DISUSUN OLEH
TRI AGUSTIANI 442020029
DOSEN PENGAMPU:
M.INDRA WAHYU PRATAMA S.PI.,MP
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Budidaya Sistem tertutup dan terbuka
2.1.1 Budidaya sistem terbuka
Sistem yang paling tua dan masih banyak dipakai samapai saat ini,
biasanya di tempatkan di alam terbuka seperti teluk, danau, sungai, laut dan
saluran irigasi. (ex: karamba, rakit apung dan bagan tancap). Kelebihan : rendah
biaya investasi, pemeliharaan dan manajemen Kekurangan : adanya predator dan
pencurian, laju pertumbuhan bervariasi dan panen tidak seragam .
Berikut macam-macam wadah budidaya perikanan pada sistem terbuka.
2. Karamba Tancap
Karamba tancap ini tidak jauh berbeda dengan karamba jaring apung.
Perbedannya dengan KJA yaitu pada karamba tancap ini jaring nya tidak
mengapung, melainkan menancap dalam perairan. Jadi, karamba tancap adalah
wadah budidaya yang memanfaatkan jaring berbentuk persegi yang dipasang pada
kerangka bambu atau kayu, kemudian ditancapkan ke dasar perairan. Biasanya
karamba tancap dilakukan di kedalaman yang tidak terlalu dalam sekitar 3-7
meter. Wadah budidaya jaring tancap ini biasanya terletak di waduk, danau,
sungai yang tenang. Kisaran pasang surut air laut ini harus diperhatikan karena
akan berpengaruh pada penempatan karamba tancap.
3. Rakit Apung
Rakit apung adalah wadah budidaya yang menggunakan kerangka bambu
tanpa jaring. Secara umum, organisme yang akan di budidaya ditempatkan pada
wadah, kemudian tali ris diikat di wadah tersebut, kemudian digantungkan pada
rakit. Variasi ukuran rakit apung ini sekitar 3 x 3 meter. Bahan-bahan yang
digunakan seperti kerangka, pelampung, tali ris, dan jangkar. Tali ris merupakan
tali yang terbuat dari polyethylene.
4. Long line
metode long line yaitu salah satu metode budidaya yang tidak
menggunakan jaring tetapi menggunakan tali panjang yang direntangkan. Long
line ini dapat berfungsi sebagai tempat komoditas secara langsung maupun tidak
langsung secara baik. Wadah budidaya ini paling digemari oleh masyarakat,
karena alat dan bahan yang diperlukan cukup murah dan teknologi yang
digunakan tidak rumit. Tali yang digunakan biasa berukuran 50-100 m.
Kemudian diberi pelampung seperti drum plastic setiap 25 meter.
Wadah budidaya long line ini biasa diterapkan di teluk. Tali yang digunakan pada
metode long line hampir sama dengan tali yang digunakan pada sistem rakit
apung yaitu menggunakan tali ris. Komoditas yang di budidaya metode ini adalah
kerang darah, kerang hijau, dan rumput laut. Pada metode ini rumput laut
diletakkan pada dasar perairan. Wadah budidaya menggunakan long line ini cukup
sederhana dan biaya perawatan yang sangat sederhana juga.
2.Pengangkutan / packing
Alat pengemasan/packing ikan hidup dapat menggunakan ember, drum,
fiberglass, bak, kantong plastik dan sebagainya. ➢ Alat pengemasan/packing ikan
hidup (terbuka) : ember, drum, fiberglass dan bak umumnya. ➢ Alat
pengemasan/packing ikan hidup (tertutup) : kantong plastic.
A. Waktu Pemanenan :
Didasarkan pada pertimbangan yang menguntungkan dalam usaha
budidaya ikan : - Jadwal pemeliharaan - Permintaan pasar - Dilakukan
pada saat suhu rendah (pagi /sore) serta tidak dalam kondisi hujan .
B. Metode dan cara pemanenan
Metode : - Panen total (permintaan pasar) - Panen parsial (sebagian),
karena beberapa alasan .
Metode Pemanenan
A. Panen Total :
- Pasang jaring pada pintu panen
- Buka saluran pembuangan air
- Giring ikan menuju ke tempat penangkapan
- Lakukan penangkapan secara hati-hati dengan scoope net
- Masukkan ikan ke tempat penampungan sementara
B. Panen Sebagian:
- Surutkan air sampai setinggi jaring
- Jaring dibentangkan selanjutnya ditarik untuk memperkecil ruang gerak ikan
- Lakukan penangkapan ikan secara hati-hati dengan scoope net
- Masukkan ikan ke tempat penampungan sementara
Administrasi
Administrasi merupakan hal yang penting dalam pengangkutan ikan
khususnya pengangkutan ikan menempuh jarak jauh. Administrasi kendaraan
seperti SIM pengemudi, STNK mobil. Administrasi lainnya adalah surat jalan,
bon /kuitansi penjualan, surat bebas penyakit, alamat pengiriman dan surat dari
karantina. Keterpaduan antara alat pengangkutan, pengemasan/packing, ikan dan
media (air) hidup ikan dan administrasi merupakan satu sistem untuk
mensukseskan pengangkutan ikan hidup.
Penampungan ikan
a. Kantong jaring Kantong jaring yang dipasang di kolam atau saluran air
dapat digunakan untuk penampungan selama penangkapan ikan dilakukan.
Ukuran Mata Jaring : ➢ Benih Larva : 0,01 – 0,05 cm ➢ Benih Ukuran 3
– 5 : 0,4 – 0,5 cm ➢ Ikan Besar (>10 cm)
b. Keramba jaring Keramba jaring dibuat dengan kerangka besi atau kayu
dan kisi-kisinya dilapisi jaring. Ukuran Mata Jaring : ➢ Benih Ukuran 3 –
5 : 0,4 – 0,5 cm ➢ Ikan Besar (>10 cm) : 0,75 inci / 2 cm Ikan-ikan lunak
seperti karper dan lele dapat ditampung dalam keramba kecil karena tahan
terhadap kandungan oksigen relatif rendah dan kepadatan tinggi. : 0,75
inci / 2 cm .
c. Bak/Kolam permanen Bak/kolam permanen berukuran panjang 2-6 m,
lebar 1-2 m dan tinggi 1 m sangat tepat untuk penampungan ikan dalam
jangka waktu relatif lama.
Teknologi bioflokulasi merupakan salah satu teknologi yang saat ini sedang
dikembangkan dalam akuakultur yang bertujuan untuk memperbaiki kualilas air
dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan nutrisi. Tingginya limbah organik dari
sisa pakan buatan (pelet) dan feses hasil pemeliharaan ikan lele secara intensif
akan menyebabkan penumpukan dan peng- endapan di dasar media air
pemeliharaan, sehingga diperlukan proses dekomposisi. Jika tidak terdekom-
posisi media pemeliharaanakanteruraisecara anaerob oleh bakteri anaerob
kemudian membentuk gas-gas toksik seperti asam sulfida, nitrit, dan amonia dan
berdampak negatif bagi metabolisme organisme budi daya hingga kematian.
Untuk mengurangi limbah organik dan limbah yang akan terbuang ke perairan
umum, diperlukan pengelolaan kualitas air agar media pemeliharaan tetap dalam
kondisi baik. Salah satu upayanya adalah pendekatan biologis dengan me-
manfaatkan aktivitas bakteri untuk mempercepat proses dekomposisi limbah
organik.
Seiring dengan perkembangan teknologi melalui pendekatan biologis,
telah diterapkan teknologi bioflok untuk menjaga kualitas perairan budi daya.
Teknologi bioflok merupakan teknologi penggunaan bakteri baik heterotrof
maupun autotrof yang dapat mengonversi limbah organik secara intensif menjadi
kumpulan mikroorganisme yang berbentuk flok, kemudian dapat dimanfaatkan
oleh ikan sebagai sumber makanan Di dalam flok terdapat beberapa organisme
pembentuk seperti bakteri, plankton, jamur, alga, dan partikel- partikel tersuspensi
yang memengaruhi struktur dan kandungan nutrisi bioflok, namun komunitas
bakteri merupakan mikroorganisme paling dominan dalam pembentukan flok
dalam bioflok. Pembentukan bioflok oleh bakteri terutama bakteri heterotrof
secara umum bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan nutrien, menghindari
stress lingkungan dan predasi
Prinsip dasar bioflok yaitu mengubah senyawa organik dan anorganik yang
mengandung senyawa karbon (C), hydrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N) dan
sedikit fosfor (P) menjadi masa sludge berupa bioflok dengan memanfaatkan
bakteri pembentuk flok yang mensintesis biopolimer sebagai bioflok. Teknologi
bioflok dalam budidaya perairan yaitu memanfaatkan nitrogen anorganik dalam
kolambudidayamenjadinitrogen organik yang tidak bersifat toksik. Sistem
bioflok dalam budidaya perairan menekankan pada pertumbuhan bakteri pada
kolam untuk menggantikan komunitas autotrofik yang di dominasi oleh
fitoplankton.
Bioflok mengandung protein bakteri dan polyhydroxybutyrate yang dapat
meningkatkan partumbuhan ikan. Pada umumnya, bakteri memiliki ukuran kurang
dari 5 mikron. Ukuran bakteri yang sangat kecil ini tidak dapat dimanfaatkan oleh
ikan. Namun bakteri dalam bentuk bioflok dapat dimanfaatkan ikan sebagai pakan
karena ukurannya mampu mencapai 0,5 mm hingga 2 mm.
Faktor – Faktor Pembentuk Bioflok
1. Bakteri Pembentuk Bioflok
Dalam sistem bioflok, bakteri berperan dominan sebagai organisme heterotrof
yang menghasilkan polyhydroxy alkanoat yang berguna dalam pembentuk ikatan
bioflok. Pertumbuhan bakteri heterotrof dipengaruhi oleh adanya kandungan
karbon organik yang terlarut dalam air. Unsur karbon organic akan mengikat
nitrogen anorganik yang dapat digunakan untuk pertumbuhan sel bakteri
heterotrof. Immobilisasi ammonia oleh bakteri heterotrof 40 kali lebih cepat
daripada dengan bakteri nitrifikasi. Pada proses heterotrofik bakteri heterotrof
mengubah ammonia langsung menjadi biomassa bakteri
Bakteri yang mampu membentuk bioflok antara lain Zooglea ramigera,
Escherichia intermedia, Paracolobacterium aerogenoids, Bacillus
subtilis, Bacillus cereus, Flavobacterium, Pseudomonas
alcaligenes, Sphaerotillus natans, Tetrad dan Tricoda. Ciri khas bakteri
pembentuk bioflok yaitu kemampuannya untuk mensintesa senyawa Polihidroksi
alkanoat (PHA), terutama yang spesifik seperti poli β‐hidroksi butirat. Senyawa
ini diperlukan sebagai bahan polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara
substansi substansi pembentuk bioflok. Bacillus sp. dan Pseudomonas sp.
merupakan genera bakteri yang dapat memanfaatkan komponen karbon dan juga
memiliki kemampuan untuk mengoksidasi substrat yang mengandung rantai C.
Bakteri Bacillus sp. dapat menghasilkan enzim dengan kisaran yang luas dan
paling efektif untuk merombak protein.
2. Sumber Karbon
Beberapa sumber karbohidrat yang dapat digunakan sebagai sumber
karbon (C) untuk pembentukan bioflok seperti tepung tapioka, tepung singkong,
gula pasir, molase. Molase adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan
gula tebu (Saccharum officinarum L). United Molases mendefinisikan molase
sebagai “end product” pembuatan gula yang tidak mengandung lagi gula yang
dapat dikristalkan dengan cara konvensional. Molase sendiri berupa cairan kental
dan diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula. Molase tidak dapat lagi dibentuk
menjadi sukrosa namun masih mengandung gula dengan kadar tinggi,
asam amino dan mineral. Kandungan gula dalam cairan molase sebesar 75%
dan bahan kering sebesar 62% (Dellweg, 1983).
3. Sumber Nitrogen
Nitrogen di perairan biasanya ditemukan dalam bentuk ammonia (NH3),
ammonium (NH4+), nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3-) serta beberapa senyawa
nitrogen organik lainnya. Senyawa-senyawa nitrogen ini sangat dipengaruhi oleh
kandungan oksigen dalam air, pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen
berubah menjadi ammonia (NH3) dan saat kandungan oksigen tinggi nitrogen
berubah menjadi nitrat (NO3)
Secara garis besar konversi N oleh organisme akuatik yang terdapat dalam air dan
sedimen dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu konversi secara fotoautotrofik
oleh alga dan tanaman air, secara kemoautotrofik melalui oksidasi oleh bakteri
nitrifikasi dan secara immobilisasi melalui heterotrofik oleh bakteri heterotrof
(Ebeling et al., 2006).
Nitrogen dalam sistem akuakultur terutama berasal dari pakan buatan yang
biasanya mengandung protein dengan kisaran 13 - 60% (2 - 10% N) tergantung
pada kebutuhan dan stadia organisme yang dikultur. Protein dalam pakan akan
dicerna namun hanya 20 - 30% dari total nitrogen dalam pakan dimanfaatkan
menjadi biomassa ikan, sisa nitrogen pada pakan berupa sisa metabolisme berupa
urine dan feses serta pakan yang tidak termakan.
Katabolisme protein dalam tubuh organisme akuatik menghasilkan ammonia
sebagai hasil akhir dan diekskresikan dalam bentuk ammonia (NH3) tidak
terionisasi melalui insang. Pada saat yang sama, bakteri memineralisasi nitrogen
organik dalam pakan yang tidak termakan dan feses menjadi ammonia. Sebagai
akibat dari berlangsungnya kedua proses ini, aplikasi pakan berprotein tinggi
dalam sistem budidaya akan menghasilkan akumulasi ammonia baik sebagai hasil
ekskresi dari organisme yang dikultur maupun hasil mineralisasi bakteri.
Keberadaan ammonia tidak terionisasi (NH3) di dalam media budidaya sangat
dihindari karena bersifat toksik bagi organisme akuatik bahkan pada konsentrasi
yang rendah. Konsentrasi ammonia dalam media budidaya harus lebih rendah dari
0,8 mg/L untuk menghindari munculnya efek toksik ammonia pada organisme
akuatik.
Ketersediaan Aerasi
Kepadatan bakteri yang tinggi dalam air akan menyebabkan kebutuhan
oksigen yang lebih tinggi sehingga aerasi untuk penyediaan oksigen dalam
penerapan teknologi bioflok merupakan hal yang sangat diperlukan. Selain
berperan dalam penyediaan oksigen, aerasi juga berfungsi untuk mengaduk air
agar bioflok yang tersuspensi dalam kolom air tidak mengendap. Pengendapan
bioflok di dasar wadah harus dihindari selain untuk mencegah terjadinya kondisi
anaerobik di dasar wadah akibat akumulasi bioflok, juga untuk memastikan
bahwa bioflok tetap dapat dikonsumsi oleh organisme budidaya.
Suplai makanan pd sistem akuatik alami (dan sistem budidaya ekstensif)
berdasarkan pd PP. Komunitas mikrobial selalu ada pd food web Komunitas
mikrobial mengandung 25% berat kering, terdiri dr : 48,9 % karbon, 5,2 %
hydrogen, 24,8 % O2, 9,46% N (= 61% protein kasar), dan 9,2 % abu (Ritmann &
McCarty, 2001). 9 Mikroorganisme lebih effisien dlm mengkonversi pakan ke
bahan sel. ME (Mnicrobial efficiency)= perubahan massa sel dibagi oleh berat
pakan yg dimetabolisme ME = C (ditambahkan ke sel) C (yg dimetabolisme)
Nilai berkisar 40-60% 4X > hewan tk tinggi Penggunaan pakan > pd kondisi
aerobik 10 Nitrifikasi autotrophic adalah proses 2 langkah dimana ammonia scr
biologi dioksidasi menjadi nitrit dan kemudian ke nitrat. Bakteri pengoksidasi
ammonia ; Nitrosomonas spp. dan Nitrosococcus spp. Bakteri pengoksidasi
nitrit : Nitrobacter spp. Dan Nitrospira spp. Nitrifikasi dipengaruhi oleh:
substrat, DO, bhn organik, suhu, pH, alkalinitas, salinitas, dan tingkat turbulensi.
11 Penggunaan probiotik heterotrop yang terdiri atas: ‐ bakteri organothroph :
Bacillus spp. , Lactobacillus spp. ‐ bakteri chemoautothroph : Thiobacillus spp. ,
Rhodobacter spp. ‐ autothroph - plankton dari genera diatomae dan chlorella 12
Rasio Heterotrofik (HR) = penambahan C eksternal setiap hari / tingkat asimilasi
C Autotrophic 13 Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflocs adalah
kemampuannya untuk mensintesa senyawa Polihidroksi alkanoat (PHA) terutama
yang spesifik seperti poli β‐hidroksi butirat. Senyawa ini diperlukansebagai
bahan polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara substansi substansi
pembentuk bioflocs. 14 teknologi yg menggunakan teknik mengaktifkan
suspensi yg berasal dr limbah budidaya (N organik spt amoniak, amonium, nitrit
dan nitrat) kemudian dikonversikan menjadi bioflok Membutuhkan aerasi dan
pengadukan air untuk menjaga tingginya mikrobial flok dalam keadaan tetap
tersuspensi dan penambahan karbon organik sebagai substrat untuk melakukan
dekomposisi aerobik 15 Karbohidrat (C6H12O6) + Nitrogen anorganik (NH 4
+ -N, NH 3 -N, NO 2 - -N dan NO 3 —N) Disintesis menjadi mikrobial protein
(C 6 H 2 O 2N) (Ebeling et al., 2006) Hubungan antara penambahan KH dan
reduksi ammonium merupakan sebuah hubungan konversi C/N ratio
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Rekayasa akuakultur (aquacultural engineering) adalah adalah cabang dari
ilmu akuakultur yang mempelajari tentang strategi, teknik dan metode untuk
perekayasaan sistem dan teknologi produksi yang digunakan dalam setiap ruang
lingkup akuakultur.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
dalam proses budidaya akuaponik lebih di panjangkan lagi waktunya agar proses
pertumbuhan ikan lebih stabil dan sesuai target panen .
Daftar pustaka
https://azzahranurwahidah.blogspot.com/2011/12/laporan-
rekayasa-akuakulturku.html#:~:text=Rekayasa%20akuakultur
%20adalah%20cabang%20ilmu%20yang%20mempelajari
%20kegiatan,dengan%20penekanan%20pada%20penggunaan
%20simulasi%20untuk%20kontrol%20https://www.bing.com/search?
q=budidaya+sistem+terbuka+&qs=n&form=QBRE&sp=-
1&pq=budidaya+sistem+terbuka+&sc=8-
24&sk=&cvid=5A9ABE21423A46DFBB52C593787C4CBD&ghsh=
0&ghacc=0&ghpl= SISTEM CERDAS PEMBERI PAKAN IKAN
SECARA OTOMATIS | Hayatunnufus | Jurnal Teknologi dan Sistem
Tertanam (teknokrat.ac.id) PENTINGNYA PAKAN DALAM
BUDIDAYA IKAN (jatengprov.go.id) BBPLM Jakarta
(kemendesa.go.id) BBPLM Jakarta (kemendesa.go.id)