Anda di halaman 1dari 14

STRATEGI BUDIDAYA LOBSTER MUTIARA

(Panulirus Ornatus), LOBSTER PASIR (Panulirus


Homarus) PADA KERAMBA JARING APUNG DI
PERAIRAN TELUK EKAS

Kelompok KKP Ekas Buana 2022

Abstrak: Tujuan dari diadakannya penelitian ini guna


memperoleh informasi mengenai bagaimana strategi
pengelolaan lobster pada keramba terapung yang ada di teluk
Ekas, dan untuk memperoleh informasi keuntungan yang
didapatkan dari budidaya lobster Mutiara (Panulirus Ornatus)
dan lobster pasir (Panulirus Homarus). Hasil yang diperoleh dari
penelitian oleh tim KKP Desa Ekas Buana menemukan bahwa
penangkapan bibit lobster sudah menjadi mata pencaharian
utama para nelayan di pesisir teluk Ekas. Dikarenakan
permintaan akan bibit bening lobster semakin besar dan masih
terbuka, ditambah dengan penangkapan bibit lobster terbilang
mudah dan tanpa modal yang berarti. Di dalam pengelolaan
budidaya lobster pada keramba jaring apung, para
pembudidaya membeli bibit yang berukuran ibu jari untuk
dibesarkan di dalam keramba jaring apung, harga bibit berkisar
40-45 ribu rupiah per ekor. Tidak menggunakan bibit bening
hasil tangkapan, dikarenakan resiko kematian tinggi. harga jual
ketika panen bisa mencapai Rp. 1.000.000 per Kilogram untuk
lobster mutiara dan Rp. 350.000-500.000 untuk lobster pasir.

Kata Kunci: keramba jaring, budidaya, lobster.

1
Abstract: The purpose of this study was to obtain information
on how to manage lobster in floating net cages in Ekas Bay,
and to obtain information on the benefits of cultivating Pearl
lobster (Panulirus Ornatus) and sand lobster (Panulirus
Homarus). The results obtained from research by the KKP team
in Ekas Buana Village found that catching lobster seeds had
become the main livelihood of fishermen on the coast of Ekas
Bay. Because the demand for clear lobster seeds is getting
bigger and still open, plus catching lobster seeds is fairly easy
and without significant capital. In the management of lobster
cultivation in floating net cages, the cultivators buy thumb-sized
seeds to be raised in floating net cages, the price of seeds
ranges from 40-45 thousand rupiah per head. Do not use clear
seeds caught, because the risk of death is high. the selling price
when harvested can reach Rp. 1.000.000 per Kilogram for pearl
lobster and Rp. 350,000-500,000 for sand lobster.

Keywords: net cages, aquaculture, lobster.

PENDAHULUAN
Lobster merupakan salah satu komoditas
perikanan yang bernilai jual tinggi dikarenakan
permintaan pasar untuk Asia, Eropa dan Amerika. Lobster
biasanya didapat dari hasil tangkapan di alam, akan tetapi
tapi seiring berjalannya waktu sulit untuk
mendapatkannya ukuran konsumsi lobster (30 cm ke
atas) di alam. Kemudian sejak tahun 2000an dimulai cara
budidaya dari bibit lobster yang diperoleh dari alam
dengan ukuran kurang lebih 10 cm dengan masa panen
dari umur 18 - 24 bulan.
Lobster (Panulirus sp.) adalah salah satu
komponen penting untuk perikanan udang di Indonesia,

2
dimana menurut catatan statistic Indonesia pada tahun
2005, lobster berada di posisi keempat untuk komoditas
ekspor dari Crustacea setelah klan Penaeus, Metapeaneus
dan Macrobrachium (DG, 2007). Meningkatnya pasar
lobster di dunia ditunjukkan oleh data dari FAO dan
GLOBEFISH itu sejak tahun 1980-an permintaan lobster
oleh Jepang setiap tahun terus meningkat (Anonim,
1990). Penuhi sebagian kebutuhan ini sebagian besar
diambil dari negara-negara tropis di kawasan Pasifik,
terutama dari Taiwan, Filipina, Australia dan Indonesia.
Lobster memiliki area distribusi yang cukup luas, tersebar
di hampir semua perairan berbatu di dunia.
Perairan yang relative memiliki air tenang dan
terumbu karang yang masih terjaga menjadi habitat bagi
salah satu biota laut yaitu lobster ini, perairan selatan
Lombok menjadi tempat yang sangat cocok bagi lobster
untuk berkembang biak, begitu pun teluk ekas yang
terletak di bagian selatan Lombok menjadi habitat bagi
lobster. Bagi para penduduk pesisir ekas, lobster
ditangkap tidak lagi sebagai konsumsi saja akan tetapi
sudah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat
sekitar. Dengan harga juanya yang sangat tinggi
menjadikan hewan satu ini mulai dibudidayakan oleh
masyarakat pesisir ekas buana.

3
Bibit lobster yang masih bebentuk seperti plastic
bening kecil dahulu tidak memiliki nalai ekonomis di mata
masyarakat dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini
mulai diburu, diakibatkan oleh tingginya permintaan akan
lobster. Konsumen terbesar lobster di asia saat ini adalah
Vietnam, karena lobster adalah hal yang wajib dalam
festival tahunan yang mereka adakan. Dikarenakan
tingginya permintaan akan benih bibit lobster tersebut
banyak dari para buruh yang dulunya bekerja di luar
negeri pulang ke kampung halamannya untuk memburu
bibit lobster tersebut.
Di sisi lain akibat dari ramainya kegiatan budidaya
laut tersebut, apabila tidak dikelola dengan baik dan
benar dikhawatirkan kedepannya kegiatan budidaya laut
tersebut malah menjadi boomerang dan merusak
ekosistem laut itu sendiri. Kerusakan-kerusakan tersebut
dapat terjadi apabila limbah dari budidaya tersebut tidak
dimanfaatkan dan dikelola dengan benar sehingga
menjadi racun bagi organisme yang berada di sekitaran
tempat budidaya. Oleh sebab itu pengembangan kegiatan
budidaya laut harus menggunakan dan menerapkan
integrasi system. Menurut Chopin dan Robinson (2004)
budidaya integrasi multi-sistem terintegrasi akuakultur
trofik (IMTA). Integrasi sistem budidaya menggabungkan
dua atau tiga komodita akuakultur, di mana limbah/pakan
miskin nutrisi dari hewan tingkat tinggi dikonsumsi oleh

4
hewan tingkat tinggi untuk meningkatkan laju
pertumbuhan.
Kombinasi dari kedua integrasi ini menghasilkan
suatu ekosistem yang dimana dalam suatu budidaya
lobster, harus juga dibudidaya biota laut lainnya seperti
ikan, udang, rumput laut dan lain sebagainya yang
diharapkan dapat menyerap limbah guna meningkatkan
laju pertumbuhan dari lobster tersebut. Perlu dilakukan
percobaan budidaya lobster dengan sistem terintegrasi
dalam keramba jaring apung. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan tingkat pertumbuhan lobster yang optimal,
serta mengurangi dampak lingkungan.
Pesatnya penangkapan bibit lobster membawa
dampak yang sangat signifikan terhadap ekonomi
masyarakat pesisir, dalam waktu satu hari saja, para
nelayan yang menangkap bibit lobster mendapatkan
keuntungan hingga ratusan ribu rupiah, secara sosial
banyak masyarakat yang berpindah profesi, yang dulunya
bekerja sebagai tukang di proyek beralih untuk
menangkap bibit lobster. Namun secara ekologi
diperkirakan akan terjadi penurunan secara signifikan
bibit lobster yang tersedia di alam akibat dari
berkembangnya effort terhadap keuntungan
penangkapan bibit lobster.
Berdasarkan pada latar belakang yang sudah
dipaparkan di atas, Tujuan dari diadakannya penelitian ini

5
adalah untuk memperoleh informasi tentang bagaimana
strategi pengelolaan lobster pada keramba jaring apung
di teluk Ekas, dan untuk memperoleh informasi
keuntungan yang didapatkan dari budidaya lobster
Mutiara (Panulirus Ornatus) dan lobster pasir (Panulirus
Homarus).

METODE
Metode penelitian yang digunakan disini adalah
metode wawancara, dokumentasi didesa ekas buana
kecamatan jerowaru kabupaten Lombok timur.
Pengumpulan data ini dimulai dari bulan Juli sampai
dengan bulan Agustus tahun 2022. Penangkapan bibit
lobster dilakukan dengan menggunakan alat berupa sak
semen yang dibentuk seperti bunga dan memiliki sudut
sempit, hal ini dikarenakan lobster yang masih bening
suka bersembunyi di tempat sempit untuk menghindari
predator, untuk membedakan bibit lobster Mutiara
dengan pasir biasanya dilakukan dengan melihat pola
warna yang ditemukan di bagian seluruh tubuh
berdasarkan Buku Chan (2000).
Dalam penelitian ini penulis dan tim menggunakan
pendekatan penelitian Deskritif, yang dimana penelitian
ini dimaksudkan untuk klarifikasi dan eksplorasi tentang
sebuah fenomena dengan cara mendeskritifkan suatu

6
variable yang berkaitan dengan unit dan masalah yang
diteliti. (Faisal, 2010).
Untuk menentukan jenis kelamin pada lobster
biasanya di identifikasi dengan cara dimana posisi alat
kelaminnya berada, untuk lobster jantan alat kelaminnya
berada di antara kaki kelimanya, dan diidentifikasi jantan
apabila berbentuk runcing dan menonjol. Sedangkan
lobster betina untuk mengidentififikasinya, alat kelamin
berada di antara kaki ke tiga dan berbentuk lancip. Cara
menentukan Panjang bagaimana hal itu dilakukan dengan
mengukur panjang dari tepi postur tubuhnya ke ujung
cangkang sampai bagian belakang tubuhnya, seperti yang
diarahkan oleh Sparre dan Venema (1999). Panjang
cangkangnya diukur menggunakan penggaris dengan
ketelitian minimal ukuran 1mm. Berat badan ditimbang
dengan timbangan duduk dengan akurasi 5 g.

7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada awalnya untuk mendapatkan bibit lobster,
para nelayan di desa Ekas Buana menangkap bibit lobster
yang tersedia di alam dengan menggunakan alat tangkap
berupa keramba berukuran kecil dengan mengandalkan
pencahayaan dari jenset di malam hari. Bibit lobster di
perangkap dengan alat berupa pocong yang terbuat dari
bekas sak semen yang dibentuk seperti bunga yang
memiliki sudut-sudut sempit, kemudian diletakkan di
kedalaman tertentu hingga ke dasar laut (Priyambodo &
Sarifin, 2009).
Metode penangkapan bibit lobster dengan cara ini
mulai berkembang sejak melonjaknya permintaan akan
bibit lobster pada tahun 2013 yang akan di ekspor ke
Vietnam. Usaha penangkapan bibit lobster besar besaran
ini menjadi sumber pendapatan utama para nelayan.
Pembudidayaan lobster yang mulai berkembang
dewasa ini adalah diantaranya terdapat di teluk Ekas
kecamatan jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
Berdasarkan penelitian dan informasi yang diperoleh,
Pembibitan benih lobster sekitar 0,1 gr, hingga 5-8 gram
untuk 70 hari, menghabiskan 45-50% hidupnya (KKP
2021b). Pembesaran lobster dilakukan di KJA dengan
penenggelaman jaring pada kedalaman 6-8 m, penebaran
20 ekor per m3, ukuran benih 50-60 gr. dan dipelihara
selama 6-7 bulan dan menghasilkan lobster dengan berat

8
rata-rata 250 gr. dengan rentan keberlangsungan hidup
hingga 90% (KKP 2021b).
Metode pembesaran yang dilakukan pada jaring
apung dengan volume 200 liter sangat cocok dengan
kontur perairan di teluk Ekas (Anissah et al. 2015). Oleh
sebab itu budidaya lobster harus terus dikembangkan,
mengingat di perairan teluk ekas ini ditemukan
kelangsungan hidup lobster budidaya sangat tinggi,
terlebih lagi agar sentra budidaya lobster yang dikelola
lebih hemat hemat dan dikemas teknologi tersebut dapat
diadopsi oleh Pembudidaya/Nelayan Jangka pendek,
Direktorat UPT Jenderal Budidaya Perairan dioptimalkan
sebagai lokasi untuk proses pembibitan untuk
mempersiapkan benih untuk disemai. Pembesaran lobster
di KJA bisa dilakukan oleh pembudidaya dan masyarakat.
Spesies yang ada dilihat secara visual dengan
melihat pola warna yang terdapat pada segmen tubuh
menurut buku dari Chan (2000), menunjukkan bahwa
lobster dibudidaya di perairan Teluk Ekas terdiri dari 2
spesies yaitu Panulirus Homarus (Lobster Mutiara) dan
Panulirus ornatus (lobster pasir). Menurut Romimohtarto
dan Juwana (2007), di perairan Indonesia Diperkirakan
ada 7 spesies genus lobster Panularus sering ditemukan
di lingkungan yang berbeda, antara lain P.homarus,
P.ornatus, P.penicillatus, P. longiceps, P. polyphagus, P.
versicolor, dan P.haripus. Namun di teluk Ekas Hanya ada

9
2 spesies (Bibit) Yang dibudidaya oleh Masyarakat
setempat. Dalam wawancara tim KKP Ekas Buana 2022
dengan seorang nelayan pembudidaya Lobster bernama
Amaq Ririn, untuk masa panen lobster pasir Effendi
(1979). Adalah 2-3 bulan, tergantung pada pemberian
pakan, jika pakan diberikan rutin setiap pagi maka masa
panen bisa lebih singkat. Untuk pakan sendiri biasanya
para nelayan pergi menjaring ikan-ikan kecil atau teri,
kepiting, dan ikan nila. Sedangkan untuk Lobster mutiara,
harga bibit 40-45 ribu rupiah per ekor, dan masa panen
7-8 bulan. Dan untuk harga jual ketika panen bisa
mencapai Rp. 1.000.000 per Kg. Harga lobster pasir saat
panen adalah Rp. 350.000-500.000.

Gambar 1. Potret gambar lobster pasir

10
Gambar 2. Potret gambar lobster mutiara

Gambar 3. Proses sortir lobster saat panen

11
Gambar 4. Proses panen lobster di keramba jaring apung

Ucapan Terimakasih
Tim penulis mengucapkan rasa Terimakasih
sebesar-besarnya kepada Amaq Ririn selaku informan
kunci yang telah memberikan izin kepada Tim untuk
mengadakan penelitian di keramba jaring apung miliknya.
Tak lupa pula Tim penulis mengucapkan terimakasih
kepada bapak Nursandi selaku Kepala Desa Ekas Buana
yang atas izin beliau juga tim dapat melakukan penelitian
di keramba jaring apung miliknya dan milik Amaq Ririn.

Kesimpulan

12
Penangkapan bibit bening lobster sudah menjadi
mata pencaharian utama bagi para nelayan yang ada di
teluk Ekas dan berhasil meningkatkan kesejahteraan bagi
rumah tangga para nelayan. Penangkapan bibit lobster
terbilang mudah, tanpa menggunakan peralatan yang
modern dan tidak merusak alam, dengan hanya
mengandalkan keramba kecil dengan pencahayaan
berupa lampu yang ditenagai dengan jenset, para nelayan
sudah mendapatkan bibit bening lobster.
selain penangkapan bibit yang ada di alam, para
nelayan membudidayakan lobster di keramba jaring
apung di pesisir teluk ekas, di teluk Ekas Hanya ada 2
spesies (Bibit) Yang dibudidaya oleh Masyarakat setempat
karena harga jualnya yang tinggi, kedua jenis spesies itu
adalah Lobster Mutiara (Panulirus Ornatus), Lobster Pasir
(Panulirus Homarus). untuk masa panen lobster pasir
adalah 2-3 bulan, tergantung pada pemberian pakan, jika
pakan diberikan rutin setiap pagi maka masa panen bisa
lebih singkat. Untuk pakan sendiri biasanya para nelayan
pergi menjaring ikan-ikan kecil atau teri, kepiting, dan
ikan nila, Harga lobster pasir saat panen adalah Rp.
350.000-500.000.
Sedangkan untuk Lobster mutiara, harga bibit 40-
45 ribu rupiah per ekor, dan masa panen 7-8 bulan. Dan
untuk harga jual ketika panen bisa mencapai Rp.

13
1.000.000 per Kg. Harga lobster pasir saat panen adalah
Rp. 350.000-500.000.

14

Anda mungkin juga menyukai