Anda di halaman 1dari 13

JURNAL

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN


KELULUSHIDUPAN BENIH IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)
DENGAN TEKNOLOGI BIOFLOK PADA AIR RAWA GAMBUT

OLEH
NURMI YANINGSIH

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
The Effect of Stocking Density on the Growth and Survival Of Red Nile
Tilapia Seeds (Oreochromis niloticus) With Bioflok Technology On Peat
Swamp Waters

Pengaruh Padat Tebar Terhadap Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Benih Ikan


Nila Merah (Oreochromis niloticus) Dengan Teknologi Bioflok Pada Air Rawa
Gambut
Nurmi Yaningsih1), Iskandar Putra2), Mulyadi3)
Nurmiyaningsih14@gmail.com
Aquaculture Technology Laboratory Marine and Fishery Faculty
085364281465

ABSTRACT
This research was conducted on August 3 until September 3 on 2017 at
Aquaculture Technology Laboratory, Department of Aquaculture, Faculty of
Fisheries and Marine University of Riau. The purpose of this research is to know
the best stocking density on growth and survival of red nile tilapia seeds
(Oreochromis niloticus) with bioflok system on peat swamp waters. The method
used is Completely Randomized Design (CRD) with 1(One) factor consisting of
4(Four) treatment levels and three replicates (12 Unit aquariums). The standard of
treatment used is stocking density 60 heads per container, 70 heads per container,
80 heads per container, and 90 heads per container. During 30 days maintenance
of the best treatment on stocking density 60 heads per container with an absolute
weight of 1.59 gram, absolute length 2.38 grams, daily growth rate 2.77% days,
efficient feed 87.22%, feed conversion ratio 1,15 and 87.22% of survival rate.
Key word : Red nile (Oreochromis niloticus), stocking density, bioflok system,
Peat Swamp Water
ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Agustus sampai dengan 03


September 2017 di Laboratorium Teknologi Budidaya Jurusan Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau. Tujuan penelitian untuk
mengetahui jumlah padat tebar terbaik terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan
benih ikan nila merah (Oreochromis niloticus) dengan sistem bioflok pada air
rawa gambut. Metode penelitian yaitu menggunakan metode eksperimen
Rancangan Acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor yang terdiri atas 4 taraf
perlakuan dan tiga kali ulangan (12 Unit akuarium). Taraf perlakuan yang
digunakan yaitu padat tebar 60 ekor per wadah, 70 ekor per wadah, 80 ekor per
wadah dan 90 ekor per wadah. Selama 30 hari pemeliharaan perlakuan terbaik
pada padat tebar 60 ekor per wadah dengan pertumbuhan bobot mutlak sebesar
1,59 gram, panjang mutlak 2,38 gram, laju pertumbuhan harian 2,77%/hari,
efisien pakan 87,22 %, rasio konversi pakan 1,15 dan kelulushidupan 87,22%.

Kata Kunci : Ikan Nila Merah (Oreocrhromis niloticus), Padat Tebar, Sistem
Bioflok, Air Rawa Gambut
1)
Aquaculture Student Marine and Fishery Faculty Riau University
2)
Aquaculture Supervisor Lecturer Marine and Fihery Faculty Riau University
PENDAHULUAN oleh ikan sebagai sumber makanan
(deSchryver dan Verstraete, 2009).
Peningkatan permintaan akan
ikan nila mendorong untuk Kultur bioflok pada wadah
dilakukannya budidaya secara bervolume 2000 liter dengan
intensif. Kepadatan tinggi dan perbandingan 10 ml probiotik
peningkatan pemberian pakan dalam (Bacillus sp) dan 200 ml mollase
budidaya intensif akan menyebabkan dalam 1 liter air biasa. Ikan
terjadinya akumulasi limbah organik dimasukkan kedalam wadah
yang berdampak pada penurunan pemeliharaan setelah 7 hari kultur
kualitas air dan produksi ikan. bioflok dengan padat tebar 1000 ekor
Padat penebaran merupakan per wadah. Ikan diberikan pakan
faktor yang sangat penting untuk komersil dengan kadar protein 38%,
menentukan keberhasilan suatu frekuensi pemberian pakan 2 kali
kegiatan budidaya. Padat penebaran sehari hingga kenyang. Pemberian
dalam suatu kegiatan budidaya probiotik berbeda setiap perlakuan
sangat dipengaruhi oleh beberapa yaitu 5 hari sekali, 10 hari sekali dan
faktor antara lain ukuran benih, jenis 15 hari sekali. Perlakuan pemberian
ikan, sistem budidaya yang probiotik 5 hari sekali menunjukkan
dilakukan, namun biasanya semakin pengaruh yang signifikan terhadap
rendah kepadatan ikan dalam kolam pertumbuhan, kelulushidupan dan
budidaya maka akan mempengaruhi efisiensi pakan (Putra et al., 2017).
pertumbuhan ikan begitu pula Budidaya ikan dengan sistem bioflok
sebaliknya (Rochdianto, 2005). menjadi alternatif lain yang mulai
banyak diterapkan oleh para
Melihat potensi air rawa pembudidaya ikan pada saat ini.
gambut dalam budidaya perikanan Sistem ini menjadi populer karena
belum tereksplorasi secara optimal jika di bandingkan dengan sistem
dikarenakan nilai kualitas air yang konvensional mempunyai kelebihan
rendah. Menurut fatah et al.,(2010) diantaranya lebih irit pakan dan
pada rawa banjiran nilai kisaran pH tingkat kematian ikan lebih kecil.
antara 5,5 – 6,3. Kualitas di perairan Tingginya limbah organik dari sisa
tersebut tidak cukup baik dan pakan buatan (pelet) dan feses hasil
volume air sangat sedikit, organisme pemeliharaan ikan secara intensif
dan bahan organik tinggi sehingga akan menyebabkan penumpukan dan
pH yang di dapat 4,0 - 4,5. pengendapan di dasar media air
pemeliharaan, sehingga diperlukan
Perkembangan teknologi
proses dekomposisi. Jika tidak
budidaya melalui pendekatan
terdekomposisi media pemeliharaan
biologis, telah diterapkan teknologi
akan terurai secara anaerob oleh
bioflok untuk menjaga kualitas
bakteri anaerob kemudian
perairan budidaya. Teknologi
membentuk gas-gas toksik seperti
bioflok merupakan teknologi
asam sulfida, nitrit, dan amonia dan
penggunaan bakteri baik heterotrof
berdampak negatif bagi metabolisme
maupun autotrof yang dapat
organisme budi daya hingga
mengonversi limbah organik secara
kematian.
intensif menjadi kumpulan
mikroorganisme yang berbentuk
flok, kemudian dapat dimanfaatkan
METODE PENELITIAN dengan kode F-999 dengan
frekuensi pemberian pakan 2 kali
Penelitian ini dilaksanakan sehari. Parameter yang diukur yaitu
pada tanggal 03 Agustus sampai parameter pertumbuhan ikan berupa
dengan 03 September 2017 di pertumbuhan bobot mutlak (Effendi,
laboratorium teknologi budidaya 1997), pertumbuhan panjang mutlak
jurusan budidaya perairan fakultas dan laju pertumbuhan harian
perikanan dan kelautan universitas (Zoeneveld et all., 1991), efisiensi
Riau. Metode penelitian yaitu pakan (Watanabe, 1998), rasio
menggunakan metode eksperimen konversi pakan (Stickney, 1979).
Rancangan Acak lengkap (RAL) Pengukuran kualitas air meliputi
dengan 1 faktor yang terdiri atas 4 parameter fisika dan kimia.
taraf perlakuan dan tiga kali ulangan
(12 Unit akuarium). Taraf perlakuan Uji statistik ANAVA
yang digunakan yaitu (P1) padat (Sudjana, 1991) dilakukan untuk
tebar 60 ekor per wadah, (P2) 70 mengetahui apakah terdapat
ekor per wadah, (P3) 80 ekor per pengaruh dari perlakuan yang
wadah dan (P4) 90 ekor per wadah. diberikan. Apabila uji tersebut
Menurut penelitian Pawartining dkk menunjukan adanya perbedaan
(2003) jumlah padat tebar ikan nila nyata maka (P<0,05), maka
gesit terbaik di kolam berupa jaring dilakukan uji lanjut Student-
ukuran 1 m x 1 m adalah 100 Newman Keuls untuk mengetahui
ekor/m3. tingkat perbedaan dari masing
Wadah yang digunakan perlakuan serta mengetahui
dalam penelitian ini yaitu akuarium perlakuan yang terbaik.
berukuran 60 cm x 40 cm x 40 cm
dengan volume air 60 liter. HASIL DAN PEMBAHASAN
Akuarium diisi dengan air rawa
Berdasarkan hasil uji
gambut yang sudah diendapkan
statistik analisis varian (ANAVA)
selama tiga hari setinggi 25 cm.
menunjukkan bahwa bobot mutlak,
Pembuatan agregat bioflok
panjang mutlak, pertumbuhan harian
dilakukan dengan mengaktifkan
dan efisiensi pakan memberikan
EM4 menggunakan mollase. EM4
perbedaan nyata (P<0,05).
yang berada dalam kemasan masih
Sementara itu parameter yang tidak
dalam keadaan dorman.
memberikan perbedaan nyata
Perbandingan 1 liter air : 20 ml
dengan nilai signifikan (P>0,05)
mollase : 20 ml EM4 (Hasibuan,
yaitu rasio konversi pakan dan
2008). Agregat bioflok tersebut di
kelulushidupan ikan.
fermentasikan selama 3 hari.
kemudian dimasukkan kedalam Pertumbuhan
masing-masing wadah pemeliharaan
sebanyak 350 ml per wadah. Ukuran Menurut Effendi dalam
benih yang ditebarkan memiliki Jenitasari (2013), menyatakan bahwa
kisaran panjang dan berat rata-rata pertumbuhan mutlak dan
berturut-turut yaitu 4-5 cm dan 1,06- pertumbuhan relativ. Pertumbuhan
1,36 g. mutlak yaitu pertumbuhan panjang
Adapun pakan yang atau bobot dalam periode waktu
diberikan berupa pakan komersil tertentu dihubungkan dengan
panjang atau bobot dalam periode memiliki perbedaan yang nyata
waktu tertentu. meskipun memiliki kesempatan
Pertambahan bobot mutlak makan yang sama berupa pakan
adalah pertambahan bobot ikan dari komersil yang diberikan 3% dari
awal pemeliharaan hingga akhir berat total tubuhnya serta pemberian
pemeliharaan. Menurut Samsudin dosis probiotik disetiap wadah
(2004) bahwa pertumbuhan bobot perlakuan yang sama. Data
pada ikan terjadi karena adanya pertumbuhan bobot mutlak selama
energi yang berasal dari pakan yang penelitian dapat dilihat pada tabel
diberikan. Pada penelitian ini bobot berikut ini.
mutlak benih ikan nila merah
Tabel 1. Pertumbuhan bobot Mutlak (Wm) benih ikan nila merah (Oreochromis
niloticus)

Ulangan Perlakuan
P1 P2 P3 P4
1 1,597 1,455 1,316 1,184
2 1,590 1,486 1,316 1,186
3 1,579 1,471 1,316 1,192
Jumlah 4,77 4,41 3,95 3,56
Rata-rata 1,59 ± 0,01a 1,47 ± 0,01b 1,32 ± 0,00b 1,19 ± 0,01c
Keterangan: huruf superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05)
tebar yang tinggi akan mengganggu
Pada tabel 1 dapat dilihat laju pertumbuhan meskipun
bahwa rata-rata pertumbuhan bobot kebutuhan makanan tercukupi. Hal
mutlak benih ikan Nila Merah ini disebabkan karena adanya
(Oreochromis niloticus) pada setiap persaingan dalam memperebutkan
perlakuan adalah P1 dengan padat ruang gerak dan kompetisi dalam
tebar 60 ekor yaitu 1,59 gram, P2 mendapatkan makanan. Salah
dengan padat tebar 70 ekor yaitu satunya dapat dilihat dari nilai
1,47 gram, P3 dengan padat tebar 80 pertumbuhan bobot mutlak benih
ekor yaitu 1,32 gram, perlakuan P4 ikan nila merah. Sesuai dengan
dengan padat tebar 90 ekor yaitu pendapat Rahmat (2010),
1,19 gram. mengatakan bahwa pada padat
penebaran yang tinggi ikan
Pertumbuhan bobot mutlak mempunyai daya saing di dalam
tertinggi adalah P1 dengan padat memanfaatkan makanan dan ruang
tebar 60 ekor/wadah yaitu 1,59 g gerak, sehingga akan mempengaruhi
sedangkan pertumbuhan bobot laju pertumbuhan ikan tersebut.
mutlak terendah adalah P4 dengan
padat 90 ekor/wadah yaitu 1,19 g. Berdasarkan analisis varian
Hal ini dikarenakan kepadatan ikan (ANOVA) perlakuan padat tebar
yang terlalu tinggi dapat memberikan pengaruh nyata
menurunkan mutu air, pertumbuhan terhadap pertumbuhan bobot mutlak
ikan menjadi lambat, tingkat (P<0,05). Maka dilakukan uji lanjut
keragaman ukuran ikan tinggi. Padat newman keuls menunjukan bahwa
masing-masing perlakuan berbeda panjang awal ikan selama
nyata. pemeliharaan. Data penelitian
pertumbuhan panjang mutlak benih
Panjang mutlak merupakan ikan nila merah dapat dilihat pada
selisih panjang akhir dengan tabel berikut ini.
Tabel 2. Pertumbuhan Panjang Mutlak (Lm) benih ikan nila merah (Oreochromis
niloticus)
Ulangan Perlakuan
P1 P2 P3 P4
1 2,35 2,05 1,95 1,86
2 2,42 1,99 1,95 1,86
3 2,38 2,02 1,97 1,98
Jumlah 7,15 6,06 5,87 5,69
a ab ab
Rata-rata 2,38 ± 0,03 2,02 ± 0,03 1,96 ± 0,01 1,90 ± 0,07b
Keterangan: huruf superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05)
Berdasarkan tabel tersebut dengan pertumbuhan, karena
bahwa pertumbuhan panjang mutlak semakin tinggi padat penebarannya
mengalami pertumbuhan yang maka semakin rendah
berbeda-beda meskipun memiliki pertumbuhannya. Selain itu benih
kesempatan makan dan perlakuan ikan nila merah pada P1 mampu
yang sama hanya saja berbeda memanfaatkan pakan yang tersedia
jumlah padat tebar disetiap dengan baik, ruang gerak tidak
perlakuan. Dimana P1 yaitu 2,38 cm, terbatas sehingga ikan mampu
P2 yaitu 2,02 cm, P3 yaitu 1,96 cm bergerak bebas menyebabkan ikan
dan P4 yaitu 1,9 cm. mampu berkembang dan bertumbuh
Pertumbuhan panjang mutlak dengan baik. Berbeda hal dengan P4
(Lm) benih ikan nila merah yang memiliki panjang mutlak
menunjukan perbedaan nyata dimana terendah hal ini di sebabkan padat
pertumbuhan panjang mutlak tebar yang terlalu padat sehingga
tertinggi diperoleh pada P1 dengan ruang gerak terbatas dan kompetisi
padat tebar 60 ekor yaitu 2,38 cm dalam mendapatkan makanan sangat
sedangkan hasil terendah pada P4 tinggi dalam hal ini dapat
dengan padat tebar 90 ekor yaitu menghambat pertumbuhan dan
1,90 cm. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan benih ikan nila
pertumbuhan bobot dan panjang ikan merah.
berbanding lurus yaitu dengan Dari uji analisis varian
bertambahnya bobot ikan maka (ANOVA), menunjukkan bahwa
bertambah pula panjang ikan, sesuai padat tebar yang berbeda dari setiap
dengan pernyataan Effendi (1979) perlakuan benih ikan nila merah
pertumbuhan merupakan perubahan selama 30 hari pemeliharaan
bentuk ikan, baik panjang maupun memberikan pengaruh nyata
berat sesuai dengan perubahan terhadap pertumbuhan panjang
waktu. Selain itu Huet dalam Royani mutlak benih ikan nila merah
(2008) menjelaskan bahwa padat (P<0,05) maka dilakukan uji lanjut
penebaran mempunyai hubungan erat Newman Keuls menunjukkan P1
berbeda nyata dari P2, P3 dan P4. Berdasarkan hasil penelitian
Namun P2 tidak berbeda nyata selama 30 hari maka diperoleh laju
dengan P3 tapi berbeda nyata dari P1 pertumbuhan harian benih ikan nila
dan P4. merah dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 3. Laju Pertumbuhan Harian (LPS) benih ikan nila merah (Oreochromis
niloticus)
Ulangan Perlakuan
P1 P2 P3 P4
1 2,73 2,66 2,64 2,49
2 2,81 2,64 2,63 2,50
3 2,77 2,62 2,64 2,51
Jumlah 8,31 7,93 7,91 7,50
a ab ab
Rata-rata 2,77 ± 0,02 2,64 ± 0,04 2,64 ± 0,01 2,50 ± 0,01b
Keterangan: huruf superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05)
Berdasarkan tabel tersebut laju yang tinggi pula. Sebagaimana
pertumbuhan harian benih ikan nila dinyatakan Kadarini, et al., (2010)
merah dari setiap perlakuan adalah bahwa kompetisi ruang gerak dapat
P1 dengan padat tebar 60 ekor/wadah mempengaruhi pertumbuhan ikan,
yaitu 2,77%/hari, P2 dengan padat dikarenakan dengan padat tebar
tebar 70 ekor/wadah yaitu berbeda dalam wadah yang
2,64%/hari, P3 dengan padat tebar 80 luasannya sama pada masing-masing
ekor/wadah yaitu 2,64%/hari dan P4 perlakuan, dimungkinkan terdapat
dengan padat tebar 90 ekor/wadah persaingan dalam hal kesempatan
yaitu 2,50%/hari. Laju pertumbuhan mendapatkan pakan. Keadaan
harian benih ikan nila merah dari tersebut menyebabkan kondisi ikan
setiap perlakuan menunjukan lemah sehingga pemanfaatan pakan
pertumbuhan yang cukup baik. tidak optimal, hal ini mengakibatkan
Namun laju pertumbuhan harian pertumbuhan ikan terganggu dan
terbaik terdapat pada P1 dimana rata- akhirnya menjadi lambat.
rata laju pertumbuhan harian benih Menurut Asmawi (1983)
ikan nila merah yaitu 2,77%/hari menyatakan bahwa semakin besar
sedangkan yang terendah adalah P4 kepadatan ikan dalam suatu wadah
dengan nilai laju pertumbuhan harian akan semakin kecil laju pertumbuhan
benih ikan nila merah yaitu per individu. Dengan kepadatan
2,50%/hari. Hal ini dikarenakan pada rendah ikan mempunyai kemampuan
P1 tidak mengalami persaingan yang untuk memanfaatkan pakan dengan
tinggi dalam mendapatkan makanan, baik dibandingkan dengan kepadatan
ruang gerak dan oksigen. Adapun yang cukup tinggi karena pakan
media pemeliharaan yang digunakan merupakan faktor luar yang
dalam penelitian ini adalah air rawa mempunyai peranan didalam
gambut dimana kandungan oksigen pertumbuhan.
terlarut pada air rawa gambut sangat Dari hasil uji analisis varian
rendah. Kondisi ini juga menjadi (ANOVA) menunjukkan bahwa
salah satu faktor bahwa padat tebar padat tebar berpengaruh nyata
yang tinggi memerlukan oksigen terhadap laju pertumbuhan harian
benih ikan nila merah (P<0,05). berat dengan pakan yang
Maka dilakukan uji lanjut newman dikonsumsi yang dinyatakan dalam
keuls menunjukkan P1 berbeda persen (Mudjiman, 2004). Adapun
nyata dari P2, P3 dan P4. nilai efisiensi pakan benih ikan nila
Efisiensi pakan adalah nilai merah dapat dilihat pada tabel
perbandingan antara pertambahan berikut ini.
Tabel 4. Efisiensi Pakan (EP) benih ikan nila merah (Oreochromis niloticus)
Ulangan Perlakuan
P1 P2 P3 P4
1 88,82 75,71 83,66 88,80
2 85,14 72,01 80,89 93,41
3 87,23 75,38 83,55 68,05
Jumlah 261,19 223,10 248,10 250,27
Rata-rata 87,13 ± 1,84a 74,52 ± 2,04b 82,77 ± 1,56a 85,72 ± 6,48a
Keterangan: huruf superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05)
Dari tabel diatas disimpulkan pakan komersil maupun pakan alami
bahwa nilai efisiensi pakan setiap yang berbentuk flok dalam media
perlakuan antara lain P1 dengan pemeliharaan.
padat tebar 60 ekor/wadah nilai Setelah dilakukan analisis
efisiensi pakannya yaitu 87,13%, P2 varian (ANOVA) menunjukkan
dengan padat tebar 70 ekor/wadah bahwa padat tebar berpengaruh
yaitu 74,52%, P3 dengan padat tebar terhadap efisiensi pakan (P<0,05)
80 ekor/wadah yaitu 82,77% disetiap perlakuan pada benih ikan
sedangkan P4 dengan padat tebar 90 nila merah sehingga dilakukan uji
ekor/wadah yaitu 85,72%. lanjut Student Newman Keuls. Hasil
Efisiensi pakan tertinggi dari uji lanjut ini menunjukkan
diperoleh pada P1 dengan padat tebar bahwa P1 tidak berbeda nyata
60 ekor/wadah yaitu 87,13% dengan P3 dan P4, tetapi P2 berbeda
sedangkan efisiensi pakan terendah nyata terhadap P1, P3 dan P4.
diperoleh pada P2 dengan padat tebar Pada penelitian ini pakan
70 ekor/wadah yaitu 74,52%. yang diberikan berupa pelet komersil
Perlakuan terbaik adalah P1 hal ini yang diberikan sebanyak 5% dari
dikarenakan benih ikan nila merah bobot tubuh ikan dengan frekuensi 2
pada padat tebar 60 ekor/wadah kali sehari. Berdasarkan hasil
memiliki ruang gerak yang luas, penelitian dan pengamatan selama 30
kompetisi untuk mendapatkan pakan hari, diperoleh data konversi pakan
rendah sehingga ikan mampu benih ikan nila merah sebagai
memaksimalkan pakan yang ada baik berikut.
Tabel 5. Konversi Pakan (FCR) benih ikan nila merah (Oreochromis niloticus)
Ulangan Perlakuan
P1 P2 P3 P4
1 1,13 1,32 1,20 1,13
2 1,17 1,39 1,24 1,07
3 1,15 1,33 1,20 1,47
Jumlah 3,45 4,04 3,63 3,67
Rata-rata 1,15 ± 0,02 1,34 ± 0,03 1,21 ± 0,02 1,17 ± 0,08
Bedasarkan tabel diatas dapat ikan dalam memanfaatkan pakan
disimpulkan nilai konversi pakan yang dikonsumsinya untuk
dari setiap perlakuan adalah P1 pertumbuhan. Sehingga bobot tubuh
dengan padat tebar 60 ekor/wadah ikan dapat meningkat dikarenakan
yaitu 1,15, P2 dengan padat tebar 70 pakan dapat dicerna secara optimal.
ekor/wadah yaitu 1,34, P3 dengan Setelah dilakukan analisis varian
padat tebar 80 ekor/wadah yaitu 1,21 (ANOVA) menunjukkan bahwa
sedangkan P4 dengan padat tebar 90 padat tebar tidak berpengaruh nyata
ekor/wadah yaitu 1,17. terhadap konversi pakan (P>0,05)
Nilai konversi pakan tertinggi pada benih ikan nila merah dengan
diperoleh pada P2 dengan padat tebar sistem bioflok. Menurut Adelina dan
70 ekor/wadah yaitu 1,34 sedangkan Boer (2008) makanan merupakan
nilai konversi pakan terendah salah satu faktor yang paling
diperoleh pada P1 dengan padat tebar berpengaruh terhadap pertumbuhan.
60 ekor/wadah yaitu 1,15. Nilai Setiap organisme dalam laju
konversi pakan terbaik yaitu P1 hal pertumbuhannya akan terhambat
ini dikarenakan benih ikan nila bila kebutuhan makan tidak
merah mampu memanfaatkan pakan terpenuhi.
dengan maksimal baik pakan
komersil yang diberikana ataupun Kelulushidupan
pakan alami (flok) yang tersedia
Kelulushidupan (survival
dalam wadah pemeliharaan
rate) merupakan presentase ikan
sedangkan P2 memiliki nilai konversi
yang hidup dari jumlah ikan yang
pakan tertinggi disebabkan benih
dipelihara selama masa pembesaran
ikan nila merah tidak mampu
dalam suatu wadah pembesaran.
memanfaatkan pakan yang tersedia
Kelulushidupan ikan dipengaruhi
dengan baik hal ini dikarenakan
oleh beberapa factor diantaranya
tingkat nafsu makan ikan pada P2
kualitas air, ketersediaan pakan yang
sangat rendah sebab keaktifan ikan
sesuai dengan kebutuhan ikan,
saat diberi pakan lambat merespon
kemampuan untuk beradaptasi dan
berbeda dengan benih ikan P1 yang
padat penebaran. Tingkat
sangat cepat respon terhadap pakan
kelulushidupan dapat digunakan
yang diberikan. Dalam hal ini nilai
dalam mengetahui toleransi dan
konversi pakan dan nilai efisiensi
kemampuan ikan untuk hidup
pakan saling berkaitan. Dapat
(Effendi, 1997).
disimpulkan bahwa jika ingin
Menurut lakshamana dalam
mendapatkan nilai konversi terbaik
armiah (2010) faktor yang
dalam budidaya ikan maka nilai
mempengaruhi tinggi rendahnya
efisiensi pakan harus tinggi dengan
kelulushidupan ikan yaitu faktor
memperhatikan kualitas pakan yang
biotik antara lain kompetitor,
diberikan. Kondisi ini sesuai dengan
kepadatan populasi, umur dan
pernyataan Mudjiman (2001)
kemampuan beradaptasi dengan
menyatakan bahwa nilai rasio
lingkungan perairan. Berikut nilai
konversi pakan berhubungan erat
kelulushidupan benih ikan nila merah
dengan kualitas pakan, semakin
dari awal hingga akhir penelitian dari
rendah nilainya maka semakin baik
setiap perlakuan.
kualitas pakan dan makin efisien
Tabel 6. Kelulushidupan (SR) benih ikan nila merah (Oreochromis niloticus)
Ulangan Perlakuan
P1 P2 P3 P4
1 83,33 85,71 81,25 83,33
2 88,33 80,00 87,50 77,78
3 90,00 81,43 81,25 81,11
Jumlah 261,67 247,14 250,00 242,22
Rata-rata 87,22 ±3,47 82,38 ± 2,97 83,33 ± 3,60 80,74 ± 2,22
Berdasarkan tabel tersebut P1 Setiawan (2009) menyatakan bahwa
dengan padat tebar 60 ekor/wadah peningkatan kepadatan akan
yaitu 87,22%, P2 dengan padat tebar berakibat terganggunya proses
70 ekor/wadah yaitu 82,38%, P3 fisiologis dan tingkah laku ikan
dengan padat tebar 80 ekor/wadah terhadap ruang gerak yang pada
yaitu 83,33% dan P4 dengan padat akhirnya dapat menurunkan kondisi
tebar 90 ekor/wadah yaitu 80,74%. kesehatan dan fisiologis ikan
Kelulushidupan tertinggi akibatnya pemanfaatan makanan,
diperoleh pada P1 dengan padat tebar pertumbuhan, dan kelangsungan
60 ekor/wadah yaitu 87,22% dan hidup mengalami penurunan. Stress
kelulushidupan terendah diperoleh akan meningkat cepat ketika batas
pada P4 dengan padat tebar 90 daya tahan ikan telah tercapai atau
ekor/wadah yaitu 80,74%. P1 terlewati. Dampak stress ini
memiliki kelulushidupan tertinggi mengakibatkan daya tahan tubuh
dibanding perlakuan yang lain ikan menurun dan selanjutnya terjadi
disebabkan beberapa faktor yaitu kematian
ruang gerak yang memadai atau tidak Berdasarkan hasil analisis
terlalu padat, tidak terjadi perebutan ragam (ANOVA) menunjukkan
oksigen, kompetisi untuk bahwa padat penebaran tidak
mendapatkan pakan rendah sehingga berpengaruh nyata (P>0,05)
tingkat kelulushidupan cenderung terhadap nilai kelulushidupan benih
meningkat seiring dengan padat ikan nila merah. Selanjutnya
penebaran yang rendah. Adapun dilakukan uji lanjut student newman
pada P4 memiliki nilai keuls menunjukkan bahwa masing-
kelulushidupan terendah dikarenakan masing perlakuan yaitu P1, P2, P3
ruang gerak yang terbatas, kompetisi dan P4 tidak berbeda nyata.
untuk mendapatkan pakan tinggi,
oksigen terlarut rendah sebagaimana Kualitas Air
kita ketahui air rawa gambut
Kualitas air merupakan
memiliki kandungan oksigen yang
faktor penting dalam budidaya ikan
rendah sedangkan kepadatan ikan
sebagai media hidup ikan. Selain
pada perlakuan P4 begitu tinggi
sumber dan kuantitas harus
mengakibatkan terjadinya perebutan
memadai, air yang digunakan untuk
oksigen. Kondisi ini menyebabkan
pemeliharaan ikan harus memenuhi
rendahnya nilai kelulushidupan benih
kebutuhan optimal ikan (Ghufran,
ikan nila merah sebab
2011). Adapun kualitas air yang
kelulushidupan cenderung menurun
diukur selama penelitian yaitu suhu,
seiring dengan padat penebaran yang
pH, NH4 dan DO. Rata-rata nilai
tinggi. Sebagaimana pendapat dari
konsentrasi kualitas air dapat dilihat
Wedemeyer (1996) diacu oleh
pada tabel berikut.
Tabel 7. Pengukuran kualitas air banih ikan nila merah yang di ukur selama
penelitian pada setiap perlakuan
Padat Tebar Kualitas Air
0
(ekor/wadah) Suhu ( C) pH DO (ppm) Ammonia
(mg/L)
60 ekor 26-27 5,9-6,5 4,0-5,2 0,1436
70 ekor 26-27 6,0-6,4 4,2-5,0 0,5250
80 ekor 26-27 5,8-6,4 4,0-4,5 0,6462
90 ekor 26-27 5,9-6,5 4,0-4,3 0,7236
Berdasarkan tabel diatas pada air rawa gambut, berpengaruh
dapat disimpulkan bahwa kisaran terhadap pertumbuhan dan
kualitas air pada setiap perlakuan kelulushidupan benih ikan nila
masih dalam standar toleransi benih merah. Perlakuan terbaik terdapat
ikan nila merah dimana kualitas air pada P1 dengan padat tebar 60
masih dalam kondisi baik dalam ekor/wadah dengan nilai
pemeliharaan benih ikan nila merah. pertumbuhan bobot mutlak yaitu
Pengolahan kualitas air menjadikan 1,59 gram, panjang mutlak 2,38
peranan penting dalam kegiatan gram, laju pertumbuhan harian
budidaya khususnya pemeliharaan 2,77%/hari, efisien pakan 87,22 %,
benih ikan nila merah. Dalam rasio konversi pakan 1,15 dan
penelitian ini memanfaatkan bakteri kelulushidupan 87,22%.
probiotik yang di fermentasikan
yaitu EM4 yang diaktifkan dengan Saran
mollase, probiotik hasil fermentasi
Adapun saran penelitian
disebut inokulan yang ditambahkan
selanjutnya yaitu pengaruh
1 kali dalam 3 hari, hal ini
pemberian dosis probiotik yang
dikarenakan flok yang terdapat pada
berbeda terhadap pertumbuhan dan
perairan berkurang oleh sebab itu
kelulushidupan benih ikan nila merah
dilakukan penambahan probiotik
(Oreochromis niloticus) dengan
kedalam wadah pemeliharaan.
sistem bioflok pada air rawa gambut.
Selain itu probiotik juga berfungsi
dalam menguraikan feses ikan dan DAFTAR PUSTAKA
sisa pakan sehingga amonia yang
terdapat di perairan tidak Adelina, I Boer dan Suharman, I.
membahayakan untuk kelangsungan 2004. Diktat dan penuntun
hidup ikan itu sendiri. Hasil praktikum analisa formulasi
metabolisme akan diubah oleh pakan. Fakultas perikanan
bakteri probiotik menjadi protein sel dan kelautan Universitas
tunggal. Riau, Pekanbaru. 60 Hal.

KESIMPULAN DAN SARAN Avnimelech, Y. 2006.


Carbon/Nitrogen ratio as a
Kesimpulan control element in
aquacultur sistem.
Dari hasil penelitian dapat
Aquacultur, 176 ; 227-235.
disimpulkan bahwa padat tebar yang
berbeda pada pemeliharaan benih De Schryver P, Verstraete W. 2009.
ikan nila merah (Oreochromis Nitrogen Removal from
niloticus) dengan sistem bioflok Aquaculture Pond Water by
Heterotrophic Nitrogen enhanced with probiotic
Assimilation in Lab-Scale [version 1; referees: 2
Sequencing Batch Reactors. approved] F1000Research
Bioresource Technology. 2017,6:1545 (doi:
100(3): 1162-1167. 10.12688/f1000research.124
38.1)
Effendi, I. 1997. Metode Biologi,
Perikanan. Fakultas Schneider, O., V. Sereti, E.H.
Perikanan IPB. Bogor. 112 Eding.&Verreth, J.A.J. 2005.
hlm. Protein Production by
Heterotrophic Bacteria Using
Khiatuddin dan Maulida. 2003. Carbon Supplemented Fish
Melestarikan Sumberdaya air Waste. Paper presented in
dengan Teknologi Rawa World Aquaculture 2005,
Buatan. Gadjah Mada Bali. Indonesia. (Abstract).
University Press. Yogyakarta.
Sebayang, F. 2006. Pembuatan
Lesmana, D. S. 2002. Kualitas Air etanol dari molase secara
untuk Ikan Hias Air Tawar. fermentasi menggunakan sel
Penebar Swadaya. Jakarta. saccharomyces cerevisiae
yang termobilisasi pada
Mardiyanto. 2005. Pertumbuhan dan kalsium alginat. Jurnal
kelangsungan hidup ikan mas technology proses 5 (2) Juli
koki (Carassius auratus) 2006 : 68 – 74. ISSN 1412-
dengan kepadatan berbeda 7814. Departemen kimia
pada teknologi pendederan fakultas MIPA universitas
dalam sistem resirkulasi. sumatra utara. Medan.
Sripsi. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut SNI. 1994. Pengujian Kualitas Air
Pertanian Bogor. Bogor. 55 Sumber dan Limbah Cair.
hal. Direktorat Pengembangan
Laboratorium dan
Maryam S. 2010. Budidaya Super
Pengelolaan Data Badan
Intensif Ikan Nila Merah
Pengendalian Dampak
(Oreochomis sp.) Dengan
Lingkungan. Jakarta.
Teknologi Bioflok : Profil
Kualitas Air, Kelangsungan Stickney, R. R. 1979. Prinsiples of
Hidup dan Pertumbuhan. Warmwater Aquacultur. John
Fakultas Perikanan dan Ilmu Wiley and Sons. Inc. A
Kelautan, Institut Pertanian wiley-Interscience
Bogor. 66 hal Publication. New York. UAS.
Putra, I. Rusliadi R. Fauzi, M. Tang,
Watanabe, T. 1998. Fish nutrition
Usman M. Muchlisin, Zainal
and marine culture.
A. 2017. Growth
Departement of aquatic
performance and feed
biosciences. Tokyo university
utilization of African catfish
Clarias gariepinus fed a of fisheries. JICA. 233 p.
commercial diet and reared
in the biofloc system
Wedemeyer, G. A. 1996. Physiology
of Fish in Intensive Culture
Systems. Champman and
Hall. New York.

Yuliati, P. Kadarani, T. Rusmaedi


dan Subandiyah, S. 2003.
Pengaruh padat penebaran
terhadap pertumbuhan dan
sintasan dederan ikan nila gift
(Oreochromis niloticus) di
Kolam. Jurnal ikhtiologi
Indonesia vol.3. Instalasi
penelitian perikanan air
tawar. Depok

Zonneveld, N., E. Huisman A., and


Boon, J.H. 1991. Prinsip-
prinsip budidaya ikan. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai