Anda di halaman 1dari 14

e-Jipbiol. Vol.

4 (1): 1-14, Juli 2016


ISSN 4628-1794

Jenis Jenis dan Keanekaragaman Bivalvia di Perairan Laut Pulau Maputi Kecamatan Sojol
Kabupaten Donggala dan Pemanfaatannya Sebagai Media Pembelajaran Biologi

Moh Dahri Kisman1 ,


Achmad Ramadhan2 , Muchlis Djirimu2
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi
2
Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi
E-mail :Dahri.ayii@gmail.com

ABSTRAK

Bivalvia yang secara khas memiliki dua bagian cangkang, yang kurang lebih simetris. Bivalvia banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai sumber makanan dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Tujuan penelitian yaitu
1). Untuk mengetahui jenis jenis dan keanekaragaman bivalvia di perairan Laut Pulau Maputi Kecamatan Sojol
Kabupaten Donggala 2). Untuk menjadikan hasil penelitian sebagai Media Pembelajaran dalam bentuk buku saku.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian ini dilakukan di perairan laut Pulau Maputi Kecamatan
Sojol Kabupaten Donggala pada bulan Februari 2016pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling
dengan bantuan garis transek. Dari hasil penelitian dan identifikasi secara taksonomi didapatkan 14 jenis bivalvia
yaitu yaitu Pinna muricata, Septifer bilocularis, Anadara fultoni, Fragum unedo, Vasticardium flavum, Gafrarium
tumidum, Mactra veneriformis, Nutricola tantilla, Donax denticulatus, Hippopus hippopus. Tridacna gigas, Tridacna
squamosa, Tridacna crocea, danTridacna maxima. Indeks keanekaragaman yang diperoleh yaitu H’=1,05 yang
menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies Bivalvia berada pada tingkatan sedang. Outputpenelitian yang
dihasilkan berupa buku saku yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran Biologi.

Kata Kunci : Keanekaragaman; Bivalvia;Media Pembelajaran

ABSTRACT

Typical of bivalvia has two parts shells, symmetrical shape. Bivalvia commonly used by communities as a
source of food and economic value is high enough. These researches aimed are 1) to determine the types of species
and diversity of bivalvesin marine Maputi rural districts Sojol district Donggala. 2) to make the results of the
research as a learning medium in the form of pocket book. The method used is descriptive method. This research has
been conducted in marine Maputi rural districts Sojol district Donggala in February 2016. Sampling using purposive
sampling method with help line transect the result of research and taxonomic identification obtained four types of
bivalvia that Pinna muricata, septifer bilocularis, Anadara fultoni, Fragum unedo, Vasticardium flavum, Gafrarium
tumidun, Mactra veneriformis, Nutricola tantilla, Donax denticulatus, Hipopus hipopus, Tridacna gigas, Tridacna
squamosa, Tridacna crocea, dan Tridacna maxima. Diversity of Index value obtained is H’ = 1,05 that showed
diversity of species Bivalvia is medium category. The resulting research outputs in the form of paperback book that
can be used as a medium of learning biology.

Keywords: Diversity, Bivalvia, Medium of learning

e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

1
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

PENDAHULUAN

Provinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berada di
wilayah Pulau Sulawesi, memiliki ribuan pulau yang menguntai dari Kabupaten Morowali di
bagian selatan sampai Kabupaten Buol di bagian utara. Luas wilayah darat meliputi 61.841,29
km2 dan luas perairan laut sekitar 189.480 km2 serta jumlah pulau sebanyak 1.134 pulau
(Berdasarkan hasil verifikasi pulau tahun 2008 ) atau sekitar 38 persen dari luas wilayah Sulawesi
(Batubara dkk 2014). Informasi keberadaan pulau pulau kecil mungkin tidak semua diketahui
secara luas oleh masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah, terlebih masyarakat Indonesia bahkan
dunia, padahal ribuan pulau-pulau kecil di Provinsi Sulawesi Tengah mempunyai keunikan,
keindahan alam pulau, posisi yang strategis serta mempunyai keunggulan sumber daya potensial
yang dikembangkan untuk beragam kegiatan ekonomi (Batubara dkk 2014). Selain itu terdapat
keunikan budaya masyarakat yang tinggal di dalamnya, juga biota dan fauna endemik yang hidup
di dalamnya salah satunya adalah Pulau Maputi Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala.
Pulau Maputi dikenal dengan sebutan Pulau Punteang, yakni nama sejenis burung putih
yang mirip seperti burung merpati. Pulau Maputi mempunyai luas 625 ha. Di sekitar pulau ini
terdapat laut dangkal yang cukup luas dan jauh dari bibir pantai ke arah laut. Warna air lautnya
yang kebiru-biruan dan jernih membuat terumbu karang jelas terlihat. Kondisi terumbu karang ini
masih baik dan layak untuk dikembangan sebagai kawasan wisata.
Sjafraenan dan Umar (2009) menyatakan bivalvia (kerang-kerangan) merupakan salah satu
keanekaragaman hayati yang terdapat di perairan Indonesia. Bivalvia yang secara khas memiliki
dua bagian cangkang, yang keduanya kurang lebih simetris. Kelas ini dalam perkembangannya
dilaporkan memiliki 30.000 jenis. Habitat kerang ini adalah di laut dan payau. Di antaranya ada
yang epifaunal (hidup dipermukaan air) dan infaunal (membenamkan diri didalam pasir) hidup
dalam waktu yang cukup lama. Kerang dikenal juga sebagai umbo, dapat dikenali sebagai punuk
besar pada bagian anterior dan dorsal masing-masing cangkang kerang. Kedua bagian cangkang
kerang dihubungkan di bagian dorsal dengan suatu ligamentum yang terdiri atas tensilium dan
resilium. Yang bekerjasama dalam proses membuka dan menutupnya kedua sisi kerang.
Berdasarkan hasil observasi awal keberadan beberapa spesies bivalvia di Pulau Maputi
secara umum dikatakan melimpah karena terdapat berbagai macam jenis bivalvia. Namun
masyarakat sekitar kurang mengetahui tentang manfaat bivalvia. Hal ini dapat dilihat dari

e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

2
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

pengetahuan masyarakat yang hanya mengetahui bivalvia sebagai lauk dan tidak mengetahui
manfaat lainya. Kurangnya perhatian pengelolaan bivalvia disebabkan karena masih sangat
terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat dan nilai ekonomi bivalvia. Disamping itu
belum adanya informasi tentang jenis-jenis Bivalvia yang terdapat di Perairan Laut Pulau Maputi
Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dilakukan di alam terbuka dengan
tujuan untuk melihat Jenis Jenis dan Keanekaragaman Bivalvia di Perairan Laut Pulau Maputi
Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala. Penelitian ini telah dilaksanakan di Pulau Maputi
Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala pada bulan Februari 2016. Alat yang digunakan pada
penelitian ini antara lain kertas label, alat tulis menulis, plastik, kamera, termometer, salinometer,
pH meter, Do meter, patok , meteran, tali raffia, besi dan sekop kecil.
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu spesimen Bivalvia, alkohol 70%
dan buku identifikasi bivalvia oleh (Allen dan Steene, 1996).

Pada tahap persiapan ini terdiri dari beberapa kegiatan yakni antara lain sebagai berikut :

1) Tahap survei
Peneliti melakukan survei lapangan atau observasi dan pengamatan awal mengenai
Bivalvia yang berada di Pulau Maputi Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala.
2) Menyiapkan Administrasi
Peneliti mempersiapkan administrasi yang diperlukan yaitu surat izin penelitian dari FKIP
yang ditujukan kepada Kantor Desa untuk melakukan kegiatan observasi penelitian aspek
ekologi bivalvia untuk penyelesaian Tugas Akhir (Skripsi).
3) Menyiapkan Alat dan Bahan
Melakukan peminjaman dan pengadaaan alat dan bahan yang akan digunakan pada saat
observasi di Laboratorium Biologi FKIP.
1) Penentuan stasiun
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan
rona lingkungan sekitar perairan Pulau Maputi Kecamatan Sojol, Kabupaten Donggala.

e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

3
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

Penentuan stasiun berdasarkan habitat dari bivalvia dan ditetapkan 3 lokasi sebagai stasiun
penelitian yakni di stasiun I (lamun), stasiun II (pasir) dan stasiun III (karang).
2) Pengambilan Sampel
Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Pengambilan sampel bivalvia mengggunakan 3 stasiun dengan teknik jelajah.
b) Transek ditarik tegak lurus dari pinggir pantai kearah daerah pasang surut air laut sepanjang
50 meter.
c) Jarak tiap transek yaitu 5 meter kekiri dan 5 meter kekanan dari garis transcek
d) Jarak antar transek di tiap stasiun yaitu 10 meter

Menentukan kondisi fisik-kimia perairan Pulau Maputi, dilakukan dengan melakukan


pengukuran kondisi fisik kimia air pada tiap stasiun. Parameter yang diukur di lapangan adalah
suhu air dengan menggunakan termometer, Salinitas menggunakan salinometer, DO Terlarut
menggunakan DO (Dissolved Oxygen) Meter dan pH air dengan menggunakan pH-meter.

Teknik Analisis Data


Analisis Keanekaragaman
Untuk mengetahui keanekaragaman jenis bivalvia di Perairan Pulau Maputi Kecamatan
Sojol Kabupaten Donggala, Menggunakan rumus indeks keanekaragaman jenis dari Shannon-
Wienner ( Odum,1996 ) :

ni ni
H ' =- log ( )
N N

Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
Ni = Jumlah individu satu jenis
N = Jumlah total individu
Berdasarkan indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon-Wienner di definisikan
sebagai berikut :
a. Nilai H’ > 3 menunjukan bahwa keanekaragaman adalah tinggi.
b. Nilai H’ 1 ≤ H’ ≥ 3 menunjukan bahwa keanekaragaman adalah sedang.
c. Nilai H’ < 1 Menunjukan bahwa keanekaragaman adalah sedikit atau rendah.
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

4
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

Analisis Media Pembelajaran

jumlah keseluruhan presentase


Rata − rata =
Jumlah item aspek penilaian

Tabel 1. Persentase kelayakan media pembelajaran


Presentase Kelayakan Media
76% -100% Layak

56% - 75% Cukup Layak

40% -55% Kurang Layak

0% - 39% Tidak Layak

Sumber: Arikunto (1996).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian


Perairan laut Pulau Maputiadalah salah satu perairan yang terdapat di Kecamatan Sojol,
Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Perairan ini merupakan salah satu perairan yang
masih jarang dikunjungi oleh masyarakat. Kondisi lingkungan sekitar menggambarkan perairan
ini memiliki tingkat kecerahan yang tinggi. Substrat yang dimiliki berupa pasir, pasir berlumpur
dan dengan hamparan karang.
Pulau Maputi mempunyai luas 625 ha. Di sekitar pulau ini terdapat laut dangkal yang
cukup luas dan jauh dari bibir pantai ke arah laut. Warna air lautnya yang kebiru-biruan dan
jernih membuat terumbu karang jelas terlihat. Kondisi terumbu karang ini masih baik dan layak
untuk dikembangan sebagai kawasan wisata. Sebagian pesisir Pulau Maputi ditumbuhi mangrove
dan sebagian lagi hamparan pantai pasir putih yang indah.Perairan ini belum banyak digunakan
oleh para peneliti sebagai tempat penelitiaN

e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

5
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

Hasil Pengukuran Kondisi Fisik dan Kimia Perairan


Tabel 2. Hasil pengukuran kondisi fisik dan kimia perairan

Faktor fisik STASIUN

kimia I II III

Suhu (°C) 28.9 29.1 28.9

pH 7.5 7.6 7.5

Salinitas (% ) 34.0 33.0 33.3

DO (mg/l) 3.70 3.31 3.25

Hasil Pengamatan Bivalvia di Perairan Laut Pulau Maputi Kecamatan Sojol Kabupaten
Donggala.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tigastasiun pengamatan, secara
keseluruhan ditemukan 14 jenis bivalvia yang terdiri dari 8 Famili, 5 Ordo.
Analisis Keanekaragaman
Analisis mengenai tingkat keanekaragaman jenis bivalvia di perairan laut Pulau Maputi
menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wienner. Dari hasil yang diperoleh, terlihat
tingkat keanekaragaman yang sedang dapat dilihat sebagai berikut :

Indeks
STASIUN Keane- Pi(ni/N) ln(Pi) Pi Ln Pi
karagaman
- -
stasiun 1 -1.552 0.41145 0.88806 0,36539

- -
stasiun 2 -0.755 0.20015 1.60869 0,32197

- -
stasiun 3 -1.465 0.38839 0.94574 0,36731

e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

6
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

-3. 772 -1,05

Tabel 3. Analisis Keanekaragaman

Ket :H’ = - ∑ (Pi ln Pi)


= - (-1,05)
= 1,05
Jadi, Tingkat Keanekaragaman Sedang
Hasil Uji Coba Media Pembelajaran

Persentase Penilaian Kelayakan Media Pembelajaran Dalam Bentuk Buku Saku Oleh Tim
Ahli
Berdasarkan hasil penilaian media pembelajaran tentang buku saku, yang dilakukan oleh ahli
isi (Dosen) menyatakan bahwa media pembelajaran berupa buku saku tersebut layak digunakan
sebagai media pembelajaran dan dapat menunjang proses pembelajaran, jumlah persentase yang
diperoleh adalah 84 %.
Persentase Penilaian Kelayakan Media Pembelajaran dalam Bentuk Buku Saku oleh Ahli
Desain (Dosen)
Berdasarkan hasil penilaian media pembelajaran berupa buku saku, yang dilakukan oleh ahli
desain (Dosen) menyatakan bahwa media pembelajaran berupa buku saku tersebut layak
digunakan sebagai media pembelajaran dan dapat menunjang proses pembelajan, jumlah
presentase yang diperoleh adalah 93,33%.
Presentase Penilaian Kelayakan Media Pembelajaran dalam Bentuk Buku Saku oleh Ahli
Media (Dosen)
Berdasarkan hasil penilaian media pembelajaran berupa buku saku, yang dilakukan oleh ahli
media (Dosen) menyatakan bahwa media pembelajaran berupa buku saku tersebut layak
digunakan sebagai media pembelajaran dan dapat menunjang proses pembelajan, jumlah
presentase yang diperoleh adalah 94.28%.
Persentase Penilaian Kelayakan Media Pembelajaran Dalam Bentuk Buku Saku Oleh
Kelompok Mahasiswa

e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

7
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

Setelah dilakukan validasi oleh tim ahli/dosen yang meliputi ahli desain, ahli media dan ahli
isi. Selanjutnya media pembelajaran dalam bentuk buku saku ini diisi oleh kelompok mahasiswa
yang terbagi atas mahasiswa kelompok besar (berjumlah 20 orang) dan mahasiswa kelompok
kecil (berjumlah 10 orang). Mereka menyatakan bahwa media pembelajaran berupa buku saku
tersebut layak digunakan sebagai media pembelajaran dan dapat menunjang proses pembelajaran,
jumlah presentase yang diperoleh adalah 90.03 %.

Jenis-jenis Bivalvia yang ditemukan di Perairan Laut Pulau Maputi

Penelitian yang dilakukan terhadap Jenis Jenis dan Keanekaragaman Bivalvia di Perairan
laut Pulau Maputi Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala yang diperoleh dari 3 stasiun yang
diletakkan secara purposive sampling atau dengan pertimbangan tertentu menemukan 14 jenis
bivalviayaitu Pinna muricata, Septifer bilocularis, Anadara fultoni, Fragum unedo,
Vasticardium flavum, Gafrarium tumidum, Mactra veneriformis, Nutricola tantilla,Donax
denticulatus, Hippopus hippopus. Tridacna gigas, Tridacna squamosa, Tridacna crocea,
Tridacna maxima. Jenis-jenis bivalvia tersebut diperoleh berdasarkan habitat dan kondisi fisik
kimia lingkungan perairan.
Pada stasiun 1 ditemukan 7 jenis bivalvia yaitu Pinna muricata, Septifer bilocularis,
Anadara fultoni, Fragum unedo, Vasticardium flavum, Gafrarium tumidum, danMactra
veneriformis dengan habitat Lamun dan substrat lumpur berpasir. Jenis bivalvia yang
mendominasi stasiun ini adalah Pinna muricata dengan jumlah individu sebanyak 54 individu.
Hal ini disebabkan karena kondisi substrat yang lebih didominasi oleh lumpur dan habitat yang
stabil sangat mendukung kehidupan di perairan, hal ini sesuai dengan pendapat (Dahuri, 2004)
yang menyatakan bahwa jenis bivalvia ini merupakan jenis yang banyak ditemukan pada substrat
yang berlumpur.Selain itu, kisaran suhu yang masih dalam batas normal yaitu 28,9oC
menyebabkan bivalvia ini dapat beradaptasi dengan baik, hal ini sesuai dengan pendapat
(Parenrengi dkk, 1998) menjelaskan bahwa suhu sesuai untuk bivalvia berkisar antara 28 0C-
310C.
Fragum unedomerupakan jenis bivalvia yang paling sedikit didapatkan pada stasiun 1
dengan jumlah total individu sebanyak 4. Hal ini disebabkan karena bivalvia ini dapat hidup dan

e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

8
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

berkembangbiak dengan baik pada substrat berpasir sedangkan pada stasiun ini substratnya yaitu
lumpur berpasir.
Pada stasiun 2 didapatkan 3 jenis bivalvia yaituNutricola tantilla, Gafrarium tumidum,
dan Donax denticulatusYang diperoleh dari substrat berpasir. Jenis bivalvia yang mendominasi
stasiun ini adalah Nutricola tantilla dengan jumlah individu sebanyak 263 individu. Hal ini
disebabkan karena kondisi perairan pada stasiun ini cocok untuk kehidupan jenis bivalvia
Nutricola tantilla. Stasiun 2 merupakan perairan yang bebas terbuka, keberadaan subsrat berpasir
menyebabkan bivalvia ini dapat berkembangbiak dengan baik. Nilai salinitas yang diperoleh
dalam kisaran normal yaitu 33.00/00. (Setiobudiandi, 2000) menyatakan bahwa salinitas yang
berkisar antara 32- 35 0/00 merupakan salinitas yang optimal bagi kerang untuk hidup secara
normal. Demikian pula dalam memperoleh makanan, karena pada daerah substrat berpasir
tersedia sumber makanan untuk kehidupannya yang berasal dari penumpukan detritus yang
terbawah oleh hempasan ombak. (Nontji, 1993) menyatakan bahwa family Veneridae
mempunyai sifon yang panjang sehingga mampu membenamkan diri dalam substrat sampai
kedalaman kurang lebih 10 cm.Gafrarium tumidum merupakan jenis bivalvia yang paling sedikit
didapatkan pada stasiun 2 dengan total individu sebanyak 8. Hal ini disebabkan karena adanya
persaingan antar spesies.
Pada Stasiun 3 didapatkan 5 Jenis bivalvia yaituHippopus hippopus, Tridacna gigas,
Tridacna squamosa, Tridacna crocea dan Tridacna maximadengan habitat atau substrat Karang.
Jenis bivalvia yang mendominasi yaitu Tridacna maximadengan jumlah individu sebanyak 43
individu. Hal ini disebabkan karena kondisi substrat dimana stasiun 3 ini dikelilingi oleh
hamparan karang masif, karang mati dan patahan patahan karang. Tridacna maxima sebagian
besar hidup pada substrat batuan (Rock), namun demikian kerang jenis ini juga dapat ditemukan
pada tipe substrat karang masif dan karang mati. Ini disebabkan karena kerang jenis ini
membutuhkan substrat yang keras untuk membenamkan cangkangnya (Hernawan, 2011). Nilai
salinitas yang diperoleh masih dalam kisaran normal yaitu 33.3 % o. (Sadarun et, al 2006)
menyatakan bahwa salinitas optimum bagi kehidupan karang berkisar antara 30-35 ppm, oleh
karena itu karang jarang ditemukan pada perairan dengan kadar garam yang tinggi. Hal ini
tentunya dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan kerang kima, karena
karang merupakan salah satu substrat dari kerang kima.

e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

9
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa substrat dari jenis bivalvia
yang ditemukan berbeda-beda yaitu ada yang ditemukan pada substrat berpasir, lumpur
berpasir,pasir berlumpurdan puing karang.(Moore, 2006) menyatakan bahwa bivalvia atau
pelecypoda umumnya hidup menetap (sedentary) dan memerlukan substrat yangpadat karena
kebanyakan jenis ini memerlukan substrat keras untuk menempel melalui byssus.Selain itu,
kondisi fisik kimia lingkungan perairan juga menjadi salah satu faktor penting yang menunjang
kehidupan bivalvia di setiap stasiun. Perbedaan jumlah jenis yang ditemukan untuk tiap stasiun
disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik jenis, substrat, daya adaptasi kejernihandan
kondisi fisik kimia lingkungan di sekitar perairan.
Adapun nilai suhu yang diperoleh dari ke tiga stasiun masih dalam keadaan normal pada
stasiun I yaitu 28.90C, stasiun II 29.10C dan stasiun III 290C. Sesuai dengan pendapat Parenrengi,
dkk. (1998) menjelaskan bahwa suhu yang sesuai untuk bivalvia berkisar antara 28 0C-310C.
Salinitas yang diperoleh pada stasiun I yaitu 34.0, % 0, stasiun II 33.0%0 dan stasiun III 33.3%0.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ritniasih dan Widianingsih (2007) bahwa kisaran salinitas 5-35‰
merupakan kondisi yang optimal bagi kelangsungan hidup bivalvia. pH air yang diperoleh pada
stasiun I yaitu 7,5, stasiun II 7,6 dan stasiun III 7,5. hal ini sesuai dengan pendapat Suwondo
(2012), kisaran pH air yang mendukung kehidupan bivalvia adalah berkisar 6-9. Oksigen terlarut
yang diperoleh pada stasiun I yaitu 3.70 mg/l, stasiun II 3.31 mg/l dan stasiun III yaitu 3.25
mg/l.Prihatini (1999) menyatakan bahwa kerang menyukai lingkungan dengan kandungan
oksigen terlarut antara 3,8—12,5 mg/l. Ketersediaan oksigen yang cukup membuat metabolisme
tubuh kerang berjalan dengan optimum.
Keanekaragaman Jenis Bivalvia di Perairan Laut Pulau Maputi
Indeks keanekaragaman (H’) dapat diartikan sebagai suatu penggambaran secara
sistematik yang melukiskan struktur komunitas dan dapat memudahkan proses analisa informasi-
informasi mengenai macam dan jumlah organisme. Selain itu keanekaragaman dan keseragaman
biota dalam suatu perairan sangat tergantung pada banyaknya spesies dalam komunitasnya.
Semakin banyakjenis yang ditemukan maka keanekaragaman akan semakin besar, meskipun nilai
ini sangat tergantung dari jumlah inividu masing-masing jenis (Wilhm dan Doris 1986). Pendapat
ini juga didukung oleh Krebs (1985) yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah anggota
individunya dan merata, maka indeks keanekaragaman juga akan semakin besar.Indeks
keanekaragaman (H’) merupakan angka yang tidak memiliki satuan dengan kisaran 0 –3. Tingkat
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

10
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

keanekaragaman akan tinggi jika nilai H’ mendekati 3, sehingga hal inimenunjukkan kondisi
perairan baik. Sebaliknya jika nilai H’ mendekati 0 maka keanekaragaman rendah dan kondisi
perairan kurang baik (Odum, 1993).
Berdasarkan hasil penelitian yang ada, menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang ada
di perairan laut Pulau maputi masih sesuai dengan kondisi lingkungan yang normal untuk
perkembangan jenis bivalvia, dengan hasil analisis keanekaragaman bivalvia dengan
menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wienner, dengan nilai H’ = 1 ≤ H’ ≤ 3 yaitu 1,05
. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa kriteria keanekaragaman bivalvia yang
ditemukan pada perairan Laut Pulau maputi yaitu keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah
individu tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas sedang dimana indeks keanekaragaman
berkisar antara 1 – 3 (Odum, 1994).yang berarti bahwa kondisi lingkungan perairan tersebut
masih dapat ditolerir oleh bivalvia dan mendukung untuk keberhasilan hidup dan reproduksi
bivalvia. Apabila dibandingkan dengan daerah lain seperti di Pantai Enu Kabupaten Donggala
Sulawesi Tengah yang sudah di teliti (Tungko, 2006) yang memiliki tingkat
keanekaragaman lebih rendah yaitu berkisar 0,144 – 0,76. Menurut Yuniarti (2012)
keanekaragaman rendah, karena ekosistem mengalami tekanan atau kondisinya menurun akibat
adanya gangguan-gangguan secara alami maupun aktivitas manusia.
Menurut Odum (1993), keanekaragaman jenis bukan hanya sinonim dengan banyaknya
jenis, melainkan sifat komunitas yang ditentukan oleh banyaknya jenis serta kemerataan
kelimpahan individu tiap jenis. Keanekaragaman jenis atau spesies tergantung dari kestabilan
habitat, semakin baik dan stabil kondisi suatu habitat akan lebih banyak ragam spesies dan
kekayaan biota yang hidup di dalamnya. Sebaliknya keanekaragaman cenderung berkurang
dalam komunitas biotik yang tertekan/labil.Menurut Clark (1974) menyatakan bahwa
keanekaragaman mengekspresikan variasi spesies yang ada dalam suatu ekosistem. Ketika suatu
ekosistem memiliki indeks keanekaragaman yang tinggi maka ekosistem tersebut cenderung
seimbang. Sebaliknya jika suatu ekosistem memiliki indeks keanekaragaman yang rendah maka
mengindikasikan ekosistem tersebut dalam keadaan tertekan atau terdegradasi.
Implementasi Dalam Bentuk Sumber Belajar
Belajar merupakan kebutuhan setiap manusia terutama pelajar. Belajar yang
menyenangkan biasanya didukung oleh berbagai faktor diantaranya ialah informasi yang
menarik. Menariknya suatu informasi didapatkan melalui pengembangan bahan pengajaran yang
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

11
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

dilandasi penelitian berdasarkan fakta yang ada di lingkungan sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai. Untuk itu diperlukan sumber belajar yang baik dalam proses transformasi ilmu
pengetahuan. Sumber belajar memiliki peranan penting dalam menunjang kualitas proses belajar
mengajar. Sumber belajar juga mampu memotivasi siswa dalam mencari ilmu, memberikan
pengalaman dalam rangka pemecahan permasalahan serta mempermudah siswa dalam
memahami materi yang disampaikan. Salah satu klasifikasi sumber belajar menurut Nana(1989)
yaitu sumber belajar tercetak berupa buku saku yang sedang berkembang saat ini.
Pembuatan sumber belajar tercetak berupa buku saku awalnya dilakukan dengan tahap
persiapan, observasi sampai tahap penelitian di Pulau Maputi Kecamatan Sojol Kabupaten
Donggala. Selanjutnya dilakukan penelitian jenis jenis dan keanekaragaman bivalvia, Setelah
data diperoleh, proses selanjutnya adalah mendesain sumber belajar berupa buku saku. Setelah
itu, dilakukan validasi oleh tim ahli, yaitu ahli isi, ahli desain dan ahli media untuk mengetahui
kelemahan–kelemahan dari buku saku tersebut dan selanjutnya diperbaiki. Desain media
pembelajaran yang telah diperbaiki kemudian diujicobakan kepada mahasiswa Program Studi
Pendidikan Biologi sebanyak 30 orang. Berdasarkan hasil penilaian buku saku yang dilakukan
oleh mahasiswa yang menyatakan bahwa sumber belajar berupa buku saku tersebut layak
digunakan sebagai sumber belajar dan dapat menunjang proses pembelajaran dengan persentase
90,03%.
Persentase kelayakan yang didapatkan diharapkan mampu memenuhi peran sumber belajar
dalam proses pembelajaran bagi peserta didik seperti yang diungkapkan Suhardi (2012) yaitu (1)
membangkitkan produktivitas pembelajaran dengan cara mempercepat laju belajar dan
menggunakan waktu secara lebih baik, mengembangkan gairah belajar, memberikan kegiatan
lebih ke arah individual dan memberikan kesempatan untuk berkembang sesuai dengan
kemampuannya. (2) memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran dengan cara
perencanaan secara lebih sistematik dan pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi
penelitian berdasarkan fakta yang ada di lingkungan. (3) Lebih memantapkan pengajaran dengan
cara meningkatkan kemampuan dengan fasilitas berbagai media komunikasi, penyajian informasi
dan data lebih konkrit dan mengurangi sifat verbalistik dan abstrak dengan kenyataan yang nyata.

e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

12
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Pulau Maputi Kecamatan Sojol
Kabupaten Donggala, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Jenis bivalvia yang terdapat di Pulau Maputi Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala adalah14
jenis bivalvia yaitu Pinna muricata, Septifer bilocularis, Anadara fultoni, Fragum unedo,
Vasticardium flavum, Gafrarium tumidum, Mactra veneriformis, Nutricola tantilla, Donax
denticulatus, Hippopus hippopus. Tridacna gigas, Tridacna squamosa, Tridacna crocea,
Tridacna maxima Jenis-jenis bivalvia tersebut diperoleh berdasarkan habitat dan kondisi fisik
kimia lingkungan perairan.Keanekaragaman jenis bivalvia berada pada tingkat
keanekaragaman spesies sedang yaitu H’=1,05.
2. Gambar spesimen bivalvia yang telah di identifikasi dapat digunakan sebagai media
pembelajaran dalam bentuk buku saku.
Saran
Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut di Pulau Maputi mengenai studi komunitas dan
aspek ekologi lainnya agar dapat melengkapi informasi tentang bivalvia di kawasan ini. Selain
itu, diharapkan bagi masyarakat, pemerintah dan instansi terkait diharapkan dapat menjaga
dengan baik kondisi perairan yang ada di Pulau Maputi dan perlu adanya budidayabivalvia di
kawasan pesisir pulau Maputi.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G.R dan Steene, R. (1996). Indo – pacific Coral Reef Field Guide. Australia : ang Mo Kio
Industrial Park 2

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Edisi Revisi V. Jakarta :


Rineka Cipta

Batubara R. M. S. Yusuf M, Sidqi M, Sinaga S. B, Anang YB (2014). Selat Sulawesi dan Selat
Makassar. Jakarta: Kompas

Clark, 1974. Ecology: Indeks of Organism Biodiversity. Harper and Row Publishers. New York

Dahuri, R., 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT.
Pradnya Paramita, Jakarta.
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

13
e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016
ISSN 4628-1794

Hermawan, U.E. (2011) Taxonomy of Indonesian giant Clams (Cardidae, Tridacninae).


Bonorowo. Wetlands.
Krebs, C. J., 1985. Ecology: indeks of organism biodiversity. Harper and Row Publishers. New
York.

Moore, J. (2006). An Introduction to The Invertebrates.SecondEditon. United States of America


Cambride :University Press Newyork.

Nana, S. (1989).Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru.

Nontji, A. (1993). Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan

Odum, E. P. (1993). Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan dari Fundamental of Ecology oleh T.


Samingan. 1994. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Odum, E. P. (1994). Dasar – Dasar Ekologi; Gajah Mada University Press
Odum, E. P. (1996). Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan dari Fundamental of Ecology oleh T.
Samingan. 1994. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Parenrengi, A. Syarifuddin. T. dan Sri.I. (1998). Studi Jenis Kelimpahan Plankton Pada Berbagai
Kedalaman dan Hubunganya dengan komposisi makanan Tiram mabe (Pteria penguin)
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol IV. No V. Jakarta

Riniatsih, I. dan Widianingsih. (2007). “Kelimpahan dan Pola Sebaran Kerang-kerangan


(Bivalve) di Ekosistem Padang Lamun Perairan Jepara”. Jurnal Kelautan. [Online]. Vol 12
(1). Tersedia : http://download.portalgaruda.org/article.php?article=20231&val=1242. pdf
[23 Desember 2014]

Sadarun, B.,Nezon, E., Wardono, S., Afandy, Y.A., Nuriadi, L. 2006. Petunjuk Pelaksanaan
Transplantasi Karang. Departemen Ke-lautan dan Perikanan. Jakarta 36 hal

Suhardi. (2012). Pengembangan Sumber Belajar Biologi. Yogyakarta: UNY Press.

Setyobudiandi, 2000. Sampling dan Analisis, Data Peri-kanan dan Kelautan. IPB. Bogor,

Wilhm,J,L, Doris (1986). Biological indicators of pollution, dalam B.A Whitton (Ed) River
Ecologi Blackwell Scientifice Publication,Oxpord. London

Yuniarti, N. (2012).Keanekaragaman dan distribusi Bivalvia dan Gastropoda ( Moluska) di


pesisir Glayem Juntinyuat Indramayu, Jawa barat, Skripsi Sarjana pada FMIPA IPB Bogor:
tidak diterbitkan

e-Jipbiol. Vol.4 (1): 1-14, Juli 2016 ISSN 4628-1794

14

Anda mungkin juga menyukai