Anda di halaman 1dari 40

AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU DI BALAI TAMAN

NASIONAL KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Oleh:
NURVITA AGRISTIYANI
26040117130086

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019

i
ii
ABSTRAK

Nurvita Agristiyani. 26040117130086. Aktivitas Pelestarian Penyu di Balai Taman


Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta (Pembimbing: Dra. Nirwani Soenardjo, M.Si).
Penyu merupakan hewan laut yang hampir sebagian besar hidupnya berada di
dalam air, terkecuali saat musim bertelur penyu akan naik ke daratan atau pantai.
Selain itu penyu merupakan jenis satwa laut yang banyak dimanfaatkan oleh manusia.
Akan tetapi tidak seimbang dengan tingkat pertumbuhan yang lambat untuk
melestarikan populasi penyu adalah dengan penangkaran. Untuk menunjang
keberhasilan penangkaran dalam hal konservasi maka perlu dilakukan pengamatan dan
pemeliaraan. Tujuannya adalah untuk mengetahui aktivitas pelestarian penyu. Metode
yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode pengambilan data yang
digunakan adalah metode wawancara. Penelitian iini dilakukan pada tanggal 27
Desember 2018 sampai dengan 15 Januari 2019 di Balai Taman Nasional Kpulauan
Seribu Jakarta. Hasil Pengamatan menunjukkan jenis penyu yang dilestarikan di Balai
Taman Nasional Kepulauan Seribu Jakarta yaitu Penyu Hijau dan Penyu Sisik.
Rangkaian aktivitas pelestarian penyu yang dilakukan meliputi edukasi tentang penyu,
pemeliharaan penyu dan tukik, dan pemantauan penyu.
Kata kunci: Penyu, Pelestarian, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan
rahmat dan hidayah-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini untuk
memenuhi syarat mata kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL).
Proposal ini merupakan syarat Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan penilaian
secara individu yang di berikan oleh dosen pengampu. Proposal ini ditulis dari hasil
penyusunan literatur yaitu buku-buku maupun jurnal yang berkaitan dengan tema yang
penulis ambil dan data-data dari media elektronik seperti internet.
Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan dosen pengampu
mata kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) serta kepala program studi Ilmu Kelautan
atas bimbingan dan arahan dalam penyusunan proposal ini, serta kepada
instansi/lembaga Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta yang telah
membantu dalam memberikan bimbingan, arahan dalam melaksanakan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) dengan baik.
Penulis harap dengan membaca proposal ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai tema yang penulis
ambil pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Semarang, 14 Januari 2019

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


RINGKASAN ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................... 2
1.3. Manfaat ................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyu………………………………………………………………… 2
2.2. Morfologi Penyu…………………………………………………...... 3
2.3. Identifikasi Penyu…………………………………………………… 5
2.4. Kondisi Penyu di Indonesia…………………………………………. 7
2.5. Ancaman Kelangkaaan Penyu………………………………………. 8
2.6. Konservasi…………………………………………………………… 9
2.7. Upaya Konservasi Penyu di Indonesia…………………………….. 10
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi PKL…………………………………………………………. 11
3.2. Waktu dan Tempat PKL…………………………………………..... 11
3.3. Alat dan Bahan……………………………………………………… 11
3.4. Metode PKL………………………………………………………… 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil………………………………………………………………… 15
4.1.1. Penyu yang Dilestarikan di Taman Nasional Kepulauan Seribu 15
4.1.2. Tempat Pelestarian Penyu…………………………………….. 15
4.1.3. Pengukuran Suhu Bak Penyu…………………………………. 15

v
4.1.4. Data Kematian Tukik dan Penyu……………………………… 16
4.2. Pembahasan………………………………………………………… 17
4.2.1. Aktivitas Pelestarian Penyu…………………………………. 17
4.2.2. Pendampingan dan Pemberian Edukasi Mengenai Penyu…... 19
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 20
5.2. Saran ..................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21
LAMPIRAN.................................................................................................... 23
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 26

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman


1. Alat untuk Pemeliharaan Penyu ................................................................... 11
2. Bahan untuk Pemeliharaan Penyu ............................................................... 12
3. Data Pengukuran Suhu Air .......................................................................... 15
4. Data Kematian Tukik dan Penyu ................................................................. 16

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman


1. Bagian Tubuh Penyu .................................................................................. 3
2. Kunci Identifikasi Spesies Penyu............................................................... 7
3. Penyu Hijau (Chelonia mydas) ................................................................. 16
4. Penyu SIsik (Eretmochelys imbricata) ...................................................... 16
5. Tempat Pelestarian Penyu .......................................................................... 16

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi
Lampiran 2. Surat Keterangan Melaksanakan PKL
Lampiran 3. Log Book

ix
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Sejak zaman dahulu penyu telah menjadi makanan kebanggaan bagi manusia.
Baik daging maupun telurnya yang memiliki rasa enak dan karenanya telah menjadi
komoditas yang diekspor dalam bentuk beku atau yang sudah dikalengkan sebagai
bahan untuk pembuatan sop penyu, “calipees”, dan lain-lainnya. Penggunaan yang lain
meliputi ekstraksi minyak dari lemak penyu dan pengolahan cangkang, bulu, dan
makanan.
Ancaman utama terhadap populasi penyu adalah kegiatan manusia, seperti
pencemaran pantai dan laut; perusakan habitat peneluran, perusakan daerah mencari
makan, gangguan pada jalur migrasi, serta penangkapan induk penyu secara ilegal dan
pengumpulan telur penyu. Nilai karapas penyu sisik lebih tinggi bila dibandingkan
dengan penyu hijau atau jenis penyu yang lain karena lebih tebal atau warnanya lebih
bagus. Selain itu para pengrajin kulit, baik di Indonesia dan terlebih di Jepang
cenderung memilih kulit sisik penyu sisik sebagai bahan baku pembuatan barang-
barang kerajinan untuk perhiasan badan maupun hiasan rumah tangga. Penyu harus
dijaga kelestariannya salah satunya melalui pembinaan habitat peneluran (nesting site)
(Ario et al., 2016).
Penyu yang hidup di perairan Indonesia terdiri dari enam jenis penyu, yaitu
penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu abu - abu
atau penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu pipih (Natator depressus), penyu
belimbing (Dermochelys coriacea), serta penyu tempayan (Caretta caretta)
(Firliansyah et al., 2017). Penyu – penyu tersebut memiliki persebaran di pulau –
pulau yang berada di Indonesia. Keberadaan penyu di Indonesia tergolong dalam
status terancam dikarenakan banyaknya penangkapan penyu akibat nilai ekonomisnya
yang tinggi sebagai bahan obat-obatan dan aksesoris. Kepunahan penyu dapat
membahayakan ekosistem laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung keberlangsungan hidup penyu di

1
Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu adalah dengan membangun tempat penangkaran
penyu.

Upaya pencegahan untuk meminimalisir penurunan populasi penyu yang ada di


Indonesia sangat penting dilakukan untuk menjaga agar proses regenerasi penyu
tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya. Sarang semi alami merupakan sarang
yang di buat untuk melindungi telur penyu dari gangguan predator alam. Salah satu
tujuan dari sarang semi alami yaitu perlindungan terhadap penyu, menyelamatkan telur
penyu di pantai, menetaskan, membesarkan tukik dan melepas ke laut.

I.2. Tujuan
1. Mengetahui jenis penyu yang dilestarikan di Balai Taman Nasional
Kepulauan Seribu, Jakarta.
2. Mengetahui rangkaian aktivitas pelestarian penyu.

I.3. Manfaat
1. Mahasiswa dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman terjun
langsung ke lapangan yang jarang didapatkan di bangku perkuliahan
2. Mahasiswa dapat menyajikan pengalaman-pengalaman dan data-data yang
diperoleh selama Praktek Kerja Lapangan ke dalam sebuah Laporan Kerja
Praktek.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyu
Penyu termasuk ke dalam megafauna laut yang harus dilindungi. Penyu harus
dilindungi karena populasi nya yang sudah lama terancam punah. Penyu dapat
digolongkan sebagai hewan pemakan segala nya (omnivora). Suhu tubuh pada penyu
mengikuti suhu lingkungan penyu itu berada. Penyu sendiri memiliki cara hidup yang
bermigrasi dari suatu perairan ke perairan yang lain nya. Penyu memiliki pesebaran
yang sangat luas, mulai dari laut tropis hingga laut subtropis yang berada di seluruh
dunia (Ario et al., 2016).
Penyu diketahui telah berada di bumi lebih dari 100 juta tahun lamanya. Penyu
dapat dikatakan sebagai hewan laut yang memiliki banyak nilai komersial yang sangat
tinggi. Penyu juga dapat dikatakan sebagai hewan yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber protein hewani, pembuatan pupuk, pembuatan aksesoris rumah, pembuatan
kosmetik, dan pembuatan tas serta baju. Kelebihan penyu tersebut akan membuat
manusia memiliki kemauan untuk menangkap penyu secara terus menerus dan
memanfaatkan nya. Hal ini dapat menyebabkan penyu semakin terancam punah
(Srimulyaningsih et al., 2010).
Penyu yang hidup di perairan Indonesia diketahui terdiri dari 6 spesies. Spesies
penyu – penyu ini yaitu, penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys
imbricata), penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea), penyu pipih (Natator depressus),
penyu belimbing (Dermochelys coriacea), serta penyu tempayan (Caretta caretta).
Penyu yang berada di Indonesia ini telah dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999
yang membahas tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Penyu di Indonesia
juga dilindungi berdasarkan PP No. 8 tahun 1999 yang membahas tentang
pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar baik dalam keadaan hidup ataupun mati
tidak diperbolehkan. Peraturan - peraturan dengan tujuan menjaga penyu agar tidak
semakin punah dan menjadi hilang dari buni ini (Firliansyah et al., 2017).

3
2.2. Morfologi Penyu
Menurut Burhanuddin (2018), penyu diketahui memiliki karapas. Karapas sendiri
merupakan bagian tubuh yang dilapisi zat tanduk, terdapat di bagian punggung dan
berfungsi sebagai pelindung. Penyu juga memiliki plastron yang dikatakan sebagai
penutup pada bagian dada dan perut. Penyu juga memiliki infra marginal yang
dikatakan sebagai keping penghubung antara bagian pinggir karapas dengan plastron.
Penyu dibawah karapas nya memiliki tungkai depan atau kaki berenang di dalam air
yang berfungsi sebagai alat dayung dan tungkai belakang atau kaki bagian belakang
(pore fliffer) yang berfungsi sebagai alat penggali.

Gambar 1. Bagian Tubuh Penyu


(Sumber : Burhanuddin, 2018).
Penyu atau tukik diketahui memiliki bentuk paruh dan kepala khusus yang
berfungsi untuk membantu penyu dalam mendapatkan makanannya. Bentuk paruh
penyu akan berbeda – beda tergantung dengan spesies penyu itu sendiri. Bentuk paruh
dan kepala pada penyu sisik meruncing hal ini berfungsi untuk memudahkan penyu
sisik mencari makanan di terumbu karang. Bentuk paruh dan kepala pada penyu
lekang kuat dan besar yang berfungsi untuk memangsa Ikan, ubur-ubur, cumi-cumi,
bintang laut, kerang, kima, kepiting dan udang. Hal ini membuktikan bahwa penyu
atau tukik memiliki bentuk kepala dan bentuk paruh yang berbeda sesuai dengan
spesies dan jenis makanannya (Ario et al., 2016).

4
Penyu mengalami beberapa adaptasi untuk dapat hidup di laut, diantaranya yaitu
dengan adanya tangan dan kaki yang berbentuk seperti sirip serta bentuk tubuh yang
lebih ramping untuk memudahkan penyu berenang di dalam air. Penyu mempunyai
keunikan tersendiri dibandingkan hewan - hewan lainnya. Tubuh penyu sendiri
terbungkus oleh tempurung atau karapas keras yang memiliki bentuk yang pipih serta
di lapisi oleh zat tanduk. Karapas itu sendiri mempunyai fungsi sebagai pelindung
alami dari predator. Penutup pada bagian dada dan perut di sebut dengan Plastron.
Ciri khas penyu secara morfologis terletak pada terdapatnya sisik infra marginal (sisik
yang menghubungkan antara karapas, plastron, dan terdapat alat gerak berupa flipper).
Flipper pada bagian depan berfungsi sebagai alat dayung dan flipper pada bagian
belakang berfungsi sebagai alat kemudi. Penyu juga memiliki sepasang tungkai depan
yang menjadi pendayung dan dapat memberikan ketangkasan saat berenang di dalam
air. Penyu sesekali akan naik ke permukaaan air untuk dapat mengambil napas karena
penyu bernafas menggunakan paru – paru (Juliono dan Ridhwan, 2017).

2.3. Identifikasi Penyu


Identifikasi penyu berdasarkan bentuk luar (morfologi) setiap jenis penyu
berbeda. Penyu Hijau (Chelonia mydas) memiliki ciri – ciri karapas berbentuk oval,
memiliki warna kuning keabuan, bagian punggung nya tidak meruncing dan memiliki
kepala yang bundar. Penyu Pipih (Natator depressus) memiliki ciri – ciri karapas nya
meluas dan berbentuk oval, memiliki warna kuning keabuan, bagian belakang nya
tidak meruncing dan memiliki kepala kecil dan bundar. Penyu Abu atau Penyu Lekang
(Lepidochelys olivacea) memiliki ciri – ciri karapas berbetuk seperti kubah tinggi,
memiliki 5 pasang “coastal scutes” dimana setiap sisi nya terdiri dari 6-9 bagian,
bagian pinggir karapas lembut serta berwarna hijau gelap dan bagian bawah berwarna
kuning dan memiliki kepala tergolong besar. Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
memiliki ciri – ciri karapas berbentuk seperti jantung (elongate), punggung nya
berbentuk meruncing, karapas nya memiliki warna coklat dengan variasi mengilat dan
memiliki kepala yang sempit. Penyu Belimbing (Lepidochelys coriacea) memiliki ciri
– ciri karapas berbentuk memanjang seperti buah belimbing, memiliki warna yang

5
hampir seluruhnya hitam disertai bercak putih, memiliki kepala sedang dan
membundar dan memiliki kaki depan yang panjang. Penyu Tempayan (Caretta
caretta) memiliki ciri – ciri karapas berbentuk memanjang, bagian belakang nya
meruncing, kepala nya memiliki bentuk “triangular” dan memiliki warna hampir
seluruhnya coklat kemerahan (Benni et al., 2017).
Identifikasi penyu dapat dilihat dari bentuk luar (morfologi) karapasnya, karena
setiap spesies penyu memiliki bentuk karapas yang berbeda beda. Penyu Hijau
(Chelonia mydas) memiliki bentuk karapas yang melebar dengan warna yang
kehitaman. Penyu Pipih (Natator depressus) memiliki ukuran karapas yang lebih besar
dari karapas tukik penyu hijau, berbentuk oval namun tidak meruncing kebelakang,
seta memiliki warna kuning keabuan. Penyu Abu atau Penyu Lekang (Lepidochelys
olivacea) memiliki karapas yang mirip dengan Penyu Hijau, namun ukuran nya lebih
panjang. Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) pada karapas nya memiliki 4 lateral
scutes yang berbentuk mirip dengan genteng. Penyu Belimbing (Lepidochelys
coriacea) memiliki karapas yang berbentuk seperti buah belimbing dengan warna yang
hitam. Penyu Tempayan (Caretta caretta) karapas nya memiliki 5 pasang lateral scutes
dan berwarna kecoklatan (Burhanuddin, 2018).
Menurut Samanya (2015), identifikasi penyu dapat dilakukan dengan cara
membedakan bentuk kepala dan juga bentuk karapas pada penyu itu sendiri. Ciri – ciri
lain yang terdapat pada Penyu Belimbing (Lepidochelys coriacea) yang dapat
memudahkan identifikasi spesies adalah memiliki tubuh yang sangat besar dan
berenang dengan lambat. Ciri – ciri lain yang terdapat pada Penyu Sisik (Eretmochelys
imbricata) adalah memiliki prefontal depan sebanyak dua pasang. Ciri – ciri lain yang
terdapat pada Penyu Pipih (Natator depressus) adalah memiliki satu pasang prefontal.
Ciri – ciri lain yang terdapat pada Penyu Hijau (Chelonia mydas) adalah memiliki
kelenjar lemak yang berwarna hijau dan memiliki satu prefontal. Ciri – ciri lain yang
terdapat pada Penyu Tempayan (Caretta caretta) adalah nucal yang tidak memiliki
jarak dan juga prefontal yang berjumlah dua pasang. Ciri – ciri lain yang terdapat pada
Penyu Abu atau Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) memiliki nucal yang menyatu
dengan badannya. Kunci identifikasi spesies pada penyu adalah dengan melihat bentuk

6
kepala, jumlah nucal, jumlah prefontal, bentuk karapas dan ciri – ciri khusus yang ada
di salah satu spesies itu sendiri.

Gambar 2. Kunci Identifikasi Spesies Penyu


(Sumber : Samanya, 2015).

2.4. Kondisi Penyu di Indonesia


Penyu yang dapat ditemukan di Indonesia berjumlah enam dari tujuh jenis penyu
yang hidup didunia. Keenam jenis penyu diantaranya penyu hijau (Chelonia mydas),
penyu sisik (Eretmochelys imbricta), penyu lekang (Lepidochelys olivacae), penyu
belimbing (Dermochelys coriacea), penyu pipih (Natator depressus),dan penyu
tempayan (Caretta caretta).Semua jenis penyu tersebut telah dilindungi oleh Undang-
Undang Negara PP 7/1999 tentang pengawetan tumbuhan dan jenis satwa yang
dilindungi Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut. Akan tetapi, karena
lemahnya kesadaran masyarakat dan penegakan hukum telah menyebabkan eksploitasi
perburuan dan pengambilan telur penyu terus berlangsung (Juliono dan Ridhwan,
2017).
Semua jenis penyu di Indonesia dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8 tahun 1999 tentang
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang berarti segala perdagangan dalam

7
keadaan hidup atau mati dilarang. Hal ini karena hampir semua spesies penyu yang
ada di Indonesia telah mengalami penurunan populasi sehingga dikategorikan
terancam punah. Bali merupakan salah satu daerah yang masih memanfaatkan penyu
sejak tahun 1970an. Sebelum peraturan pemerintah diberlakukan, masyarakat
memanfaatkan penyu untuk konsumsi, cinderamata, perdagangan, obat-obatan dan
kegiatan keagamaan. Padahal, diketahui bahwa salah satu penyebab menurunnya
populasi penyu adalah pemanfaatan yang tidak lestari, terutama untuk konsumsi
(Firliansyah et al., 2017).

2.5. Ancaman Kelangkaan Penyu


Masalah yang datang dari alam memang sulit sekali untukdiidentifikasi. Hal ini
disebabkan karena kehidupan tidak lepas dari kondisi alam. Predator alami di daratan
misalnya kepiting pantai (Ocypode saratan, Coenobita sp.), burung dan tikus, elang,
biawak dan predator lainnya.Predator alami dilautantara lain ikan-ikan besar seperti
hiu, paus yang berada di lingkungan perairan pantai. Beberapa faktor alam yang dapat
mengancam telur penyu adalah pemungutan telur dilokasi peneluran dan pemangsaan
predator seperti biawak, babi hutan, elang, ikan besar pada tingkat telur hingga anakan
(tukik) (Juliono dan Ridhwan, 2017).
Menurut Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (2009), gangguan atau
ancaman alami yang setiap saat dapat mengganggu kehidupan penyu antara lain
pemangsaan (predation) tukik, baik terhadap tukik yang baru keluar dari sarang
(diantaranya oleh babi hutan, anjing-anjing liar, biawak dan burung elang) maupun
terhadap tukik di laut (diantaranya oleh ikan cucut). Penyakit, yang disebabkan oleh
bakteri, virus, atau karena pencemaran lingkungan perairan. Perubahan iklim yang
menyebabkan permukaan air laut naik dan banyak terjadi erosi pantai peneluran
sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap berubahnya daya tetas dan keseimbangan
rasio kelamin tukik. Sedangkan gangguan atau ancaman karena perbuatan manusia
yang setiap saat dapat mengganggu kehidupan penyu antara lain tertangkapnya penyu
karena aktivitas perikanan, baik disengaja maupun tidak disengaja dengan berbagai
alat tangkap, seperti tombak, jaring insang (gill net), rawai panjang (longline) dan

8
pukat (trawl). Penangkapan penyu dewasa untuk dimanfaatkan daging, cangkang dan
tulangnya. Pengambilan telur-telur penyu yang dimanfaatkan sebagai sumber protein.
Aktivitas pembangunan di wilayah pesisir yang dapat merusak habitat penyu untuk
bertelur seperti penambangan pasir, pembangunan pelabuhan dan bandara,
pembangunan sarana-prasarana wisata pantai dan pembangunan dinding atau tanggul
pantai.
Kepunahan penyu hijau ditentukan oleh faktor ancaman yang dihadapinya.
Faktor ancaman bagi penyu hijau terdiri atas 2 macam, yaitu ancaman alami dan
ancaman dari manusia. Ancaman alami berupa abrasi pantai, vegetasi pantai
penghalang, dan predator alami seperti biawak, sedangkan ancaman dari manusia
meliputi pencurian, illegalfishing, jual beli telur dan sisik penyu, pemboman,
potassium, pencemaran habitat, dan kehilangan area peneluran (Wicaksono, 2013).

2.6. Konservasi
Konservasi merupakan pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi
berasal dari bahasa Inggris, Conservation, yang artinya pelestarian atau perlindungan.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, konservasi merupakan pengelolaan
sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya. Cagar alam dan suaka margasatwa merupakan
Kawasan Suaka Alam (KSA), sementara taman nasional, taman hutan raya, dan taman
wisata alam merupakan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).
Konservasi merupakan salah satu kegiatan yang diharapkan dapat mencegah
punahnya habitat penyu, mencegah adanya pemanfaatan penyu demi kepentingan
komersial seperti penjualan telur, daging, maupun cangkang dan dapat menjadi sarana
berbagi ilmu atau edukasi kepada masyarakat secara luas tentang pentingnya
konservasi penyu demi menjaga habitat penyu di Indonesia agar tidak punah (Ario et
al., 2016).
Konservasi mempunyai arti pelestarian yaitu melestarikan atau mengawetkan
daya dukung, mutu, fungsi, dan kemampuan lingkungan secara seimbang. Tujuan

9
konservasi meliputi mewujudkan kelestarian sumberdaya alam hayati serta
keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia, melestarikan kemampuan dan
pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang.
Selain itu, konservasi meruapakan salah satu upaya untuk mempertahankan kelestarian
satwa. Tanpa konservasi akan menyebabkan rusaknya habitat alami satwa. Rusaknya
habitat alami ini telah menyebabkan konflik manusia dan satwa. Konflik antara
manusia dan satwa akan merugikan kedua belah pihak; manusia rugi karena
kehilangan satwa bahkan nyawa sedangkan satwa rugi karena akan menjadi sasaran
balas dendan manusia (Rachman, 2012).

2.7. Upaya Konservasi Penyu di Indonesia


Menurut Juliono dan Ridhwan (2017), berbagai upaya telah dan akan dilakukan
guna menyelamatkan hewan yang kini mulai langka oleh intansi yang berwenang.
Oleh karena itu, ada beberapa upaya konservasi penyu di Indonesia yaitu:
1. Kebutuhan Ekonomi Masyarakat Pemburu Telur Penyu. Memang ini langkah
awal dalam pencegahan, karena ini biang penyakitnya, usaha berburu telur penyu
diubah dan digantikan dengan ekonomi alternatif lainnya. Seperti pengembangan
rumput laut, pengembangan perikanan tangkap lainnya dengan empang atau
perikanan keramba kerapu.
2. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan Konservasi Penyu. Upaya
pelestarian penyu bukan saja tanggung jawab BKSDA tetapi juga masyarakat.
Pelibatan masyarakat generasi muda secara aktif dalam upaya pelestarian penyu
merupakan salah satu usaha pemerintah untuk memberi kesempatan bagi
masyarakat berperan aktif dalam pelestarian satwa penyu.
3. Penegakan Hukum Penegakan. Hukum merupakan salah satu upaya konservasi
dalam rangka perlindungan terhadap penyu.Dengan adanya penegakan
hukum/sanksi bagi pemburu telur penyu dan cangkang penyu.

10
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi PKL


Materi Praktek Kerja Lapangan adalah penyu yang berada di Balai Taman
Nasioanal Kepulauan Seribu, Jakarta.

3.2. Waktu dan Tempat PKL


Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan selama +20 hari kerja yang disesuaikan
dengan hari kerja efektif instansi dan hari libur instansi. Ketentuan jam kerja dan jam
libur bagi mahasiswa Praktek Kerja Lapangan disesuaikan dengan jam kerja instansi
dan jam libur instansi. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan dilakukan pada waktu
liburan semester III, mulai tanggal 27 Desember 2018 – 15 Januari 2019 yang
bertempat di Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu.

3.3. Alat dan Bahan


Tabel 1. Alat untuk Pemeliharaan Penyu
No. Nama Keterangan

1. Termometer Pengukur suhu air

2. Timbangan digital Penimbang bobot penyu

Wadah sementara tukik saat bak


3. Ember plastik
dibersihkan

4. Selang Mengalirkan air saat pembersihan

5. Meteran Mengukur panjang dan lebar karapas

6. Sikat Membersihkan bak dan penyu

7. Kamera digital Alat dokumentasi

8. Alat tulis Alat mencatat data

11
Tabel 2. Bahan untuk Pemeliharaan Penyu
No. Nama Keterangan

Penyu/tukik yang
1. Objek yang diamati
dipelihara

2. Air laut Media hidup penyu

3. Ikan selar Pakan

4. Betadine/antiseptik Obat penyu

5. Methylene blue Obat penyu

6. Kapas Alat untuk memberikan obat

3.4. Metode PKL


Praktek Kerja Lapangan dilakukan dengan mengamati aktivitas pelestarian penyu
yang ada di Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta yang meliputi
pengamatan morfologi penyu, kondisi habitat penyu, mengukur kualitas lingkungan
dengan menghitung suhu sekitar habitat penyu menggunakan termometer secara
berkala dan memberi asupan makanan pada penyu secara rutin.
Tahapan kegiatan Praktek Kerja Lapangan yang akan dilakukan di Balai Taman
Nasional Kepulauan Seribu antara lain:
1. Pengenalan instansi dan presentasi proposal
2. Pengarahan Praktik Kerja Lapangan dari pembimbing instansi
3. Pengamatan dan Pengambilan Data
4. Analisis data
5. Diskusi
6. Evaluasi hasil PKL
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode survey
deskriptif. Menurut Ario et al. (2016), metode ini untuk membuat gambaran secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara

12
faktor-faktor lingkungan atau fenomena yang dipelajari. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara wawancara, observasi langsung di lapangan, dan pengukuran suhu sarang
semi alami. Metode wawancara dengan pengelola instansi terkait, observasi atau
pengamatan secara langsung kegiatan yang dilakukan di lapangan untuk mengetahui
kegiatan apa sajakah yang ada di kawasan konservasi.
Pemberian pakan untuk penyu dan pengukuran suhu air di tempat pembesaran
penyu menggunakan termometer yang dilakukan pada pagi hari pukul 08.00 WIB.
Pemberian obat pada penyu yang sakit dilakukan dengan memberikan obat berupa obat
antiseptik dan methylene blue yang diaplikasikan dengan menggunakan kapas.

13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Penyu yang Dilestarikan di Taman Nasional Kepulauan Seribu

Gambar 3. Penyu Hijau Gambar 4. Penyu Sisik


(Chelonia mydas) (Eretmochelys imbricata)
4.1.2. Tempat Pelestarian Penyu

Gambar 5. Tempat Pelestarian Penyu


4.1.3. Pengukuran Suhu Bak Penyu
Tabel 3. Pengukuran Suhu Air
Eretmochelys imbricata Chelonia mydas
Hari
2 bulan (ºC) 3 tahun (ºC) 3 tahun (ºC)

1 - - -

14
2 - - -

3 27.5 28 28

4 28 27.5 28

5 28 28 28

6 27 27.5 27

7 28.5 28 28.5

8 29 28 28.5

9 29 30 29.5

10 30 30.5 30

11 30.5 31 31

12 30 29 30.5

13 29 30 31

14 29 30 31
15 29 31 30
16 31 30 29
17 31 30 29
18 29 29.5 29
19 28.5 28 28
20 28 28 28

Rata - rata 29 29.1 29.1

4.1.4. Data Kematian Tukik dan Penyu


Tabel 4. Data Kematian Tukik dan Penyu
Hari Eretmochelys imbricata Chelonia mydas

2 bulan 3 tahun 3 tahun

15
1 - - -

2 - - -

3 - - -

4 1 - -

5 - - -

6 - - -

7 - - -

8 - - -

9 - - -

10 - - -

11 - - -

12 - - -

13 - - -

14 - - -

4.2. Pembahasan
4.2.1. Aktivitas Pelestarian Penyu
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 hektar, merupakan
kawasan perairan laut sampai batas pasang tertinggi, pada geografis antara 5°24' -
5°45' LS dan 106°25' - 106°40' BT, termasuk kawasan darat Pulau Penjaliran Barat
dan Pulau Penjaliran Timur seluas 39,50 hektar. Taman Nasional Kepulauan Seribu
adalah kawasan pelestarian alam di Indonesia yang terletak di sebelah utara Jakarta.
Pelestarian alam tersebut melipputi mangrove dan pelestarian penyu. Penyu
merupakan hewan pemakan segala (Omnivora). Setiap jenis penyu memiliki makanan
yang spesifik. Penyu memiliki bentuk mulut dan paruh yang khusus untuk membantu
mendapatkan makanannya. Penyu Sisik memiliki bentuk kepala dan paruh yang

16
meruncing untuk memudahkan mencari makanan di terumbu karang. Sedangkan
Penyu Hijau adalah satu - satunya jenis penyu yang diketahui cenderung herbivora.
pemangsa alga dan lamun. Terdapat 2 jenis penyu yang dilestarikan yang Taman
Nasional Kepulauan Seribu antara lain adalah jenis Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan
Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata). Jumlah total tukik penyu sisik yang berada di
Taman Nasional ini adalah 68 ekor, penyu sisik dewasa 8 ekor dan penyu hijau
sebanyak 4 ekor.
Pulau-pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu merupakan habitat peneluran
penyu. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu mengadakan patroli yang dilakukan
oleh Polisi Hutan dan MMP (Masyarakat Mitra Polhut) berkeliling ke beberapa pulau
sekitar Kepulauan Seribu pada hari Kamis, 10 Januari 2019 untuk mencari sarang telur
penyu yang akan diambil dan ditetaskan di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
Zona inti peneluran penyu di SPTN Wilayah I terletak di Pulau Yu Timur, Yu Barat,
Gosong Kapas dan Gosong Rengat. Hal itu dilakukan agar penetasan telur yang akan
terjadi lebih maksimal karena telur-telur mendapat perlindungan dari ancaman
predator hewan dan manusia. Berdasarkan patroli yang dilakukan, tidak ditemukan
adanya telur penyu. hal itu diduga karena telur penyu telah diambil oleh predator
hewan dan manusia. Predator hewan yang umumnya menyerang adalah biawak,
sedangkan predator manusia yang mengambil telur penyu adalah nelayan. Hal itulah
yang menyebabkan tidak adanya penetasan telur penyu dari tanggal 27 Desember 2018
hingga 15 Januari 2019.
Pemeliharaan dan pembesaran penyu dan tukik meliputi beberapa kegiatan yaitu
seperti pemberian pakan, pembersihan bak pemeliharaan, pengukuran pertumbuhan
serta pengobatan terhadap penyu dan tukik yang sakit. Pembersihan kolam
pemeliharaan setiap hari dilakukan pada pagi hari. Pembersihan kolam dilakukan
dengan tujuan untuk menghindari penyakit dan jamur yang akan menyerang penyu
atau tukik. Kondisi bak pemeliharaan untuk tukik lebih mudah kotor dan memiliki air
yang keruh. Hal ini dikarenakan efisiensi pakannya kurang akibat banyak sisa-sisa
makanan yang tidak termakan dan tenggelam didasar bak. Pembersihan bak dilakukan
dengan menyikat dasar dan dinding bak untuk menghilangkan lumut, kotoran, dan sisa

17
makanan yang menempel. Kemudian dilakukan pemberian pakan pada tukik dan
penyu sesuai makanannya yang dilakukan pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari
pukul 16.00 WIB. Pakan yang diberikan pada penyu-penyu tersebut adalah ikan selar.
Pakan penyu biasanya disimpan dalam freezer sehingga saat akan diberikan pada
penyu harus direndam pada air dengan suhu ruangan hingga ikan tidak beku. Pakan
penyu yang masih beku tidak boleh diberikan langsung kepada penyu karena hal itu
akan menyebabkan penyakit pencernaan pada penyu yang akan menyebabkan stres
pada penyu dan terjadi kematian. Pakan yang diberikan untuk tukik dan penyu dewasa
berbeda perlakuan. Pakan untuk tukik sebelumnya harus dipisahkan antara daging
dengan kulit, sirip dan juga tulangnya. Hal itu dilakukan untuk memudahkan tukik
memakan makanannya.
Berdasarkan data kematian penyu yang diamati selama 20 hari didapati bahwa
terdapat satu penyu berumur 2 bulan yang mati. Kematian itu terjadi karena penyakit
pencernaan yang dimiliki penyu tersebut akibat makanan yang belum dipersiapkan
dengan baik. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kematian penyu adalah
pembersihan bak yang jarang dilakukan sehingga mempengaruhi kondisi kualitas air di
bak pemeliharaan. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu timbulnya penyakit pada
tukik dan penyu di tempat pelestarian. Faktor lain yang dapat menyebabkan timbulnya
infeksi jamur adalah sifat kanibal penyu yang menyebabkan timbulnya bekas luka
pada bagian tubuh penyu lainnya. Bekas luka yang terkena langsung dengan air
dengan kondisi yang kurang baik dapat mempercepat tumbuhnya jamur sehingga dapat
menyebabkan infeksi dan kematian. Penyu yang terinfeksi jamur akan dipisahkan dari
penyu yang lain agar penyakit tidak menular. Bagian penyu yang terinfeksi jamur
diseka terlebih dahulu dengan kapas sebelum diberikan obat methylene blue atau
betadine dengan cara dioleskan menggunakan kapas kemudian didiamkan hingga obat
mengering. Penyu kemudian dapat dimasukkan kembali ke wadah berisi air setelah
pengobatan selesai dilakukan.
4.2.2. Pendampingan dan Pemberian Edukasi Mengenai Penyu
Pengunjung yang datang ke Pulau Kelapa Dua akan mengunjungi lokasi
pelestarian penyu dengan didampingi oleh petugas dari Taman Nasional. Petugas

18
mendampingi pengunjung dengan tujuan untuk mengawasi dan memberikan informasi
mengenai penyu yang dipelihara. tukik yang baru menetas harus segera dilepaskan ke
laut. Namun, untuk kepentingan khusus, sepertipendidikan, penelitian dan wisata,
sebagian kecil tukik hasil penetasan semi alamidapat disisihkan ke dalam bak
pemeliharaan untuk dibesarkan.Keadaan yang terdapat di lokasi pelestarian penyu di
Pulau Kelapa Dua menunjukkan bahwa penyu yang dipelihara mencapai usia 4 tahun
dan diletakkan di habituasi sebelum kemudian dilepas ke habitat aslinya. Berdasarkan
wawancara, penyampaian informasi mengenai perlindungan penyu pun telah
dilakukan. Masyarakat sekitar lokasi pelestarian penyu telah memahami bahwa
aktivitas mengambil, mengkonsumsi, dan menjual telur penyu secara liar merupakan
tindakan yang illegal. Masyarakat pun telah memahami bahwa kegiatan pemanfaatan
bagian tubuh penyu atau tukik sebagai cinderamata tidak diperbolehkan.

19
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Jenis penyu yang dilestarikan di Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
Jakarta adalah penyu Hijau dan penyu Sisik.
2. Rangkaian aktivitas pelestarian penyu yang dilakukan yaitu pemberian pakan
secara rutin, pembersihan tempat pembesaran penyu,

5.2. Saran
1. Pengamatan dan pengambilan data sebaiknya selalu didampingi oleh petugas
Taman Nasional.
2. Alat-alat pengukur penunjang kegiatan praktik seharusnya dibawa secara
lengkap agar pengukuran parameter lingkungan dapat dilakukan dengan
mudah.

20
DAFTAR PUSTAKA

Benni., W. Adi dan Kurniawan. 2017. Analisis Karakteristik Sarang Alami Peneluran
Penyu. Jurnal Sumberdaya Perairan., 11(2) : 1 – 6.

Burhanuddin. A. I. 2018. Vertebrata Laut, Evaluasi dan Klasifikasi Hewan Laut


Bertulang Belakang. Deepublish : Yogyakarta., Hal. 1 – 215.

Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut. 2009. Pedoman Teknis Pengelolaan
Konservasi Penyu. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta.

Firliansyah. E., M. D. Kusrini dan A. Sunkar. 2017. Pemanfaatan dan Efektivitas


Kegiatan Penangkaran Penyu di Bali bagi Konservasi Penyu. Journal of Tropical
Biodiversity and Biotechnology., 2(1) : 21 – 27.

Juliono dan M. Ridhwan. 2017. Penyu dan Usaha Pelestariannya. Serambi Saintia.,
5(1) : 45 – 54.

Rachman. M. 2012. Konservasi Nilai dan Warisan Budaya. Indonesian Journal of


Conservation. Vol 1(1): 30-39.

Raden. A., E. Wibowo., I. Pratikto dan S. Fajar. 2016. Pelestarian Habitat Penyu dari
Ancaman Kepunahan di Turtle Consevation and Education Center (TCEC), Bali.
Jurnal Kelautan Tropis., 19(1) : 60 - 66.

Samanya. R. 2015. Biologi Konservasi Penyu Laut. 1(1) : 1 – 10.

Srimulyaningsih. R., A. Priyono dan E. Rachmawati. 2010. Potensi Penyu Hijau


(Chelonia mydas L.) dan Pemanfaatannya sebagai Daya Tarik Wisata di
Kawasan Pantai Sindangkerta, Kabupaten Tasikmalaya. Media Konservasi.,
15(1) : 21 – 25.

Wicaksono. M. A., D. Elfidasari dan A. Kurniawan. 2013. Aktivitas Pelestarian Penyu


Hijau (Chelonia Mydas) di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Sukabumi

21
Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Matematika, Sains, dan Teknologi., 4(1)
: 116 – 123.

22
DOKUMENTASI

Gambar 1. Balai Taman Nasional Gambar 2. Pengukuran lebar karapas


Kepulauan Seribu SPTN I Kelapa Dua.

Gambar 3. Pengukuran panjang karapas Gambar 4. Pusat pelestarian penyu


SPTN I Kela
pa Dua

24
Gambar 5. Proses pemotongan pakan penyu Gambar 6. Proses pemberian pakan
penyu

Gambar 7. Pemberian obat pada penyu Gambar 8 . Pengukuran suhu air

Gambar 9. Pembersihan dan penyikatan Gambar 10. Penyikatan tukik


penyu dan bak

25
Gambar 11. Tukik yang mati karena terkena Gambar 12. Pemberian edukasi tentang
penyakit penyu kepada siswa SD

26
27
28
29
30
31
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Nurvita Agristiyani


NIM : 26040117130086
Jurusan / Program Studi : Ilmu Kelautan / Ilmu Kelautan
Tempat, Tanggal Lahir : Semarang, 16 Juni 1999
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kebangsaan : WNI
Alamat Asal : Jl. Puri Anjasmoro Blok P 13 No. 12
Alamat Kost :-
Email Address : nurvitaa9999@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
2001-2005 : TK Gita Nanda Semarang
2005-2011 : SD N Tawang Mas 01 Semarang
2011-2014 : SMP N 1 Semarang
2014-2017 : SMA N 5 Semarang
2017-sekarang : Universitas Diponegoro

RIWAYAT ORGANISASI
Pengurus OSIS/MPK SMA N 5 Semarang
Pengurus Palang Merah Remaja

32

Anda mungkin juga menyukai