Anda di halaman 1dari 5

KONSEP DAN TEKNIK SEA RANCHING PADA

KERANG ABALON (Haliotis squamata)

Nama : Ichsan Ashari Achmad


NIM : L111 16 513
KELOMPOK 2 ( DUA )
PERBENIHAN DAN PENANGKARAN KELAS B

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
Pendahuluan

Indonesia merupakan negara maritim, mempunyai jumlah pulau sekitar 17.508 buah,
dan 931 buah pulau diantaranya sudah berpenduduk (ditempati). Pulau-pulau tersebut tersebar
diantara 95° BT - 141° BT dan 6° LU -11° LS.
Sampai saat ini produksi perikanan laut di Indonesia masih didominasi oleh hasil
tangkapan alam, baik sebagai komoditas pasar lokal maupun ekspor. Produksi hasil tangkapan
alam tersebut sampai saat ini juga masih didominasi oleh jenis-jenis ikan. Sebagai contoh,
jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomis penting dan berpotensi ekspor antara lain ikan tuna
(Thunnus spp), cakalang (Katsuwonus pelamis), kerapu (Cromileptes altivalis, Epinephelus
spp), kakap (Lutjanus spp), dan sebagainya. Sedangkan untuk kekerangan, mayoritas hasil
tangkapan alam masih digunakan untuk konsumsi sendiri (kerang pasir, siput mata bulan, dan
siput berukuran kecil lainnya), sebagian dijual untuk konsumsi lokal (kerang darah, kerang hijau,
kerang bakau dan oyster), dan hanya sebagaian kecil untuk diekspor (batu laga, lola, kima,
abalon) (Setyono, 2007).
Kekerangan merupakan kelompok hewan yang berhasil hidup dan berkembang secara
luas di muka bumi ini. Jumlah jenis kekerangan hampir dua kali lipat jumlah hewan bertulang
belakang. Kelompok kekerangan tersebut sebagian besar merupakan jenis-jenis yang hidup di
perairan asin (laut), baik di wilayah pantai maupun daerah perairan yang lebih dalam (deep
zone). Di muka bumi ini diketahui lebih dari 100 ribu jenis kekerangan, tersebar dari daerah
dingin, subtropis dan tropis, pada perairan dangkal (kerang darah, kerang hijau) hingga daerah
yang lebih dalam (batu laga, kima) (Setyono, 2007).
Ranching adalah pemeliharaan ikan dalam suatu kawasan perairan dan kawasan
tesebut memiliki isolasi alamiah sehingga ikan yang ditebar (restocking) biasa dipastikan tidak
bisa berpindah tempat dan dapat ditangkap kembali (recapture) (Effendi, 2004). Kegiatan
ranching di perairan laut disebut sea ranching. Sea ranching berbeda dengan maricultur,
namum dalam pelaksanaanya ada pentahapan dimana prinsip maricultur dipertimbangkan
sebagai bagian yang penting dalam konsep sea ranching, karena sebelum pelepasan
ikan/udang/kerang-kerangan ke perairan dilakukan kegiatan budidaya pada stadia dimana ikan/
udang/kerang-kerangan masih dianggap lemah (Azwar, 1990).
Dalam sea ranching pengendalian manusia mulai berkurang dimana segala sesuatu
kehidupan tergantung kepada daya dukung kehidupan setempat. Pengendalian dalam sea
ranching hanya terletak pada pengontrolan dan pengaturan penangkapan melalui pengawasan
alat tangkap daerah musim tangkap dan ukuran ikan yang boleh ditangkap.
Abalon (Haliotis spp.) saat ini telah mulai dibudidayakan di Indonesia. Abalon
merupakan hewan bersifat low trophic level saat larva Abalon memakan bentik diatom dan
mikroalga saat dewasa Abalon memakan rumput laut atau makroalga kegiatan budidaya Abalon
di Indonesia biayanya relatif murah. Hal ini terkait dengan kondisi geografis dan ekologis
Indonesia yang mendukung pertumbuhan makroalga sebagai pakan alami Abalon (Setyono,
2004). Oleh karena itu, dari sisi ekonomis biaya produksi komoditas ini relatif murah. Hal inilah
yang menarik dari komoditas abalon. Produksi benih yang berkelanjutan dan terkontrol memberi
kesempatan bahwa budidaya abalon dapat dikembangkan di masa yang akan datang.

2. Konsep dan Manfaat Sea Ranching


Ranching adalah pemeliharaan ikan dalam suatu kawasan perairan dan kawasan
tesebut memiliki isolasi alamiah sehingga ikan yang ditebar (restocking) biasa dipastikan tidak
bisa berpindah tempat dan dapat ditangkap kembali (recapture) (Effendi, 2004). Kegiatan
ranching di perairan laut disebut sea ranching. Sea ranching berbeda dengan maricultur,
namum dalam pelaksanaanya ada pentahapan dimana prinsip maricultur dipertimbangkan
sebagai bagian yang penting dalam konsep sea ranching, karena sebelum pelepasan
ikan/udang/kerang-kerangan ke perairan dilakukan kegiatan budidaya pada stadia dimana ikan/
udang/kerang-kerangan masih dianggap lemah.
Secara teknis kegiatan sea ranching berbeda dengan mariculture. Sea ranching akan
sangat tergantung dari karakteristik geografi dan hidrografi wilayah, sehingga elemen teknologi
yang dipergunakan akan sangat disesuaikan dengan lokasi. Dalam skala besar dianologikan
dengan kegiatan melepaskan benih ikan ke perairan alami tanpa adanya pemberian pakan, jadi
alam yang memelihara dan kita tinggal menangkapnya. Sedangkan maricultur adalah adanya
suatu area tertentu di perairan pantai yang banyak terdapat kumpulan KJA, rakit-rakit. Jadi
dalam pengertian ini komoditi yang dibudidayakan berada dalam wadah atau area yang
terbatas (in captivity) dan terdapat pemberian pakan buatan dan adanya menejemen budidaya
yang baik (Azwar, 1990).
Pola sea ranching telah banyak yang dapat diterapkan berdasarkan ekologi dan potensi
alam suatu wilayah, baik yang targetnya satu spesies maupun yang diversifikasi spesies. Dalam
pola sea ranching kompleks dapat diterapkan secara terpadu seperti pertanian. Hewan-hewan
dasar dapat berkembang artifcial dasar yang diikuti dengan restocking hewan yang habitatnya
di dasar, sedangkan hewan yang bergerak di bagian permukaan/melayang dapat ditetapkan
tipe mengapung. Untuk suplai benih ikan, udang dan kerang-kerangan yang akan dilepaskan ke
alam harus didukung atau tersedianya pusat pembenihan (Azwar dan Ismail, 2001).

3. Teknik Sea Ranching


Dalam sea ranching pengendalian manusia mulai berkurang dimana segala sesuatu
kehidupan tergantung kepada daya dukung kehidupan setempat. Pengendalian dalam sea
ranching hanya terletak pada pengontrolan dan pengaturan penangkapan melalui pengawasan
alat tangkap daerah musim tangkap dan ukuran ikan yang boleh ditangkap. Kegiatan sea
ranching meliputi beberapa kegiatan antara lain: survei penentuan lokasi, perbaikan habitat
dengan pemasangan habitat tiruan (artificial reef), penumbuhan sea weed secara alami atau
dengan menyiapkan bibit yang telah disiapkan, pemilihan jenis ikan, udang dan kerang-
kerangan yang akan dilepas ke laut, pengelolaan, penangkapan dan pengorganisasian (Azwar
dan Ismail, 2001)
Menurut Maasaru (1999), sea ranching mempunyai dua tipe yaitu (1) harvest type dan
(2) recruitment type. Pada jenis harvest type benih yang akan ditebar akan diproduksi dan
dibesarkan (sampai ukuran tertentu) di hatchery, pemanenan di alam dilaksanakan pada saat
organisme tersebut telah mencapai ukuran komersial. Dalam hal ini penebaran dan
penangkapan kembali dilaksanakan berulang-ulang pada setiap musim tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Azwar ZI. 1990. A Study Report on The Traning Course on Marine Ranch System.
Marine Biologycal Institute Kochi University. USA.
Azwar ZI. Ismail W. 2001. Peningkatan Produktivitas Perikanan Pantai dengan
Metoda Sea Ranching. Pusat Penelitian Eksplorasi
laut. Jakarta.
Effendi I, W. Oktariza, Taryono. 2003. Penataan Kawasan Budidaya laut
(Penyusunan Rencana Budidaya Laut Pulau
Semak Daun, Pulau Karang, Pulau Congkak, Pulau
Karang Bangkok, dan Pulau Karang Beras).
Pemkab Kepulauan Seribu-LPM IPB. Bogor.

Setyono. 2007. PROSPEK USAHA BUDIDAYA KEKERANGAN DI INDONESIA. Pusat


Penelitian Oseanografi – LIPI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai