Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AGROFORESTRI

PERAN AGROFORESTRI DALAM MEMITIGASI EMISI KARBON

Disusun Oleh:
KELOMPOK III – AGRIBISNIS B
Ria Precillya Grace 125040100111049
Larasati Aisyah R. A. 125040100111063
Witri Ani Syafa’ati 125040100111106
Azizah Rahmawati 125040100111125

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia-Nya berupa kemampuan
berpikir, sehingga hanya dengan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan
judul “Peran Agroforestri dalam Memitigasi Emisi Karbon (C)”. Ucapan terima kasih kami
sampaikan pada segenap pihak yang telah membantu dalam penulisan ini.
Penulis senantiasa menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi
materi, sistematika pembahasan maupun susunan bahasanya. Oleh karenanya, penulis terbuka
terhadap kritik dan saran yang konstruktif. Dengan iringan doa, penulis berharap makalah ini
dapat bermanfaat dalam rangka mengetahui dan memahami aspek-aspek yang terkait dengan
peranan agroforestri dalam membantu alam memitigasi emisi karbon.

Malang, 6 Oktober 2014

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................3
2.1 Sistem Agroforestri................................................................................................................3
2.2 Emisi Gas Rumah Kaca.........................................................................................................4
2.3 Proses Mitigasi Karbon..........................................................................................................4
BAB III PEMBAHASAN DAN STUDI KASUS...........................................................................5
3.1Tanaman Meranti dan Penyerapan Karbon.............................................................................5
3.2 Tegakan Pohon (Rhizophora stylosa) dan Penyerapan Karbon.............................................6
3.3 Agroforestri Karet dan Penyerapan Karbon...........................................................................7
3.4 Mekanisme Agroforestri dalam Mengadaptasi Perubahan Iklim..........................................8
3.5 Peran Agroforestri dalam Memitigasi Karbon.....................................................................10
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................................12
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................................12
4.2 Saran.....................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aktifitas pembabatan hutan semakin hari semakin sering terjadi. Hampir di seluruh
bagian dunia hutan dialihfungsikan ke bentuk usaha komersial. Sebagai akibatnya, jumlah hutan
semakin menipis dan perannya sebagai paru-paru dunia, penyimpanan air, tempat pelestarian
biodiversitas dan sebagai sarana penyerapan karbon semakin menurun. Hilangnya tutupan lahan
hutan karena konversi hutan untuk pemukiman, perkebunan, pertanian dan kebutuhan untuk
pembangunan di sektor lain, telah menyebabkan perubahan pola cuaca atau iklim di berbagai
tempat. Dampak dari perubahan iklim tersebut adalah prediksi terhadap bulan basah dan bulan
kering menjadi sulit. Namun demikian, menurut Santoso dan Forner dalam Kurniaon dkk (2008),
informasi terjadinya peningkatan frekuensi cuaca ekstrim per tahunnya jauh lebih penting dari
pada hanya informasi peningkatan jumlah curah hujan tahunan. Hal tersebut dikarenakan kondisi
cuaca ekstrim menyebabkan terjadinya bencana banjir dan longsor yang terjadi sewaktu-waktu,
sehingga peringatan dini kepada masyarakat sangat diperlukan untuk mengurangi jumlah
kerugian dan korban nyawa.
Di daerah tropis, kerugian terbesar akibat perubahan iklim adalah berhubungan dengan
ketersediaan pangan (sektor pertanian). Perubahan iklim dapat berdampak langsung melalui
perubahan biofisik dan sumber daya lahan (ketersediaan air dan pupuk serta pengendalian hama)
terhadap produksi tanaman baik tanaman pangan maupun non-pangan, tetapi juga bisa melalui
degradasi luas lahan karena peningkatan muka air laut.
Perubahan iklim dapat diantisipasi dengan mitigasi dan adaptasi. Guna menangani
masalah pemanasan global yang memang telah terjadi, maka arah penelitian saat ini pada
umumnya adalah untuk pengelolaan sumberdaya lahan bergeser kepada upaya adaptasi terhadap
perubahan iklim global yang sinergi dengan upaya mitigasi Gas Rumah Kaca (Verchot et al.,
2006). Mitigasi berarti usaha-usaha pencegahan yang perlu dilakukan, sedangkan adaptasi
merupakan kegiatan-kegiatan penyesuaian yang perlu dilakukan untuk dapat hidup dan bertahan
dan meningkatkan ketahanan, kelenturan dan mengarah ke migrasi karena kondisi iklim yang
berbeda.

1
Agroforestri diharapkan dapat berfungsi sebagai agen mitigasi dengan membandingkan
tapak yang sebelumnya tanpa vegetasi dengan agroforestri akan menyimpan karbon atau akan
menyerap karbon, sehingga efek gas rumah kaca akan berkurang. Jika dibandingkan dengan
vegetasi berhutan, akan berbeda, tetapi pencegahan disini tidak berarti pencegahan total, tetapi
mengurangi emisi gas rumah kaca dengan menyerap karbon yang ada. Sistem agroforestri
diharapkan juga dapat berkontribusi terhadap perubahan iklim melalui perbaikan iklim mikro
dan pencapaian ketahanan pangan (N'Klo, 2011). Pada akhirnya, sistem agroforestri diharapkan
dapat membantu meminimalkan gas rumah kaca yang terjadi saat ini dan di masa yang akan
mendatang.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan terkait dengan
pembuatan makalah ini, antara lain:
1. Apakah yang dimaksud dengan proses mitigasi emisi karbon dan bagaimana
pengaruhnya pada ekosistem dunia, terutama di bidang pertanian?
2. Bagaimanakah sistem agroforestri memitigasi emisi karbon yang terjadi di atmosfer?
3. Mengapa sistem agroforestri dianggap layak sebagai agen mitigasi emisi karbon dunia?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk memberikan pemahaman terhadap pihak-pihak
terkait, seperti penulis dan pembaca terhadap beberapa hal berikut ini:
1. Proses mitigasi emisi karbon dan pengaruh emisi karbon terhadap ekosistem dunia,
terutama di bidang pertanian.
2. Mekanisme sistem agroforestri dalam memitigasi emisi karbon di atmosfer.
3. Kelayakan sistem agroforestri sebagai agen mitigasi emisi karbon dunia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Agroforestri


Menurut Butarbutar (2011), agroforestri adalah merupakan model pengelolaan hutan
yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas lahan berupa hasil hutan, hasil pertanian atau
peternakan dan perikanan sehingga masyarakat dapat memperoleh hasil dalam jangka pendek,
menengah dan jangka panjang.
Sedangkan menurut Kurniatun dkk (2008), agroforestri secara sederhana berarti
penanaman berbagai jenis pohon pada lahan pertanian yang berfungsi ganda sebagai sumber
pendapatan petani dan perlindungan tanah dan air di sekitarnya. Agroforestri adalah suatu
struktur hutan yang dikelola oleh petani untuk mendapatkan berbagai produk kehutanan dan
pertanian yang diusahakan pada lahan yang sama. Dari definisi ini penekanannya lebih dititik
beratkan untuk pelestarian tanaman perhutanan (De Foresta dan Michon, 1996).
Maness (2009) mengemukakan terdapat 3 (tiga) proses dimana pengelolaan hutan dapat
mengurangi konsentrasi gas rumah kaca, yaitu: 1) Strategi perlindungan stok (melalui kegiatan
konservasi, penundaan panen, pencegahan kebakaran dan pencegahan hama dan penyakit; b)
Strategi penyerapan karbon (melalui kegiatan penanaman, peningkatan stok karbon, penggunaan
kayu yang sudah diawetkan) dan c) Strategi penggunaan energy yang dapat diperbaharui, melalui
produksi biomassa yang dapat diperbaharui untuk menggantikan energi fosil.
Dari beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa agroforestri adalah suatu sistem
pengelolaan hutan dengan penanaman berbagai jenis pohon pada lahan pertanian yang berfungsi
untuk pelestarian tanaman baik dari perhutanan maupun pertanian untuk memperoleh hasil yang
optimal baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang.
Hutan berperan penting dalam mengatur iklim bumi melalui siklus karbon; menyerap
karbon dari atmosfer seiring pertumbuhannya, dan menyimpan karbon dalam dedaunan, jaringan
berkayu, perakaran, dan materi organik dalam tanah. Hutan dunia menyerap 2,4 miliar ton
karbondioksida setiap tahunnya, atau sekitar sepertiga dari karbondioksida yang dilepaskan
akibat pembakaran bahan bakar fosil. Hutan juga menjadi tempat penyimpanan karbon terestrial
dunia yang paling penting, yang terdiri atas sekitar 77 persen dari semua karbon yang tersimpan

3
dalam vegetasi dan 39 persen dari semua karbon yang tersimpan dalam tanah; dua kali lebih
banyak jumlahnya dari karbon yang terdapat di atmosfer (Cifor, 2013).
2.2 Emisi Gas Rumah Kaca
Deforestasi dan degradasi hutan bertanggung jawab atas sekitar 10 hingga 15 persen
dari emisi gas rumah kaca (GRK) dunia yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan pembakaran
lahan gambut yang terkait dengan pembabatan hutan menyebabkan terjadinya 3 persen emisi
berikutnya. Emisi ini lebih besar dari sektor transportasi global. Menurut Cifor (2013) Delapan
puluh persen dari emisi ini berasal hanya dari 10 negara, terutama di negara-negara berkembang.
Di beberapa negara, seperti Indonesia, deforestasi dan degradasi hutan merupakan sumber emisi
utama. Kehilangan tutupan hutan global juga berarti kehilangan kemampuan alami hutan untuk
menyerap karbon dan kapasitas penyimpanannya, yang berarti memperbesar emisi dari sumber-
sumber lain.
2.3 Proses Mitigasi Karbon
Mitigasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyebab terjadinya
perubahan iklim, yaitu dengan menyerap CO2 di udara dan menyimpannya dalam tanaman dan
tanah baik dalam ekosistem hutan maupun pertanian dalam jangka waktu yang lama. Kegiatan
mitigasi dilakukan sebagai salah satu upaya menurunkan efek gas rumah kacasehingga dapat
memperlambat laju pemanasan global. (Kurniatun, 2013). Maka, secara sederhana, mitigasi
dapat diartikan sebagai suatu proses pengurangan emisi gas rumah kaca.

4
BAB III
PEMBAHASAN DAN STUDI KASUS

3.1 Tanaman Meranti dan Penyerapan Karbon


KEMAMPUAN T ANAMAN MERANTI (Shorea leprosula)
DALAM MENYERAPEMISI KARBON (CO2) DI KAWASAN HUTAN
IUPHHK-HA PTITCIKU KALIMANTAN TIMUR
Asef K. Hardjana dan Muhammad Fajri
Suatu penelitian di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dengan
memfokuskan pada jenis Shorea leprosula (Meranti) dari umur yang termuda hingga yang tertua
(1 – 6 tahun) dalam kawasan pengelolaan hutan tersebut.Potensi tanaman Shorea lepr osula
dihitung melalui pembuatan petak ukur seluas 0,25 ha (50 x 50 m) secara acak berlapis pada
setiap umur pohon, kemudian dilakukan inventarisasi pada setiap plot sampel yang berjumlah 6
plot.
Potensi cadangan biomassa pohon secara keseluruhan diketahui melalui penjumlahan
dari kandungan biomassa setiap organ pohon, yang merupakan total material organik hasil dari
fotosintesis. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dengan bantuan
sinar matahari kemudian diubah menjadi karbohidrat, selanjutnya didistribusikan ke seluruh
tubuh tanaman dan ditimbun dalam bentuk daun, batang, cabang, buah dan bunga (Hairiah dan
Rahayu, 2007).
Kemampuan tanaman Shorea leprosula umur 1 - 6 tahun yang berdiameter antara 2,96
sampai 8,27 cm dalam menyerap gas CO2 dari atmosfir berkisar 0,54 – 10,17 ton/ha CO2. Hasil
ini sejalan dengan potensi tanaman dalam menyimpan cadangan karbon, dimana melalui proses
fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah
menjadi karbohidrat, selanjutnya didistribusikan ke seluruh organ tanaman yang ditimbun dalam
bentuk biomassa (Hairiah dan Rahayu, 2007). Kemudian bila dilakukan pengukuran untuk
kemampuan rata-rata tahunan tanaman Shorea leprosula dalam menyerap gas CO2 dari atmosfir
adalah berkisar 0,27 – 1,69 ton/ha/tahun. Potensi penyerapan CO2 rata-rata per tahunnya ini
menunjukkan laju rata-rata tahunan kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 dari atmosfir.
Dalam penelitian lain, Siregar et. al (2010) melaporkan bahwa cadangan biomassa karbon dan
kemampuan dalam menyerap CO2 pada tanaman Shorea lepr osula yang berdiameter antara 5,5

5
hingga 35,3 cm dengan umur pohon antara 3 sampai 23 tahun di Ngasuh, Bogor secara berurutan
adalah 0,076 ton/pohon dan 0,139 ton/pohon.
Dalam penelitian tersebut dapat diketahui bahwa kontribusi penyerapan CO2 dari
atmosfir oleh tanaman Shorea lepr osula miq yang berumur 1-6 tahun dengan kisaran diameter
2,96-8,27 cm di areal IUPHHK-HA PT ITCIKU Kalimantan Timur adalah 0,54-10,17 ton/ha
CO2 dengan kemampuan rata-rata tahunan dalam menyerap gas CO2 dari atmosfir berkisar 0,27-
1,69 ton/ha/tahun.
3.2 Tegakan Pohon (Rhizophora stylosa) dan Penyerapan Karbon
ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON (Rhizophora stylosa) DI
PANTAI CAMPLONG, SAMPANG-MADURA
Aufa Imiliyana, Mukmammad Muryono, Hery Purnobasuki
Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove pantai Camplong, Sampang-Madura dibagi
menjadi 2 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona pertama merupakan zona
pasang tertinggi, yaitu daerah hutan mangrove pantai Camplong yang mendapatkan genangan air
laut hanya pada saat pasang tertinggi atau dengan kata lain daerah hutan mangrove yang
langsung berbatasan dengan daratan. Zona kedua merupakan zona pasang terendah, yaitu daerah
hutan mangrove pantai Camplong yang langsung berbatasan dengan bibir pantai, dimana daerah
tersebut mendapatkan genangan air laut pada saat pasang.
Kandungan biomassa pohon merupakan penjumlahan dari kandungan biomassa tiap
organ pohon yang merupakan gambaran total material organik hasil dari fotosintesis. Melalui
proses fotosintesis, CO di udara diserap oleh tanaman dengan bantuan sinar matahari kemudian
diubah menjadi karbohidrat, selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun
dalam bentuk daun, batang, cabang, buah dan bunga (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian ini di dapatkan hasil bahwa stok karbon pada zona pasang
tertinggi berturut-turut adalah 232.59 ton/ha pada batang, 0.4658 ton/ha pada akar, 0.0049 ton/ha
pada seresah dan 0 ton/ha pada nekromassa berkayu. Nekromassa berkayu adalah pohon mati
yang masih berdiri maupun yang roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting yang
masih utuh yang berdiameter > 5cm dan panjang 0,5m. Sedangkan stok karbon pada zona pasang
terendah berturut-turut adalah 111.91 ton/ha pada batang, 0.21492 ton/ha pada akar, 0.0031 pada
seresah dan 48.521 pada nekromassa berkayu. Dari uji statistik didapatkan hasil stok karbon
batang, akar dan seresah signifikan pada zona pasang tertinggi sedangkan stok karbon

6
nekromassa signifikan pada zona pasang terendah Stok karbon total pada kedua zona sebesar
196.8549 ton/ha dengan penyerapan CO2rata-rata sebesar 721.5822 ton/ha.
3.3 Agroforestri Karet dan Penyerapan Karbon
PENYERAPAN EMISI DAN PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT
SEKITAR KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG TERDEGRADASI
MELALUI KEGIATAN AGROFORESTRI KARET
Dr. Ir. Najib Asmani
Agroforestri adalah suatu struktur hutan yang dikelola oleh petani untuk mendapatkan
berbagai produk kehutanan dan pertanian yang diusahakan pada lahan yang sama (De Foresta
dan Michon, 1996). Kegiatan agroforestri karet dengan ditanamnya jenis tanaman hutan
bertujuan untuk pelestarian hutan yang menitik beratkan pada kepentingan ekologis.
Pengusahaan tanaman karet yang merupakan jenis pepohonan yang bercabang, lebih difokuskan
untuk menghasilkan pendapatan yang rutin. Kombinasi antara kedua jenis tanaman tersebut
merupakan suatu insentif bagi masyarakat dalam melestarikan atau mengkonservasi hutan di
kawasan hutan produksi hutan negara dengan adanya perolehan pendapatan selama periode
pemeliharaan hutan. Hutan maupun tanaman karet mempunyai sifat kepermanenan dalam
menyerap karbon dan dapat menyimpan karbon pada jangka waktu tertentu. Satu siklus rotasi
silvikultur hutan alam dapat dilakukan dua sampai tiga siklus permudaan atau peremajaan
tanaman karet.
Dari hasil-hasil penelitian seperti diuraikan sebelumnya, bahwa serapan dan simpanan
karbon dari keberadaan hutan tropika dan perkebunan karet dapat diketahui. Dengan demikian
pada kegiatan agroforestri karet lahan gambut terdegradasi dengan rekayasa beberapa kombinasi,
tambahan karbonnya dapat diperhitungkan. Gambaran tentang besarnya serapan, pelepasan dan
simpanan karbon dioksida tersebut seperti yang disajikan pada table di bawah ini. Besaran
tambahan serapan karbon dari berbagai komposisi kegiatan agroforestri karet dengan kisaran
yang tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan.

7
Serapan yang tertinggi terdapat jika lahan seluruhnya ditanami dengan karet, dan yang
terendah bila hanya ditanam dengan spesies tanaman hutan. Dengan demikian semakin besar
proporsi luas tanaman karet maka kecenderungan semakin tinggi serapan karbonnya. Tingginya
serapan karbon dikarenakan umur karet sekitar 25 tahun, sedangkan pada spesies hutan alam
mencapai sekitar 60 tahun. Dengan tingginya serapan karbon, maka tanaman karet dapat sebagai
alternatif subsitusi bagi jenis tanaman hutan.
3.4 Mekanisme Agroforestri dalam Mengadaptasi Perubahan Iklim
Dari beberapa pembahasan di atas maka dapat diketahui bahwa sistem agroforestri
dapat memitigasi emisi karbon di alam. Peran agroforestri terhadap adaptasi perubahan iklim
dapat dilihat dari 3 (tiga) pendekatan, yaitu: 1) pemindahan/translokasi germaplasma ; 2)
adaptasi genetik lokal dan 3) peran plastisitas jenis.
1. Translokasi germaplasma
Pada tahun 2007 kecepatan migrasi jenis di hutan alam karena perubahan iklim antropogenik
ditaksir lebih dari 1 (satu) km per tahun atau 10 (sepuluh) kali kecepatan perubahan iklim
secara alam. Migrasi ini dibutuhkan pohon untuk mengadaptasi ketidaksesuaian fisiologi dan
untuk memper-tahankan/menyesuaikan dengan perubahan temperatur dan curah hujan pada
tingkat taksa (Person, 2006 dalam Dawson 2011).
Cara mengadaptasi jenis-jenis pohon hutan atau kelompok jenis hutan cenderung akan
bergerak ke arah belahan bumi utara dan naik ke elevasi yang lebih tinggi. Pemanasan global
dapat menambah hutan montane, padang rumput, dan hutan arid. Dalam konteks manajemen,

8
sistem agroforestri merupakan fasilitator translokasi (yang tidak terjadi di hutan alam).
Fasilitasi ini termasuk pengaruh manusia seperti dalam pengangkutan bibit dan biji,
mikroorganisme seperti bakteri pengikat nitrogen dan binatang/serangga penyerbuk. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam translokasi germa-plasma adalah kesesuaian tempat
tumbuh dan variasi jenis, pertukaran germaplasma antar negara dan akses petani terhadap
sumber genetik yang cocok.
2. Adaptasi genetik lokal
Adaptasi genetik lokal berarti mengem-bangkan suatu jenis tertentu dengan jumlah tertentu
secara eksitu (di luar habitatnya). Jumlah populasi efektif (Ne) adalah ukuran populasi ideal
dengan sifat-sifat genetik yang sama seperti yang diamati pada populasi di alam. Nilai Ne dari
jenis tertentu merupakan cerminan dari: a) jumlah individu dari spesies tententu dalam suatu
komunitas di alam atau buatan/tanaman; b) mempunyai level kera-gaman genetik yang tinggi;
c) mempunyai “natural out crossing” dari jenis dominan; d) menghasilkan biji yang banyak
dan e) pollen dan biji dapat menyebar jarak jauh, sehingga bisa terjadi penyerbukan jarak
jauh. Adaptasi seperti di atas dapat dilakukan dengan mempertahankan dan meningkatkan
ukuran populasi efektif (Ne).
3. Plastisitas jenis secara individual
Jenis pohon yang plastis adalah jenis yang mempunyai morfologi dan fisiologi yang fleksibel
dan dapat tumbuh baik pada kondisi minimum tanpa perubahan genetik (Gienapp 2008 dalam
Dawson, 2011). Sebagai contoh, Pinus patula dan P. tecunumanii yang berasal dari Amerika
Tengah, jenis ini tumbuh lebih baik dalam interval lingkungan yang lebih luas dibanding
dengan persyaratan alamiahnya (Naver, 2010). Jenis lain adalah seperti dari Australia, saat ini
sudah dapat dibudidayakan paling sedikit di 25 negara dengan kondisi yang lebih baik (Naver,
2010).
Keanekaragaman jenis pohon lokal dan eksotik dan tanaman pertanian dapat memperbaiki
kelenturan (resilience) sistem pertanian terhadap perubahan lingkungan jika jenis tersebut
mempunyai respon yang berbeda terhadap gangguan (Dawson, 2011).
3.5 Peran Agroforestri dalam Memitigasi Karbon
Maness (2009) mengemukakan terdapat 3 (tiga) proses dimana pengelolaan hutan dapat
mengurangi konsentrasi gas rumah kaca, yaitu: 1) Strategi perlindungan stok (melalui kegiatan
konservasi, penundaan panen, pencegahan kebakaran dan pencegahan hama dan penyakit; b)

9
Strategi penyerapan karbon (melalui kegiatan penanaman, peningkatan stok karbon, penggunaan
kayu yang sudah diawetkan) dan c) Strategi penggunaan energy yang dapat diperbaharui, melalui
produksi biomassa yang dapat diperbaharui untuk menggantikan energi fosil.
Peran agroforestri dalam mitigasi dapat dilihat dari ketiga strategi di atas yaitu fungsi
yang pertama sebagai penyerapan karbon, melalui penanaman campuran (jenis kayu
pertukangan, pakan ternak, buah-buahan dan lain-lain). Kedua terhadap fungsi perlin-dungan
stok terlihat pada pengurangan bahaya kebakaran dan serangan hama penyakit dengan
pencampuran berbagai jenis tanaman dan yang ketiga terhadap fungsi pemanfaatan energi yang
dapat diperbaharui, dengan tanaman jenis penghasil kayu bakar.
Tingkat penyimpanan karbon antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman
jenis dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta pengelolaannya (Mutuo et al., 2005;
Hairiah et al., 2011). Oleh karena itu untuk extrapolasi cadangan C pada sistem penggunaan
lahan Agroforestri ke tingkat lanskap diperlukan data pengukuran C rata-rata per-siklus hidup
tanaman (Time-averaged C stock =TAC) dari setiap jenis agroforestri. Namun demikian, data
yang tersedia umumnya hanya terbatas pada cadangan C di biomasa tanaman saja, untuk itu
pengukuran lima pool cadangan C masih dibutuhkan.
Dawson, (2011) merekomendasikan emisi karbon dapat dikurangi dengan penerapan
agroforestri melalui campuran jenis pohon penghasil kayu, pakan ternak dan buah-buahan.
Kaiser (2000) menyebutkan bahwa kegiatan agroforestri dapat menambah penyimpanan karbon
lebih tinggi disbanding dengan lahan pertanian, lahan penggembalaan, hutan dan padang rumput
masing-masing sebesar 390 , 125, 240, 170 dan 38 x10 gram C per tahun (Tg C /tahun).
Mitigasi perubahan iklim melalui peningkatan jumlahserapan CO2 dari udara dan
disimpannya dalam lahan (agroforestri) untuk waktu yang lama. Dengan demikian agroforestri
sama pentingnya dengan manfaat vegetasi lainnya di hutan alami (Montagnini dan Nair, 2004),
sementara produksi tanaman masih terus bisa berlangsung. Namun demikian jumlah karbon yang
disimpan dalam agroforestri lebih terbatas dari pada di hutan alami, karena adanya pemanenan
dan pengurangan jenis pohon yang ditanam sehingga akan mengurangi kandungan bahan organic
tanah (BOT), dimana BOT juga merupakan salah satu komponen penyusun cadangan karbon
suatu lahan (Mutuo et al, 2005). Perawatan tanah melalui penambahan bahan organic penting
untuk mempertahankan pertumbuhan (biomasa) tanaman yang akhirnya meningkatkan cadangan
karbon di lahan.

10
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Agroforestri memiliki banyak fungsi dalam adaptasi dan memitigasi terhadap perubahan
iklim. Peran agroforestri terhadap adaptasi perubahan iklim dapat dilihat dari 3 (tiga)
pendekatan, yaitu: 1) pemindahan/translokasi germaplasma ; 2) adaptasi genetik lokal dan 3)
peran plastisitas jenis. Terdapat 3 (tiga) proses dimana pengelolaan hutan dapat mengurangi
konsentrasi gas rumah kaca, yaitu: 1) Strategi perlindungan stok (melalui kegiatan konservasi,
penundaan panen, pencegahan kebakaran dan pencegahan hama dan penyakit; b) Strategi
penyerapan karbon (melalui kegiatan penanaman, peningkatan stok karbon, penggunaan kayu
yang sudah diawetkan) dan c) Strategi penggunaan energi yang dapat diperbaharui, melalui
produksi biomassa yang dapat diperbaharui untuk menggantikan energi fosil.
4.2 Saran
Banyak hasil penelitian yang mengungkapkan manfaat atau peranan agroforestri dalam
adaptasi dan memitigasi dampak perubahan iklim. Akan tetapi pengembangan agroforestri masih
lambat sehingga perlu peranan dari berbagai pihak untuk lebih mengembangkannya. Mengingat
besarnya peranan agroforestri tersebut diperlukan beberapa strategi pengembangan yang efektif
dan efisien sehingga dalam pengembangannya dapat tepat sasaran.

11
DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Najib. 2012. Penyerapan Emisi Dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Sekitar
Kawasan Hutan Produksi yang Terdegradasi Melalui Kegiatan Agroforestry Karet.
Fakultas Pertanian dan Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang.
Butarbutar, Tigor. 2011. Agroforestri untuk Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Bogor.
CIFOR. 2008. Strategi CIFOR 2008-2018 Membuat Perubahan yang Baik bagi Hutan dan
Manusia, Bogor.
Hairiah, K. dan S. Rahayu. 2007. Pengukuran Karbon T ersimpan di Berbagai Macam
Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre. ICRAF Southeast Asia Regional
Office. Bogor.
Hairiah, Kurniatun dan Subekti Rahayu. 2010. Jurnal Mitigasi Perbahan Iklim: Agroforestri Kopi
untuk Mempertahankan Cadangan Karbon Lanskap. Simposium Kopi 2010 Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.
Hardjana, K. dan Muhammad Fajri. 2011. Jurnal Kemampuan Tanaman Meranti (Shorea
leprosula) dalam Menyerap Emisi Karbon (CO2) di Kawasan Hutan IUPHHK-HA PT
ITCIKU Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Dipterokarpa. Penelitian Balai Besar
Penelitian Dipterokarpa, Samarinda.
ICRAF, 2011. Accountability and local level to reduce emission from deforestation and
degradation in Indonesia. ALREDDI final report. Bogor, Indonesia: World
Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program.
Imilyana, A., Muhammad Muryono dan Herry P. 2011. Estimasi Stok Karbon Pada Tegakan
Pohon (Rhizophora stylosa) di Pantai Camplong, Sampang, Madura. Jurnal Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Maness, T.C. 2009. Forest Management and Climate Change Mitigation : Good Policy Requires
Careful Thought. Journal of Forestry April/May 2009 pp: 119-124. A Society of
American Foresters. Grosvernor Lane, Bethesda, Maryland USA.
Naver, J; J.A. Estrada-Salvador and E. Estrada-Castrillon, 2010. The effectof landuse change in
the tropical dry forest of Morales, Mexico on Carbon Stock and Fluxes. Journal of
Tropical Forest Science Volume 22 No 3, 2010. Pp. 295-307. Institut Perhutanan
Malaysia.

iv

Anda mungkin juga menyukai