Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

BUDIDAYA IKAN BANDENG DI


KERAMBA JARING APUNG

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
A. Ikan Bandeng
Ikan bandeng (Chanos chanos), dikenal juga dengan nama lain yaitu bolu,
muloh, ikan agam atau milkfish, merupakan jenis ikan yang sudah dikenal dan
banyak digemari untuk dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Selain dapat
berperan dalam peningkatan gizi masyarakat, ikan bandeng juga memiliki rasa
daging yang enak dan harga terjangkau sehingga banyak masyarakat
memanfaatkannya.
Beberapa keistimewaan dan ciri khas ikan laut yang satu ini adalah ikan
bandeng bisa hidup di air payau atau air tawar; mampu menghadapi perubahan
kadar garam yang sangat besar (eurihalin); spesies berhasil dan telah banyak
dibudidayakan; bermigrasi ke daerah payau; dapat hidup pada tingkat kepadatan
yang lebih tinggi; dan tahan terhadap penyakit. Daerah penyebaran ikan bandeng
adalah di perairan tropis dan subtropis IndoPasifik mulai dari laut merah dan bagian
tenggara Afrika sampai Mexico. Di Indonesia daerah penyebaran ikan bandeng,
banyak ditemukan di perairan pantai Timur Sumatera, Utara Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara.

B. Persyaratan Teknis Dengan Keramba Jaring Apung

Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi usaha


budidaya ikan di karamba jaring terapung antara lain adalah :
1. Arus air
Arus air pada lokasi yang dipilih diusahakan tidak terlalu kuat namun tetap
ada arusnya agar tetap terjadi pergantian air dengan baik dan kandungan oksigen
terlarut dalam wadah budidaya ikan tercukupi, selain itu dengan adanya arus maka
dapat menghanyutkan sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang terjatuh di dasar
perairan.
Dengan tidak terlalu kuatnya arus juga berpengaruh terhadap keamanan
jaring dari kerusakan sehingga masa pakai jaring lebih lama. Bila pada perairan
yang akan dipilih ternyata tidak ada arusnya (kondisi air tidak mengalir), disarankan
agar unit budidaya atau jaring dapat diusahakan di perairan tersebut, tetapi
jumlahnya tidak boleh lebih dari 1% dari luas perairan. Pada kondisi perairan yang
tidak mengalir, unit budidaya sebaiknya diletakkan di tengah perairan sejajar
dengan garis pantai.
2. Kedalaman perairan
Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi
tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar
akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya menimbulkan kekeruhan.
Sebagai dasar patokan pada saat surut terendah sebaiknya kedalaman perairan lebih
dari 3 meter dari dasar waring/jaring.
3. Tingkat kesuburan
Pada perairan umum dan waduk ditinjau dari tingkat kesuburannya dapat
dikelompokkan menjadi perairan dengan tingkat kesuburan rendah (oligotropik),
sedang (mesotropik) dan tinggi (eutropik). Jenis perairan yang sangat baik untuk
digunakan dalam budidaya ikan di jaring terapung dengan sistem intensif adalah
perairan dengan tingkat kesuburan rendah hingga sedang. Jika perairan dengan
tingkat kesuburan tinggi digunakan dalam budidaya ikan di jaring terapung, maka
hal ini sangat beresiko tinggi karena pada perairan eutropik kandungan oksigen
terlarut pada malam hari sangat rendah dan berpengaruh buruk terhadap ikan yang
dipelihara dengan kepadatan tinggi.
4. Bebas dari pencemaran.
Dalam dunia perikanan, yang dimaksud dengan pencemaran perairan adalah
penambahan sesuatu berupa bahan atau energi ke dalam perairan yang
menyebabkan perubahan kualitas air sehingga mengurangi atau merusak nilai guna
air dan sumber air perairan tersebut.
Yang menjadi permasalahan pada budidaya ikan di keramba jaring apung
adalah sisa pakan. Sisa pakan yang tidak terkonsumsi dan metabolik berupa
senyawa nitrogen dan fosfor, apabila terbuang di kolom air dan tidak dimanfaatkan
oleh organisme di sekitar danau (ikan, organisme bentik) maka akan menjadi
partikel tersuspensi dalam bentuk partikel koloid di dasar perairan. Partikel tersebut
akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme khususnya bakteri untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakannya. Selain pencemaran akibat nitrogen dan fosfor, sisa
pakan juga dapat menyebabkan tingginya kekeruhan. Akibatnya, cahaya matahari
akan susah menembus kolom air.
5. Kualitas air
Dalam budidaya ikan, secara umum kualitas air dapat diartikan sebagai
setiap perubahan (variabel) yang mempengaruhi pengelolaan, kelangsungan hidup
dan produktivitas ikan yang dibudidayakan. Jadi perairan yang dipilih kualitas
airnya harus memenuhi persyaratan bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan yang
akan dibudidayakan. Kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi.
6. Lokasi keramba jaring apung bukan daerah up-welling
Lokasi ini terhindar dari proses perputaran air dasar kepermukaan (up-
welling). Pada daerah yang sering terjadi up-welling sangat membahayakan
kehidupan organisme yang dipelihara, di mana air bawah dengan kandungan
oksigen yang sangat rendah serta gas-gas beracun akan kepermukaan, yang dapat
menimbulkan kematian secara massal. Lokasi seperti ini sebaiknya dihindari,
kecuali sistem keramba dipasok oksigennya dengan suatu mekanisme tertentu.

C. PEMELIHARAAN BANDENG DI KJA


Produksi bandeng di keramba jaring apung (KJA) lebih unggul dibanding
produksi tambak. Pembudi daya tidak perlu mengolah tanah, tidak membutuhkan
lahan yang luas, jumlah dan mutu air selalu memadai, dapat diterapkan padat
penebaran tinggi, pengendalian gangguan predator, dan mudah pula memanennya.
Pemeliharaan bandeng di KJA sebenarnya baru mulai berkembang dan
merupakan system .,budi daya intensif. Usaha pembesaran bandeng di KJA dapat
ditujukan untuk produksi umpan, untuk konsumsi langsung, untuk ekspor, dan
untuk induk. Prinsip pengelolaan masing-masing sistem relatif sama. Perbedaannya
hanya pada padat tebar, lama pemeliharaan, dan ukuran bandeng saat dipanen.
Untuk kegiatan pembesaran, baik untuk memproduksi bandeng umpan.
konsumsi langsung maupun untuk ekspor sebaiknya menggunakan benih
gelondongan dengan berat sekitar 50 gr/ekor dan panjang 7-10 cm (bisa
menggunakan benih ukuran > 20 gr/ekor).
Seleksi perlu dilakukan sebelum benih ditebarkan ke dalam KJA guna
memperoleh benih yang sehat dan seragam Padat penebaran optimal adalah 500-
600 ekor/m3 dengan perkiraan tingkat kematian mencapai 10%. Sebelum
ditebarkan dalam KJA, benih perlu diadaptasikan ke dalam kondisi lingkungan
perairan budi daya Penebaran hendaknya dilakukan pada pukul 06.00-08.00 atau
1900-2000 untuk menghindari stres akibat perubahan kandisi lingkungan perairan.
Padat penebaran sangat dipengaruhi oleh ukuran ikan dan luas wadah budi
daya. Selain itu, sifat ikan sebagai perenang cepat dan melawan arus juga perlu
dipertimbangkan dalam menentukan padat penebaran. Padat penebaran ikan dalam
KJA memengaruhi pemanfaatan ruang gerak, peluang mendapatkan pakan, serta
kualitas air, terutama konsentraki oksigen terlarut. Dalam kondisi berjejal,
persaingan sintuk mendapatkan oksigen terlarut menjadi sangat tinggi, terutama
pada malam hari di arus tenang di mana penurunan kadar oksigen terlarut cukup
dristis. Konsentrasi oksigen terlarut dalam KJA yang ditebari 750 ikan/m dapat
mencapai 2 ppm saat pasang tertinggi atau surut terendah yang terjadi di malam
hari.
Pemeliharaan ikan bandeng di KJA hanya mengandalkan pakan buatan. Oleh
karena itu, teknik, jumlah, waktu, dan frekuensi pemberian pakan perlu
diperhatikan dengan cermat. Umumnya pakan diberikan sebanyak 5-10% dari total
berat ikan per hari dengan metode satiasi (sekitar 90% ikan dalam kondisi kenyang
Pemberian pakan sebaiknya dilakukan pada saat surut atau pasang duduk (mencapai
puncak dan sunut terendah), atau di saat arus sangat lemah, sebanyak 2-3 kali sehari,
yaitu pagi antara pukul 07.00-08.00, siang antara 11.00-12.00, dan sore sekitar
pukul 16.00-17.00
Pemberian pakan dilakukan sedikit demi sedikit agar tidak banyak yang
terbuang saat diberi pakan, bandeng akan bergerak aktif, berebut, sehingga
menimbulkan gerakan arus air dalam KJA.
Pertumbuhan ikan perlu dipantau tiap 2 minggu sekali guna mendapat kan data
yang kemudian akan digunakan dalam menentukan jumlah pakan yang harus
diberikan serta mengevaluasi perkembangan bobot dan kesehatan ikan lumlah
sampel sebaiknya tidak kurang dari 50 ekor, diambil secara acak. Penimbangan
berat dan pengukuran panjang dilakukan terhadap sampel yang telah dibias dengan
Pheaay echanal 200-225 ppm.
Pemanenan dilakukan bila ukuran bandeng telah mencapai target ukuran.
Untuk memproduksi bandeng umpan dibutuhkan waktu pemeliharaan sekitar 2
bulan. Untuk memprodukai bandeng konsumsi langsung 3-4 bulan, bandeng tujuan
ekspor ( > 800 gr ekor) dibutuhkan waktu peme liharaan 5-7 bulan. Sedangkan
untuk memproduksi bandeng tujuan induk (4 kg/ekor), membutuhkan waktu sekitar
3 tahun.
Waktu pemeliharaan untuk memproduksi induk bandeng dapat diper pendek
bila bandeng yang ditebar berukuran lebih besar (1.000 gr/ekor). Ikan bandeng
berukuran 1 000 gr/ekor ditebar dengan kepadatan 4-5 ekor/m2. Pakan yang
diberikan kepada handeng ukuran 1 000 gr sebanyak 3% bobot biomassa per hari
dan diberikan tiga kali sehari. Dengan pemeliharaan selama 24 bulan(2 tahun), ikan
akan dapat mencapai ukuran 4 kg/ekor dengan rata-rata panjang cagak 60 cm.
Produksi induk bandeng dalam KJA di laut memiliki beberapa keunggulan, di
antaranya lahan yang digunakan relatif sempit dan tidak memerlukan sarana
pengairan dan manajemen air, padat tebar cukup tinggi, dapat mencapai 4-5
ekor/m3 (ukuran keramba minimal 18 m3) sehingga memiliki tingkat produktivitas
yang lebih tinggi dibanding luasan yang sama untuk lahan tambak, pertumbuhan
relatif cepat untuk mencapai ukuran induk, yaitu dengan waktu pemeliharaan
sekitar tiga tahun, kualitas induk lebih baik dan higienis karena mendiami habitat
perairan terbuka yang memiliki sirkulasi air cukup memadai, pemantauan kondisi
ikan lebih intensif dan mudah dilakukan serta, pemanenan mudah dilakukan
sehingga terhindar dari cacat fisik.
Selain itu, induk bandeng yang diproduksi di KJA memiliki penampilan lebih
bersih, sisik mengilap kehitaman, vitalitas tubuh lebih baik waktu untuk pulih
kembali ke kondisi normal, terutama tanggap terhadap pakan buatan adalah sekitar
3-5 hari, lebih cepat dibandingkan dengan induk yang berasal dari tambak.
D. Kekurangan dan Kelebihan Keranja Jaring Apung
Adapun kelebihan dan kekurangan keramba jaring apung adalah sebagai
berikut :
Kelebihan Keramba Apung
a. Mempermudah Proses Penyortiran
Pada pembudidayaan lele dumbo terutama proses pembesaran ukuran dan besar lele
tidak akan memiliki kesamaan walaupun sudah dibantu dengan
pemberian Probiotik , ini dikarenakan adanya rebutan makanan pada saat petani
menaburkan pakan dan hal inipun terjadi sekalipun dilakukan dikolam tanah.
Dengan menggunakan sistem Jaring Apung ini akan mempermudah dan
mempercepat proses penyortiran karena bagi yang memiliki kolam didataran
rendah khususnya yang kesulitan membuang air dalam kolam akan sangat terbantu
sekali ketika akan melakukan proses penyortiran lele.
b. Mempercepat Proses Panen
Dalam proses pemanenanpun dengan menggunakan Jaring Apung petani tidak
susah payah membuang air, pemanenen dilakukan sama halnya ketika melakukan
proses penyortiran yang tentunya proses panen akan lebih cepat dan tidak perlu
mengeluakan tenaga ekstra.
c. Menjaga Benih Dari Predator Lain
Pada kolam tanah sering kali ditemukan berkeliaran hama yang memakan benih
lele yang ditabur terutama ketika benih masih berukuran kecil, predator-predator /
hama tersebut biasanya adalah ular, belut, ikan sapu dan lainnya. Apabila
menggunakan Jaring Apung ini kemungkinan benih dimangsa oleh hama tersebut
diatas bisa dicegah yang tentunya ketika panen tiba hasil yang didapat bisa
maksimal.
d. Megurang Tingkat Penyebaran Penyakit
Dari beberapa informasi yang didapat banyak petani yang mengeluhkan lele yang
mereka tanam banyak yang terserang penyakit seperti bintik, jamur dan borok
(budug) pada permukaan luar kulit dan untuk penyembuhannya membutuhkan
waktu yang lama bisa sampai berminggu-minggu walaupun sudah diberi obat.
Selama kami mencoba Jaring Apung ini lele yang terdapat dalam jaring ternyata
lebih kebal dibandingkan dengan yang ada dikolam lepas, bahkan ketika ada lele
yang terserang penyakit tersebut diatas ketika dipindahkan kedalam jaring bisa
sembuh dalam hitungan hari tanpa pemberian obat.
Kekurangan Keramba Apung
a. Modal Tambahan
Untuk menggunakan Jaring Apung hal pertama yang paling penting adalah
memiliki jaringnya, untuk mendapatkannya tentu saja harus harus sedikit merogoh
kocek, sekedar informasi, pada awal uji coba kami menggunakan jaring dengan
ukuran 2,4m x 5 m yang sudah siap pasang dengan biaya yang kami keluarkan
adalah Rp. 210000 harga tersebut bukanlah acuan karena disetiap daerah memiliki
harga yang bervariasi ( kekuaan jaring sekitar 5 tahun ), selain jariong dibutuhkan
pula bambu yang digunakan sebagai tiang jaring.
b. Tambahan Pakan
Selain adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli jaring
dibutuhkan pula sedikit tambahan biaya lagi untuk persediaan pakan. Ketika lele
berada dikolam lele bisa bergerak dengan bebas yang memungkinkan mencari
makanan sendiri, namun ketika lele dipindahkan kedalam jaring secara otiomatis
pergerakan lele dibatasi oleh jaring sehingga sulitnya untuk mencari makanan
sendiri, tambahan pakan ini diperlukan sebagai cadangan makanan agar lele tidak
saling memakan 9 kanibal ), cadangan makanan ini berupa limbah pasar seperti
limbah sayuran dan buah-buahan serta limbah dapur seperti nasi basi dsb.
c. Harus Melakukan Pengecekan Jaring
Sedikit agak ribet memang, selain harus mengeluarkan biaya dibuthkan juga
ketelitian. Hal ini dilakukan agar tidak adanya jaring yang bocor atau sobek akibat
tergerus oleh benda tajam seperti batu yang ada didasar kolam ataupun bisa
diakibatkan oleh kepiting yang berusaha masuk kedalam jaring, pastikan
pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk menghindari keluarnya lele dari dalam
jaring.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad et al, 2005. Operasional Pembesaran Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring
Apung. Balai Penelitiaan Perikanan Budidaya Pantai, Macros.

Anggawati, 2006. Budidaya Laut dengan Keramba Jaring Apung Mini. Penas VII.
Pertasi Kencana 13-20 juli, Magelang

Hanafi A. et al. 2010. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Prospek Pengembangan.


Laporan Akhir. Balitkandita Macros

Rachmansyah dan Usman. 2008. Produksi induk bandeng dalam karamba jaring
apung di laut. Dalam Sudradjat, A., E. Sri Heruwati, K. Sugama, A.
Poernomo, Z.I

Setiadharma, T. dan A. Prijono. 2001. Pengangkutan gelondongan ikan bandeng,


Chanos chanos pada kepadatan yang berbeda dengan sistem tertutup.
Jurnal Penelitian Budi Daya Pantai

Anda mungkin juga menyukai