Anda di halaman 1dari 13

0

LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM DASAR -DASAR AQUACULTURE

BUDIDAYA IKAN LELE DALAM EMBER (BUDIKDAMBER) YANG DI


KOMBINASIKAN DENGAN TANAMAN KANGKUNG

DNA BARCODING AND PHYLOGENETIC ANALYSIS OF MONOCULAR


SWAMP EEL (Synbranchus bengalensis) IN CINTA JAYA VILLAGE,
PEDAMARAN 3, OGAN KOMERING ILIR

CLARA CLARESTA BARUS


05051282025054

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

0 Universitas Sriwijaya
1

Budikdamber merupakan singkatan dari budidaya ikan dalam ember. Teknik ini
merupakan teknik pengembangan dari aquaponik dimana ikan dan tanaman
tumbuh dalam satu tempat. Solusi ini didapat untuk mengatasi masalah lahan
dalam budidaya tanaman dan ikan. Budikdamber cocok untuk wilayah perkotaan
dimana lahan pekarangan pun sudah semakin sempit, kualitas dan kuantitas air
nya juga sudah semakin berkurang. Budikdamber bida diterapkan untuk
mengatasi solusi pangan masa depan. Budidaya ikan dalam ember dengan sistem
aquaponik berpeluang meningkatkan kebutuhan akan protein hewani dan sayuran
serta memudahkan masyarakat mendapatkan ikan dan sayur di lingkungan tempat
tinggal. Cara ini sangat baik dikembangkan diperumahan, perkotaan, apartemen,
kontrakan, dan tempat-tempat pengungsian karena bencana atau daerah perkotaan
yang sempit lahan tinggal. Selain mudah dilakukan, budikdamper menggunakan
media yang kecil, portabel, hemat air dan tidak membutuhkan listrik. (Desry
2019)

Seiring dengan perkembangan pembangunan, lahan untuk budidaya ikan ataupun


berkebun semakin terbatas, sedangkan kebutuhan protein nabati dan hewani
semakin terus bertambah. Budidaya Ikan dalam Ember (Budikdamber) menjadi
solusi potensial bagi budidaya perikanan dan pertanian di lahan yang sempit
dengan penggunaan air yang lebih hemat, mudah dilakukan oleh masyarakat di
rumah masing-masing dengan modal yang relatif kecil, serta akhirnya mampu
mencukupi kebutuhan gizi masyarakat. Selain itu, bagai “Sekali mendayung, dua
tiga pulau terlampaui”, Budikdamber juga merupakan cara lengkap untuk
budidaya ikan dan menanam sayur dalam satu media yang sama yaitu ember.

Sistem kerja dari Budikdamber adalah membudidayakan ikan dan sayuran dalam
satu ember yang merupakan sistem akuaponik (polikultur ikan dan sayuran).
Namun, perbedaannya adalah Budikdamber tidak serumit akuaponik yang
membutuhkan pompa dan filter yang akhirnya membutuhkan listrik, lahan yang
luas, biaya yang mahal, dan rumit. Budikdamber justru memiliki keunggulan
seperti hemat air, zero waste, perawatan yang mudah, dan tanpa bahan kimia.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan ikan


pada sistem budidaya ikan dalam ember (budikdamber).

1.2. Manfaat
Manfaat yang didapat dengan mempraktikkan budikdamber di
antaranya menyediakan pangan keluarga dengan protein hewani dan
sayuran dalam kondisi sehat dan segar, membantu menjaga lingkungan

1 Universitas Sriwijaya
2

dengan memanfaatkan gelas plastik sebagai media tanam dan sebagai lahan
pekarangan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele


Menurut Saanin (1968), klasifikasi belut rawa adalah sebagai berikut :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Actinopterygii
ordo : Synbranchiformes
famili : Synbranchidae
genus : Synbranchus
spesies : Synbranchus bengalensis
Menurut Sarwono (1999), belut memiliki bentuk tubuh yang panjang dan
bulat seperti ular, memiliki panjang tubuh 40-60 cm, tidak berisik dan kulitnya
licin berlendir, mata kecil hampir tertutup oleh kulit, bentuk gigi yang kecil
berbentuk kerucut dengan bibir berupa lipatan kulit yang lebar di sekitar
mulutnya. Secara umum punggung belut berwarna kehijau-hijauan dan bagian
abdomen berwarna kuning kehitaman. Warna kulit terlihat berkilau dengan gurat
sisi yang terlihat jelas untuk menjaga keseimbangan. Sirip anus telah mengalami
perubahan bentuk menyerupai lipatan kulit tanpa adanya penyangga jari-jari keras
atau lemah. Sirip dada dan sirip punggung hanya berbentuk semacam guratan
kulit yang halus. Bentuk ekor pendek dan tirus, badan lebih panjang daripada
ekornya (Roy, 2009).

2.2. Habitat dan Penyebaran Ikan Lele


Belut hidup di perairan dangkal dan berlumpur, tepian sungai, kanal, serta
danau atau rawa dengan kedalaman kurang dari tiga meter. Belut di habitat aslinya
hidup pada media berupa 80% lumpur dan 20% air (Roy, 2009). Habitat ikan

2 Universitas Sriwijaya
3

belut pada umumnya di daerah berlumpur atau tanah seperti sawah dan parit
sampai kedalaman kurang lebih 10 cm dengan arah lubang pada awalnya vertikal
mengarah ke bawah kemudian mendatar (Handojo, 1986). Hewan ini mampu
bertahan hidup di daerah berlumpur karena selain memiliki insang yang dapat
memfilter oksigen dari air, juga mempunyai alat pernafasan tambahan berupa kulit
tipis berlendir yang terdapat di bawah rongga mulut (Sarwono, 1999). Alat
tersebut berfungsi untuk memfilter oksigen secara langsung dari udar. Hewan ini
termasuk ikan karnivora berlambung besar, tebal, dan elastis. Belut tergolong
hewan karnivor (carnivorous) atau pemakan hewan/ binatang (Merrick dan
Schmida, 1984).

2.3. Kebiasaan Makan ikan Lele


Menurut Mahyuddin (2008), lele mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan
atau kolam. Berdasarkan jenis pakannya lele digolongkan sebagai ikan yang
bersifat karnivora (pemakan daging). Pada habitat aslinya, lele memakan cacing,
siput air, belatung, laron, jentik-jentik, serangga air, kutu air. Karena bersifat
karnivora pakan yang baik untuk ikan lele adalah pakan tambahan yang
mengandung protein hewani. Jika pakan yang diberikan banyak mengandung
protein nabati, pertumbuhan akan lambat. Lele bersifat kanibalisme, yaitu suka
memakan jenis sendiri.
Kebiasaan makan ikan lele pada dasarnya ialah bottom feeder atau berada di dasar
perairan. Sehingga seharusnya pakan yang bagus ialah pakan tenggelam atau yang
berada di dasar perairan. Namun dalam kondisi budidaya sifat ini akan berubah
karena kebiasaan pemberian pakan dari pembudidaya. Kebiasaan ini telah
terbangun sejak awal hidup lele yang dikembangbiakan untuk budidaya. Lele
tergolong jenis omnivora yakni pemakan segala. Sehingga lele dapat memakan
apapun yang ada di lingkungannya. Namun makanan yang disukai ikan lele ialah
yang memiliki protein tinggi. Sehingga lele lebih sering diberi makan dengan
kadar protein tinggi seperti daging-dagingan atau pelet protein 70%.
Kecenderungan ikan lele yang suka makan daging menyebabkan kondisi
kanibalisme ketika terjadi kelaparan. Kanibalisme muncul ketika makanan tidak
tersedia, ukuran ikan yang berbeda-beda dan kepadatan ikan tinggi. (buhairi 2015)

3 Universitas Sriwijaya
4

2.4. Kangkung

Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.) adalah tumbuhan yang termasuk


jenis sayur-sayuran dan ditanam sebagai makanan. Kangkung banyak dijual di
pasar-pasar. Kangkung banyak terdapat di kawasan Asia dan merupakan
tumbuhan yang dapat dijumpai hampir di mana-mana terutama di kawasan berair.
Masakan kangkung yang populer adalah ca kangkung bumbu tauco atau terasi,
juga di wewarungan terdapat pelecing kangkung lombok
Kangkung termasuk sayuran yang paling sering digunakan oleh para
pembudidaya karena tingkat keberhasilan yang tinggi dan sangat mudah untuk
dibudidayakan. Dalam instalasi budikdamber, akar kangkung akan tergenang di
dalam air dan hal tersebut memenuhi kriteria tanaman yang harus mendapatkan air
secara terus-menerus.

Kangkung menyukai tempat terbuka untuk hidup, tetapi tidak terlalu terik.
Kangkung sangat cepat tumbuh, dalam waktu 25—30 hari, sayuran sudah bisa
dipanen (pertanianku 2019).

2.5. Budikdamber
Budikdamber merupakan singkatan dari budidaya ikan dalam ember.
Budikdamber dikembangkan oleh Bapak Juli Nursandi, S.Pi, M.Si dari Politeknik
negeri Lampung. Teknik ini merupakan teknik pengembangan dari aquaponik
dimana ikan dan tanaman tumbuh dalam satu tempat. Solusi ini didapat untuk
mengatasi masalah lahan dalam budidaya tanaman dan ikan. Budikdamber cocok
untuk wilayah perkotaan dimana lahan pekarangan pun sudah semakin sempit,
kualitas dan kuantitas air nya juga sudah semakin berkurang. Budikdamber bida
diterapkan untuk mengatasi solusi pangan masa depan.
Budidaya ikan dalam ember dengan sistem aquaponik berpeluang
meningkatkan kebutuhan akan protein hewani dan sayuran serta memudahkan
masyarakat mendapatkan ikan dan sayur di lingkungan tempat tinggal. Cara ini
sangat baik dikembangkan diperumahan, perkotaan, apartemen, kontrakan, dan
tempat-tempat pengungsian karena bencana atau daerah perkotaan yang sempit
lahan tinggal. Selain mudah dilakukan, budikdamper menggunakan media yang
kecil, portabel, hemat air dan tidak membutuhkan listrik.

2.6. Kualitas Air

4 Universitas Sriwijaya
5

Hasil pengukuran suhu yang diperoleh selama penelitian adalah 23 -32 °C.
Suhu setiap media budikdamber sama pada setiap waktu pengukuran. Fluktuasi
suhu terjadi di media budikdamber karena diletakkan di lokasi terbuka (outdoor)
yang dipengaruhi suhu lingkungan baik hujan maupun panas dari matahari. Hasil
pengukuran ini menunjukkan bahwa suhu air media budikdamber selama
penelitian masih sesuai dengan kebutuhan hidup ikan lele sangkuriang yakni 25,0-
31,5°C (Elpawati, 2015). Kenaikan suhu dapat menimbulkan berkurangnya
kandungan oksigen sehingga asupan oksigen berkurang dan dapat menimbulkan
stress pada ikan. Suhu yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan ikan
sehingga menjadikan ikan menjadi lebih cepat tumbuh. Kenaikan suhu dapat juga
mengakibatkan meningkatnya daya racun dari suatu polutan terhadap organisme
akuatik. Suhu pada media budikdamber tidak berbeda jauh hal ini diduga karena
suhu kolam di pengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut,
waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman
badan air (Effendi, 2003). Suhu air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan ikan. Suhu air yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan
ikan, sehingga menjadikan ikan lele dumbo cepat tumbuh. Kandungan DO pada
media budikdamber adalah 2 – 6 mg/L. Kandungan oksigen yang kecil dari 4
mg/L dapat saja menjadi faktor penyebab kematian ikan. Rendahnya nilai DO
juga dapat menjadi jawaban dari ikan lele yang menggantung di permukaan air
pada waktu-waktu tertentu (gambar 2). Menurut Saptarini (2010) dalam
Wicaksana (2015) ikan akan saling berkompetisi dengan ikan yang lain untuk
melakukan respirasi, selain itu ikan juga akan berkompetisi dengan bakteri aerob
sehingga kondisi tersebut mengakibatkan konsentrasi oksigen terlarut di kolam
menurun drastis. Hasil pengukuran pH yang dihasilkan selama penelitian
berlangsung relative stabil dan mendekati netral yaitu 6,68 – 6.97. Hasil
pengukuran ini menunjukan bahwa pH air budikdamber dalam kondisi yang
cukup baik seperti yang dibutuhkan oleh ikan lele. Menurut Khairuman et al.,
(2008) dalam Elpawati (2015), ikan lele hidup dalam pH kisaran 6.5-8. Keasaman
pH dapat menyebabkan ikan stress, mudah terserang Prosiding Seminar Nasional
Pengembangan Teknologi Pertanian 132 Prosiding Seminar Nasional
Pengembangan Teknologi Pertanian VII Polinela 2018 penyakit , produktivitas

5 Universitas Sriwijaya
6

dan pertumbuhan rendah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada
umumnya terdapat antara 7 sampai 8.5. Perubahan pH ditentukan oleh aktivitas
fotosintesis dan respirasi dalam ekosistem. Fotosintesis memerlukan karbon
dioksida yang oleh komponen autotroph akan dirubah menjadi monosakarida.
Penurunan karbondioksida dalam ekosistem akan meningkatkan pH perairan.
Sebaliknya proses respirasi dalam ekosistem akan meningkatkan jumlah
karbondioksida sehingga pH perairan menurun. Hasil pengukuran total amoniak
NH3 dan NH4 yang diperoleh selama penelitian berlangsung berkisar 0 - 0,5
mg/L. Hasil pengukuran ini menunjukkan fluktuasi kadar amoniak yaitu tinggi
pada saat malam hari dan rendah kembali saat siang hari. Kadar ammonia dalam
media budikdamber diduga naik bila ikan diberi pakan yang berlebihan. Hal
tersebut didukung oleh fakta bahwa jika pakan berlebihan ikan lele akan
menggantung di permukaan media (Gambar. 2). Batas optimum kandungan
ammonia NH3 untuk pertumbuhan ikan lele yaitu 0.1 mg/L (Ghufron & Kordi,
2010).
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya pada bulan April
2019.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanakan penelitian ini
disajikan dalam Tabel 3.1. dan Tabel 3.2.
Tabel 3.1. Alat yang digunakan dalam penelitian
No Nama Alat Spesifikasi Kegunaan
.
1. DNA Marker 1 Kb Penanda urutan DNA
2. Kit ekstraksi DNA Produksi Geneaid
Ekstraksi DNA
genom Biotech®
3. Inkubator Suhu 60⁰C Inkubasi sampel
4. Freezer Suhu -20⁰C Penyimpanan sampel

6 Universitas Sriwijaya
7

5. Gunting - Memotong sampel sirip


6. Pinset - Mengambil sampel sirip
7. Gel Gel Logic® Visualisasi fragmen DNA
Documentation
8. Elektroforesis Voltase 75 V Uji elektroforesis DNA
9. Microcentrifuge Kecepatan 4500 Sentrifugasi dalam waktu
rpm cepat
10. Sentrifuse Kecepatan 13000 Sentrifugasi
rpm
11. Mikropipet 0,1 µl - 1000 µl Pengambilan larutan
12. Tube 1,5 ml dan 2 ml Wadah sampel jaringan
13. Tube PCR 0,2 µl Wadah produk PCR
14. Thermo cycler Senso Quest® Amplifikasi DNA
15. DO Meter Ketelitian 0,01 mgL- Pengukuran oksigen terlarut
1

16. pH meter Ketelitian 0,1 Unit Pengukur pH


17. Secchi disk Ketelitian 1cm Pengukuran kecerahan
18. Termometer Ketelitian 0,1⁰C Pengukur suhu
19. Neraca analitik Ketelitian 0,001 g Menimbang agarosa

3.2.2. Bahan

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan dalam penelitian


No Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan
.
1. Agarose Konsentrasi 1% Uji elektroforesis DNA
2. Aquabidest - Pelarut
3 Aquadest - Pelarut dalam buffer TAE
4. Buffer TAE (Tris-Acetate 1x Larutan elektroforesis
EDTA) DNA
4. Etanol Absolut 96% Pengawetan sampel
5. Ikan …. - Sampel uji
6. Primer FishR2 dan FishF2 25 nmol Sintesis Rantai DNA
7. MyTaq HS Red Mix Produksi Uji PCR
Bioline
8. Kit ekstraksi DNA genom Produksi Ekstraksi DNA genom
Geneaid
Biotech

3.3. Cara Kerja (Lihat di modul)


3.2.2.1. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel meliputi sampel ikan Belut (Monopetrus albus) dan
air yang berasal dari Sungai Batanghari. Sampel air diambil pada tiga stasiun
yaitu:

7 Universitas Sriwijaya
8

Sampel ikan diambil sebanyak 5 individu dalam keadaan mati, kemudian


dianalisis morfologi (warna tubuh, bentuk tubuh, bentuk kepala, bentuk sirip)
serta morfometrik (Gambar 3.2.) dan meristik (jumlah jari-jari sirip : dorsal,
ventral, pectoral, anal, caudal), selanjutnya diambil dagingnya untuk dianalisis
DNA. Sampel daging disimpan dalam larutan etanol 96%, kemudian diberi label
dan disimpan pada suhu -30⁰C hingga dilakukan isolasi DNA.

Gambar 3.1. Pengukuran morfometrik ikan Belut (Monopterus albus)

Keterangan:
TL = panjang total, SVL = panjang moncong ke vent, HL = panjang kepala, BL =
panjang badan, TiL = panjang ekor, BD I = tinggi badan bagian I, BD II = tinggi
badan bagian II, DBV = tinggi bada di vent, GBD= tinggi badan maksimum, BW
I = lebar badan bagian I, BW II = lebar badan bagian II, WBV = lebar badan di
vent, GWB = lebar badan maksimum, SPN = Panjang moncong ke posterior
nostril, GL = Panjang rahang atas, AGGA = Panjang sudut bukaan mulut-pangkal
bukaan operkulum, MW = Lebar mulut, DAN = Jarak anterior nostril, DPN =
Jarak posterior nostril.

3.2.2.2. Isolasi DNA


Total genom DNA diekstraksi menggunakan Kit Ekstraksi DNA genom
(GeneAid) mengikuti metode yang terdapat di manual. Secara umum, ekstraksi
DNA terdiri dari 5 tahap : lisis sel, perlakuan RNAse, presipitasi DNA, pencucian

8 Universitas Sriwijaya
9

dan pelarutan DNA. Sampel daging berukuran sekitar 2mm3 digunakan dalam
isolasi DNA. Sampel DNA selanjutnya disimpan dalam freezer (-30⁰C).

3.2.2.3 Amplifikasi DNA


Proses amplifikasi DNA menggunakan metode Polymerase Chain
Reaction (PCR). DNA ikan beringit yang diperoleh dari hasil ekstraksi (lima
individu setiap spesies) yang digunakan untuk mendapatkan gen COI berukuran
655 bp dari mtDNA dengan pasangan primer Fish F2 dan Fish R2 (Ward et al.,
2005). PCR dilakukan dalam volume akhir 50 µl. Setiap reaksi mengandung 21 µl
aquabidest, 25 µl My Taq Red Mix, 1 µl primer FishR2, 1 µl primer FishF2 dan 2
µl DNA template. Amplifikasi DNA dilakukan dengan tahapan : siklus inisiasi
pada suhu 95⁰C selama 1 menit, denaturasi pada suhu 95⁰C selama 15 detik,
annealing pada suhu 50⁰C selama 15 detik, Extension atau elongasi 72⁰C selama
10 detik dalam 30 siklus dan perpanjangan akhir pada suhu 72⁰C selama 4 menit.
Selanjutnya produk PCR divisualisasi melalui elektroforesis gel agarose 1%
dengan daya 75V selama 35 menit. Ukuran genom DNA dilihat menggunakan
marker 1 kb.

3.2.2.4. Sekuensing gen COI


Sampel DNA ikan beringit yang berhasil diamplifikasi menggunakan PCR
kemudian disekuensing pada daerah target gen COI. Produk PCR yang telah
diketahui ukuran menggunakan marker 1 kb dan integritas DNAnya
menggunakan elektroforesis kemudian disekuensing di Singapura melalui jasa
Lembaga Genetica Science di Jakarta.

3.3. Kualitas Air


Pengambilan sampel air dilakukan pada 3 stasiun di Sungai ……..
Kecerahan (cm) diukur dengan menggunakan keping Secchi dan suhu (ºC)
menggunakan termometer. Pengambilan sampel kimia perairan meliputi pH,
oksigen terlarut, amoniak dan total alkalinitas. Parameter pH diukur menggunakan
pH meter, oksigen terlarut (mgL-1) menggunakan DO meter, amoniak (mgL-1)

9 Universitas Sriwijaya
10

dengan menggunakan spektrofotometer dan total alkalinitas (mgL-1 CaCO3 )


dengan menggunakan metode titrimetrik.

3.4. Analisis Data


Sekuens COI yang telah didapatkan dalam bentuk fasta format kemudian
dilakukan alignment menggunakan software MEGA6, lalu diambil sekuens yang
telah sejajar untuk kemudian dilakukan BLAST (Basic Local Alignment Search
Tool) yang berguna untuk menentukan homologi suatu urutan DNA atau asam
amino dengan data yang terdapat di Genbank NCBI (National Center for
Biotechnology Information). Selanjutnya semua sekuens dilakukan alignment
untuk dianalisa jarak genetik dan pohon filogenetiknya. Pohon filogenetik antara
spesies ikan beringit dikonstruksi menggunakan metode Neighbor Joining.

DAFTAR PUSTAKA

Buhairi.2015. “ memahami karakteristik lele “.online, https://tafshare.com/


memahami-karakteristik-lele.html (diakses pada 7 april 2021)

Davis, P.H., V.H. Heywood., 1973. Principles of Taxonomy. New York: Robert E.
Krieger Publishing Company.
Desry.2019 “ Budikdamber” online:
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/72659/Budikdamber-budidaya-
Tanaman-dan-Ikan-Dalam-Ember/ (diakses pada tanggal 7 april 2021)

10 Universitas Sriwijaya
11

Elpawati, Dianna Rossyta Pratiwi, Nani Radiastuti. 2015. Apklikasi Effective


Microorganism 10 (EM10) Untuk Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang
(Clarias gariepinus var. Sangkuriang) Di kolam Budidaya Lele Jombang.
Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor1, April 2015. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Effendie., 2002. Asian Primate Classification. International Journal Primatology
25 (1) : 97–164.

Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta :


Penebar
Swadaya.
Pertanianku.2019. “ Jenis Sayuran yang Mudah Dibudidayakan Dalam
Budikdamber “ online https://www.pertanianku.com/smartagri-2019-2/ (diakses
pada tanggal 7 april 2021)

Roy, R., 2009. Budidaya Bisnis Belut. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Saanin, H. B., 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bandung : Bina
Cipta.

11 Universitas Sriwijaya
12

12 Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai