Anda di halaman 1dari 14

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini perikanan budidaya yang dikembangkan pada skala industri antara lain

adalah budidaya laut (mutiara, finfish), budidaya tambak (udang, bandeng, rumput

laut), dan budidaya air tawar (finfish). Rencana peningkatan produksi ikan budidaya

hingga 353% memang tepat bila dilihat dari potensi lahan yang masih luas tersedia

serta kondisi alam Indonesia yang sangat sesuai bagi pembudidayaan ikan.

Banyaknya pulau besar dan kecil dengan teluk-teluk yang terlindung serta bentangan

pesisir yang panjang merupakan daerah ideal bagi pembudidayaan ikan. Lebih dari

itu sifat iklim tropik dengan suhu air yang relatif tinggi dan stabil sepanjang tahun

serta jenis komoditas ikan yang beragam merupakan keunggulan lainnya.

(Poemomo ,2016)

Namun demikian pada prakteknya, pengembangan budidaya ikan di Indonesia

masih mengalami banyak hambatan, antara lain masalah pakan, penyakit,

keterbatasan induk dan benih, degradasi lingkungan, belum adanya tata ruang yang

memadai, kurang tersedianya sarana dan prasarana pendukung dan lemahnya modal

yang dimiliki pembudidaya. Hingga saat ini masalah penyakit masih belum

sepenuhnya teratasi dan terkendali. Semakin tinggi intensitas budidaya, kasus

penyakit semakin meningkat, yang memicu pengobatan yang semakin intensif pula.

Akibatnya, resistensi ikan terhadap jenis penyakit pun meningkat karena jenis

1
penyebab penyakit mengalami mutasi mengikuti obat-obatan yang diberikan. Benih

bermutu belum tersedia secara masal. Diperlukan informasi tentang ketersediaan

induk dan benih dalam hal jumlah, jenis, ukuran, dan lain-lain. Kontinuitas suplai

benih sangat diperlukan di samping adanya jaminan mutu benih. Namun terlepas dari

itu semua Inovasi sistem atau model industri yang sesuai dengan sumberdaya, baik

sumberdaya ikan, sarana dan prasarana, serta sumberdaya manusia yang perlu

ditingkatkan dala pengembangan industri akuakultur serta Inovasi teknologi dan

bioteknologi, bioremediasi serta pembersihan air dan lingkungan dan yang terakhir

Inovasi sistem kebijakan industri yang sesuai dengan kondisi fisik dan sosial,

ekonomi, politik dan budaya Indonesia (Poemomo ,2016)

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Praktikum ini bertujuan untuk memberikan pemahaman serta pengalaman

terhadap mahasiswa dalam mempelajari monitoring dan evaluasi lingkungan dalam

kegiatan budidaya perikanan serta antisipasi tantangan dalam isu-isu global kegiatan

budidaya perikanan budidaya dalam hal ini adalah bagaimana merancang untuk

perkembangan industri akuakultur kedepannya. Adapun kegunan dalam praktikum ini

harapannya tidak hanya mempelajari mengenai analisis dampak lingkungan

(AMDAL) ataupun Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) namun dalam ini adalah

sentuhan penguasan dibidang teknologi itu perlu ditingkatkan demi pengembangn

industri akuakultur kedepannya.

2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Klasifikasi, Morfologi, Siklus Hidup,

Habita dan Reproduksi

Adapun klasifikasi ikan nila menurut Amri dan Khairuman (2007) yaitu:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub

Kelas : Achanthopterygii Ordo : Perciformes Familia : Cichlidae Genus :

Oreochromis Spesies : Oreochromis niloticus.

Gambar.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Adapun morfologi ikan nila menurut Amri dan Khairuman (2007) yaitu lebar

badan ikan nila umumnya sepertiga dari panjang badannya. Bentuk tubuhnya

memanjang dan ramping, sisik ikan nila relatif besar, matanya menonjol dan besar

dengan tepi berwarna putih. Ikan nila mempunyai lima buah sirip yang berada di

punggung, dada, perut, anus, dan ekor. Pada sirip dubur (anal fin) memiliki 3 jari-jari

keras dan 9-11 jari-jari sirip lemah. Sirip ekornya (caudal fin) memiliki 2 jari-jari

lemah mengeras dan 16-18 jari-jari sirip lemah. Sirip punggung (dorsal fin) memiliki

17 jari-jari sirip keras dan 13 jari-jari sirip lemah. Sementara sirip dadanya (pectoral

3
fin) memiliki 1 jari-jari sirip keras dan 5 jari-jari sirip lemah. Sirip perut (ventral fin)

memilki 1 jari-jari sirip keras dan 5 jari-jari sirip lemah. Ikan nila memiliki (Lukman,

2014).

Nila jantan mempunyai bentuk tubuh membulat dan agak pendek dibandingkan

dengan nila betina. Warna ikan nila jantan umumnya lebih cerah dibandingkan

dengan betina. Pada bagian anus ikan nila jantan terdapat alat kelamin yang

memanjang dan terlihat cerah. Alat kelamin ini semakin cerah ketika telah dewasa

atau matang gonad dan siap membuahi telur. Sementara itu, warna sisik ikan nila

betina sedikit kusam dan bentuk tubuh agak memanjang. Pada bagian anus ikan nila

betina terdapat dua tonjolan membulat. Satu merupakan saluran keluarnya telur dan

yang satunya lagi saluran pembuangan kotoran. Ikan nila mencapai masa dewasa

pada umur 4 sampai 5 bulan. Induk betina bertelur 1.000 sampai 2.000 butir. Setelah

telur dibuahi oleh induk, telur akan dierami dimulut induk betina hingga menjadi

larva (Lukman, 2014).

2.2 Budidaya Semi Intensif

Secara umum tingkatan teknologi budidaya tambak dibedakan menjadi tiga yaitu

ekstensif/tradisional, semi-intensif, dan intensif. Perbedaan dari ketiga teknologi

budidaya ini dilihat dari dari padat tebar benih yang diusahakan, jenis pakan yang

diberikan, serta kincir air untuk menambahkan supply oksigen dalam air (Ula dan

Nunung Kusnadi, 2015). Budidaya semi intensif merupakan kegiatan meningkatkan

padat penebaran ikan nila di tambak 5 ekor/m2. Kegiatan dalam pengelolaan

budidaya semi intensif yaitu,pengolahan tanah, pengaturan kualitas air,

4
menumbuhkan pakan alami, pemberian pakan tambahan, pemberantasan hama dan

monitoring pertumbuhannya ( Jayadi dkk, 2020 ). Teknologi semi-intensif atau

intensif digunakan oleh petani ketika akan meningkatkan produktivitas lahan yang

dimiliki. Hal ini disebabkan penggunaan teknologi semi-intensif maupun intensif

memiliki padat tebar benih bandeng yang lebih banyak dibanding teknologi

tradisional (Ula dan Nunung Kusnadi, 2015).

2.3 FaktorTeknis

Faktor teknis ini meliputi sumber air, warna perairan, kontinuitas air, dan

kualitas air. Yang dimana sumber air untuk budidaya ikan nila sistem Semi Intensif

didapatkan dari air sumur suntik (Artesis) dan bendungan terdekat yang tidak

tercemari limbah industry. Sedangkan warna perairan budidaya ikan nila sistem semi

intensif yaitu berwarna hijau dan berbau Amis, Usaha budidaya ini Berkelanjutan

(Kontinuitas) karena menggunakan sistem Resirkulasi, yaitu memanfaatan hasil-hasil

penguraian oleh mikroalga seperti lumut dan mikroorganisme seperti ikan mas yang

dipelihara dalam kolam semi intensif. Kualitas Airnya meliputi faktor fisika, kimia,

dan biologi yaitu ph, DO, suhu, eceng gondok, untuk menetralisir zat-zat kapur

diperairan dan Ikan mas digunakan sebagai mematikan Amoniak yang ada diperairan.

2.4 Faktor Non Teknis

Faktor non teknis meliputi jenis kultivan Ikan Mas, skala usaha budidaya ikan

masih swasta/UPR (unit percontohan rakyat). Dengan sistem semi intensif yang

didukung oleh sarana prasarana dimana kolam beton berukuran 80x450 m dengan

bentuk persegi panjang dengan saluran air meliputi pemasukan Air (Intlet) dari

5
tandon dan artesis, untuk pembuangan ( Outlet) limbah budidaya ikan ini langsung

dibuang kesaluran pembuangan (Drainase) yang nantinya akan dimanfaatkan oleh

masyarakat (petani sawah).

6
BAB 3. METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat

Praktek lapang Pengembangan Industri Akuakultur dilaksanakan pada hari Sabtu,

10 April 2020, pukul 08.00 WITA - selesai. Bertempat di UPR Saluyu, Desa potoya,

kec, Dolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

3.2 Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dapat pada praktek lapang pengembangan industri

akuakultur dapat dilihat pada tabel 3-1.

Tabel 3-1.Alat yang digunakan


No
Alat Kegunaan
.
1. Alattulis Menulis hasil yang didapatkan
2. Kamera Mengambil dokumentasi
3. Telephone Merekam pembicaraanna rasumber

3.3 MetodePengambilan

Metode yang digunakan dalam praktek ini adalah metode pengumpulan data

menggunakan metode observasi dan wawancara. Metode wawancara merupakan

metode pengumpulan data dengan wawancara atau tanya jawab yang dilakukan oleh

pewawancara untuk memperoleh informasi dari objek sasaran

7
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran Lokasi Secara Umum

Gambaran lokasi praktikum pengembangan industri akuakultur yang berada di

UPR Saluyu, Desa Potoya, Kec. Dolo Barat, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Untuk skala kegiatan budidayanya yakni Ekstensif, Semi Intensif, Intensif dan sistem

Biofloc, yang terdiri dari beberapa organisme budidaya seperti Ikan Nila

(Oreocromis niloticus) Ikan lele, (Clarias) Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan Patin,

(Pangasius sp) Ikan Koi (Cyprinus rubrofuscus)

Gambar Lokasi UPR Saluyu Sumber: Google Maps

4.1.2 Semi Intensif ikan nila ( Oreocrhomis niloicus)

Adapun organisme yang dibudidayakan dalam kolam semi intensif adalah ikan

Nila (Oreochromis niloticus). Kolam ini berbentuk persegi panjang yang berukuran

80x50. Limbah langsung di buang keseluruh pembuangan (Drainase). Untuk

8
pengkuran kualitas air suda menggunakan alat teknologi yang berupa Termometer

untuk mengukur suhu, DO dan pH. Sedangkan padat tebar untuk kolam ikan Nila

yang berada di kolam Semi Intensif belum diketahui oleh pembudidaya.

Pembudidaya hanya mengatahui padat tebar tersebut pada saat pemanenan.

4.1.3 FaktorTeknis

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di UPR Saluyu pada kolam

Semi Intensif Ikan NIla (Oreochromis niloticus) terdapat beberapa faktor teknis yang

tertera pada table berikut :

Tabel 4-1. Sumber air


No Kegiatan HasilPengamatan

1. Sumber air Didapatkan dari gumbasa yang


ditambpung di tandon
2. Debit 1.000 liter/menit
3. Warna air Berwarna Hijau
4. Bau air Berbau amis dan bercampur
lumpur
5. Kontinuitas air Secara berkelanjutan (Kontinuitas )
karena menggunakan sistem
resirkulasi
6. Kualitas air (Fisik Kimia Biologi) Suhu, DO, dan pH dan Organisme
uji berupa ikan mas untuk
mematikan amoniak diperairan dan
penggunaan eceng gondok untuk
menetralisir zat-zat kapur yang
berada di perairan.

9
Tabel 4.2. Topografi
No Kegiatan Hasilpengamatan

1. Bentuk muka tanah Bentuk permukaan tanah datar


2. Ketinggian dari permukaan laut 32 MDPL
3. Jenis tanah Tanah persawahan
4. Struktur tanah Struktur tanah berlumpur karena
suda diberikan perlakuan
pemberian kapur

4.1.4 Faktor Non Teknis

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di UPR saluyu pada kolam Semi

intensif Ikan NIla (Oreocrhomis niloticus) terdapat beberapa faktor non teknis yang

tertera pada table berikut :

Tabel 4-3.Faktor non teknis


No Kegiatan Hasilpengamatan
1. Jeniskultivan Udang kaki putih (Penaeusvanname)
2. Skala usaha yang Skala swasta (UPR) dan Semi Intensif
dikembangkan
3. SaranadanPrasarana 1. Berbentuk persegi panjang dengan
1. Kolam (ukuran dan ukuran 80 X 50 m2
bentuk) 2. Berasal dari tendon dan sumur
2. Saluran air suntik (Artesis) untuk outlatenya
3. Cara pengukuran langsung di arahkan ke masyarakat
kualitas air dan untuk dimanfaatkan pada lahan
alatukur persawahan.
3. Pengukuran kualitas air dilakukan
secara visual
4. Biosecurity ̶ Melakukan monitoring kultivan
̶ Untuk mencegah penyakit ada
beberapa perlakuan
̶ Kimia: blucoper dan boster
̶ Alami: Ekstrak daun papaya dan
daun lamtoro
5. IPTEK : (Penguasaan teknologi Semua pekerja yang berada UPR saluyu

10
oleh pembudidaya ikan) menguasai semua teknologi yang digunakan
dalam proses budidaya ikan Nila di kolam
Semi Intensif dan sistem biofloc
dikarenakan rata-rata berasal dari lulusan
perikanan.
6. Aspek legalitas dan Unit Percontohan Rakyat yang tela di akui
kelembagaan oleh masyarakat dan suda terpecaya

4.1.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dipergunakan sebagai dasar untuk mendesain kegiatan

akuakultur kea rah digitalisasi. Berikut merupakan desain pengembangan akuakultur

kedepannya

4.2 Pembahasan

11
Adapun hasil yang diperoleh dari praktek lapang tersebut yakni organisme yang

dibudidayakan adalah organisme Ikan Nila (Oreocrhomis niloticus) dikolam Semi

Intensif, untuk ukuran kolam tersebut Berbentuk persegi panjang dengan ukuran 80 X

50 m2. Skala usaha yang dikembangkan masi skala swasta (UPR) namun suda ada

beberapa teknologi yang suda dikembangkan dalam proses meningkatkan produksi

budidaya yakni sistem biofloc. Saluran airnya sendiri berasal dari gumbasa yang

ditampung di tandon dan sumur suntik (Artesis), untuk outlatenya yakni langsung

diarahkan ke masyarakat untuk dimanfaatkan pada lahan persawahan. Dalam hal

upaya Biosecuritynya suda melakuakn monitoring kultivan air, dan untuk mencegah

penyakit organismenya ada beberapa perlakuan seperti penggunaan Ekstrak daun

papaya dan daun lamtoro (secara alami) selain itu pemberian blucoper dan boster

(secara kimia). Kemudian hasil dari wawancara dilapangan oleh teknisi UPR Saluyu

nantinya akan dikembangkan lagi terkait sistem Monitoring Kualitas Air dan

Automatic Feeder yakni pemberian pakan secara otomatis dengan tujuan untuk

pengembangan industry akuakultur kedepannya (Era Digitalisasi).

12
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Metode yang digunakan dalam praktek ini adalah metode pengumpulan data

menggunakan metode observasi dan wawancara. Metode wawancara merupakan

metode pengumpulan data dengan wawancara atau tanya jawab yang dilakukan oleh

pewawancara untuk memperoleh informasi dari objek sasaran. Harapannya melalui

praktikum ini bukan hanya dalam penguasan teknis dilapangan yang perlu

ditingkatkan namun kapasitas SDM dan ilmu pengatahuan serta sentuhan teknologi

yang perlu ditingkatkan, Karena kedepannya akuakultur akan berhadapan dengan era

digitalisasi dalam pengembangan industri akuakultur dalam hal ini untuk

meningkatkan produksi perikanan budidaya.

5.2 Saran

Praktikum jarak jauh merupakan hal yang unik dan pengalaman baru bagi

sebagian mahasiswa, terutama mahasiswa perikanan yang merasakannya. yang pada

esensinya adalah praktikumnya harus dilaksanakan secara tatap muka. Untuk itu

saran saya masi diperlukan adanya perbaikan untuk meningkatkan keefektifannya,

apabila suatu saat akan diselenggrakan kembali

13
DAFTAR PUSTAKA

Poemomo, A, dan Heruwti, E, R. 2011. Industrialisasi Perikanan Satu Tantangan

Untuk Perubahan. Squalen Vol. 6. No. 3

Ula, M, dan Kusnadi, N. 2015. Analisis Usaha Budidaya Tambak Bandeng Bandeng

Pada Teknologi Tradisional Dan Semi_Intensif Di Kabupaten Karawang.

Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian

Bogor

Lukman., Mulyana, dan Mumpuni, FS. 2014. Effectiveness Of Tuba Root (Derris

Elliptica) In Lengthening Mortality Time Of Nile Tilapia (Oreochromis

Niloticus). Jurnal Pertanian. Vol. 5. No. 1

Jayadi., Asni, A., Ilmiah, dan Rosada, I. 2020. Effectiveness Of Tuba Root (Derris

Elliptica) In Lengthening Mortality Time Of Nile Tilapia (Oreochromis

Niloticus). Jurnal Pengamas. Vol 3. No. 1

14

Anda mungkin juga menyukai