A. Pengantar
Akuakultur adalah kegiatan budidaya hewan maupun tumbuhan dalam perairan yang
dirancang sesuai dengan kondisi lingkungan yang mirip dengan habitat asli organisme yang
dibudidayakan dengan tujuan meningkatkan produktivitas perairan. Kegiatan akuakultur
sederhana telah lama berkembang di masyarakat Indonesia dan menjadi salah satu mata
pencaharian dominan masyarakat. Kegiatan akuakultur (budidaya ikan) terdiri dari
pembenihan, pendederan, dan pembesaran berbagai komoditas ikan konsumsi seperti ikan
mas, ikan nila, gurame, lele, dan ikan patin ataupun ikan hias seperti ikan koki, koi, dan lain-
lain. Kegiatan akuakultur dapat dilakukan pada berbagai wadah atau tempat seperti kolam
tanah, kolam air deras, kolam berlapis plastik/terpal, karamba bambu, karamba jaring apung
(KJA), tambak, bak tembok, bak fiber, dan akuarium.
Seiring perkembangan teknologi di bidang perikanan, kegiatan akuakultur pun turut
tumbuh. Teknologi akuakultur yang semakin maju memungkinkan akuakultur dilakukan di
berbagai lini masyarakat, di perkotaan maupun pedesaan. Kegiatan perikanan modern dapat
disinergikan dengan kegiatan lain misalnya integrasi akuakultur dengan peternakan atau
pertanian. Selain meningkatkan produktivitas, perikanan terintegrasi mampu mengefisienkan
energi dan bersifat ramah lingkungan karena meminimalkan limbah produksi.
Pada dasarnya, ikan membutuhkan lingkungan yang layak untuk hidup dan kehidupan
mereka. Jenis ikan yang mempunyai organ pernafasan tambahan seperti ikan lele dan gabus
dapat bertahan hidup dalam kondisi kualitas air ekstrim, namun untuk dapat tumbuh dan
berkembang secara normal dalam lingkungan budidaya, membutuhkan jumlah dan kualitas
air yang optimum. Penurunan kuantitas dan kualitas air akan mengganggu pertumbuhan dan
bahkan menyebabkan infeksi penyakit yang tumbuh dan berkembang dalam perairan yang
bermutu tidak baik. Penurunan jumlah air disebabkan oleh perubahan lingkungan di sekitar
sumber air disebabkan karena kemarau panjang yang biasanya terjadi secara reguler. Jumlah
air yang berkurang menyebabkan penurunan kapasitas dukung perairan, menyebabkan
pertumbuhan dan produksi ikan menurun. Kualitas perairan dipengaruhi oleh masuknya
berbagai limbah dari kegiatan rumah tangga, industri, pertanian, dan pembukaan lahan. Oleh
karena itu, dalam pengembangan budidaya ikan ramah lingkungan perlu memperhatikan
kondisi sumber air yang masuk ke kawasan budidaya, kondisi perairan di dalam wadah
budidaya dan kondisi perairan yang keluar dari kawasan budidaya.
B. Kegiatan akuakultur (budidaya ikan)
Pengapuran kolam memiliki tiga manfaat penting yaitu dapat meningkatkan efek
kesuburan, membantu mencegah besarnya perubahan pH, dan menambahkan kalsium dan
magnesium yang penting pada hewan fisiologi (Wurts et al., 2013). Tujuan utama
pengapuran adalah untuk tersedianya zat hara di perairan. Menurut Akbar Junius (2016)
pengapuran ditunjukan untuk meningkatkan dan mempertahankan derajat keasaman (pH)
tanah bagian dalam kolam hingga pada kisaran nilai pH normal berkisar 7-8. Pengapuran
berfungsi untuk menyeimbangkan keasaman kolam dam membantu memberantas
mikroorganisme patogen. Ada beberapa jenis kapur yang biasa digunakan untuk pengapuran
menurut Chamratchakool et al., (1994) yaitu :
1. Kapur Pertanian (CaCO³)
2. Kapur jenis ini kualitasnya bervariasi tergantung jenis batuannya. Kapur jenis ini
digunakan untuk meningkatkan kapasitas penyangga dalam air dan dapat digunakan
dalam jumlah banyak karena tidak berpengaruh terhadap kenaikan pH, larutan 10%
kapur ini memiliki pH sekitar 9.
3. Kapur tembok atau hidratasi
4. Kapur jenis ini terbuat dari batuan kapur yang telah dibakar pada suhu 800° - 900°.
Kapur jenis ini digunakan untuk meningkatkan pH tanah air. Larutan 10% kapur ini
memiliki pH 11.
5. Kapur sirih (CaO)
Kapur jenis ini berasal dari batuan kapur yang telah di bakal tetapi tidak ditambahkan air.
Pengaruh terhadap kenaikan terhadap ikan dapat di ukur 10% kapur ini memiliki pH
sekitar 12 °.
6. Dolomit (caMg(CO³)²)
Kapur ini hampir sama dengan kapur pertanian tetapi mengandung magnesium. Kapur
ini digunakan untuk meningkatkan kapasitas penyangga dan untuk memberikan
tambahan unsur magnesium dalam air. Kapur ini tidak banyak berpengaruh terhadap
kenaikan pH. Larutan 10% kapur ini memiliki pH 9-11.
Namun jenis kapur yang digunakan adalah dolomit atau kapur tohor. Pengapuran
dilakukan dengan cara ditebar secara merata di permukaan dasar kolam. Winarso (2005)
mengatakan bahwa proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme tanah umumnya
dapat berjalan lancar apabila pH mendekati netral-alkalis (6-8). Apabila pH dalam keadaan
terlalu asam maka proses penguraian bahan organik menjadi tidak sempurna. Guna
memperbaiki kondisi kolam, upaya yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas air pada
budidaya ikan lele adalah dengan pengapuran. Sedangkan menurut Hardjowigeno (2002)
kapur mengandung unsur Ca, tetapi pemberian kapur kedalam tanah pada umumnya bukan
karena tanah kekurangan unsur Ca melainkan tanah terlalu asam. Dengan naiknya nilai pH
tanah, maka unsur-unsur hara seperti P akan mudah diserap dan tidak diikat oleh Fe maupun
Al.
Sedangkan menurut Suwarsito (2003) Terjadinya penurunan pH di kolam
menyebabkan beberapa masalah, antara lain banyak ikan yang stress dan mati di kolam.
Adanya nilai pH yang rendah ini mengindikasikan kandungan CO² dalam kolam tinggi,
kandungan oksigen terlarut rendah. Jika kondisi seperti ini berlangsung terus menerus, ikan
akan kekerungan oksigen sehingga ikan menderita stress bahkan dapat menyebabkan
kematian. Peranan pengapuran Boyd (1990) yaitu :
1. Kolam yang pH air rendah dsebabkan oleh lumpur dasar perairan yang masam,
pengapuran berfungsi untuk menstabilkan pH air
2. Penggunaan kapur dapat meningkatkan penetrasi cahaya yang masuk kedalam perairan
3. Penggunaan kapur akan mereduksi konsentrasi bahan organik koloid
4. Pengapuran akan memberikan respons yang baik pada kolam yang keadaan airnya kaya
akan substansi humik dengan kandungan bahan organik yang tinggi serta proses
dekomposisinya lambat.
5. Pengapuran dapat menstimulasi (meningkatkan) aktivitas bakteri perombak bahan
organik.
Kolam pemeliharaan benih (kolam pendederan) ideal untuk budidaya ikan nila
sebaiknya tidak lebih dari 50 - 100 m2. Kedalaman air kolam pendederan sebaiknya antara 30
- 50 cm dengan kepadatan 5 - 50 ekor/m2. Pemeliharaan dilakukan antara 3 - 4 minggu pada
saat benih ikan berukuran 3 - 5 cm.
Pemanenan ikan nila dapat dilakukan dengan dua metode yaitu panen total dan panen
selektif (sebagian). Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam hingga
ketinggian air tinggal 10 cm. Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 1 m2 di
depan pintu pengeluaran, sehingga penangkapan ikan lebih mudah. Pemanenan dilakukan
pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus.
Pemanenan dilakukan secepat-cepatnya dan hati-hati untuk mencegah luka pada ikan. Panen
selektif dilakukan tanpa pengeringan kolam. Ikan yang akan dipanen dipilih dengan ukuran
tertentu. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan waring yang di atasnya telah ditaburi
umpan (dedak) (Khairuman dan Amri, 2003).