Anda di halaman 1dari 2

Upaya Penanaman Artifial Reefs Dalam Rangka Restocking Dan Marine

Ranching Sebagai Kebijakan Pelestarian Dan Pengembangan Sumber


Biota Laut Di Jawa Timur

Ranching adalah pemeliharaan ikan dalam suatu kawasan perairan dan kawasan tesebut
memiliki isolasi alamiah sehingga ikan yang ditebar (restocking) biasa dipastikan tidak bisa
berpindah tempat dan dapat ditangkap kembali (recapture) (Effendi, 2004). Kegiatan ranching di
perairan laut disebut sea ranching. Lebih lanjut dikatakan perairan pantai suatu pulau yang
ditumbuhi oleh terumbu karang dan ikan yang suka pada kondisi ikan tersebut ikan karang, seperti
kerapu, kakap putih, napoleon, baronang, lobster, teripang, dan abalone.
Ikan ini tidak mungkin meninggalkan kawasan tersebut dan bermigrasi menyusur tubir hingga ke
laut dalam atau laut lepas. Sebaliknya, ikan yang berasal dari laut lepas seperti ikan pelagis kecil dan
pelagis besar, misalnya tuna dan cakalangntidak mungkin masuk ke dalam kawasan terumbu karang
hingga mencapai suatu pulau karena kawasan tersebut bukanlah habitatnya.
Sea ranching berbeda dengan maricultur, namum dalam pelaksanaanya ada pentahapan
dimana prinsip maricultur dipertimbangkan sebagai bagian yang penting dalam konsep sea ranching,
karena sebelum pelepasan ikan/ udang/kerang-kerangan ke perairan dilakukan kegiatan budidaya
pada stadia dimana ikan/ udang/kerang-kerangan masih dianggap lemah. Secara teknis kegiatan sea
ranching berbeda dengan mariculture. Sea ranching akan sangat tergantung dari karakteristik
geografi dan hidrografi wilayah, sehingga elemen teknologi yang dipergunakan akan sangat
disesuaikan dengan lokasi. Dalam skala besar dianologikan dengan kegiatan melepaskan benih ikan
ke perairan alami tanpa adanya pemberian pakan, jadi alam yang memelihara dan kita tinggal
menangkapnya. Sedangkan maricultur adalah adanya suatu area tertentu di perairan pantai yang
banyak terdapat kumpulan KJA, rakit-rakit. Jadi dalam pengertian ini komoditi yang dibudidayakan
berada dalam wadah atau area yang terbatas (in captivity) dan terdapat pemberian pakan buatan
dan adanya menejemen budidaya yang baik (Azwar, 1990).
Pola sea ranching telah banyak yang dapat diterapkan berdasarkan ekologi dan potensi alam
suatu wilayah, baik yang targetnya satu spesies maupun yang diversifikasi spesies. Dalam pola sea
ranching kompleks dapat diterapkan secara terpadu seperti pertanian. Hewan-hewan dasar dapat
berkembang artifcial dasar yang diikuti dengan restocking hewan yang habitatnya di dasar,
sedangkan hewan yang bergerak di bagian permukaan/melayang dapat ditetapkan tipe mengapung.
Untuk suplai benih ikan, udang dan kerang-kerangan yang akan dilepaskan ke alam harus didukung
atau tersedianya pusat pembenihan (Azwar dan Ismail, 2001).
Di Jepang, keberhasilan yang signifikan dalam salmon ranching telah mendorong pemerintah
untuk lebih mengembangkan metode sea ranching untuk memperbaiki produksi perikanan yang
menurun dengan berbagai hewan akuatik lainnya. Penerapan ini juga sudah berkembang di Cina,
Korea dan Filipina, Jepang, dan USA dengan penerapan metoda ini diperoleh hasil yang sangat
signifikan. Disamping masyarakat memperoleh manfaat secara ekonomi, keseimbangan lingkungan
pesisir juga terjaga sehingga nanti diharapkan terciptanya pengelolaan yang berkelanjutan,
didukung adanya perbaikan habitat (Moksness, 1999).
Perbaikan habitat dapat dilakukan dengan menciptakan habitat baru bagi berbagai jenis ikan
melalui penumbuhan artificial reef. Artificial reef merupakan suatu teknologi penting dalam
memperbaiki ekologi perairan untuk menciptakan habitat tiruan yang nantinya merupakan daerah
fishing ground, spawning ground, tempat bertumbuh hewan-hewan laut pada stadia larva maupun
dewasa. Penelitian di Filipina oleh Waltemath dan Schirm (1995), mencatat bahwa pada daerah
natural coral reef ikan yang ditangkap sekitar 0,02 kg/m2, sedangkan hasil monitor pada artificial
reef saat ini dengan 9 kali monitor pertahun dari 25% area artificial reef dicatat produksi dicapai 3,0
kg/m2. Ini bahkan menunjukkan bahwa hasil ikan yang dicapai pada artificial reef kurang lebih dari
150 kali lebih tinggi dari hasil coral reef alami. Hasil penelitian oleh Chang (1985) di Taiwan
mencatat bahwa 64% dari species ikan dari ikan yang ada dan 90% dari biomassa merupakan ikan-
ikan ekonomis penting. Hal ini dimungkinkan dengan adanya pemasangan artificial reef yang
menyebabkan terciptanya makanan untuk stadia larva maupun dewasa sebagai tempat berlindung.

Anda mungkin juga menyukai