SISKA HANDAYANI
1504110145
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
1. Arus air
Arus air pada lokasi yang dipilih diusahakan tidak terlalu kuat namun tetap
ada arusnya agar tetap terjadi pergantian air dengan baik dan kandungan oksigen
terlarut dalam wadah budidaya ikan tercukupi, selain itu dengan adanya arus maka
dapat menghanyutkan sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang terjatuh di dasar
perairan.
Dengan tidak terlalu kuatnya arus juga berpengaruh terhadap keamanan
jaring dari kerusakan sehingga masa pakai jaring lebih lama. Bila pada perairan
yang akan dipilih ternyata tidak ada arusnya (kondisi air tidak mengalir), disarankan
agar unit budidaya atau jaring dapat diusahakan di perairan tersebut, tetapi
jumlahnya tidak boleh lebih dari 1% dari luas perairan. Pada kondisi perairan yang
tidak mengalir, unit budidaya sebaiknya diletakkan di tengah perairan sejajar
dengan garis pantai.
2. Kedalaman perairan
3. Tingkat kesuburan
Pada perairan umum dan waduk ditinjau dari tingkat kesuburannya dapat
dikelompokkan menjadi perairan dengan tingkat kesuburan rendah (oligotropik),
sedang (mesotropik) dan tinggi (eutropik). Jenis perairan yang sangat baik untuk
digunakan dalam budidaya ikan di jaring terapung dengan sistem intensif adalah
perairan dengan tingkat kesuburan rendah hingga sedang. Jika perairan dengan
tingkat kesuburan tinggi digunakan dalam budidaya ikan di jaring terapung, maka
hal ini sangat beresiko tinggi karena pada perairan eutropik kandungan oksigen
terlarut pada malam hari sangat rendah dan berpengaruh buruk terhadap ikan yang
dipelihara dengan kepadatan tinggi.
4. Bebas dari pencemaran.
Bahan pencemar yang biasa masuk ke dalam suatu badan perairan pada prinsipnya
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pencemar yang sulit terurai dan
bahan pencemar yang mudah terurai. Contoh bahan pencemar yang sulit terurai
berupa persenyawaan logam berat, sianida, DDT atau bahan organik sintetis.
Contoh bahan pencemar yang mudah terurai berupa limbah rumah tangga, bakteri,
limbah panas atau limbah organik. Kedua jenis bahan pencemar tersebut umumnya
disebabkan oleh kegiatan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penyebab kedua adalah keadaan alam seperti banjir atau gunung meletus.
Yang menjadi permasalahan pada budidaya ikan di keramba jaring apung adalah
sisa pakan. Sisa pakan yang tidak terkonsumsi dan metabolik berupa senyawa
nitrogen dan fosfor, apabila terbuang di kolom air dan tidak dimanfaatkan oleh
organisme di sekitar danau (ikan, organisme bentik) maka akan menjadi partikel
tersuspensi dalam bentuk partikel koloid di dasar perairan. Partikel tersebut akan
dimanfaatkan oleh mikroorganisme khususnya bakteri untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakannya. Selain pencemaran akibat nitrogen dan fosfor, sisa pakan
juga dapat menyebabkan tingginya kekeruhan. Akibatnya, cahaya matahari akan
susah menembus kolom air.
5. Kualitas air
Dalam budidaya ikan, secara umum kualitas air dapat diartikan sebagai setiap
perubahan (variabel) yang mempengaruhi pengelolaan, kelangsungan hidup dan
produktivitas ikan yang dibudidayakan. Jadi perairan yang dipilih kualitas airnya
harus memenuhi persyaratan bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan yang akan
dibudidayakan. Kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi.
Lokasi ini terhindar dari proses perputaran air dasar kepermukaan (up-welling).
Pada daerah yang sering terjadi up-welling sangat membahayakan kehidupan
organisme yang dipelihara, di mana air bawah dengan kandungan oksigen yang
sangat rendah serta gas-gas beracun akan kepermukaan, yang dapat menimbulkan
kematian secara massal. Lokasi seperti ini sebaiknya dihindari, kecuali sistem
keramba dipasok oksigennya dengan suatu mekanisme tertentu.
Pada pembudidayaan lele dumbo terutama proses pembesaran ukuran dan besar
lele tidak akan memiliki kesamaan walaupun sudah dibantu dengan
pemberian Probiotik , ini dikarenakan adanya rebutan makanan pada saat petani
menaburkan pakan dan hal inipun terjadi sekalipun dilakukan dikolam tanah.
Dengan menggunakan sistem Jaring Apung ini akan mempermudah dan
mempercepat proses penyortiran karena bagi yang memiliki kolam didataran
rendah khususnya yang kesulitan membuang air dalam kolam akan sangat
terbantu sekali ketika akan melakukan proses penyortiran lele.
Pada kolam tanah sering kali ditemukan berkeliaran hama yang memakan benih
lele yang ditabur terutama ketika benih masih berukuran kecil, predator-predator
/ hama tersebut biasanya adalah ular, belut, ikan sapu dan lainnya. Apabila
menggunakan Jaring Apung ini kemungkinan benih dimangsa oleh hama
tersebut diatas bisa dicegah yang tentunya ketika panen tiba hasil yang didapat
bisa maksimal.
4. Megurang Tingkat Penyebaran Penyakit
Dari beberapa informasi yang didapat banyak petani yang mengeluhkan lele
yang mereka tanam banyak yang terserang penyakit seperti bintik, jamur dan
borok (budug) pada permukaan luar kulit dan untuk penyembuhannya
membutuhkan waktu yang lama bisa sampai berminggu-minggu walaupun
sudah diberi obat. Selama kami mencoba Jaring Apung ini lele yang terdapat
dalam jaring ternyata lebih kebal dibandingkan dengan yang ada dikolam lepas,
bahkan ketika ada lele yang terserang penyakit tersebut diatas ketika
dipindahkan kedalam jaring bisa sembuh dalam hitungan hari tanpa pemberian
obat.
1. Modal Tambahan
Untuk menggunakan Jaring Apung hal pertama yang paling penting adalah
memiliki jaringnya, untuk mendapatkannya tentu saja harus harus sedikit
merogoh kocek, sekedar informasi, pada awal uji coba kami menggunakan
jaring dengan ukuran 2,4m x 5 m yang sudah siap pasang dengan biaya yang
kami keluarkan adalah Rp. 210000 harga tersebut bukanlah acuan karena
disetiap daerah memiliki harga yang bervariasi ( kekuaan jaring sekitar 5 tahun
), selain jariong dibutuhkan pula bambu yang digunakan sebagai tiang jaring.
2. Tambahan Pakan
Selain adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli jaring
dibutuhkan pula sedikit tambahan biaya lagi untuk persediaan pakan. Ketika lele
berada dikolam lele bisa bergerak dengan bebas yang memungkinkan mencari
makanan sendiri, namun ketika lele dipindahkan kedalam jaring secara otiomatis
pergerakan lele dibatasi oleh jaring sehingga sulitnya untuk mencari makanan
sendiri, tambahan pakan ini diperlukan sebagai cadangan makanan agar lele
tidak saling memakan 9 kanibal ), cadangan makanan ini berupa limbah pasar
seperti limbah sayuran dan buah-buahan serta limbah dapur seperti nasi basi dsb.
Sedikit agak ribet memang, selain harus mengeluarkan biaya dibuthkan juga
ketelitian. Hal ini dilakukan agar tidak adanya jaring yang bocor atau sobek
akibat tergerus oleh benda tajam seperti batu yang ada didasar kolam ataupun
bisa diakibatkan oleh kepiting yang berusaha masuk kedalam jaring, pastikan
pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk menghindari keluarnya lele dari
dalam jaring.