Anda di halaman 1dari 32

1

BUDIDAYA IKAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI AKUAPONIK

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Seiring dengan makin pesatnya laju pembangunan maka salah satu

konsekuensi yang harus dihadapi adalah semakin terbatasnya air, khususnya

didaerah perkotaan. Padahal, air menjadi salah satu yang dapat digunakan untuk

mendukung aktivitas sehari-hari manusia, diantaranya adalah untuk bidang

perikanan.

Sistem teknologi akuaponik merupakan salah satu alternatip yang dapat

diterapkan dalam rangka pemecahan keterbatasan air tersebut. Disamping itu,

sistem teknologi akuaponik juga mempunyai keuntungan lainnya berupa

pemasukan tambahan dari hasil tanaman yang akan memperbesar keuntungan

untuk peternak ikan.

Teknik akuaponik ini mengkombinasikan antara menanam tanaman dan

memelihara ikan dalam satu wadah. Dengan adanya teknologi akuaponik ini para

petani dapat memanen hasilnya sekaligus dengan memanfaatkan ruang dan

fasilitas-fasilitas yang disajikan dalam teknologi ini, terutama dalam penggunaan

air bersih, yang mana dalam satu kali pengairan air ke objek tanaman dan ikan

tersebut berlangsung secara bersama-sama, sehingga dapat menghemat waktu,

tenaga dan biaya. Proses akuaponik ini dimana tanaman memanfaatkan unsur hara

yang berasal dari kotoran ikan yang apabila dibiarkan di dalam kolam akan

menjadi racun bagi ikannya. Lalu tanaman akan berfungsi sebagai filter vegetasi
2

yang akan mengurai zat racun tersebut menjadi zat yang tidak berbahaya bagi ikan

dan suplai oksigen pada air untuk memelihara ikan (Dumairy, 1992).

Faktor penting yang utama dalam mencari frekuensi yang diinginkan dan

waktu pemberian air irigasi adalah air yang dibutuhkan oleh tanaman.Tanaman

yang sedang tumbuh menggunakan air terus-menerus, tetapi besarnya pemakaian

berbeda-beda sesuai dengan jenis tanaman yang ditanam, umur tanaman, dan

atmosfer semuanya faktor yang dapat bervariasi. Sebagai sebuah hasil teknologi,

metode akuaponik ini dapat dikombinasikan dengan metode vertikultur, dimana

pengertian vertikultur adalah istilah Indonesia yang diambil dari istilah

Verticulture dalam bahasa Inggris. Istilah ini berasal dari dua kata yaitu vertical

dan culture, makna vertikultur adalah sistem budi daya pertanian yang dilakukan

secara vertikal atau bertingkat (Nugroho, 2008).

Dalam menggunakan metode vertikultur ini, kriteria air bersih akan

tercapai sesuai dengan keinginan, apabila dilakukan sesuai dengan prosedur yang

sudah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya, metode akuaponik dengan vertikultur

ini akan jauh lebih menguntungkan dari segi ekonomis. Karena dapat

memanfaatkan lahan yang sempit dengan semaksimal mungkin. Apalagi didaerah

perkotaan yang lahan sudah termasuk kritis dan pemasukan air bersih yang kurang

memadai. Dalam metode veltikultur ini, tanaman dapat menyaring kotoran ikan

dan memanfaatkan kotorannya sebagai unsur kandungan bahan organik untuk

memicu pertumbuhan tanaman. Metode akuaponik berbasis akuakultur dengan

mengkombinasikan metode vertikultur dan hidroponik substrat. Pada sistem ini

sangat dianjurkan untuk tanaman semusim(Damastuti, 1996).


3

Larutan nutrisi diberikan dengan cara disiram atau dialirkan melalui sistem

irigasi. Dalam sistem irigasi, larutan nutrien dipompa dan diedarkan keseluruh

tanaman. Larutan nutrisi yang dipompakan mengandung air, nutrisi, dan oksigen.

Dalam sistem irigasi perlu pula diperhatikan efisiensi dengan tidak terjadi

pemberian air. Kualitas air yang menjadi karakteristik kolam bisanya adalah

efisiensi saluran pembawa air tergantung pada kecepatan aliran air pada pipa, luas

penampang pipa, dan diameter lubang pengeluaran air pada pipa. Berdasarkan

ketiga faktor tersebut penyebaran nutrisi dapat diusahakan seragam, dan pada

budidaya akuaponik, kebutuhan nutrisi diupayakan tersedia dalam jumlah tepat

dan mudah diserap oleh tanaman. Nutrisi tersebut diberikan dalam bentuk larutan

yang berasal dari sisa pakan serta hasil metabolisme budidaya ikan. Tanaman

mentimun merupakan tanaman semusim dan tidak termasuk perakaran yang keras,

sedangkan tanaman kangkung termasuk tanaman yang tahan digenangi air dan

mampu meningkatkan kualitas air awalnya yang kurang baik menjadi lebih baik.

Budi daya kedua tanaman tersebut dapat dikombinasikan dengan ikan lele yang

mempunyai analisis ekonomi yang cukup menguntungkan. Usaha budidaya lele

terbagi 3 segmen, yakni pembenihan, pendederan, serta pembesaran. Pertumbuhan

ikan lele pada budidaya berbasis teknologi akuaponik akan ditentukan dari

kecukupan air dan kualitas air dimana ikan tersebut dibudidayakan.

I.2 Perumusan Masalah

1. Kebutuhan ikan lele yang terus meningkat, membuat kian maraknya usaha

budidaya ikan lele, sehingga diperlukan usaha budidaya secara intensif.


4

2. Tingginya tingkat mortalitas benih ikan lele pada sistem budidaya intensif

akibat kanibalisme dalam kegiatan pembenihan.

3. Upaya pencegahan kanibalisme benih ikan lele melalui penyortiran (grading)

ukuran benih secara teratur atau penjarangan kepadatan pemeliharaan benih

dinilai masih kurang efisien.

4. Alternatif upaya pencegahan kanibalisme benih ikan lele dengan pendekatan

hormonal melalui pemberian ekstrak buah mengkudu masih perlu diteliti

pengaruhnya.

I.3 Tujuan

1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah mengkudu dengan

metode bioenkapsulasi dengan dosis perlakuan yang berbeda terhadap sifat

kanibalisme benih ikan lele;

2. Menghasilkan benih ikan lele dalam jumlah maksimal sesuai kapasitas

produksi dalam sarana produksi;

3. Memanfaatkan bahan efisien berupa buah mengkudu sebagai upaya

pengendalian kanibalisme.

I.4 Luaran yang Diharapkan

1. Mengetahui dosis efektif dari pemberian ekstrak buah mengkudu dengan

metode bioenkapsulasi terhadap sifat kanibalisme benih ikan lele.

2. Memaksimalkan produksi benih ikan lele dalam sistem budidaya intensif

melalui pengendalian sifat kanibalisme.


5

3. Efisiensi dalam produksi untuk mengatasi masalah sifat kanibalisme

benih ikan lele.

I.5 Kegunaan Program

1. Mengatasi masalah tingginya mortalitas akibat kanibalisme pada produksi

benih ikan lele sistem budidaya intensif dengan lebih efisien.

2. Meningkatkan produksi benih ikan lele sebagai stok bagi kegiatan pembesaran

budidaya dalam upaya pemenuhan kebutuhan ikan lele yang terus meningkat

3. Meningkatkan keterampilan mahasiswa melalui penelitian.


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Biologi Ikan Lele Clarias sp.

Ikan lele (Clarias sp.) adalah ikan yang termasuk dalam golongan catfish.

Ikan lele mudah beradaptasi meskipun dalam lingkungan yang kritis, misalnya

perairan yang kecil kadar oksigennya dan sedikit air. Ikan lele juga termasuk ikan

omnivor, yaitu pemakan segala jenis makanan tetapi cenderung pemakan daging

atau karnivora. Secara alami ikan lele bersifat nokturnal, artinya aktif pada malam

hari atau lebih menyukai tempat yang gelap, tetapi dalam usaha budidaya ikan lele

dibuat beradaptasi menjadi diurnal (Suyanto 2006).

Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan lele yang perlu

diperhatikan adalah padat tebar, pemberian pakan, penyakit, dan kualitas air.

Meskipun ikan lele bisa bertahan pada kolam yang sempit dengan padat tebar

yang tinggi tapi dengan batas tertentu. Begitu juga pakan yang diberikan

kualitasnya harus memenuhi kebutuhan nutrisi ikan dan kuantitasnya disesuaikan

dengan jumlah ikan yang ditebar.

Benih ikan lele cenderung bersifat kanibal terutama pada fase larva

(Anonim 2000). Pada penelitian Hecht dan Appelbaum (1987), sifat kanibal

terjadi sejak asupan energi dari kuning telur tubuh lele habis, yaitu umur 3 hari

setelah menetas atau saat ukuran panjang total tubuh mencapai 8 mm. Sifat

kanibal ini berhenti secara signifikan pada umur 47 hari sejak lele pertama kali

mencari makan dari luar atau saat ukuran panjang total tubuh mencapai 80 mm.

Tingkat mortalitas benih ikan lele akibat kanibalisme dalam kondisi budidaya

dapat berkisar antara 15-90% (Anonim1 2009).


7

II.2 Sifat Kanibalisme pada Ikan

Kematian benih ikan dapat terjadi akibat sifat kanibalisme. Menurut Dixon

(2000) dalam Puspinanti (2006), kanibalisme merupakan aktivitas melumpuhkan

dan memakan sebagian atau seluruh bagian tubuh individu lain dari jenisnya.

Kanibalisme tidak termasuk aktivitas memakan individu lain dari jenis yang sudah

menjadi bangkai. Amri dan Sihombing (2008) menerangkan kanibalisme pada

ikan umumnya dilakukan oleh ikan yang berukuran lebih besar terhadap ikan

yang berukuran lebih kecil, misalnya induk memangsa benihnya sendiri. Namun

demikian, kanibalisme juga bisa terjadi sesama benih, yakni benih-benih ikan

sejenis yang seumur dan seukuran saling memangsa.

Sifat kanibal bisa melekat terus pada suatu jenis ikan mulai dari saat masih

berukuran benih sampai dewasa. Kejadian seperti ini umumnya ditemukan pada

ikan-ikan jenis tertentu pada saat masih fase atau stadia benih sampai ukuran

remaja (ikan muda). Setelah melewati fase tersebut, sifat kanibalnya hilang sama

sekali (Amri dan Sihombing 2008).

Faktor pemicu terjadinya kanibalisme pada ikan antara lain sebagai

berikut: 1) perbedaan ukuran tubuh pada ikan seumur disebabkan oleh faktor

alamiah yang dipengaruhi oleh sifat genetika, kesehatan dan ketahanan daya

tubuh, kesempatan dan keagresifan mencari makanan; 2) padat tebar pemeliharaan

terlalu tinggi, berakibat ruang gerak ikan terbatas dan tingkat persaingan makanan

dan oksigen menjadi tinggi. Kondisi seperti ini memunculkan tingkat emosional

untuk sekedar berkelahi memperebutkan pakan dan ruang; 3) kekurangan

makanan, berakibat terpicunya sifat agresifitas yang tinggi; dan 4) stress


8

lingkungan disebabkan lingkungan pemeliharaan yang tidak kondusif

memberikan ketenangan bagi ikan atau benih. Ikan-ikan yang stres ini cenderung

sulit untuk dikendalikan. (Amri dan Sihombing 2008).

II.3 Bioenkapsulasi

Bioenkapsulasi adalah proses dimana suatu komponen aktif dalam

makanan dikemas secara kompak dalam partikel-partikel cair atau padat

(enkapsulan), atau dibungkus di dalam materi penyelubung. Ukuran mikropartikel

tersebut bervariasi antara diameter 5-300 mikrometer. Oleh karena itu, proses

penyelubungan ini juga sering disebut mikroenkapsulasi, sedangkan

bioenkapsulasi artinya menggunakan biomateri sebagai enkapsulan (Anonim2,

2009).

Banyak sekali materi bioaktif yang reaktif dan mudah bereaksi dengan

komponen makanan lainnya. Hasilnya dapat berupa produk sekunder yang tidak

diinginkan, bahan degradasi materi bioaktif itu sendiri sehingga makanan tersebut

kehilangan nilai jualnya. Enkapsulasi dapat mengatasi hal ini dengan cara

memberi perlindungan sementara bagi materi bioaktif dari lingkungannya

sepanjang proses pengolahan dan konsumsi, hingga materi tersebut sampai pada

targetnya. Perlindungan oleh enkapsulan dapat memperpanjang tingkat ketahanan

makanan, serta memastikan materi bioaktif diserap oleh organ pencernaan yang

tepat menembus pertahanan suhu, keasaman lambung, level oksigen, enzim, serta

tekanan osmotik (Anonim2, 2009).

II.4 Buah Mengkudu


9

Riset medis tentang mengkudu dimulai setidaknya pada tahun 1950, ketika

jurnal ilmiah Pacific Science melaporkan bahwa buah mengkudu menunjukkan

sifat anti bakteri terhadap M. pyrogenes, P. aeruginosa, dan bahkan E. Coli yang

mematikan itu. Melalui riset intensif yang dilakukan oleh para ilmuwan di

laboratorium, mengkudu menunjukkan keunggulan luar biasa. Tanaman ini

mengandung berbagai vitamin, mineral, enzim, alkaloid, ko-faktor, dan sterol

tumbuhan yang terbentuk secara alamiah (Waha 2009).

Mengkudu mengandung zat scopoletin yang berguna dalam peningkatan

kegiatan kelenjar peneal di dalam otak, yang merupakan tempat dimana serotonin

diproduksi dan kemudian digunakan untuk menghasilkan hormon melatonin.

Serotonin adalah salah satu zat terpenting didalam butiran darah (trombosit) yang

melapisi saluran pencernaan dan otak. Di dalam otak, serotonin berperan sebagai

neurotransmiter penghantar sinyal saran dan prekursor hormon melatonin.

Serotonin dan melatonin membantu mengatur beberapa kegiatan tubuh seperti

tidur, regulasi suhu badan, suasana hati (mood), masa pubertas dan siklus produksi

sel telur, rasa lapar dan prilaku seksual. Kekurangan serotonin dalam tubuh dapat

mengakibatkan penyakit migrain, pusing, depresi, bahkan juga penyakit

Alzheimer (Waha 2009).


10

III. METODE PENDEKATAN

Metode pendekatan yang dilakukan adalah dengan memijahkan induk ikan

lele yang telah matang gonad dengan pemijahan buatan menggunakan rangsangan

hormon. Setelah larva menetas, kemudian dipindahkan kedalam akuarium

pemeliharaan larva. Kemudian dilakukan pembuatan ekstrak mengkudu dengan

menggunakan blender dan diambil ekstraknya. Kemudian dilakukan perendaman

pakan alami selama 6 jam, setelah itu pakan langsung diberikan ke larva dengan

frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali per hari. Setiap harinya dilakukan

pengamatan larva yang mati, dan penggantian air dua hari sekali.

IV. PELAKSANAAN PROGRAM

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan Februari hingga April 2010 di Kolam

Percobaan Babakan-Dramaga, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

4.2 Instrumen Pelaksanaan

Alat yang digunakan digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium

ukuran 20 x 20 x 30 cm sebanyak 25 buah, baskom plastik, aerator, seser,

plankton net, termometer, pH meter, DO meter, selang aerasi, ember, counter,

penggaris, timbangan digital, sendok, syringe, bulu ayam, kamera foto digital, dan

gelas ukur.
11

Bahan yang dgunakan adalah ikan larva ikan lele Clarias sp. umur 3 hari

setelah menetas sampai dengan umur 15 harim, induk ikan lele, ekstrak buah

mengkudu, pakan alami (Artemia sp., Daphnia sp., dan Cacing Sutera).

4.3 Tahapan Pelaksanaan

4.3.1 Tahap Persiapan

a. Desinfeksi Wadah

Pada tahap ini semua peralatan dan bahan penelitian dipersiapkan.

Sebelum digunakan, semua wadah didisinfeksi dengan menggunakan kalium

permanganat (PK) dan dikeringkan selama 24 jam. Kemudian diisi air setinggi 20

cm dan diaerasi hinga larva ikan lele siap untuk dimasukkan.

b. Pengadaan Larva

Pengadaan larva dilakukan dari induk yang dipelihara hingga matang

gonad. Setelah dilakukan seleksi induk matang gonad, induk ikan lele dipijahkan

secara buatan, yaitu dilakukan penyuntikan menggunakan ovaprim dosis 0,2

ml/kg dan setelah 8 jam induk lele betina distripping untuk mengeluarkan telur

sedangkan induk lele jantan dilakukan pembedahan untuk diambil gonadnya.

Setelah telur dan sperma disatukan, telur disebar ke wadah penetasan. Setelah

menetas, larva dihitung lalu diadaptasikan kedalam akuarium perlakuan sebanyak

400 ekor/akuarium.

c. Pembuatan Ekstrak Buah Mengkudu

Buah mengkudu yang sudah masak di pohon dengan penampakan

berwarna kuning dan lembek, disimpan pada suhu ruang selama satu hari. Setelah

berwarna putih buah mengkudu dikupas kulitnya dan dipotong kecil, kemudian
12

dimasukkan kedalam juicer dan disaring untuk memperoleh ekstraknya. Dari 100

gram buah mengkudu ini dapat dihasilkan ekstrak sebanyak 30 ml.

d. Perendaman Pakan (Bioenkapsulasi)

Media perendaman pakan artemia, daphnia, dan cacing sutera diisi air

sebanyak 1 liter dan diaerasi, setelah itu dimasukan ekstrak buah mengkudu

dengan masing-masing dosis 0, 5, 10, 15, 20 ml/liter. Pakan direndam dalam

ekstrak buah mengkudu selama 6 jam. Sebelum dimasukkan dalam media

perendaman, pakan dibilas dahulu dengan air bersih.

4.3.2 Tahap Perlakuan dan Pemeliharaan

Perlakuan diberikan ke larva yang telah berumur 3 hari setelah menetas

sampai berumur 15 hari. Larva yang digunakan dalam perlakuan sebanyak

400 ekor/akuarium yang dimasukkan kedalam akuarium berukuran 20 x 20 x 30

cm. Perlakuan dilakukan dengan pemberian pakan yang telah direndam dalam

larutan ektrak buah mengkudu dengan dosis 0, 5, 10, 15, 20 ml/liter selama 6 jam

sebanyak lima kali ulangan. Frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari secara ad

libitum (tersedia) yakni pukul 08.00 WIB, 13.00 WIB, dan 17.00 WIB.
13

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 Hasil

Tingkat kanibalisme pada ikan lele umumnya terjadi pada saat ikan

tersebut mencapai fase larva. Kanibalisme sangat merugikan dalam usaha

budidaya perikanan karena dapat meningkatkan mortalitas larva sehingga usaha

pembenihan ikan lele akan sulit mendapatkan keuntungan maksimal. Oleh karena

itu, dilakukan upaya untuk mengurangi tingkat kanibalisme larva ikan lele ini.

Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengurangi sifat kanibalisme pada

larva lele. Berikut hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengamatan parameter yang diamati dalam penelitian

Perlakuan SR (%) SGR (%) kk (%) LPP (mm/hari)


Kontrol 5.58 18.41 25.82 0.54
5 ppt 7.00 16.33 19.44 0.45
10 ppt 7.33 15.75 21.99 0.43
15 ppt 8.67 18.75 23.27 0.39
20 ppt 8.00 23.62 21.95 0.48
Keterangan: S = tingkat kelangsungan hidup

SGR = laju pertumbuhan harian (bobot)

Kk = koefisien keragaman panjang

LPP = laju pertumbuhan panjang

Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup paling tinggi

dicapai pada perlakuan 15 ppt yakni sebesar 8.67 %. SGR tertinggi dicapai pada

perlakuan 15 ppt sebesar 18.75 %. Kk paling tinggi dicapai pada perlakuan


14

kontrol yakni sebesar 25.82 %. LPP tertinggi dicapai pada perlakuan kontrol

yakni sebesar 0.54 %.

V.2 Pembahasan

Usaha budidaya perikanan merupakan suatu bisnis yang potensial untuk

dijalankan karena berkaitan dengan pangan. Masalah pangan yang semakin hangat

belakangan ini membuat peluang usaha dalam bidang ini semakin menjanjikan

baik untuk pasar domestik maupun pasar luar negeri. Pemenuhan produksi ikan

dalam negeri tentunya berkaitan dengan tingkat produksi benih. Namun tingkat

pemenuhan kebutuhan benih ikan masih banyak menemui kendala seperti

tinggginya tingkat kematian ikan pada fase larva sehingga pasokan benih ikan

untuk kegiatan pembesaran masih kurang atau belum dapat dipenuhi sepenuhnya

sehingga harga benih relatif mahal.

Usaha budidaya yang diperlukan dalam memenuhi tingginya tingkat

kebutuhan ikan lele ialah usaha budidaya yang dilakukan secara intensif. Usaha

seperti ini akan memaksimalkan kapasitas produksi yang tersedia dengan padat

pemeliharaan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan tingkat produksi. Namun,

masalah yang sering muncul pada usaha budidaya secara intensif ikan lele ialah

tingginya tingkat mortalitas benih ikan lele akibat sifat kanibalisme dalam

kegiatan pembenihan. Tingkat mortalitas benih ikan lele akibat kanibalisme dalam

kondisi budidaya dapat berkisar antara 15-90% (Anonim1 2009). Hal ini terjadi

karena sifat agresif yang tinggi akibat padat tebar pemeliharaan yang tinggi

sehingga membatasi ruang gerak dan meningkatkan tingkat persaingan makanan

dan oksigen. Diantara upaya yang dilakukan selama ini dalam mengendalikan
15

sifat kanibalisme ini yaitu dengan melakukan penyortiran (grading) ukuran benih

secara teratur atau penjarangan kepadatan pemeliharaan benih. Namun, upaya

seperti ini dinilai masih kurang efisien karena mengurangi kepadatan

pemeliharaan dalam kapasitas produksi yang tersedia dan juga memerlukan

tambahan sarana produksi untuk menampung benih hasil sortiran atau

penjarangan. Oleh karena itu, dilakukan usaha untuk mengurangi sifat

kanibalimsme larva ikan lele dengan cara atau metode lain yang lebih efisien dan

efektif, dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan

hormonal. Hormon yang berpengaruh dalam hal ini adalah hormon serotonin.

Riset yang dilakukan oleh Hseu J. R., et al. (2003) pada juvenil ikan kerapu

membuktikan bahwa kanibalisme dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi hormon

serotonin pada otak. Peningkatan hormon serotonin ini juga diduga mampu

mengurangi kecenderungan sifat agresif benih ikan lele untuk meng-kanibal.

Konsentrasi hormon serotonin ini dapat dipicu oleh penambahan zat scopoletin

yang salah satunya terkandung dalam buah mengkudu.

Mengkudu mengandung zat scopoletin yang berguna dalam peningkatan

kegiatan kelenjar peneal di dalam otak, yang merupakan tempat dimana serotonin

diproduksi dan kemudian digunakan untuk menghasilkan hormon melatonin.

Serotonin adalah salah satu zat terpenting didalam butiran darah (trombosit) yang

melapisi saluran pencernaan dan otak. Di dalam otak, serotonin berperan sebagai

neurotransmiter penghantar sinyal saran dan prekursor hormon melatonin.

Serotonin dan melatonin membantu mengatur beberapa kegiatan tubuh seperti

tidur, regulasi suhu badan, suasana hati (mood), masa pubertas dan siklus produksi

sel telur, rasa lapar dan prilaku seksual. Kekurangan serotonin dalam tubuh dapat
16

mengakibatkan penyakit migrain, pusing, depresi, bahkan juga penyakit

Alzheimer (Waha 2009).

Metode yang dilakukan untuk menekan tingkat kanibalisme larva ini

adalah dengan bioenkapsulasi melalui pakan alami yang merupakan pakan yang

diberikan pada larva. Bioenkapsulasi adalah proses dimana suatu komponen aktif

dalam makanan dikemas secara kompak dalam partikel-partikel cair atau padat

(enkapsulan), atau dibungkus di dalam materi penyelubung. Bioenkapsulasi

dilakukan dengan merendam pakan alami yang diberikan pada larva dalam larutan

mengkudu selama 6 jam setiap harinya kemudian langsung diberikan kepada

larva. Pakan alami yang digunakan sendiri adalah Daphnia sp., Artemia sp., dan

Cacing Sutera yang diberikan sesuai umur larva.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang

berbeda nyata dalam perlakuan yang diberikan dengan kontrol. Tingkat

kelangsungan hidup larva tertinggi hanya 8.67 % yang dicapai pada perlakuan

15 ppt yang berarti tingkat mortalitas larva masih sangat tinggi. Banyak faktor

yang mempengaruhi hasil tersebut selain tingkat kanibalisme yakni kualitas air,

kekurangan pakan, stress lingkungan, dan serangan penyakit, yang semuanya

hanya bisa diduga karena penelitian kearah itu tidak dilakukan. SGR atau laju

penambahan bobot harian larva juga sangat kecil, nilai tertinggi dicapai pada

perlakuan 15 ppt sebesar 18.75 % perhari, artinya pertumbuhan ikan terganggu

oleh faktor-faktor tertentu. Namun diduga hal tersebut akibat ikan kekurangan

makanan karena pakan hanya diberikan tiga kali sehari, sementara ikan makan

setiap saat ketika lambungnya kosong, dan sifat ikan lele yang nokturnal yaitu
17

akif mencari makan pada malam hari menjadi sebab utama mengapa tingkat

kelangsungan hidup larva rendah dan laju pertambahan bobot harian juga rendah.

Koefisien keragaman pada hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan cenderung

beragam ukurannya karena nilainya yang relatif besar. Kk pada perlakuan kontrol

mencapai 25.82 % dan pada perlakuan 15 ppt 23.27 %. Sementara laju

pertumbuhan panjang harian yang tertinggi hanya 0.54 mm/hari pada perlakuan

kontrol, artinya laju pertambahan panjang larva sangat tendah sehingga

pertumbuhannya relatif lambat.

Meskipun tidak dalam penelitian ini pemberian ekstrak mengkudu tidak

berpengaruh terhadap tingkat kanibalisme ikan lele, namun secara umum jika

dibandingkan dengan kontrol, perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh

meskipun tidak berbeda nyata antar perlakuan, perlakuan yang paling baik

menurut penelitian ini adalah 15 ppt.


18

VI. KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang

berbeda nyata dalam perlakuan yang diberikan dengan kontrol. Meskipun tidak

dalam penelitian ini pemberian ekstrak mengkudu tidak berpengaruh terhadap

tingkat kanibalisme ikan lele, namun secara umum jika dibandingkan dengan

kontrol, perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh meskipun tidak berbeda

nyata antar perlakuan, perlakuan yang paling baik menurut penelitian ini adalah

15 ppt.
19

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. dan Sihombing, T. 2008. Mengenal dan Mengendalikan Predator Benih

Ikan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Anonim, 2000. Ikan Lele Dumbo Clarias gariepinus x Clarias focus kelas induk

pokok (parent stock). Jakarta: Standar Nasional Indonesia. 5 hal

Anonim1. 2009. Catfish. http://cdserver2.ru.ac.za [8 Agustus 2009]

Anonim2. 2009. Bioenkapsulan: Terobosan Baru dalam Proses Preservasi

Makanan. http://chemical-formula.blogspaot.com [21 Oktober 2009]

Hseu, J. R. et al. 2003. Effect of Exogenous Trypthopan on Cannibalism, Survival

and Growth in Juvenile Grouper, Epinephelus coioides. Aquaculture ISSN

journal, 218 vol.

Mahyuddin, K. 2007. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar

Swadaya

Suyanto, S.R. 2006. Budidaya Ikan Lele. Jakarta: Penebar Swadaya.

Waha, M. G. 2009. Manfaat buah mengkudu. http://www.deherba.com [15 Mei

2009]
20

LAMPIRAN

Lampiran 1. Anggaran Dana Pelaksanaan Penelitian

1. Administrasi

Pembuatan proposal (rental, print, jilid dan perbanyakan) Rp. 150.000


Pembuatan poster Rp. 350.000
Pembuatan surat perizinan Rp. 10.000
Pembuatan laporan kemajuan Rp. 80.000
Pembuatan laporan akhir Rp. 100.000
Jumlah Rp. 690.000

2. Bahan Baku

Induk lele 1,5-2 kg 4 ekor @ Rp. 20.000/kg Rp. 80.000


Pakan pellet induk Rp. 60.000
Buah mengkudu 25 kg @ Rp. 2000/kg Rp. 50.000
Ovaprim 10ml @ Rp. 250.000 Rp. 250.000
Cacing Sutera 20 Takar @ Rp. 7.000 Rp. 140.000
Artemia 1 kaleng @ Rp. 400.000 Rp. 400.000
Pupuk Kandang Rp. 50.000
Garam blok 10 bungkus @ Rp. 5.000 Rp. 50.000
Disinfektan PK 1 botol @ Rp. 10.000 Rp. 10.000
Obat-obatan (Prefuran,super tetraclyne, garam aquarium) Rp. 100.000
Jumlah Rp. 1.190.000

3. Alat dan Perlengkapan

Blender 1 Unit Rp. 300.000


Akuarium (20x20x30 cm) 25 buah @ Rp. 15.000 Rp. 375.000
Rak Akuarium 1 set @ Rp. 300.000 Rp. 300.000
Termometer 2 Buah @ Rp. 15.000 Rp. 30.000
Seser halus 5 buah @ Rp. 27.000 Rp. 135.000
Batu aerator 30 buah @ Rp. 2.000 Rp. 60.000
Selang aerator 10 meter @ Rp. 1.000 Rp. 10.000
Hiblow 1 unit @ Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000
Baskom kecil 5 buah @ Rp. 3.000 Rp. 15.000
Ember sedang 3 buah @ Rp. 10.000 Rp. 30.000
Ember besar 3 buah @ Rp. 25.000 Rp. 75.000
Gayung 2 buah @ Rp. 3.000 Rp. 6.000
Kabel rol 1 buah @ Rp. 12.000 Rp. 12.000
Selang sifon 5 m @ Rp.1.000 Rp. 5.000
21

Sikat + spon 5 buah @ Rp. 5.000 Rp. 25.000


Syringe 1 ml 2 buah @ Rp. 2.000 Rp. 4.000
Jumlah Rp. 2.382.000

4. Analisis Faktor Kualitas Air

Analisis pH dan DO 1 siklus kegiatan Rp. 50.000


Analisis Amonia10 kali uji @ Rp. 20.000 Rp. 200.000
Analisis Alkalinitas 10 kali uji @ Rp. 20.000 Rp. 200.000
Jumlah Rp. 450.000

5. Lain-Lain

Transportasi (ongkos survey tempat, beli bahan baku, Rp. 400.000

peralatan, dll)
Komunikasi Rp. 300.000
Sewa tempat 3 bulan @ Rp. 200.000 Rp. 600.000
Biaya Listrik 3 bulan @ Rp. 100.000 Rp. 300.000
Sewa kamera digital Rp. 100.000
Jumlah Rp.1.700.000
Total Pengeluaran Rp. 6.712.000
22

Lampiran 2. Penggunaan Biaya

Administrasi Rp. 500.000


Bahan baku Rp. 1.550.000
Alat dan Perlengkapan Rp. 2.050.000
Lain-lain Rp. 2.150.000
Total Anggaran Rp 4.928.000

1. Administrasi

Pembuatan proposal (rental, print, jilid dan perbanyakan) Rp. 150.000


Pembuatan surat perizinan Rp. 200.000
Pembuatan laporan kemajuan Rp. 150.000
Jumlah Rp. 500.000

2. Bahan Baku

Induk lele 0,5 kg 30 ekor @ Rp. 20.000/kg Rp. 300.000


Pakan pellet induk Rp. 100.000
Buah mengkudu 10 kg @ Rp. 2000/kg Rp. 20.000
Ekstrak Mengkudu 2 paket @ Rp. 21.000 Rp. 42.000
Ovaprim 10ml @ Rp. 250.000 Rp. 283.000
Cacing Sutera 20 Takar @ Rp. 7.000 Rp. 140.000
Artemia 1 kaleng @ Rp. 400.000 Rp. 400.000
Pupuk Kandang Rp. 50.000
Garam blok 2 bungkus @ Rp. 5.000 Rp. 10.000
Disinfektan PK 1 botol @ Rp.5.000 Rp. 5.000
Obat-obatan (Prefuran,super tetraclyne, garam aquarium) Rp. 100.000
Jumlah Rp. 1.550.000

3. Alat dan Perlengkapan

Blender 1 Unit Rp. 200.000


Akuarium (20x20x30 cm) 20 buah Rp. 350.000
Rak Akuarium 1 set @ Rp. 300.000 Rp. 380.000
Termometer 2 Buah @ Rp. 20.000 Rp. 40.000
Seser halus 7 buah @ Rp. 15.000 Rp. 105.000
Batu aerator 20 buah @ Rp. 1.500 Rp. 30.000
Selang aerator 10 meter @ Rp. 1.000 Rp. 10.000
Hiblow 1 unit @ Rp. 750.000 Rp. 750.000
Baskom kecil 7 buah @ Rp. 5.000 Rp. 35.000
Ember sedang 3 buah @ Rp. 15.000 Rp. 45.000
Gayung 2 buah @ Rp. 5.000 Rp. 10.000
23

Kabel rol 1 buah @ Rp. 12.000 Rp. 12.000


Selang sifon 30 m @ Rp.1.000 Rp. 30.000
Sikat + spon 10 buah @ Rp. 5.000 Rp. 50.000
Syringe 1 ml 2 buah @ Rp. 1.500 Rp. 3.000
Jumlah Rp. 2.050.000

5. Lain-Lain

Transportasi (ongkos survey tempat, beli bahan baku, Rp. 700.000

peralatan, dll)
Komunikasi Rp. 400.000
Sewa tempat 3 bulan @ Rp. 200.000 Rp. 600.000
Biaya Listrik 4 bulan @ Rp. 100.000 Rp. 400.000
Sewa kamera digital Rp. 150.000
Jumlah Rp.2.150.000
Total Pengeluaran Rp. 4.928.000
24

Lampiran 3. Data Hasil Penelitian

Tabel 1 Laju pertambahan bobot dan laju pertumbuhan harian larva ikan lele

Clarias sp.

Jumla
Rata- LPB
Perlakua h Rata-rata
Bo Bt rata (mg/hari SGR
n sampe (mg)
(mg) )
l
kontrol 2.2 0.16 15 10.66667 13.8730 1.16730 18.41
2.2 0.13 14 9.285714
2.2 0.26 12 21.66667 2 2 %
5 ppt 2.2 0.13 17 7.647059 11.2669 0.90669 16.33
2.2 0.21 13 16.15385
2.2 0.12 12 10 7 7 %
10 ppt 2.2 0.16 12 13.33333 10.6284 0.84284 15.75
2.2 0.18 13 13.84615
2.2 0.08 17 4.705882 6 6 %
15 ppt 2.2 0.14 14 10 14.3434 1.21434 18.75
2.2 0.4 15 26.66667
2.2 0.07 11 6.363636 3 3 %
20ppt 2.2 0.11 13 8.461538 23.3516 2.11516 23.62
2.2 0.27 14 19.28571
2.2 0.55 13 42.30769 5 5 %

Tabel 2 Tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele Clarias sp.

Perlakuan No (ekor) Nt (ekor) Rata-rata SR (%)

(ekor)
kontrol 400 26 22.33333 5.58
400 21
400 20
5 ppt 400 36 28 7.00
400 24
400 24
10 ppt 400 18 29.33333 7.33
400 46
400 24
15 ppt 400 35 34.66667 8.67
400 34
25

400 35
20ppt 400 22 32 8.00
400 55
400 19

SGR %

Grafik 1 Laju pertumbuhan harian larva ikan lele Clarias sp..

kk %

Grafik 2 koefisien keragaman panjang.

SR %

Grafik 3 tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele Clarias sp..


26

LPP mm/hari

Grafik 4 laju pertumbuhan panjang harian.


27

Karya Ilmiah

Pemberian Pakan Alami dengan Ekstrak Buah Mengkudu untuk menekan Sifat

Kanibalisme Benih Ikan Lele Clarias sp

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU Morinda

cirtifolia L. MELALUI PAKAN ALAMI TERHADAP SIFAT

KANIBALISME BENIH IKAN LELE Clarias sp. PADA SISTEM

BUDIDAYA INTENSIF

Disusun Oleh

YULASTRI, SP

19610613 198710 2 001


28

BADAN RISET DAN SUMBER DAYA MANUSIA

KELAUTAN DAN PERIKANAN

BALAI PELATIHAN DAN PENYULUHAN

PERIKANAN MEDAN

2018
ABSTRAK

Tingginya tingkat kebutuhan ikan lele memaksa kita melakukan budidaya

secara intensif. Namun, tingginya tingkat mortalitas benih ikan lele akibat sifat

kanibalisme dalam kegiatan pembenihan secara intensif. Hal ini terjadi karena

sifat agresif yang tinggi akibat padat tebar pemeliharaan yang tinggi sehingga

membatasi ruang gerak dan meningkatkan tingkat persaingan makanan dan

oksigen. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menguranginya adalah

melakukan penyortiran (grading) ukuran benih secara teratur atau penjarangan

kepadatan pemeliharaan benih namun cara ini dinilai kurang efektif jika dilihat

dari segi penggunaan lahan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

pendekatan hormonal menggunakan ekstrak mengkudu yang mengandung zat

scopoletin. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian

ekstrak buah mengkudu dengan metode bioenkapsulasi dengan dosis perlakuan

yang berbeda terhadap sifat kanibalisme benih ikan lele. Langkah-langkah yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah desinfeksi wadah, pengadaan larva,

pembuatan ekstrak mengkudu, perendaman pakan (bioenkapsulasi), perlakuan

yang menggunakaan lima perlakuan (kontrol, 5 ppt, 10 ppt, dan 20 ppt) dengan

tiga kali ulangan, pemeliharaan larva, dan pengamatan SR (Survival Rate) harian

dengan mengamati jumlah ikan yang mati. Hasil dari penelitian ini menunjukan

pada konsentrasi 0 ppt dengan SR 5.58 %, 5 ppt dengan SR 7 %, 10 ppt dengan

SR 7.33 %, 15 ppt dengan SR 8.67 % dan 20 ppt dengan SR 8 %.

Kata kunci : Budidaya Intensif, Kanibalisme, Bioenkapsulasi


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Tim Penyusun dapat

menyelesaikan laporan akhir Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian

yang berjudul ” Uji Efektivitas Ekstrak Buah Mengkudu Morinda cirtifolia L.

dengan Metode Bioenkapsulasi terhadap Sifat Kanibalisme Larva Ikan Lele

Clarias sp. pada Sistem Budidaya Intensif”.

Penysunan laporan akhir ini banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik

secara langsung maupun tidak. Oleh karena itu, Tim Penyusun mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan sarana dan prasarana demi

kelancaran program PKM penelitian ini.

2. Dr. Agus Oman Sudrajat selaku wakil dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor yang berkenan memberikan ijin

menggunakan Laboratorium Babakan sebagai tempat penelitian.

3. Dr. Odang Carman selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan dan Dr.

Alimudin selaku Ketua Program Studi Departemen Budidaya Perairan.

4. Ir. Harton Arfah M.Si selaku Dosen Pembimbing yang selalu meluangkan

waktu dan tenaganya untuk memberikan bimbingannya demi kelancaran

pelaksanaan program ini

5. Seluruh dosen dan staf Departemen Budidaya Perairan.

6. Seluruh keluarga besar Tim Penuyusun yang senantiasa memberikan

dukungannya, baik moril maupun materiil.


7. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Semoga laporan akhir program kreativitas mahasiswa bidang penelitian ini

bermanfaat bagi Tim Penyusun dan semua pihak yang terlibat, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Bogor, 4 Juni 2010

Tim Penyusun

Anda mungkin juga menyukai