teknologi Sepuluh November.

Shrivastav, A, Mishraa SK, Shethiab B, Panchab I, Jain D, Mishraa S. 2010.


Isolation of promising bacterial strains from soil and marine environment
for polyhydroxyalkanoates (PHAs) production utilizing Jatropha biodiesel
byproduct. International Journal of Biological Macromolecules. 47: 283–
287.

14
Tannuwijaya, V.A. 2015. Produksi Penisilin oleh Penicillium chrysogenum
dengan Penambahan Fenilalanin. Jurnal Teknobiologi. Universitas Atma
Jaya : Yogyakarta.

Walhi Riau. 2018. Refleksi 2018 dan harapan 2019 menuju keadilan ekologis di
Provinsi Riau. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah
Riau. Pekanbaru: WALHI Riau.

15

Anda mungkin juga menyukai