LAPORAN PRAKTIKUM
PLANKTONOLOGI
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
PROGAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Oleh
MAHASISWA PROGRAM STUDI ANGKATAN 2016
LAPORAN PRAKTIKUM
PLANKTONOLOGI
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Oleh
MAHASISWA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA
PERAIRAN ANGKATAN 2016
Menyetujui,
Koordinator Asisten,
(Miftakhul Roziqin)
NIM. 145080100111028
ii
(Patricia Olivia Angelina Gultom) (Safitri Permata Sari)
NIM. 145080100111023 NIM. 155080101111030
iii
(Yuniyar Qaifatur Masnah) (Dimas Noerman Sasana)
NIM. 155080101111009 NIM. 1550801001110
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
Planktonologi. Laporan ini merupakan salah satu syarat lulus praktikum Planktonologi.
Laporan peraktikum ini disusun sebagai bukti telah melaksanakan praktikum Planktonologi.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi
maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami.
Kami mengharapkan laporan ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca. Kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan agar lebih baik kedepannya.
Terima Kasih
Penyusun
v
DAFTAR ISI
vi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 17
4.1 Data Hasil Pengamatan ........................................................................................... 17
4.1.1 Data Tabel Pengamatan Kualitas Air ............................................................. 17
4.1.2 Data Jenis, Gambar dan Klasifikasi Plankton............................................... 18
4.1.3 Data Tabel Perhitungan Kelimpahan Plankton ............................................ 23
4.2 Pembahasan .............................................................................................................. 24
4.2.1 Deskripsi Stasiun Pengamatan ........................................................................ 24
4.2.2 Hubungan Parameter Kualitas Air Terhadap Kelimpahan Plankton ........ 24
4.3.2 Kelimpahan Plankton ...................................................................................... 28
4.2.5 Klasifikasi Perairan .......................................................................................... 32
4.2.6 Pemanfaatan Plankton di Kehidupan Sehari-hari ........................................ 33
5. PENUTUP ........................................................................................................................ 35
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 35
5.2 Saran ......................................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 37
LAMPIRAN ............................................................................................................................ 40
Lampiran1. Perhitungan .................................................................................................... 40
Lampiran 2. Dokumentasi ................................................................................................. 85
vii
1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum planktonologi adalah agar praktikan dapat mengerti dan
memahami sifat plankton, ciri dan karakteristik plankton, habitat plankton, serta dapat
membedakan plankton tumbuhan dengan hewan, dan plankton dengan seresah.
1
2. TINJAUAN PUSTAKA
2
b. Berdasarkan Asal
Menurut Basmi (1995) dalam Rais (2015), berdasarkan asal usul plankton, dimana
ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairanitu sendiri dan ada yang berasal dari
luar, terdiri atas:
a. Autogenik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri.
b. Allogenik plankton, yakni plankton yang datang dari perairan lain (hanyut terbawa oleh
sungai atau arus). Hal ini biasanya dapat diketahui sekitar muara sungai.
c. Berdasarkan Siklus Hidup
Berdasarkan siklus hidup plankton, dikenal dengan holoplankton dan meroplankton.
Holoplankton merupakan plankton yang seluruh siklus hidupnya bersifat planktonik dan
meroplankton merupakan plankton yang hanya sebagian dari seluruh siklus hidupnya bersifat
planktonik. Plankton mempunyai alat gerak (misalnya flagelata dan ciliata) sehingga secara
terbatas plankton akan melakukan gerakan-gerakan, tetapi gerakan tersebut tidak cukup
mengimbangi gerakan air disekelilingnya (Barus, 2004 dalam Rais, 2015).
Menurut Wiadnyana dan Wagey (2004) dalam Asriyana dan Yuliana (2012), menurut
batasan daur hidup plankton digolongkan menjadi holoplankton (plankton yang seluruh daur
hidupnya sebagai plankton) dan meroplankton (plankton yang hanya sebagian daur hidupnya
terutama stadia larva hidup sebagai plankton). Sebagai contoh copepod, pada saat larva hidup
sebagai plankton dan masa dewasa hidup sebagai hewan pelagik.
d. Berdasarkan Habitat
Menurut Sawestri et al. (2012), plankton berdasarkan habitat hidupnya dibedakan
menjadi tiga yaitu plankton oseanik, neritik dan limnoplankton. Plankton oseanik yang hidup
di lautan lepas atau di luar paparan benua. Plankton neritik yang hidup di perairan paparan
benua. Dan limnoplankton hidup di air tawar.
Menurut Widianingsih (2008) dalam Khazmi (2014), berdasarkan ekologisnya
plankton dibagi menjadi dua bagian yaitu plankton laut (haliplankton) dan plankton air tawar
(limnoplankton) yang tinggal di perairan–perairan darat seperti sungai dan danau.
Berdasarkan kedalaman plankton juga dibedakan menjadi beberapa kelompok sebagai
berikut:
a) Pleuston, adalah biota plankton pada permukaan air laut, dimana selalu berhubungan
dengan udara. Pergerakan plankton ini banyak dipengaruhi oleh angin. Contohnya :
Physali dan Velella
b) Neuston, adalah biota plankton yang tinggal pada lapisan permukaan dari kedalaman
sampai dengan 10 mm
c) Epipelagic Plankton, adalah biota plankton yang menempati lapisan perairan sampai
dengan kedalaman 300 m
d) Mesopelagic plankton, adalah biota plankton yang menempati lapisan perairan diantara
300-1000 m
e) Bathypelagic Plankton, adalah biota plankton yang menempati lapisan perairan antara
1000 m sampai dengan dari 3000-4000 m
f) Abyssopelagic plankton, adalah biota plankton yang menempati lapisan perairan lebih
dari 3000–4000 m
g) Epibentic Planktonadalah biota plankton yang menempati lapisan perairan mendekati
dasar atau secara temporer berkaitan dengan lapisan permukaan dasar.
3
e. Berdasarkan Jenis Makanan
Menurut Musthafa (2013), plankton merupakan organisme akuatik yang berukuran
mikroskopik, hidupnya bergerak di air, pergerakannya lemah, dan lebih ditentukan oleh arus
dan angin. Plankton terdiri atas fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton bersifat autotrof
dan menjadi produsen primer perairan yang menyediakan energi bagi organisme akuatik lain.
Sedangkan zooplankton bersifat heterotrof, yang memerlukan peranan dari makhluk hidup
lain.
Menurut Basmi (1995) dalam Rais (2015), plankton dikelompokkan berdasarkan
nutrien pokok yang dibutuhkan, terdiri atas :
a. Fitoplankton, yakni plankton nabati (> 90% terdiri dari algae) yang mengandung klorofil
yang mampu mensintesa nutrien-nutrien anorganik menjadi zat organik melalui proses
fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar surya.
b. Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai
pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa-sisa organisme lain yang
telah mati.
c. Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada
organisme lain yang masih hidup maupun partikel-partikel sisa organisme seperti detritus
dan debris. Disamping itu plankton ini juga mengkonsumsi fitoplankton.
2.2 Parameter Kualitas Air dan factor yang mempengaruhi kehidupan plankton
2.2.1 Suhu
Suhu perairan Nusantara umumnya berkisar antara 28 - 31°C. Kisaran suhu yang
optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan berkisar antara 20 - 30°C. peningkatan
suhu dapat menurun kadar oksigen terlarut sehingga mempengaruhi metabolisme seperti laju
pernafasan dan konsumsi oksigen (Effendi, 2003 dalam Norasyikin, 2016).
Effendi (2003) dalam Simbolon (2015), menyatakan bahwa alga dari filum
Chlorophyta dan Baciilariophyta akan tumbuh baik pada kisaran suhu 30 - 35 oC dan 20-30
o
C. Sedangkan jenis Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih
tinggi. Suhu suatu perairan dapat mempengaruhi kelulusan hidup organisme yang berada
didalamnya termasuk perifiton dan plankton.
2.2.2 pH
Menurut Daulat (2014), nilai pH sangat berperan dalam mengendalikan kondisi
ekosistem perairan. Tinggi rendahnya pH dapat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya bahan
organik yang dibawa melalui aliran sungai. Standar baku mutu air laut yang dikeluarkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, pH yang disyaratkan untuk menunjang
kehidupan biota laut adalah 7-8,5.
Menurut Boyd (1990) dalam Hardiyanto (2012), menyatakan bahwa pH atau derajat
keasaman adalah tolak ukur utama yang secara umum digunakan untuk menunjukan intensitas
keasaman. Derajat keasaman (pH) yang diperlukan untuk mendukung kehidupan ikan dan
jasad hidup lainnya adalah berkisar antara 6-9. pH air akan turun menuju suasana asam, bila
ada pertambahan bahan-bahan organik yang akan membebaskan CO2 jika mengurai.
4
2.2.3 Kecerahan
Penetrasi cahaya diamati secara visual dengan alat bantu yang disebut keping sechi
(Secchi disc). Secchi disc merupakan bagian dari standar peralatan dalam pengukuran
penetrasi cahaya. Keadaan cuaca, kekeruhan air dan waktu pengamatan sangat berpengaruh
terhadap hasil pengukuran. Pengukuran kecerahan dilakukan sebaiknya pada saat cuaca cerah
antara pukul 09.00-15.00 dan matahari tidak tertutup awan agar mendapatkan hasil yang
terbaik untuk pendataan (Hariadi dkk., 1998 dalam Rais, 2015).
Menurut Goldman dan Horme (1983) dalam Hardiyanto (2012) menyatakan bahwa
kondisi perairan yang kecerahannya rendah dan terlalu tinggi akan menurunkan kelimpahan
plankton. Hal ini disebabkan karena penurunan kecerahan akan menyebabkan makanan untuk
plankon berkurang, serta sifat dari plankton yang fototaksis negatif yaitu bergerak menjauhi
sumber cahaya. Transparasi cahaya yang baik untuk plankton secara optimal yaitu 30-50 cm.
2.2.4 DO
Menurut Putranto (2009) dalam Novia (2016), DO merupakan salah satu parameter
penting dalam pengukuran kualitas perairan. Nilai DO yang baik untuk perairan sekitar 8
ppm yang berkorelasi positif dengan nilai 0,676. Berdasarkan nilai tersebut dapat diartikan
bahwa kelimpahan plankton akan semakin tinggi dengan semakin meningkatnya DO. Apabila
organisme tersebut berupa fitoplankton, maka makin banyak kandungan DO dalam perairan
tersebut karena fitoplankton menghasilkan O2 sebagai sisa proses fotosintesis.
Menurut Wibowo (2012) dalam Simbolon (2015), mengatakan konsentrasi DO yang
dapat mendukung kehidupan organisme akuatik secara normal. Kadar DO dalam perairan
tidak boleh kurang dari 2 mg/l. Rendahnya nilai DO di dalam air akan mengakibatkan
berkurangnya hewan dan tanaman dalam air karena mati atau melakukan migrasi ketempat
lain yang konsentrasi oksigennya lebih tinggi.
2.2.5 CO2
Menurut Effendi (2003) dalam Hasanah (2013), perairan yang diperuntukkan bagi
kepentingan perikanan sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas <5 mg/l. Di dalam
perairan karbondioksida bebas berasal dari proses respirasi oleh organisme dalam air serta
dekomposisi hewan akuatik. Keberadaan karbondiosida memegang peranan penting bagi
kehidupan fitoplankton di dalam perairan, karena fitoplankton memerlukan karbondioksida
bebas dalam jumlah yang cukup untuk proses fotosintesis.
Sumber karbon utama di perairan pesisir berasal dari atmosfer, selain itu juga dapat
berasal dari perubahan sedimen secara terus-menerus dan kandungan nutrisi berupa transport
sumber energi dan materi karbonat ke perairan pesisir melalui aliran sungai maupun interaksi.
Perairan yang diperuntukkan untuk kegiatan perikanan sebaiknya mengandung kadar
karbondioksida bebas kurang dari 5 mg/l. Kadar karbondioksida bebas sebesar 10mg/l masih
dapat ditolerir oleh organisme akuatik asal disertai dengan kadar oksigen terlarut tersedia
dalam jumlah yang cukup (Milliman and Syvitski, 1992 dalam Daulat, 2014).
2.2.6 Nitrat
Senyawa nitrat dengan kadar lebih dari 10 mg/L dan Cyanobacteria (Blue-green
algae) dapat menghasilkan zat toksik pada air irigasi. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l
5
menunjukkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia seperti
kegiatan pertanian dan pemukiman. PP 82/2001 mengamanatkan bahwa kadar senyawa nitrat
pada air baku yang layak untuk irigasi sebaiknya lebih kecil dari 20 mg/L (Irianto, 2015).
Menurut Effendi (2013), hasil pembusukan bahan organik akan menghasilkan
amoniak (NH3). dari amoniak akan menjadi amonium (NH4) selanjutkan oleh bakteri nitrit
dirubah menjadi nitrit (NO2). Selanjutnya dari nitrit dirubah menjadi nitrat (NO3) oleh
bakteri nitrat. Berdasarkan baku mutu nilai nitrat yang diperbolehkan yaitu 20 mg/l.
2.2.7 Orthofosfat
Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat
dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi
atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari
bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat
dapat memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan
detergen yang mengandung fosfat seperti limbah rumah tangga, limbah industry dan limbah
pertanian. Fosfat organik terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan.
Fosfat organik terbentuk dari ortofosfat terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri
maupun tanaman menyerap fosfat untuk pertumbuhannya (Tindaon, 2014).
Menurut Sulawestry (2013), nilai kisaran kandungan ortofosfat adalah 0,031 sampai
0,100 mg/L menunjukkan perairan yang subur (eutrofik). Tingginya kandungan nutrien di
perairan embung - embung ini diduga disebabkan masukan nutrien dari sekeliling embung
baik secara langsung maupun tidak langsung. Danau cenderung menjadi tempat
terakumulasinya material (termasuk nutrien) dari daratan sekitarnya secara proporsional.
2.2.8 TOM
Menurut Sembiring (2012), bahan organik terlarut total menggambarkan kandungan
bahan organik suatu perairan terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi, dan koloid. Nilai
konsentrasi TOM yang aman adalah ≤30 mg/l. Perairan yang kaya biota akan menunjukkan
kekurangan oksigen di dasar perairan di banding perairan yang miskin biota.
Menurut Utojo (2015), perairan dengan kandungan bahan organik total di atas 26,0
mg/L adalah tergolong subur. Kandungan bahan organik yang tinggi pada tambak intensif
kurang bermanfaat. Sedangkan pada tambak tradisional sangat diperlukan untuk
perkembangan plankton sebagai pakan alami udang dan ikan.
𝑇𝑥𝑉
N = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
Keterangan:
N : Jumlah plankton (individu/liter)
6
T : Luas cover glass (20 x 20 mm2)
V : Volume konsentrat plankton dalam botol penampung
L : Luas lapang pandang dalam mikroskop (mm2)
v : Volume konsentrat plankton dibawah cover glass (mL)
P : Jumlah lapang pandang (S)
W : Volume air yang tersaring dengan plankton net (Liter)
N : Jumlah plankton yang ada dalam lapang pandang
Menurut Herawati (1989) dalam Febriawan (2015), Untuk mengetahui kelimpahan
fitoplankton digunakan analisis kuantitatif dengan menggunakan metode modifikasi Lackey
Drop sebagai berikut:
𝑇𝑥𝑉
N = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
Keterangan:
N : Jumlah total fitoplankton (sel/liter)
n : Jumlah fitoplankton pada setiap lapang pandang
T : Luas cover glass (20 x 20 mm)
L : Luas lapang pandang (𝜋r2mm2)
r : jari-jari lapang pandang
Keterangan:
IPi : indeks preponderan
Vi : presentase volume satu macam makanan
Oi : Presentase frekuensi kejadian satu macam makanan
∑(𝑉𝑖 𝑥 𝑂𝑖) : jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan
Dimana:
D : Indeks dominasi
Pi : ni/N
ni : Jumlah individu spesies ke 1
N : Jumlah total individu
Dimana:
KR : Kelimpahan relatif
ni : Jumlah individu pada genus tersebut
N : Jumlah total individu
Nilai kepadatan relatif antara 1% sampai 100%. Kepadatan yang rendah menunjukkan
jumlah organisme yang hidup diperairan tersebut mempunyai nilai sedikit (Putra, 2105).
Kelimpahan relatif ini merupakan kelimpahan relatif untuk masing-masing stasiun
yang menunjukkan banyaknya organisme pada stasiun pengamatan pada tempat tersebut,
bukan merupakan keanekaragaman jenis di salah satu stasiun tersebut. Menurut Handayani
(2009) dalam Wulandari (2015), Kelimapahan Relatif (KR) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
𝑛𝑖
KR = x 100%
𝑁
Keterangan:
KR : Kelimpahan relatif
ni : Jumlah individu pada genus tersebut
N : Jumlah total individu
8
2.3.5 E (Indeks Keseragaman)
Keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan, yaitu komposisi individu tiap
spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Rumus indeks keseragaman (Brower dan Zar,
1977 dalam Zaki, 2016 ) adalah sebagai berikut:
𝐻′
E = 𝐻𝑚𝑎𝑥
Dimana:
E : Indeks keseragaman
H’ : Indeks keanekaragaman
Hmax : 3,3219 Log S
S : Jumlah taksa/spesies
Indeks keseragaman menggambarkan keanekaragaman jenis-jenis organisme disuatu
kawasan. Nilai indeks keanekaragaman tergantung dari variasi jumlah spesies dan jumlah
individu tiap spesies yang didapatkan. Semakin kecil jumlah spesies dan variasi jumlah
individu tiap spesies maka keanekaragaman suatu ekosistem semakin kecil.
Keterangan :
H’ : Indeks diversitas
Pi : Proporsi spesies ke / terhadap jumlah total
Ni : Jumlah sel/ekor dari taksa biota i
N : Jumlah sel/ekor dari taksa biota di dalam sel
S : Jumlah spesies
Menurut Maguran (1983) dalam Zaki (2016), Keanekaragaman spesies dapat
dikatakan sebagai keteherogenan spesies dan merupakan ciri khas dari struktur komunitas.
Rumus yang digunakan untuk menghitung keanekaragaman spesies adalah rumus dari indeks
diversitas Shannon-Wiener yaitu:
H = - ∑𝑆𝑖=1 𝑃𝑖 𝑙𝑜𝑔𝑃𝑖
Dimana:
H : Indeks keanekaragaman
Pi : Proporsi spesies ke / terhadap jumlah total
9
3. METODELOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.3.1 Pengukuran Kualitas Air
a. Suhu
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran suhu
adalah sebagai berikut :
b. pH
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran pH
adalah sebagai berikut :
c. Kecerahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran
kecerahan sebagai berikut :
10
d. DO
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran DO
adalah sebagai berikut :
e. CO2
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran adalah
CO2 sebagai berikut :
1. Botol air mineral 600 mL : sebagai wadah mengambil dan menyimpan air sampel
2. Erlenmeyer 100ml : sebagai wadah air sampel yang akan ditetesi larutan
3. Buret : sebagai tempat titrasi suatu zat atau larutan PP
4. Statif : sebagai penyangga buret
5. Gelas ukur 25 mL : untuk mengukur volume air sampel
6. Pipet tetes : untuk mengambil larutan PP dalam skala kecil
11
f. Nitrat Nirogen
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran Nitrat
Nitrogen adalah sebagai berikut :
g. orthofosfat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran
orthofosfat adalah sebagai berikut :
12
h. TOM ( Total Organic Matter )
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pengukuran TOM
adalah sebagai berikut :
13
5. Cover glass : sebagai penutup objek glass
6. Mikroskop binokuler : untuk mengamati objek yang berukuran mikroskopis
7. Buku Prescott, Davis, Shirrota : sebagai acuan atau pedoman dalam mengidentifikasi
dan mengklasifikasi plankton yang diamati
8. Nampan : sebagai tempat alat dan bahan
9. Alat tulis : untuk menulis mengenai plankton yang diambil
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum planktonologi pada pembuatan
preparat dan pengamatan plankton adalah sebagai berikut:
1. Air sampel plankton : sebagai sampel yang diamati planktonnya
2. Aquades : untuk mengkalibrasi objek glass dan cover glass
3. Tissue : untuk mengeringkan objek dan cover glass yang telah
dikalibrasi
3.2 Parameter Kualitas Air dan Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton
3.2.1 Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam parameter kualitas perairan, Alat ukur suhu
adalah thermometer Hg, untuk mengukur suhu terlebih dahulu Thermometer Hg dimasukan
ke dalam perairan dengan posisi membelakangi matahari dan jangan sampai tersentuh tangan,
agar tidak terkontiminasi. Lalu ditunggu kurang lebih 2 menit, kemudian dilakukan
pembacaan ketika Thermometer Hg masih di perairan yang hasilnya dicatat dalam skala oC.
3.2.2 pH
pH merupakan faktor penting dalam parameter kualitas perairan, untuk mengukur pH
di perairan maka pertama-tama dicelupkan diperairan lalu ditunggu kurang lebih nya 2 menit.
Kemudian di angkat lalu di kibas-kibaskan hingga setengah kering. Setelah itu, dicocokin
dengan kotak standart pH. Kemudian di catat hasilnya.
3.2.3 Kecerahan
Kecerahan merupakan faktor penting dalam parameter kualitas perairan, untuk
mengukur kecerahan di perairan maka dilakukan dengan menggunakan secchi disk. Pertama
dimasukkan ke perairan hingga tak tampak pertama kali, diukur kedalamannya dan dicatat
sebagai d1. Lalu dimasukkan kembali hingga tidak tampak sama sekali, ditarik tali perlahan-
lahan sampai tampak pertama kali, diukur kedalamannya dan di catat sebagai d2. Dihitung
dengan menggunakan rumus
𝐷1 + 𝐷2
2
3.2.4 DO
Dissolved oxygen (DO) merupakan faktor penting dalam parameter kualitas perairan,
untuk mengukur DO di perairan maka dilakukan dengan botol DO lalu di catat volume botol
DO. Kemudian dimasukkan ke dalam perairan dengan kemiringan 45o, ditutup botol DO di
perairan kemudian diangkat dari air kolam. Ditambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml NaOH + KI,
didiamkan kurang lebih 30 menit sampai terbentuk endapan coklat. Setelah itu, dibuang air
bening diatas endapan coklat. Kemudian ditetesi 2 ml H2SO4, di homogenkan. Lalu di
14
tambahkan 3 tetes amylum, dihomogenkan, di titrasi dengan Na2S2O3 0,025 N. kemudian
dicatat V awal dan V akhir, lalu di hitung dengan rumus
𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑋 𝑁 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑋 8 𝑋 1000
𝑉 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝐷𝑂 − 4
3.2.5 CO2
Karbondioksida (CO2) merupakan faktor penting dalam parameter kualitas perairan,
untuk mengukur CO2 di perairan maka langkah yang pertama adalah air sampel diukur 2 ml
dengan gelas ukur. Kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 50 ml, ditambahkan 3 tetes
indikator pp. Setelah itu, dititrasi dengan Na2CO3 hingga berwarna pink pertama kali.
Kemudian dicatat V awal dan V akhir, lalu dihitung dengan menggunakan rumus
3.2.7 Orthoposfat
Orthofosfat merupakan faktor penting dalam parameter kualitas perairan, untuk
mengukur orthofosfat di perairan maka langkah pertama yang dilakukan adalah air sampel
diukur 25 ml dengan gelas ukur, ditambahkan 2 ml ammonium molybdate, dihomogenkan.
Kemudian ditambahkan 5 tetes larutan SnCl2, dihomogenkan. Lalu dimasukkan ke dala cuvet,
diukur kadar phosphate dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang
590nm dan didapat nilai y. dihitung dengan persamaan :
Y = ax + b
D = D1 – D2 1
LBP= × 𝜋 × 𝐷 2
4
16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelompok 34 35 36 37 38 39 40
Kecerahan 34 cm 33 cm 33 cm 34 cm 35 cm 35 cm 39 cm
Ph 7 7 7 7 7 7 7
17
4.1.2 Data Jenis, Gambar dan Klasifikasi Plankton
a. Air Tawar
Bidang Gambar Hasil Gambar Jumlah Klasifikasi
Pandang Pengamatan Literatur
Kingdom : Bacteria
Subkingdom : Gracilicutes
Phylum : Cyanobacteria
5 10
Class: Cyanophyceae
Subclass: Oscillatoriophycideae
Order: Chroococcales
Family : Cyanobacteriaceae
Genus : Aphanothece
Species : Aphanothece stagnina
(Marinespecies , 2016)
5 42 Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Chlorophyta
Phylum : Chlorophyta
Subphylum :Chlorophytina
Class : Chlorophyceae
Order :Sphaeropleales
Family : Scenedesmaceae
(Google image, 2016) Subfamily : Coelastroideae
Genus : Dimorphococcus
Spesies : Dimorphococcus unatus
2 35 Kingdom: Plantae
Phylum: Chlorophyta
Sub Phylum: Chloropiceae
Ordo: Chloropicaea
Family : Coccomyceae
Genus: Diogenes
Spesies: Diogenes Nannochloris
(Google image, 2016)
4 15 Filum : Chlorophyta
Sub Filum : Chlorophyta
Ordo : Zygnematales
Famili : Nesotaeniaceae
Genus : Groenbladia
(Google image, 2016) Spesies : Groenbladia neglecta
18
4 20 Filum : Chlorophyta
Sub Filum : Chlorophyta
Ordo : Zygnematales
Famili : Nesotaeniaceae
Genus : Groenbladia
(Google image, 2016)
Spesies : Groenbladia neglecta
1 33 filum : Chloropyta
Sub filum : Chlorophyceae
Ordo : Ulocrichaceae
Family: Uloirichaceae binudaria
Spesies: Binuclearia tatrana
3 15 filum : chloropyta
sub filum : chlorophyceae
Ordo : voulocaes
Family: Eudorina
Spesies: Eudorina
elegan
(Google image, 2016)
5 70 filum : chloropyta
sub filum : chlorophyceae
Ordo : Zygnemataceae
Family: Zygnemataceae debaya
(Google image, 2016) Spesies:Entransia
dichoroplastes
5 3 Kingdom : Bacteria
Phylum : Cyanobacteria
Class : Cyanophyceae
Order : Nastocales
Family : Nostoraceae
19
b. Air Laut
Bidang Gambar Hasil Gambar Jumlah Klasifikasi
Pandang Pengamatan Literatur
Genus : Euphasia
5 96 Filum: Cyanophyta
Ordo : Oscillatoriales
Famili :
Oscillatoriaceae
Genus : Oscilla
Spesies : Oscillatoria
limosa
3 10 Kingdom : Chromista
Subkingdom : Itavosa
Infrakingdom : Heterokonta
Phylum : Ochrophyta
Subphylum : khakista
Class :Medyophyceace
Order : Thalassiosirales
Family : Launcleniaceae
Genus : Lauderia
Spesies :
20
Lauderia anulata
5 1 Kingdom : Animalia
FIlum : Anthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : maxillopoda
Subkelas : Copepoda
Order : Cyclopoida
Famili : Cyclopoidae
Genus : Copepoda
Spesies :
Copepoda Nauplius
1 1 Kingdom :
Animalia
Subkingdom :
Bilateria
Infrakingdom :
Prototosmia
Superphylum :
Platyzoa
Phylum :
Rotifera
Class :
Monogonta
Subclass :
Monogononta
Superorder :
Gnesiotrocha
Order : Collothecacceae
Family :
Collothecidae
Genus :
Collotheca
Spesies :
Collotheca mutabilis
21
5 65 Kingdom:
Plantae
Phylum:
Cariophyta
Kelas:
Carrophytaceae
Ordo:
Zygnemetaceae
Family :
Zygnemetaceae
Genus:
Skujaella
Spesies:
Skujaella Theibauti
5 1 Phylum:
Arthropoda
Ordo:
Cyanophyta
Family:
Cyanophyta
Genus:
Gaidius
Spesies:
Gaidius Pungens
22
3 1
Spesies: Balanus
perforates
Genus : Balanus
5 1 Spesies: Euphausia
brevis
Genus : eupausia
5 3 Kingdom : Bacteria
Phylum :
Cyanobacteria
Class : Cyanophyceae
Order : Nastocales
Family : Nostoraceae
Genus :
Aphanizomenon
Spesies : Nonflosaquae
a. Air Tawar
Phylum Genus ni N Pi D Kr E H’
(sel/mL
atau
ind/mL)
Chlorophyta Binuclearia 33 24,41 1,351 -2 182,7% 0,406
23
Chlorophyta Eudorina 15 11,09 1,352 -3 182,9% 0,407
b. Air Laut
Phylum Genus ni N Pi D Kr E H’
(sel/mL
atau
ind/mL)
Balanus 1 29,60 0,033 -1 0,11% 0,112
4.2 Pembahasan
4.2.1 Deskripsi Stasiun Pengamatan
Pada praktikum lapang planktonologi dilakukan pengambilan sampel yang dilakukan pada
salah satu kolam di Gedung Widyaloka Universitas Brawijaya. Kolam yang digunakan adalah kolam
intensif dimana dinding dan dasar kolamnya terbuat dari beton atau semen. Warna air pada kolam
tersebut adalah bening kehijauan, yang menandakan bahwa dikolam tersebut terdapat populasi
fitoplankton.
Menurut Mas’ud (2014), kolam beton merupakan yang dasar sisinya terbuat dari beton
sedangkan kolam terpal merupakan kolam yang dasar serta sisinya terbuat dari terpal. Dimana
keduanya dapat digunakan untuk kegiatan budidaya ikan memanfaatkan lahan yang sempit. Namun
kolam budidaya dengan memanfaatkan terpal memiliki keunggulan biaya lebih murah.
Menurut A’ayun et al. (2015), suatu perairan sangat tergantung pada plankton sebagai tanda
kesuburannya. Keberadaan fitoplankton dapat dijadikan sebagai bioindikator adanya perubahan
lingkungan perairan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan ekosistem akibat pencemaran
kelimpahan plankton disuatu perairan akan dipengaruhi oleh parameter lingkungan termasuk kualitas
air dan fisiologi.
Dapat disimpulkan bahwa pada kolam tersebut terdapat populasi fitoplankton. Hal ini
dilanjutkan dengan warna kolam yang berwarna bening kehijauan. Sehingga organisme heterotroph
didalamnya terpenuhi suplai makanan dan oksigen oleh organisme autotrof.
4.2.3.2 pH
Pada praktikum planktonologi yang di telah dilakukan dengan jenis kolam permanen
yang diukur di kolam widyaloka dan perpustakaan pusat Universitas Brawijaya tentang pH.
Diperoleh hasil pengukuran pH sebesar 7. pH tersebut termasuk kedalam kategori optimum.
pH optimum sangat baik untuk pertumbuhan organisme akuatik.
Menurut Maniagasi et al. (2013), rendahnya pH disebabkan oleh kadungan asam
sulfat dalam perairan yang cukup tinggi dan tingginya pH suatu perairan disebabkan oleh
tingginya kapur yang masuk dalam perairan tersebut. pH yang terlalu rendah atau asam akan
mengganggu pergerakan dari organisme akuatik. pH yang terlalu tinggi atau basa akan
mengganggu pertumbuhan dari oranganisme akuatik.
Menurut Tatangindatu et al. (2013), pH yang ideal untuk kehidupan biota air tawar
adalah antara 6,8-8,5. pH yang sangat rendah menyebabkan kelarutan logam-logam dalam air
semakin besar, yang bersifat toksik bagi organisme air. Sebaliknya, pH yang tinggi dapat
meningkatkan konsentrasi amoniak yang dapat bersifat toksik bagi organisme air.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pH kolam dalam kondisi yang ideal untuk kehidupan
biota perairan. Kelimpahan total, biomassa, produktivitas dan keanekaragaman plankton dan
bentos dalam keadaan stabil. Perairan tidak bersifat toksik bagi organisme perairan.
4.2.3.3 Kecerahan
Pada praktikum planktonologi yang di telah dilakukan dengan jenis kolam permanen
yang diukur di kolam widyaloka dan perpustakaan pusat Universitas Brawijaya tentang
kecerahan. Diperoleh hasil pengukuran kecerahan tertinggi sebesar 34 cm dan nilai terendah
sebesar 33 cm.
Menurut Effendi (2003), nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini
sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan
tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan
sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah.
Menurut Kordi dan Tancung (2005) dalam Maniagasi et al. (2013), semua plankton
akan menjadi berbahaya kalau nilai kecerahan suatu perairan kurang dari 25 cm kedalaman
piringan secchi disk. Bila kecerahan sudah mencapai kurang dari 25 cm maka akan terjadi
penuruan kadar oksigen terlarut secara drastis. Selain itu, hal tersebut akan mempengaruhi
proses fotosintensis fitoplankton, respirasi dan metabolisme organisme akuatik.
25
Jadi, kecerahan kolam termasuk dalam kategori optimum untuk pertumbuhan dan
kehidupan organisme perairan. Plankton dapat tumbuh dengan baik dengan kecerahan yang
optimum. Fotosintensis fitoplankton berjalan dengan baik. Fisiologi biota air dapat
terkondisikan dengan baik.
26
Sehingga, dapat terjadi keseimbangan antara CO2 dan O2 yang dikaitkan dengan proses
fotosintesis.
4.2.3.7 Orthofosfat
Pada praktikum planktonologi yang di telah dilakukan dengan jenis kolam permanen
yang diukur di kolam widyaloka dan perpustakaan pusat Universitas Brawijaya tentang
orthofosfat. Diperoleh hasil pengukuran orthofosfat tertinggi sebesar 0,1 ppm dan nilai
terendah sebesar 0,05 ppm.
Menurut Effendi (2003), keberadaan fosfor di perairan berubah-ubah yang disebabkan
beberapa faktor, antara lain, proses dekomposisi dan sintesis bahan organik dan anorganik,
suhu, dan Ph. Fosfor juga berasal dari pelapukan batuan mineral, dekomposisi bahan organik,
limbah indsutri dan domestik, serta pupuk dari aktivitas pertanian. Semua faktor ini yang
mempengaruhi kadar fosfat dalam perairan.
Menurut Apriadi (2008) dalam Situmorang (2015), bila kadar orthofosfat dalam air
rendah (< 0,001 ppm) maka pertumbuhan fitoplankton akan terhambat. Orthofosfat
merupakan bentuk yang paling sederhana yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh
organisme aquatik. Orthofosfat merupakan senyawa yang bermanfaat bagi pertumbuhan
organisme aquatik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, perairan atau air kolam memiliki kadar fosfat yang
tinggi. Kadar fosfat tersebut dapat memberikan dampak bagi organisme perairan, yaitu
pertumbuhan dan nutrisi. Namun air kolam juga berpotensi terjadi eutrofikasi karena
kadarnya sebesar 0,05 ppm.
27
4.2.3.8 TOM (Total Organic Matter)
Pada praktikum planktonologi yang di telah dilakukan dengan jenis kolam permanen
yang diukur di kolam widyaloka dan perpustakaan pusat Universitas Brawijaya tentang total
organic matter (TOM). Diperoleh hasil pengukuran TOM tertinggi sebesar 9,76 ppm dan nilai
terendah sebesar 0,94 ppm.
Menurut Ramdhan (2015) , TOM merupakan gambaran kandungan bahan organik
total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi, dan koloid. Bahan
organik merupakan bahan bersifat kompleks dan dinamis yang berasal dari sisa tanaman dan
hewan yang terdapat di dalam tanah yang mengalami perombakan. Bahan ini terus menerus
mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia, dan biologi.
Menurut Hasanah et al. (2013), kadar TOM yang baik untuk perairan yaitu <20 ppm.
Kadar TOM akan mempengaruhi dekomposisi bahan organik di suatu perairan. Namun,
dekomposisi bahan organik tersebut juga masih dipengaruhi beberapa faktor lainnya.
Jadi dapat disimpulakan bahwa kadar TOM perairan kolam masih tergolong baik yaitu
9,94 ppm. Kadar TOM perairan kolam masih berkisar < 20 ppm. Hal ini menunjukkan
komposisi bahan organik dalam perairan masih normal.
Keterangan :
F : jumlah plankton per liter
N : jumlah plankton rata-rata yang ditemukan
Q1 : luas gelas penutup 18x18 mm (324 mm2)
Q2 : luas lapang pandang (1,11279 mm2)
V1 : volume air dalam botol penampung (300 ml)
V2 : volume air dalam gelas penutup (0,05 ml)
P : jumlah lapang pandang yang diamati
W : volume air yang disaring (101)
28
proporsi yang ditemukan di air laut yakni sebesar 0.989. Dengan ditemukannya indeks
proporsi ini kita dapat menghitung indeks keanekaragaman dari sampel perairan tersebut.
Menurut Marini (2013) , indeks proporsi merupakan bagian perhitungan dari
perhitungan indeks keanekaragaman. Berikut rumus untuk indeks proporsi :
Pi = ni /N
C = ∑(ni/N)2
𝑖=1
Keterangan:
C = Indeks dominasi
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
Kriteria indeks dominasi adalah
0 < C ≤ 0,5 : Tidak ada genus yang mendominasi
0,5 < C ≤ 1 : Terdapat genus yang mendominasi
Nilai dominasi fitoplankton dan zooplankton disuatu perairan memperlihatkan nilai
yang rendah, maka tidak terjadi dominasi spesies tertentu di perairan tersebut. Apabila nilai
dominasi mendekati angka 1, berarti di dalam komunitas tersebut terdapat spesies yang
29
mendominasi spesies lainnya. Sebaliknya apabila mendekati 0 berarti di dalam struktur
komunitas tidak terdapat spesies secara ekstrim mendominasi spesies lainnya (Basmi,2000
dalam Sari,2014)
Berdasarkan hasil tersebut maka di peroleh indeks dominasi pada sampel air tawar
sebesar 0,308 karena di dominasi oleh fitoplankton. Sedangkan indeks dominasi pada sampel
air laut adalah sebesar 0,979.
Keterangan :
KR = Kelimpahan Relatif
ni = Jumlah Individu
N = Jumlah total Individu per stasiun pengamatan
Kriteria tingkat kelimpahan relatif jika sebesar 0% artinya tidak ada. 1-10% kurang
berlimpah. Persentase 11-20% tergolong berlimpah. Sedangkan persentase lebih dari 20%
menunjukkan kelimpahan yang sangat berlimpah.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa indeks kelimpahan relatif air tawar dan air laut
menunjukkan hasil yang sangat melimpah. Pada air tawar sebesar 99,8%. Dan air laut sebesar
99,8%. Hal tersebut telah dibuktikan dengan menggunakan perhitungan rumus KR.
H’=Σ(ni/N In ni/N)
Dimana :
H’= indeks keragaman spesies
ni =jumlah individu dalam spesies ke-i
N = jumlah total individu
Kriteria : H’<1 keanekaragaman dan keadaan komunitas rendah
Jadi dapat disimpulkan bahwa jenis fitoplankton pada perairan tawar keanekaragaman
tinggi. Zooplankton pada perairan laut keanekaragamannya tinggi. Hal tersebut karena pada
perairan tersebut ada 2 zooplankton.
31
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh, struktur trofik di perairan tersebut
menunjukkan perairan oligotrofik. Klasifikasi oligotrofik sendiri yaitu apabila plankton yang
berada di kisaran kurang dari 2000 individu/liter. Hasil pengamatan plankton air tawar
dibawah mikroskop diperoleh jenis plankton, diantaranya:
1. Groenbladia neglecta
2. Pleurotaenium ehrenbergii
3. Oscillatoria limosa
b. Kelimpahan zooplankton
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa kelimpahan
zooplankton ditemukan pada sampel air tawar pada saat praktikum planktonologi di
laboratorium hidrobiologi sebagai berikut: Pleurotaenium, Noflosaque, Microspora Wieana,
Diogenest Nanoclorin, Dinoporcoccus Linatus. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa
perairan tawar termasuk kategori subur. Ini dapat terlihat dengan ditemukannya zooplankton
di perairan ini.
Zooplankton bersifat heterotropik yang berarti bahwa tidak dapat memproduksi
makanan untuk dirinya sendiri berupa bahan organik dari bahan anorganik. Kelimpahan
zooplankton sangatlah ditentukan oleh adanya fitoplankton. Hal ini dikarenakan fitoplankton
merupakan makanan bagi zooplankton (Nastiti dan Hartiti,2013).
Zooplankton adalah plankton bersifat hewani. Zooplankton sendiri memegang peranan
penting yaitu sebagai konsumen primer dalam suatu perairan. Hal ini dikarenakan
zooplankton memakan lansung produsen primer yaitu fitoplankton (Prasetyoningtyas et
al.,2012).
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh , struktur trofik di perairan tersebut
menunjukkan bahwa perairan tersebut termasuk kategori oligotrofik. Klasifikasi oligotrofik
sendiri yaitu apabila zooplankton yang ditemukan di perairan berda oada kisaran kurang dari
atau sama dengan ( ≤ ) 1 individu / liter. Hal ini berarti perairan tersebut tidak subur dengan
struktur trofik seperti itu.
32
3. Eutrofik : status trofik air danau atau waduk yang mengandung unsur hara yang berkadar
sangat tinggi. Status ini menunjukkan air telah tercemar berat oleh peningkatan kadar N
dan P.
4. Hypertrofik : status air danau atau waduk yang mengandung unsur hara berkadar sangat
tinggi. Status ini menunjukkan air telah tercemar berat oleh peningkatan kadar N dan P.
Suatu peraran dikatakan oligotrofik apabila kelimpahan individu fitoplankton berkisar
dari nol sampai puluhan ribu per liter. Mesotrofik (kesuburan sedang) bila suatu perairan
tersebut kelimpahan fitoplankton dari puluhn ribu hingga ratusan ribu. Sedangkan dikatakan
eutrofik (sangat subur) apabila kelimpahan fitoplankton yang terdapat di perairan terdapat
jutaan individu per liter (Widiana,2012)
33
manusia. Dapat terus di manfaatkan selama populasi plankton terjaga, maka itu perlunya
untuk memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan plankton dalam perairan.
34
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum planktonologi di Universitas Brawijaya adalah sebagai
berikut :
Berdasarkan sifatnya plankton dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Holoplankton : Plankton yang seluruh siklus hidupnya bersifat plankton. Contoh
: rotifera, corela, spirulina.
b. Meroplankton : plankton yang mempunyai karakteristik sementara dari siklus
hidupnya yang bersifat plankton.
Contoh : larva udang, kepiting, ubur-ubur.
35
ppm dan CO2 terendah didapatkan hasil sebesar 3,9ppm. Perbedaan CO2 tersebut disebabkan
jumlah ikan yang terdapat dalam kolam tersebut. Jumlah ikan mempengaruhi kadar CO2
karena feses dari ikan-ikan tersebut dapat menimbulkan CO2. Nitrat tertinggi didapatkan hasil
sebesar 0,4ppm dan Nitrat terendah didapatkan hasil sebesar 0,2ppm. Perbedaan nitrat
tersebut disebabkan oleh jumlah oksigen terlarut dalam perairan. Orthofosfat tertinggi
didapatkan hasil 0,1ppm sebesar dan Orthofosfat terendah didapatkan hasil sebesar 0,05ppm.
Perbedaan orthofosfat tersebut disebabkan oleh akumulasi dari penumpukan fosfat. TOM
tertinggi didapakan hasil sebesar 9,94ppm dan TOM terendah didapatkan hasil sebesar 0,94
ppm. Perbedaan TOM tersebut disebabkan oleh faktor kimia, fisika, dan biologi yang terlarut
dalam perairan.
5.2 Saran
Dalam praktikum lapang dan laboratorium planktonologi manajemen sumberdaya
perairan 2016, telah berjalan dengan baik dan lancar. Namun, alangkah baiknya jika peralatan
pada saat praktikum lapang dan laboratorium dapat difasilitasi dengan lengkap. Selanjutnya
untuk asisten praktikum planktonologi 2016, sudah cukup baik dalam membimbing saat
jalannya praktikum. Namun diharapkan agar dipraktikum praktikum selanjutnya dapat lebih
detail dalam menjelaskan materi. Dan yang terakhir untuk praktikan, agar dapat lebih
kondusif saat praktikum dan on time demi kelancaran jalannya praktikum.
36
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Azwar. 2013. Kajian Kualitas Air dan Struktur Mutu Air Sungai Metro di Kecamatan
Sukun Kota Malang. Jurnal Bumi Lestari. 13(2): 265-274.
Asriyana dan Yuliana.2012.Produktivitas Perairan.Jakarta:Bumi Aksara
Daulat, A., dkk. 2014. Sebaran Kandungan CO2 Terlaut di Perairan Pesisir Selatan
Kepulauan Natuna. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir, dan Perikanan. 3(2):166-177.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Penelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Kanasius.
Effendi, H., Kristianiarso, A.A., dan Adiwilaga, E.M. 2013. Karakteristik Kualitas Air Sungai
Cihideung, Kabupaten Bogor Jawa Barat. Jurnal Ecolab. 7(2): 49-108.
Elijonnahdi., Miswan., dan Ririn prawita. 2012. Studi komunitas zooplankton sebagai
gambaran kualitas perairan di teluk pulai Sulawesi tengah. Biocelebs.
Febriawan, G. 2015. Penentuan Status Trofik Waduk Selorejo Berdasarkan Saprobic Index
(SI) dan Trophic State Index (TSI) dari Carlson (1977) Kecamatan Ngantang
Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Universitas Brawijaya:Malang.
Fithriani, D., S. Amini., S. Melanie., dan R. Susilowati. 2015. Uji Fitokimia, Kandungan
Total Fenol Dan Aktivitas Antioksidan Mikroalga Spirulina Sp., Chlorella Sp., Dan
Nannochloropsis Sp. JPB Kelautan dan Perikanan, 10(2): 101-109.
Hardiyanto, R., Suherman, H., dan Pratama, R.I. 2012. Kajian Produktivitas Primer
Fitoplankton di Waduk Sanguling Desa Bongas dalam Kaitannya dengan Kegiatan
Perairan. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(4):51-59.
Hasanah, I., Putut W., dan Muhammad M. 2013. Evaluasi Kelayakan Tambak Tradisional
ditinjau dari Segi Biofisik di Desa Tritunggal Kecamatan Babat Kabupaten
Lamongan. MSPi Student Jurnal.1(1): 11-21.
Irianto, E.W. 2015. Antisipasi Ekohidrodinamika Pengendalian Eutrofikasi Mendukung
Sistem Irigasi Jatiluhur yang Berkelanjutan. Jurnal Irigasi. 10(2):111-124.
Iswanto. 2015. Analisis kesuburan perairan berdasarkan keanekaragaman plankton, nitrat,
Fosfat di sungai jali dan sungai lereng desa keburuhan, Purworejo. Journal Akuatik
4(3) : 84-90.
Khazmi, A.U. 2014. Jenis-Jenis Fitoplankton Pada Zona Litoral (Studi Kasus di Telogo
Warno dan Telogo Pengilon Dieng Plateu Wonosobo). Skripsi. Institut Agama Islam
Negeri Walisongo:Semarang.
37
Mahyudin, R., Soemarmo dan T. B. Prayogo. 2015. Analisis Kualitas Air dan Strategi
Pengendalian Pencemaran Air Sungai Metro di Kota Kepanjen Kabupaten Malang. J-
PAL,6(2): 105-114.
Maniagasi, R., Sipriana S. Tumembouw., dan Y. Mudeng. 2013. Analisis Fisika Kimia Air di
Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya
Perairan, 1(2): 29-37.
Minggawati, I. 2014. Komposisi Zooplankton di Perairan Rawa Banjiran Sungai Ruangan
Kota Palangkaraya. Jurnal Ziraa’ah, 39(2): 81-85.
Musthafa, H. 2013. Kelimpahan dan Keanekaragaman Jenis Plankton di Sub DAS Gajahwong
Yogyakarta. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta.
Norasyikin, D. 2016. Analisis Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton dengan Tingkat
Klorofil-a di Perairan Kelurahan Senggarang Kecamatan Tanjungpinang Kota
Provisnsi Kepulauan Riau. Jurnal Kelautan. Universitas Maritim Raja Ali Haji: Riau.
Nontji,Anugrah.2008.Plankton Laut.Jakarta:LIPI Press.
Novia, R., Adnan, dan Ritonga, I.R. 2016. Hubungan Parameter Fisika-Kimia Perairan
dengan Kelimpahan Plankton di Samudera Hindia bagian Barat Daya. Jurnal Ilmu-
Ilmu Perairan, Pesisir, dan Perikanan. 5(2): 67-76.
Prasetyaningtyas, T., B. Priyono., Pribadi., dan T. Agung. 2012. Keanekaragaman Plankton di
Perairan Tambak Ikan Bandeng di Tapak Tugurejo Semarang. Unnes Journal of Life
Science, 1(1): 54-61.
Putra, F.K. 2015. Distribusi Vertikal Plankton di Tambak Polikultur Pembesaran Ikan
Bandeng (Chanos chanos) dan Rumput Laut (Gracillaria verrucosa) Dusun
Tanjungsari Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Skripsi. Universitas
Brawijaya:Malang.
Rahayu, T.P. 2016. Tingkat Eutrofikasi Ekosistem Perairan Pesisir Desa Kalirejo Kecamatan
Kraton Kabupaten Pasuruhan Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Universitas
Brawijaya:Malang.
Rahayu, Y. Puspitaningsih et al. 2016. Kualitas Air Permukaan dan Sebaran Sedimen Dasar
Perairan Sedanau, Natuna, Kepulauan Riau. Jurnal Segara, 12(1):53-63.
Rais, F.F. 2015. Struktur Komunitas Plankton di Danau Pondok Lapan Desa Naman Jahe
Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Skripsi. Universitas Sumatera Utara: Medan.
Ramdhan, M. 2015. Studi Kualitas Perairan Teluk Ekas Berdasarkan Komponen Fisika-
Kimia. SOSIODIDAKTA: Social Science Education Journal, 2(1): 58-66.
Rochima, E. 2014. Kajian Pemanfaatan Limbah Rajungan Dan Aplikasinya Untuk Bahan
Minuman Kesehatan Berbasis Kitosan. Jurnal Akuatika UNPAD.
38
Sembiring, S.M.R., Melki, dan Agustriani, F. 2012. Kualitas Perairan Muara Sungsang
Ditinjau dari Konsentrasi Bahan Organik pada Kondisi Pasang Surut. Maspari
Journal. 4(2):238-247.
Simbolon, C., Mulya, M.B., dan Desrita, D. 2016. Keanekaragaman Perifiton di Sungai
Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
Jurnal Aquacoastmarine. 11(1).
Situmorang, H. 2015. Absorbsi Orthofosfat (PO43-) oleh Tanaman Air Kayu Apu (Pistia
Stratioles L) pada Limbah Cair Rumah Sakit Saiful Anwar dengan Prosentase
Penutupan dan Lama Kontak. Skripsi. Malang: FPIK UB.
Somma, A., Ignasius. P. Yuda., dan F. Zahida. 2016. Kelimpahan dan Pola Penyebaran Bulu
Babi (Echinoidea) di Ekosistem Terumbu Karang Pantai Pasir Putih, Situbondo.
Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Sulawestry, F., dkk. 2013. Karakter Limnologis Perairan Embung di Lombok Tengah Nusa
Tenggara Barat, April 2012. Pusat Penelitian Limnologi, LIPI. 20(2):117-128.
Tatangindatu, F., O. Kalesaran., dan R. Rompas. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada
Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa. Jurnal
Budidaya Perairan, 1(2): 8-19.
Tindaon, E.N. 2014. Keanekaragaman Plankton di Sungai Pelawi Desa Pelawi Utara
Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Skripsi. Universitas Sumatera Utara: Medan.
Tresna, L.K., Yayat, D., dan Titin, H. 2012. Kebiasaan Makanan dan Luas Relung Ikan Hiu di
Hulu Sungai Cimanuk Kabupaten Garut Jawa Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan.
3(3):163-173.
Utojo. 2015. Keragaman Plankton dan Kondisi Perairan Tambak Intensif dan Tradisional di
probolinggo Jawa Timur. Jurnal Biosfera. 32(2): 83-97.
Wulandari, W. 2015. Hubungan Rasio N/P Terhadap Komposisi dan Kelimpahan
Fitoplankton di Perairan Waduk Sutami Desa Karangkates Kecamatan Sumberpucung
Kabupaten Malang Jawa Timur. Skripsi. Universitas Brawijaya:Malang.
Widianingsih dan Endrawati, H. 2008. Buku Ajar Planktonologi. Universitas
Diponegoro:Semarang.
39
LAMPIRAN
Lampiran1. Perhitungan
Kelompok 34
Air Laut (Trentepohlia lolithus)
Parameter Perhitungan
Diketahui : Ni = 200
Ni = 200
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = (𝑁𝑖 )
Indeks Dominasi 𝑖
200 2
= (200)
= 0,998
𝑛 200
Indeks Proporsi Pi = (𝑁𝑖 ) = 200 = 0,999
𝑖
V = 33
L = 0,17
1
V = 22
P=1
W = 25000
Estimasi Kelimpahan Plankton
n = 200
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥 200
0,17 𝑥 22 𝑥 1 𝑥 25000
= 136,825 sel/ml
Kr 𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
40
1 2
= ( ) × 100%
1
i= 99,8%
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 200
= 3,29
𝐻′
E E=
𝐻′ 𝑚𝑎𝑘𝑠
4,340
= 3,29
= 1,319
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
H’
= 4,340
D1 = 4 D = D1-D2
D2 = 3,5 = 4 – 3,5
= 0,5
1
= 4 × 3,14 × (0,5)2
= 0,19625
KELOMPOK 35
a. AIR TAWAR
Parameter Perhitungan
41
Diketahui : Ni = 42
Ni = 42
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = (𝑁𝑖 )
Indeks Dominasi 𝑖
42 2
= (42)
= 0,998
𝑛 42
Indeks Proporsi Pi = (𝑁𝑖 ) = 42 = 0,999
𝑖
V = 33
L = 0,19625
1
V = 22
P=5
W = 25000
Estimasi Kelimpahan n = 42
Plankton
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥 42
0,19625 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25000
554400
= 1113,72 𝑥 42
= 497,79 sel/L
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
Kr
42 2
= (42) × 100%
i= 99,8%
42
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 42
= 3,73
𝐻′
E E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,00144
= 3,73
= 0,00386
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
H’
= 0,00144
D1 = 4 D = D1-D2
D2 = 3,5 = 4 - 3,5
= 0,5
Luas Bidang
1
Pandang LBP = 4
𝜋𝐷2
1
= 4 × 3,14 × (0,5)2
= 0,19625
b. AIR LAUT
Parameter Perhitungan
Diketahui : Ni = 1
Ni = 1
𝑛 2
Jawab : D = (𝑁𝑖 )
𝑖
43
1 2
= (1)
= 0,998
𝑛 1
Indeks Proporsi Pi = (𝑁𝑖 ) = 1 = 0,999
𝑖
V = 33
L = 3,14
1
V = 22
P=5
W = 25000
400 𝑥 33
= 1 𝑥1
3,14 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25000
13200
= 17819,5 𝑥 1
= 0,741 ind/L
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
1 2
Kr = (1) × 100%
i= 99,8%
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
E
= ln 0,999
= 0,001
44
𝐻′
E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,00144
= 0,001
= 1,44
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
H’
= 0,00144
D1 = 9 D = D1-D2
D2 = 7 =9-7
=2
Luas Bidang
1
Pandang LBP = 4
𝜋𝐷2
1
= 4 × 3,14 × (2)2
= 3,14
KELOMPOK 36
a. AIR TAWAR
Parameter Perhitungan
Diogenes nannochloris
Diketahui : ni = 35
N = 100
𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
35 2
= (100)
45
= 0,1204
Diogenes nannochloris
Indeks Proporsi 𝑛 35
Pi = ( 𝑁𝑖) = 100 = 0,35
Diogenes nannochloris
V = 33
L = 3,14
1
V = 22
P=5
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥 35
3,14 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25.000
13,200
= 17.840.90 𝑥 35
= 25,895 sel/L
Diogenes nannochloris
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
Kr
35 2
= (100) × 100%
i= 35%
46
Diogenes nannochloris
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 35
= 3,555
E 𝐻′
E=
𝐻′ 𝑚𝑎𝑘𝑠
3,555
= 35
= 0,10157
Diogenes nannochloris
H’
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,367
D1 = 23 D = D1-D2
D2 = 21 = 23-21
=2
Luas Bidang 1
LBP = 4
𝜋𝐷2
Pandang
1
= 4
×
3,14 × (2)2
= 3,14
b. AIR LAUT
Parameter Perhitungan
47
a. Skujaella Theibauti
Diketahui : ni = 65
N = 100
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
65 2
= (100)
= 0,4225
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
1 2
= (1)
=1
a. Skujaella Theibauti
𝑛 65
Pi = ( 𝑁𝑖) = 100 = 0,65
Indeks Proporsi
b. Gaidius Pungens
𝑛 1
Pi = ( 𝑁𝑖) = 1 = 0,999
a. Skujaella Theibauti
L = 0,19625
1
V = 22
48
P=5
W = 25.000
n = 65
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥 65
0,19625 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25.000
13,200
= 113,63 𝑥 65
= 770,25 sel/L
b. Gaidius Pungens
V = 33
L = 0,19625
1
V = 22
P=5
W = 25.000
n=1
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab :𝑁= 𝑥𝑛
𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊
400 𝑥 33
= 1 𝑥1
0,19625 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25.000
13,200
= 113,63 𝑥 1
= 11,85 sel/L
a. Skujaella Theibauti
Kr 𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
49
65 2
=( ) × 100%
100
i= 65%
b. Gaidius Pungens
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
= (0,999)2 × 100%
i= 99,8%
a. Skujaella Theibauti
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 65
= 4,1743
𝐻′
E=
𝐻′ 𝑚𝑎𝑘𝑠
4,1743
= 65
= 0,06422
E
b. Gaidius Pungens
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 1
= 0,999
𝐻′
E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,999
= 1
= 0,999
a. Skujaella Theibauti
H’
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
50
= 0,280
b. Gaidius Pungens
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,00144
D1 = 18 D = D1-D2
D2 = 17,5 = 18-17,5
= 0,5
Luas Bidang 1
LBP = 4
𝜋𝐷2
Pandang
1
= 4
×
3,14 × (0,5)2
= 0,19625
KELOMPOK 37
a. AIR TAWAR
Parameter Perhitungan
a. Binuclearia tatrana
Diketahui : ni = 33
N = 24,41
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
Indeks Dominasi
33 2
= (24,41)
= 1,827
b. Eudarina elegan
Diketahui : ni = 15
N = 11,09
51
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
15 2
= (11,09)
= 1,829
c. Entransia dichoroplas
Diketahui : ni = 70
N = 51,79
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
70 2
= (51,79)
= 1,826
a. Binuclearia tatrana
𝑛 33
Pi = ( 𝑁𝑖) = 24,41 = 1,351
b. Eudarina elegan
Indeks Proporsi 𝑛 15
Pi = ( 𝑁𝑖) = 11,09 = 1,352
c. Entransia dichoroplas
𝑛 70
Pi = ( 𝑁𝑖) = 51,79 = 1,351
a. Binuclearia tatrana
L = 0,19625
52
1
V = 22
P=5
W = 25000
n = 33
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥 33
3,14 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25000
= 24,41 sel/L
b. Eudarina elegan
V = 33
L = 0,19625
1
V = 22
P=5
W = 25000
n = 15
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥 15
3,14 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25000
= 11,09 sel/L
c. Entransia dichoroplas
53
V = 33
L = 0,19625
1
V = 22
P=5
W = 25000
n = 70
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥 70
3,14 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25000
= 51,79 sel/L
a. Binuclearia tatrana
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
33 2
= (24,41) × 100%
i= 182,7 %
b. Eudarina elegan
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
Kr 2
15
=( ) × 100%
11,09
i= 182,9 %
c. Entransia dichoroplas
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
70 2
= (51,79) × 100%
i= 182,6 %
54
a. Binuclearia tatrana
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 33
= 3,49
𝐻′
E=
𝐻′ 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,406
= 3,49
= 0,116
b. Eudarina elegan
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 15
= 2,71
𝐻′
E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
E
0,407
= 2,71
= 0,15
c. Entransia dichoroplas
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 70
= 4,25
𝐻′
E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,406
= 4,25
= 0,095
a. Binuclearia tatrana
H’ 𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,406
55
b. Eudarina elegan
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,407
c. Entransia dichoroplas
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,406
D1 = 9 D = D1-D2
D2 = 7 =9-7
=2
Luas Bidang 1
LBP = 4
𝜋𝐷2
Pandang
1
= 4
×
3,14 × (2)2
= 3,14
b. AIR LAUT
Parameter Perhitungan
a. Balanus perforatus
Diketahui : ni = 1
N = 7,39
Ditanya : D?
𝑛 2
Indeks Dominasi Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
1 2
= (7,39)
= 0,018
b. Euphasia brevis
56
Diketahui : ni = 1
N = 7,39
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
1 2
= (7,39)
= 0,018
a. Balanus perforatus
𝑛 1
Pi = ( 𝑁𝑖) = 29,60 = 0,033
Indeks Proporsi
b. Euphasia brevis
𝑛 1
Pi = ( 𝑁𝑖) = 7,39 = 0,135
a. Balanus perforatus
Dik : T = 400 mm2
V = 33
L = 0,19625
1
V = 22
P=5
W = 25000
n=1
Estimasi Kelimpahan
Plankton Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥1
3,14 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25000
= 29,60 sel/L
b. Euphasia brevis
Dik : T = 400 mm2
V = 33
57
L = 0,19625
1
V = 22
P=5
W = 25000
n=1
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥1
3,14 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25000
= 7,3987 sel/L
a. Balanus perforatus
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
1 2
= (7,39) × 100%
i= 1,83 %
Kr
b. Euphasia brevis
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
1 2
= (7,39) × 100%
i= 1,83 %
58
a. Balanus perforatus
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 0,999
= 0,001
𝐻′
E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,112
= 0,001
= 112
E
b. Euphasia brevis
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 0,999
= 0,001
𝐻′
E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,270
= 0,001
= 270
a. Balanus perforatus
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,112
H’
b. Euphasia brevis
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,270
D1 = 9 D = D1-D2
D2 = 7 =9-7
=2
1
LBP = 4
𝜋𝐷2
Luas Bidang
Pandang 1
= 4
×
3,14 × (2)2
= 3,14
59
KELOMPOK 38
a. AIR TAWAR
Parameter Perhitungan
Apanizomenon flosaquae
Diketahui : ni = 3
N = 2,2196
Ditanya : D?
Indeks Dominasi 𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
3 2
= (2,2196)
= 1,826
Apanizomenon flosaquae
Indeks Proporsi 𝑛 3
Pi = ( 𝑁𝑖) = 2,2196 = 1,3515
Aphanizomenon flosaquae
P=5
60
W = 25.000
n=3
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥3
3,14 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25.000
13,200
= 1113,72 𝑥 18
= 1,113 sel/L
Aphanizomenon flosaquae
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
Kr 2
3
= (2,2196) × 100%
i= 135,15%
Aphanizomenon flosaquae
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 3
= 0,5498
E 𝐻′
E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,5498
= 3
= 0,1832
Aphanizomenon flosaquae
H’
61
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,5498
D1 = 23 D = D1-D2
D2 = 21 = 23-21
=2
Luas Bidang
1
Pandang LBP = 4
𝜋𝐷2
1
= 4 × 3,14 × (2)2
= 3,14
c. AIR LAUT
Parameter Perhitungan
a. Dimporphococcus lunatus
Diketahui : ni = 18
Ni = 213,477
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = (𝑁𝑖 )
𝑖
18 2
= (213,477)
b. Pleurotaenium ehrenbergii
Diketahui : ni = 1
Ni = 13,496
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = (𝑁𝑖 )
𝑖
1 2
= (13,496) = 0,00551
62
a. Dimporphococcus lunatus
𝑛 1
Pi = (𝑁𝑖 ) = 213,477 0,0046
𝑖
Indeks Proporsi
b. Pleurotaenium ehrenbergii
𝑛 1
Pi = (𝑁𝑖 ) = 13,469 0,742
𝑖
a. Dimporphococcus lunatus
Dik : T = 400 mm2
V = 33
L = 3,14
1
V = 22
P=5
W = 25000
n = 18
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
13200
= 17819,5 𝑥 18
= 213,477 ind/L
b. Pleurotaenium ehrenbergii
Dik : T = 400 mm2
V = 33
L = 3,14
1
V = 22
P=5
W = 25000
63
n = 5,25
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥 5,25
3,14 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25.000
= 13,469ind/L
a. Dimporphococcus lunatus
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
18 2
= (213,477) × 100%
i= 431%
Kr
b. Pleurotaenium ehrenbergii
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
1 2
= (13,469) × 100%
i= 742%
a. Dimporphococcus lunatus
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 18
= 2,89
E
𝐻′
E=
𝐻′ 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,002134
= 2,89
64
= 0,000738
b. Pleurotaenium ehrenbergii
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 5,25
= 1,65
𝐻′
E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,0055
= 1,65
= 0,0033
a. Dimporphococcus lunatus
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,002134
H’
b. Pleurotaenium ehrenbergii
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,0055
a. Dimporphococcus lunatus
D1 = 24,5
D = D1-D2
D2 = 24
= 24,5-24
Luas Bidang = 0,5
Pandang
1
LBP = 4
𝜋𝐷2
1
= 4 × 3,14 × (0,5)2
= 0,2
65
D1 = 24,5
D2 = 24
b. Pleurotaenium ehrenbergii
D = D1-D2
1
LBP = 4
𝜋𝐷2 = 10-4.75
1 = 5,25
= 4 × 5,25 × (2)2
= 1,3125
KELOMPOK 39
a. AIR TAWAR
Parameter Perhitungan
a. Microspora willeana
Diketahui : ni = 8
N = 50
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
Indeks Dominasi 8 2
= (50)
= 0,0256
b. Pasiastrum sp.
Diketahui : ni = 42
N = 50
66
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
42 2
= (50)
= 0,7056
a. Microspora willeana
𝑛 8
Pi = ( 𝑁𝑖) = 50 = 0,16
𝑛 42
Pi = ( 𝑁𝑖) = 50 = 0,84
a. Microspora willeana
V = 33
L = 0,196
1
V = 22
P=5
Estimasi Kelimpahan
Plankton W = 25000
n=8
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥8
0,196 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25000
= 94,82
67
b. Pasiastrum sp.
V = 33
L = 0,196
1
V = 22
P=5
W = 25000
n = 42
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥 42
0,196 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25000
= 497, 82
a. Microspora willeana
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
8 2
= (50) × 100%
i= 0,0256%
Kr
b. Pasiastrum sp.
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
42 2
= (50) × 100%
i= 84%
68
a. Microspora willeana
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 8
= 2,079
𝐻′
E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,42301
= 2,079
= 0,203
E b. Pasiastrum sp.
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 42
= 3,74
𝐻′
E=
𝐻′ 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,21129
= 3,74
= 0,056
a. Microspora willeana
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,42301
H’
b. Pasiastrum sp.
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
69
= 0,21129
D1 = 4 D = D1-D2
D2 = 3,5 = 4-3,5
= 0,5
Luas Bidang
1
Pandang LBP = 4
𝜋𝐷2
1
= 4 × 3,14 × (0,5)2
= 0,196
b. AIR LAUT
Parameter Perhitungan
a. Lauderia anulata
Diketahui : Ni = 10
Ni = 10
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = (𝑁𝑖 )
𝑖
10 2
= (10)
=1
Indeks Dominasi b. Copepoda naupilus
Diketahui : Ni = 1
Ni = 1
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = (𝑁𝑖 )
𝑖
1 2
= (1)
=1
70
a. Lauderia anulata
𝑛 10
Pi = (𝑁𝑖 ) = 10 = 1
𝑖
Indeks Proporsi
b. Copepoda naupilus
𝑛 1
Pi = (𝑁𝑖 ) = 1 = 1
𝑖
a. Lauderia anulata
Dik : T = 400 mm2
V = 33
L = 0,196
1
V = 22
P=5
W = 25000
n = 10
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
= 118,33 ind/L
b. Copepoda naupilus
Dik : T = 400 mm2
V = 33
L = 0,196
1
V = 22
P=5
W = 25000
n=1
71
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥1
0,196 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25
= 11,853ind/L
a. Lauderia anulata
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
10 2
= (10) × 100%
i= 1%
Kr
b. Copepoda naupilus
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
1 2
= (1) × 100%
i= 1%
a. Lauderia anulata
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 10
= 2,30
𝐻′
E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
E
0,00144
= 2,30
= 0,000626
b. Copepoda naupilus
72
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 0,99
= 0,001
𝐻′
E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,00144
= 0,001
= 1,44
a. Lauderia anulata
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,00144
H’
b. Copepoda naupilus
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,00144
a. Lauderia anulata
D1 = 4
D = D1-D2
D2 = 3,5
= 4-3,5
LBP =
1
𝜋𝐷2 = 0,5
4
1
= 4 × 3,14 × (0,5)2
Luas Bidang
Pandang = 0,196
b. Copepoda naupilus
D1 = 4
D2 = 3,5
73
1
LBP = 4
𝜋𝐷2 D = D1-D2
1 = 4-3,5
= 4 × 3,14 × (0,5)2
= 0,5
= 0,196
KELOMPOK 40
b. AIR TAWAR
Parameter Perhitungan
a. Groenbladia neglecta
Diketahui : ni = 20
N = 36
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
20 2
= (36)
=0,308
b. Groenbladia neglecta
Indeks Dominasi
Diketahui : ni = 15
N = 36
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
15 2
= (36)
=0,173
c. Pleurotaenium ehrenbergii
74
Diketahui : ni = 1
N = 36
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = ( 𝑁𝑖)
1 2
= (36)
=0,00077
a. Groenbladia neglecta
𝑛 20
Pi = ( 𝑁𝑖) = 36 = 0,5555
b. Groenbladia neglecta
𝑛 15
Pi = ( 𝑁𝑖) = 36 = 0,416
Indeks Proporsi
c. Pleurotaenium ehrenbergii
𝑛 1
Pi = ( 𝑁𝑖) = 36 = 0,027
a. Groenbladia neglecta
V = 33
P=5
W = 25000
n = 20
75
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥 20
1,76 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25000
13,200
= 10000
𝑥 20
= 26,4 sel/L
b. Groenbladia neglecta
V = 33
L = 1,76
1
V = 22
P=5
W = 25000
n = 15
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥 15
1,76 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25000
13,200
= 10000
𝑥 15
= 19,8 sel/L
c. Pleurotaenium ehrenbergii
V = 33
L = 3,14
76
1
V = 22
P=5
W = 25000
n=1
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥1
3,14 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25000
13,200
= 17840,9 𝑥 1
=0,739 sel/L
a. Groenbladia neglecta
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
20 2
= (36) × 100%
i= 30,8%
b. Groenbladia neglecta
Kr
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
15 2
= (36) × 100%
i= 17,3%
c. Pleurotaenium ehrenbergii
77
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
1 2
= (36) × 100%
i= 0,77%
a. Groenbladia neglecta
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 20
= 2,99
𝐻′
E= ′
𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,141
= 2,99
=0,0471
b. Groenbladia neglecta
E 𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= In 15
= 2,70
𝐻′
E=
𝐻′ 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,1584
= 2,70
=0,0586
c. Pleurotaenium ehrenbergii
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= In 1
= 0,99
𝐻′
E=
𝐻′ 𝑚𝑎𝑘𝑠
78
0,423
= 0,99
=0,427
a. Groenbladia neglecta
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,141
b. Groenbladia neglecta
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
H’
= 0,1584
c. Pleurotaenium ehrenbergii
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,423
a. Groenbladia neglecta
D1 = 12,5 D = D1-D2
D2 = 11 = 12,5-11
= 1,5
1
LBP = 4
𝜋𝐷2
1
Luas Bidang = 4 × 3,14 × (1,5)2
Pandang
= 1,76
b. Groenbladia neglecta
D1 = 13
D = D1-D2
D2 = 12,5
= 13-12,5
= 1,5
79
1
LBP = 4
𝜋𝐷2
1
= 4 × 3,14 × (1,5)2
= 1,76
c. Pleurotaenium ehrenbergii
D1 = 14
D2 = 12 D = D1-D2
= 14-12
=2
1
LBP = 4
𝜋𝐷2
1
= 4 × 3,14 × (2)2
= 3,14
d. AIR LAUT
Parameter Perhitungan
a. Euphasia brevis
Diketahui : ni = 1
N = 97
𝑛 2
Jawab : D = (𝑁𝑖 )
𝑖
1 2
= (97)
= 0,1062
80
b. Oscillatoria limosa
Diketahui : ni = 96
N = 97
Ditanya : D?
𝑛 2
Jawab : D = (𝑁𝑖 )
𝑖
96 2
= (97)
= 0,979
a. Euphasia brevis
𝑛 1
Pi = (𝑁𝑖 ) = 97 = 0,016
𝑖
Indeks Proporsi
b. Oscillatoria limosa
𝑛 96
Pi = (𝑁𝑖 ) = 97 = 0,989
𝑖
a. Euphasia brevis
Dik : T = 400 mm2
V = 33
L = 0,196
1
V = 22
P=5
W = 25000
Estimasi Kelimpahan
Plankton n = 18
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥1
0,196 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25
13200
= 1113,63 𝑥 1
= 11,85 ind/L
81
b. Oscillatoria limosa
V = 33
L = 0,196
1
V = 22
P=5
W = 25000
n = 96
Ditanya : N ?
𝑇𝑥𝑉
Jawab : 𝑁 = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑥 33
= 1 𝑥 96
0,196 𝑥 22 𝑥 5 𝑥 25
13200
= 1113,63 𝑥 96
= 237,06 ind/L
a. Euphasia brevis
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
1 2
= (97) × 100%
= 1%
Kr
b. Oscillatoria limosa
𝑛 2
Kr (%) = (𝑁𝑖 ) × 100%
𝑖
96 2
= (97) × 100%
=i97%
82
a. Euphasia brevis
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= ln 1
= 0,999
𝐻′
E=
𝐻′ 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,02
= 0,999
= 0,02
b. Oscillatoria limosa
𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln 𝑛𝑖
= 𝐼𝑛 96
= 4,564
𝐻′
E=
𝐻′ 𝑚𝑎𝑘𝑠
0,0475
= 4,564
= 0,010
a. Euphasia brevis
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,02
H’ b. Oscillatoria limosa
𝐻′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
= 0,00475
83
Pandang D1 = 12 D = D1-D2
D2 = 11,5 = 12-11,5
= 0,5
1
LBP = 4
𝜋𝐷2
1
= 4 × 3,14 × (0,5)2
= 0,19625
b. Oscillatoria limosa
D1 = 7 D = D1-D2
D2 = 6,5 = 7-6,5
= 0,5
1
LBP = 4
𝜋𝐷2
1
= 4 × 3,14 × (0,5)2
= 0,19625
84
Lampiran 2. Dokumentasi
85