Anda di halaman 1dari 38

Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

PETUNJUK TEKNIS PERIKANAN BUDIDAYA

PETUNJUK TEKNIS PEMBENIHAN


UDANG PUTIH
(Penaeus merguiensis)

Oleh :
Abidin Nur
Deshinta Arie Widyany
Subiyarto
Lisa Ruliaty
Arief Taslihan
Sugeng Raharjo

Editor :
Arief Taslihan
Mohamad Soleh
Darmawan Adiwidjaja
Akhmad Fairus Mai Soni
Wiwik Malistyani
Teguh Sukrisno
M. Abdul Chorim

Dicetak oleh :
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

© Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau


Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
Kementerian Kelautan Dan Perikanan
2018
70
PETUNJUK TEKNIS PERIKANAN BUDIDAYA Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

Buku Petunjuk Teknis diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai Pedoman


untuk melaksanakan dan memperlancar tugas di lapangan. Disusun secara
sederhana dan dilengkapi dengan gambar-gambar teknis yang relevan,
dengan maksud agar mudah dipahami dan dipraktekkan oleh para pembenih
dan pengguna lainnya.

ISBN : 978-602-61170-7-6

Redaksi Buku :
Pengarah Kepala BBPBAP Jepara
Penanggung Jawab Kepala Bidang Uji Terap dan Kerjasama
Ketua Kepala Seksi Kerjasama Teknis dan Informasi
Wakil Ketua Arief Taslihan
Anggota Mohamad Soleh
Darmawan Adiwidjaja
Akhmad Fairus Mai Soni
M. Abdul Chorim

Hak Cipta dilindungi. Penggandaan materi buku petunjuk teknis ini untuk
tujuan pendidikan atau tujuan lain yang non komersial diberi hak tanpa ijin
tertulis dari pihak hak cipta sepanjang sumbernya secara penuh diakui.
Reproduksi bahan-bahan yang ada dibuku informasi ini untuk penjualan
kembali atau tujuan kemersial, dilarang tanpa ijin tertulis dari pihak pemilik
hak cipta. Aplikasi untuk izin seperti hal tersebut dapat ditunjukan melalui
email : bbpbapjpr@gmail.com/bbpbapjpr@kkp.go.id

ii 69
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

KATA PENGANTAR

Juknis ini penting sebagai informasi teknologi bagi pelaku


pembenihan udang putih (Penaeus merguiensis) untuk menghasilkan
benih berkualitas bagi pembudidaya.
Udang putih dipilih sebagai komoditas alternatif budidaya
didasari atas beberapa pertimbangan, antara lain: spesies lokal tetapi
memiliki potensi pasar global, ketersediaan lahan budidaya yang luas,
ideal untuk pembudidaya dengan teknologi sederhana (mayoritas di
Indonesia), serta kandidat spesies budidaya yang ‘tahan terhadap
perubahan iklim.
Semoga Juknis ini memberi manfaat kepada banyak pihak
dalam mendorong perkembangan produksi perikanan budidaya di
tanah air.

Jepara, Februari 2018


Kepala Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Payau Jepara,

Sugeng Raharjo, A.Pi

68 iii
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

PRAKATA

Alhamdulillah, atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya, Petunjuk


Teknis (Juknis) Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
dapat disusun dengan segala kesederhanaan. Berbekal hasil
pembelajaran produksi benih udang di BBPBAP Jepara selama tahun
2017, terdorong untuk menulis apa yang telah dikerjakan serta
dukungan berbagai sumber yang sarat informasi bermakna.
Diharapkan, Petunjuk Teknis (Juknis) dapat menjadi acuan, rujukan,
pembanding bagi praktisi pembenihan udang pada khususnya, dan
insan perikanan pada umumnya dalam menggali potensi udang putih
(P. merguiensis) di Indonesia.
Juknis ini disusun dalam konteks operasional produksi unit
pembenihan udang yang telah ada, sehingga desain dan konstruksi
serta fasilitas lain yang diperlukan, bukan menjadi fokus dalam tulisan
ini.
Semoga, secercah karya ini dapat menuai banyak manfaat di
masa yang akan datang dan menjadi bukti bakti sebagai anak bangsa.
Dengan segala keterbatasan, Penyusun mengharapkan saran yang
bersifat membangun untuk karya-karya terbaik berikutnya

Tim Penyusun

iv 67
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. iii


PRAKATA .............................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vi
DAFTAR TABEL .................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
II. BIOLOGI UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) ........................... 3
2.1. Taxonomi .................................................................................. 3
2.2. Morfologi .................................................................................. 3
2.3. Habitat ....................................................................................... 5
2.4. Wilayah Penyebaran .................................................................. 5
2.5. Siklus Hidup dan Ekologi .......................................................... 5
III. PENGELOLAAN DAN OPERASIONAL PEMBENIHAN ............... 8
3.1. Biosekuriti ................................................................................. 8
3.2. Penyediaan Air Baku ................................................................. 9
3.3. Transportasi Induk ................................................................... 10
3.4. Seleksi Induk ........................................................................... 11
3.5. Pemijahan ................................................................................ 13
3.6. Pemeliharaan Larva ................................................................. 18
3.7. Pemberian Pakan ..................................................................... 23
3.8. Pengelolaan Kualitas Air .......................................................... 24
3.9. Pengelolaan Kesehatan Udang ................................................. 25
3.10. Penggunaan Bahan Kimia ...................................................... 26
3.11. Panen dan Pengemasan (Packing) ........................................... 28
3.12. Rekaman Data ........................................................................ 30
IV. PENYEDIAAN PAKAN ALAMI .................................................. 30
4.1. Kultur Semi Masal dan Masal Fitoplankton .............................. 30
4.2. Kultur Artemia ......................................................................... 39
V. PENGENDALIAN PENYAKIT ...................................................... 43
5.1. Penyakit Viral .......................................................................... 43
5.2. Penyakit Vibriosis .................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 53
LAMPIRAN ........................................................................................... 60

66 v
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

DAFTAR GAMBAR
GAMBAR

A : Udang putih (Penaeus merguiensis), B :


Cephalothorax udang P. indicus (1. Rostrum; 2.
1 4
Restral crest; 3. Adostral carina; 4. Gastro-orbital
carina; 5. Epigastric tooth) (Lim et al., 1987).
Siklus hidup udang laut secara umum
2 6
(Montgomery, 2010).
Sperma yang menempel pada telikum udang
3 betina umur 137 hari pemeliharaan di tambak 7
(dihitung dari stadia Pl-12)
Kemasan pengangkutan induk udang dan
4 monitoring kualitas air setelah tiba di unit 11
pembenihan
Tampilan luar dari perkembangan ovari udang
jerbung (Lim et al., 1987). I. Immature atau fase
5 12
istirahat, II. Fase perkembangan, III. Fase
pematangan awal dan fase matang
6 Bak perkawinan atau maturasi induk udang putih 14
Bak pelepasan telur hingga menetas menjadi
7 15
nauplius udang putih
Telur berbentuk sperikal dengan tingkat fertilisasi
tinggi berdiameter 2,48-2,49 µm (A) dan
8 16
nauplius udang merguiensis berukuran 0,3-0,5
mm (B)
Perkembangan embrio dari telur hingga nauplius.
E1, E2, E3, E4, E5 E6, E7 dan E8 sesaat hingga
14 jam setelah pemijahan. Imbuhan (a), (b), (c)
dan (d) : tampak lateral, dorsal, ventral dan apical.
A : antena pertama; An : antena kedua; dor :
9 17
dorsal; em : egg membran; en : endopodit; ex :
exopodit; im : embrionic membran; L : Labrum;
M : mandible; mh : stomodeum; Oc : ocelus; S :
Spine; ven : ventral; Y : Yolk (Hudinaga, 1942
dalam Liao et al., 2016)
vi 65
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

Nauplius bagian dorsal untuk N1, N2 dan N3 serta


nauplius bagian ventral untuk N4, N5 dan N6.
Jumlah purcal spine (diindikasikan dengan anak
10 18
panah) dan bentuk tubuh pada masing-masing
substadia (Motoh and Buri, 1979 dalam Lim et
al., 1987)
Bak pemeliharaan larva-postlarva udang P.
11 19
merguiensis
Stadia zoea udang merguiensis tampak bagian
dorsal A : segmentasi dari abdomen, D (dorsal)
dan L (spine lateral) dari segmen. Ukuran dari
12 21
stadia Z1, Z2 dan Z3 masing-masing 0.89 mm; 2
mm dan 2,6 mm (Motoh dan Buri, 1979 dalam
Lim et al., 1987)
Tampilan secara lateral dari stadia mysis udang P.
merguiensis dan tampilan bagian dorsal dari
telson dan uropod. (Motoh and Buri, 1979 dalam
13 22
Lim et al., 1987). Perkembangan dari pleopod (P)
dan kedalaman median notch (N) dari telson pada
berbagai substadia
14 Bak penampungan dan plastik panen untuk benih 29
15 Tempat Kultur Semi Masal (A) dan Masal (B) 32
Wadah penetasan kista Artemia volume 100 dan
16 500 L dengan bagian dasar berbentuk konikel dan 41
transparan
Kematian udang akibat infeksi WSSV, ditandai
17 dengan banyaknya udang yang mati dan 44
mengambang di permukaan
Virion White Spot Syndrome Virus, dengan
18 tambahan serupa flagel yang merupakan 46
perluasan dari protein capsid (Lo et al.,
. Koloni bakteri luminous pada media NA (foto:
19 54
koleksi BBPBAP)

64 vii
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

DAFTAR TABEL

TABEL

1 Produksi udang hasil budidaya periode 2011- 1


2015 (dalam ton)
2 Indikator pembeda antara P. merguiensis dan 4
P. Indicus
3 Parameter kualitas air ideal untuk pembenihan 9

4 Faktor-faktor yang berpengaruh dalam 19


produksi benih
5 Deskripsi tingkatan diagnosa yang digunakan 26
pada sistem pembenihan udang
6 Peralatan pada kultur fitoplankton skala semi 31
masal dan skala massal
7 Komposisi Formula Pupuk pada Kultur skala 34
Semi masal dan skala masal

viii 63
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

I. PENDAHULUAN

Udang salah satu komoditas penting sektor perikanan untuk tujuan


konsumsi domestik maupun keperluan ekspor. Nilai ekspor hasil perikanan tahun
2014 mencapai USD 4,64 milyar, dimana udang merupakan kontributor terbesar
yaitu USD 2,09 milyar kemudian tuna, tongkol dan cakalang sebesar USD 0,69
milyar (KKP, 2015). Produksi udang bersumber dari hasil budidaya dan hasil
tangkapan di laut.
Periode 2011-2015 produksi udang hasil budidaya mengalami peningkatan
dan didominasi oleh udang vaname, kemudian udang windu, udang galah dan
udang lainnya (Tabel 1). Selain udang vaname dan windu, alternatif komoditas
udang penaeid yaitu udang putih P. merguiensis dibutuhkan bagi pembudidaya
tradisional atau teknologi sederhana yang mayoritas di Indonesia.
Tabel 1. Produksi udang hasil budidaya periode 2011-2015 (dalam ton)
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Komoditas
2011 2012 2013 2014 2015
Udang windu 126.157 117.888 171.583 131.809 127.627
Udang
246.420 251.763 390.278 442.380 421.089
vaname
Udang galah 1.386 1.721 3.387 1.809 891
Udang lainnya 27.191 44.331 73.707 63.371 66.264
Total 401.154 415.703 638.955 639.369 615.871
Sumber : Ditjen Perikanan Budidaya, 2016

Hal lain yang tidak kalah penting adalah masalah trauma para
pembudidaya udang terhadap pengalaman masa lalu oleh merebaknya kasus
penyakit bercak putih (WSSV) pada budidaya udang windu dan masih cukup
membekas hingga kini. Pada sisi lain, keberadaan udang vaname masih menjadi
kendala tersendiri bagi pembudidaya skala sederhana mengingat usaha ini efektif
pada usaha semi intensif atau intensif. Artinya diperlukan biaya investasi dan
operasional yang tinggi.
Indonesia dengan keanekaragaman jenis udang, membuka peluang untuk
menyediakan komoditas dan teknologi baru sebagai menu pilihan bagi

62 1
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
pembudidaya. Udang putih atau lebih dikenal dengan “udang jerbung” menjadi
kandidat yang perlu mendapatkan perhatian dan memiliki potensi untuk
dikembangkan.
Produksi benih udang putih di BBPBAP Jepara (dahulu RCU : Research
Center Udang) dimulai sejak 1975 (Alikunhi et al., 1975), walaupun dengan
capaian sintasan yang masih rendah yaitu sekitar 6%. Seiring dengan berjalannya
waktu, komoditas lain yaitu udang windu berkembang dan mendominasi kegiatan
budidaya di tambak hingga tahun 90-an. Salah satu penyebab ditinggalkannya
udang putih pada periode lalu adalah tingkat pertumbuhan yang tidak sepesat
dengan pertumbuhan udang windu. Pada tahun 2001, mulai diperkenalkan udang
introduksi (Penaeus vannamei) di Asia termasuk Indonesia (Briggs et. al., 2005)
dan hingga kini mendominasi produksi udang nasional.
Dorongan yang kuat untuk mengangkat kembali udang putih lokal
sebagai kandidat spesies budidaya di Indonesia, maka BBPBAP Jepara berperan
dalam penyediaan teknologi mulai dari pembenihan hingga pembesaran di
tambak. Dengan cara ini, diversifikasi komoditas udang segera terwujud. Harvey
et al., (2017) menjelaskan bahwa faktor utama sebagai kriteria dalam melakukan
diversifikasi komoditas budidaya adalah kebutuhan pasar dan konsumen,
perubahan iklim, species yang lebih tahan terhadap perubahan iklim,
pertimbangan lingkungan, profit serta keuntungan kompetitif. Berdasarkan
kriteria ini, udang putih sangat relevan untuk dikembangkan. Bahkan udang ini
memilki beberapa keunggulan teknis seperti ketersediaan induk yang hampir
menyebar di wilayah perairan Indonesia, siklus reproduksi relatif cepat, pemakan
detritus, toleransi terhadap salinitas yang lebar, cita rasa, nilai ekonomi yang
tinggi serta peluang ekspor.
Juknis Pembenihan Udang Putih Lokal (Penaeus merguiensis)
disusun berdasarkan pengalaman dalam menghasilkan benih udang tersebut di
BBPBAP Jepara. Diharapkan petunjuk teknis ini menjadi rujukan bagi produsen
benih udang di masa yang akan datang. Juknis ini berfokus kepada sistem
operasional produksi benih sehingga

2 61
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

II. BIOLOGI UDANG PUTIH, Penaeus merguiensis

2.1. Taxonomi
Di beberapa daerah atau lokasi, udang putih dikenal dengan nama udang
jerbung, udang kelong dan nama dagang lebih populer dengan banana shrimp
atau white shrimp. Nama ilmiahnya dikenal sebagai udang Penaeus merguiensis,
yang merupakan anggota dari famili Penaeidae. Udang ini dikelompokkan ke
dalam genus Penaeus karena pada bagian atas dan bawah rostrum terdapat gerigi
dan tidak adanya bulu atau setae pada bagian tubuh. Namun demikian, klasifikasi
berdasarkan karakter morfologi yaitu ada tidaknya guratan (groove) pada
cephalothorax (Lavery et al., 2004), maka udang ini termasuk ke dalam genus
Fenneropenaeus sehingga penamaan yang banyak digunakan sekarang ini adalah
Fenneropenaeus merguiensis.

2.2. Morfologi
Pada rostrum (tanduk, cucuk), jumlah gigi bagian atas adalah 7-8,
sedangkan pada bagian bawah adalah 4-6. Disaat udang masih muda terlihat
rostrum relatif kecil, kuat, panjang. Saat dewasa rostrum lurus dan pendek dengan
bagian pangkal besar berbentuk segitiga. Warna putih polos sedikit gelap (yang
hidup di laut lebih bersih dan berwarna putih bening kemerah-merahan, pada
bagian ekor kipasnya terdapat belang hijau bersih). Kulit sangat tipis, halus dan
licin serta mudah mati. Ukuran panjang total mencapai 25 cm di alam. Warna
udang bervariasi dari krem hingga kuning (udang dari alam) dan kehijauan (hasil
budidaya). Pada stadia juvenil ada kemiripan dengan udang indicus (dari India),
namun untuk udang dewasa kedua jenis udang tersebut dapat dibedakan
tampilannya pada bagian kepala (Tabel 2; Gambar 1).

60 3
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
Tabel 2. Indikator pembeda antara P. merguiensis dan P. Indicus Qureshi, N. A., and Z. Amanat. 2014. Reproductive biology and size at sexual
Indikator P. merguinesis P. indicus maturity of Penaeus merguiensis (de man, 1887) from the Sonmiani Bay
Rostrum Pendek, hampir lurus Lebih panjang dan Lagoon, Balochistan, Pakistan.JAPS: Journal of Animal & Plant
berbentuk kurva Sciences; Vol. 24 Issue 2, p503.
sigmoid Rodríguez EO, López-elías JA, Aguirre-Hinojosa E, Garza-Aguirre MD,
Rostral crest Lebih tinggi ; berbentuk Pendek dan tidak Constantino-Franco F,Miranda-Baeza A, and Nieves-Soto M. 2012.
segitiga berbentuk segitiga Evaluation of the nutritional quality of Chaetoceros muelleri Schütt
Adrostral carina Tidak mencapai gerigi Mencapai gerigi (Chaetocerotales: Chaetocerotaceae) and Isochrysis sp. (Isochrysidales:
epigastrik epigastrik Isochrysidaceae) grown outdoors for the larval development of
Gastro-orbital Lebih pendek, Menempati 2/3 Litopenaeus vannamei (Boone, 1931) (Decapoda: Penaeidae ). Arch.
carina menempati 1/3 bagian bagian depan jarak Biol. Sci., Belgrade, 64 (3), 963-970, OI:10.2298/ABS1203963R`963
tengah jarak antara antara hepatic spine Sylvester.,B.D., Nelvy dan Sudjiharno,.2002. Persyaratan Budidaya Fitoplankton
hepatic spine dan sudut dan sudut orbital dalam Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Seri Budidaya Laut
orbital No.12.
Tendencia, E. A., Bosma, R. H., Verreth, J. A. J. 2011. White spot syndrome
virus (WSSV) risk factors associated with shrimp farming practices in
polyculture and monoculture farms in the Philippines. Aquaculture 311:
87-93.
Zacharia, S and V.S.Katati, 2001. Induced maturation and spawning of banana
prawn, Penaeus merguiensis de Man, under captivity in the inshore
waters of Karwar . Indian J. Fish., 48(2): 211-215.

Gambar 1. A : Udang putih (Penaeus merguiensis), B : Cephalothorax udang


P. indicus (1. Rostrum; 2. Restral crest; 3. Adostral carina; 4.
Gastro-orbital carina; 5. Epigastric tooth) (Lim et al., 1987).

4 57
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
Lopez-Elias, G.A., F.Enriquez-Ocana., M.N. Pablos-Mitre., N. Huerta-Aldaz., S. 2.3. Habitat
Leal., A. Miranda-Baeza., M. Nieves-Soto., and I. Vasquez-Salgado. Udang putih P. merguiensis bersifat bentik dan hidup pada kedalaman air
2008. Growth and biomass production of Chaetoceros muelleri in mass 10-45 m. Habitat yang disukai adalah dasar laut yang lunak (soft) yang terdiri
outdoor cultures: Effect of the hour of the inoculation, size of the
dari campuran pasir dan lumpur. Perairan berbentuk teluk dengan aliran sungai
inoculum and culture medium. Rev.Invest.Mar.29(2):171-177.
Lotz, J. M. 1997. Viruses, biosecurity and specific patogen-free stocks in shrimp yang besar merupakan daerah hunian yang sangat baik. Di Indonesia, pusat
aquaculture. World Journal of Microbiology & Biotechnology 13, 405- fishing ground berada di wilayah Sumatera bagian Timur yang mendapat aliran
413. sungai Asahan, Rokan, Kampar, Indragiri, sedangkan Kepulauan Bangka dan
Mohan, C. V., M.J. Phillips , B.V. Bhat, N.R. Umesh and P.A. Padiyar. 2008. Riau memberi lindungan terhadap perairan tersebut dari arus laut Cina Selatan
Farm-level plans and husbandry measures for aquatic animal disease yang terbuka dan lewat Laut Jawa. Walaupun sedikit menyerupai teluk dan
emergencies. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 2008, 27 (1), 161-173 sungai yang mengalir kecil, pantai utara Jawa yaitu antara wilayah Cirebon,
Montgomery, S. 2010. Biology and life cycle of prawn. Primefact 268.
Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah penting
https://www.dpi.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0006/358863/biolog
y-and-life-cycles-of-prawns.pdf (5 Desember 2017) penangkapan udang tersebut.
Motoh H. 1985. Biology and ecology of Penaeus monodon. In Taki Y, Primavera
JH, and Lobrera JA. (Eds.). Proceedings of the First International 2.4. Wilayah Penyebaran
Conference on the Culture of Penaeid Prawns/Shrimps, 4-7 December Wilayah sebaran udang ini meliputi kawasan Indo-West Pacific: dimulai
1984, Iloilo City, Philippines (pp. 27-36). Iloilo City, Philippines: dari Teluk Persia menuju ke arah Thailand, Hong Kong, Philippines. Indonesia,
Aquaculture Department, Southeast Asian Fisheries Development New Guinea, New Caledonia dan bagian utara Australia. Di Indonesia sendiri
Center. Downloaded on July 16, 2014 from
udang ini tersebar hampir di seluruh perairan laut yang dangkal dimulai dari Selat
http://repository.seafdec.org.ph at 7:17 AM.
Nur A., Widyany D A., Ruliaty L. 2017. Manajemen Pakan Alami pada Produksi Malaka, pantai utara pulau Jawa, pantai selatan pulau Jawa (khususnya Cilacap),
Benih Udang Jerbung (Penaeus merguiensis). Jurnal Perekayasa Maluku dan laut Arafuru. Daerah potensial lainnya adalah di laut sekitar Sulawesi
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta (Teluk Bone, Teluk Tomini, Selat Makasar dan laut Sulawesi), sebelah utara
Nyan Taw, 1990, Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Masal Mikroalga Nusa Tenggara (laut Flores) dan pantai selatan Nusa Tenggara.
(terjemahan oleh Budiono Martosudarmo dan Indah Wulani). Proyek
Pengembangan Budidaya Udang, FAO/UNDP.33 hal
2.5. Siklus Hidup dan Ekologi
Oktaviani, O. and Erwidodo. 2005. Indonesia’s shrimp exports: meeting the
challenge of quality standars. Managing the challenge of WTO Udang putih P. merguiensis hidup pada perairan pantai dan di laut
participation: case study 18. World terbuka dengan dasar laut berlumpur atau berpasir. Pemijahan induk hampir
Trade Organization, rue de Lausanne 154, CH-1211 Geneva 21, Switzerland. terjadi sepanjang tahun dan umumnya terjadi pada kedalaman air 10-25 meter.
Dalam P. Gallagher, P. Low and A. L. Stoler (editor): Compilation of 45 Udang kelamin betina termasuk kelompok telikum tertutup sehingga spermatopor
case studies which documents among economies in addressing the dapat disimpan lebih lama dibandingkan dengan kelompok udang dengan
challeges of participating in the WTO. individu betina yang telikumnya terbuka. Dengan demikian seringkali udang ini
Owens, L. and Claydon, K. The effect of Penaeus merguiensis densovirus on
dijumpai matang telur dari hasil tangkapan dari laut. Sebelum pemijahan, terlebih
Penaeus merguiensis production in Queensland, Australia. Journal of
Fish Diseases. 34:509-515. dahulu udang jantan mengawini udang betina dengan cara memasukkan
spermatopor (kantung sperma) yang berisi spermatozoa ke dalam organ kelamin

56 5
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
betina (telikum). Pelepasan telur (spawning) terjadi pada malam hari dengan Hameed, A. S. S., B. L. M. Murthi, M. Rasheed, S. Shatish, K. Yoganandhan, V.
fekunditas telur bervariasi antara 30.000-180.000 butir (tergantung ukuran Murugan, K. Jayaraman. 2002. An Investagion of Artemia as a posible
induk). vector for white spot syndrome virus (WSSV) transmission to Penaeus
indicus. Aquaculture 204: 1-10.
Siklus hidup udang P. merguiensis tidak jauh berbeda dengan udang
Harvey B, Soto D, Carolsfeld J, Beveridge M, and Bartley DM.eds. 2017.
laut lainnya sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Larva berukuran panjang Planning for aquaculture diversification: the importance of climate
kurang dari 5 mm dan sifatnya planktonik. Pada stadia ini kemampuan change and other drivers. FAO Technical Workshop, 23-25 June 2016,
berenangnya sangat lemah sehingga hanya bisa melayang di perairan. Jenis pakan FAO Rome, FAO Fisheries and Aquaculture Proceeding No.47. Rome,
alaminya berupa fitoplankton dan zooplankton. Selama dalam stadia larva, udang FAO.166 pp.
ini mengalami tiga fase stadia yaitu nauplius, protozoa (zoea) dan mysis. 10-12 Hoang T., Lee S Y., Keenan C P., Marsden G E., 2002. Ovarian maturation of
hari setelah telur menetas, larva bermetamorfose menjadi post larva dicirikan the banana prawn, Penaeus merguiensis de Man under different light
intensity. Aquaculture 208, 159-168
dengan pergerakan maju mengikuti gerakan arus. Setelah fase juvenil kemudian
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
tinggal di daerah estuari, muara sungai, rawa dan daerah bakau (mangrove) Zooplankton Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius.
dengan memanfaatkan alga, bentos dan detritus sebagai sumber makanan utama. Yogyakarta
Udang berukuran sekitar 5 cm, mulai bergerak menuju ke perairan pantai yang Kawaroe, M., T. Partono, A. Sunudin, D.S. Wulan, dan D. Augustine. 2010.
relatif dangkal dan akhirnya pada saat dewasa (atau ukuran panjang total sekitar Mikroalga :Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan
10 cm) udang menuju ke perairan laut terbuka. Pakan utama selama stadia dewasa Bakar. IPB Press. Bogor.
berupa ikan, avertebrata kecil seperti foraminifera, pelecipoda, euphasid dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2015. Rencana Strategis
Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015-2019.
polikaeta, diatom bentik dan alga lainnya.
Kiatmetha P., W. Siangdang, B. Bunnag, S. Senapin, and B. Withachumnarnkul.
Ukuran rerata panjang total tubuh udang untuk mencapai pertama kali 2011. Enhancement of survival and metamorphosis of Penaeus monodon
matang telur (tergantung lokasi) berkisar 125- 152 mm. Udang betina umumnya larva by feeding with the diatom Thalassiosira weissflogii. Aquaculture
berukuran panjang lebih besar dibandingkan udang jantan dengan ukuran International, Vol.19, Issue 4, pp 599-609.
maksimum 243 mm dan sebaliknya udang jantan berukuran panjang 175 mm. Kumlu M. 1999. Feeding and digestion in larval decapod crustaceans. Tr. J. of
Qureshi dan Amanat (2014) menyebutkan hal yang sama bahwa ukuran panjang Biology, 23:215-229
Laporan hasil monitoring penyakit AHPND dan TiLV. 2017. BBPBAP Jepara.
tubuh udang merguiensis untuk pertama kali matang telur yaitu 15,5 cm (dihitung
Lavery S., T.Y. Chan, Y.K. Tam, and K.H. Chuc. 2004. Phylogenetic
dari 50% populasi matang telur atau TL50. relationships and evolutionary history of the
shrimp genus Penaeus s.l. derived from mitochondrial DNA. Molecular
Phylogenetics and Evolution,31:39–49
Liao, IC., Chao NH., Leano EM. (eds). 2016. Progress of Shrimp and Prawn
Aquaculture in the World. National Taiwan Ocean University, Keelung,
Taiwan.
Lim L C, Heng HH, and Cheong H. 1987. Manual on Breeding of Banana Prawn.
Fisheries Handbook No.3. Primary Production Departement, Ministry of
National Development, Republic of Singapore.62p.

6 55
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
Corsin, F., T. J. F. Turnbull, N. V. Hao, C. V. Mohan, T. T. Phi, L. H. Phuoc, N.
T. N. Tinh, K. L. Morgan. 2001. Risk factors associated with white spot
syndrome virus infection in a Vietnamese rice-shrimp farming system.
Dis. Aquat. Org. Vol. 47:1-12.
Costard G.S., Machado R R., Barbarino E., Martino R C., and Lourenço S O.,
2012. Chemical composition of five marine microalgae that occur on the
Brazilian coast. International Journal of Fisheries and Aquaculture Vol.
4(9), pp. 191-201
Dahuri, R. 2013. The blue future of Indonesia. Roda Bahari. Hal. 96-97.
Ditjen Perikanan Budidaya. 2006. Rencana strategis perikanan budidaya 2005-
2009. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Edisi Revisi.
Ditjen Perikanan Budidaya. 2010. Buku saku statistik perikanan budidaya tahun
2009. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. ISSN: 1979-844X
Ditjen Perikanan Budidaya, 2016. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia.
Jakarta.
Durand, S. V. and D. V. Lightner. 2002. Quantitative real time PCR for the
measurement of white spot syndrome virus in shrimp. Journal of fish Gambar 2. Siklus hidup udang laut secara umum (Montgomery, 2010)
diseases. 25:381-389.
Elok. 2013. Pengaruh Jenis Media Terhadap Konsentrasi Biomassa Dan
Udang merguiensis juga memiliki kemampuan memijah pada kondisi
Kandungan Protein Mikroalga Chaetoceros Calcitrans. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Fakultas Perikanan Undip Semarang. yang captive (Hoang et al., 2002) bahkan dapat dipelihara hingga tiga generasi
ErLima, A., S. Amini, H. Endrawati dan M. Zainuri, 2004. Kajian Nutritif melalui pemeliharaan sistem resirkulasi (Beard et al., 1977). Metode pemijahan
Phytoplankton Pakan Alami pada Sistem Kultivasi Massal. Ilmu lain dilaporkan oleh Zacharia dan Kakati (2001) menggunakan induk dari tambak
Kelautan, Vol. 9 (4): 206-210 dan kemudian dipijahkan dalam hapa yang terpasang di daerah pantai. Melalui
FAO., 2007. Improving Penaeus monodon hatchery practices. Manual based on cara ini udang merguiensis mengalami matang gonad dan memijah dengan
experience in India. FAO Fisheries Technical Paper. No. 446. Rome, tingkat keberhasilan 70 %. Kajian awal di BBPBAP Jepara terbukti bahwa pada
FAO.101p.
Farhadian O., Yusoff F Md., Arshad A., 2007. Ingestion rate of postlarva umur 137 hari sudah didapatkan induk yang telah mengalami kopulasi dengan
Penaeus monodon fed Apocyclops dengizicus and Artemia. Aquaculture, berat sekitar 35 g (Gambar 3). Kemudian udang betina umur 26 minggu (berat
269:265-270. 47-73 g; panjang 16,5-19,6 cm) dipijahkan di unit pembenihan udang BBPBAP
Flegel, T.W. 1997. Special topic review: Major viral deseases of the black tiger Jepara dengan melakukan ablasi terlebih dahulu. Diketahui bahwa latency period,
prawn (Penaeus monodon) in Thailand, World journal of microbiology jumlah nauplius yang dihasilkan menyerupai dengan induk hasil tangkapan di
& Biotechnology. 13:433-442. alam.
Gallardo PP, Alfonso E, Caxiola B, Soto LA, Rosas C. 1995. Feeding schedule
for Penaeus setiferus larva based on diatoms (Chaetoceros
ceratosporum), flagellates (Tetracelmis chuii) and Artemia nauplii.
Aquaculture 131:239-252.

54 7
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

DAFTAR PUSTAKA
Abraham C., 2012. Effect of monospecific and mixed algae diets on survival,
development and biochemical composition of Penaeus monodon larva.
PhD Thesis, Cochin University of Science and Technology, Kerala,
India.
Alikunhi, K.H., A. Poernomo, S. Adisukresno., M. Budiono and. B. Saleh. 1975.
Preliminary observation on induction of maturity and spawning in
Penaeus monodon Fabricius and Penaeus merguiensis De Man by eye-
stalk extipation. Bull.Shrimp Cult. Res. Cent., I(1):1-11.
Anonymous., 1990. Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan Dan Udang,
Gambar 3. Sperma yang menempel pada telikum udang betina umur 137 hari (Jakarta, badan penelitian dan pengembangan pertanian. 1990).
pemeliharaan di tambak (dihitung dari stadia Pl-12) Aprilliyanti, S., A. Erlima, A. Susanto, I.K. Ariawan. 2008. Pola Pertumbuhan,
Kandungan Protein dan Produksi Biomass Skeletonema Pada Berbagai
3. PENGELOLAAN DAN OPERASIONAL PEMBENIHAN Media Garam. Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau
Jepara.Vol. 7 : 106 – 113
3.1. Biosekuriti
Apriyanti. 2016. Teknik Kultur Mikroalga Chaetoceros Sp. Di Pusat Penelitian
Sebelum membahas lebih jauh tentang pengelolaan dan operasional Limnologi-LIPI Cibinong. Laporan Praktek Kerja Lapangan.
pembenihan udang, maka perlu memahami dan mengimplementasikan prinsip- Brenda L., 2005. Using vitamin C to neutralize chlorin in water system.
prinsip biosekuriti. Lotz (1997 dalam FAO, 2007) mendefenisikan bahwa Technology and development program. USDAF Service.
biosekuriti merupakan beberapa tindakan yang dapat mengurangi kemungkinan Cahyaningsih, S., A. N. M. Muchtar, S. J. Purnomo, I. Kusumaningrum, Pujiati,
masuk dan menyebarnya bibit penyakit dari satu tempat ke tempat lainnya. A. Haryono, Slamet, dan Asniar. 2009. Juknis Produksi Pakan Alami.
Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jendral Perikanan
Elemen dasar dari biosekuriti adalah metode fisika, kimia dan biologi yang
Budidaya Balai Budidaya Air Payau Situbondo. 35 hal.
diperlukan untuk mencegah resiko infeksi penyakit dari suatu unit pembenihan. Chang, J-S., H-C Chen, and Yu-Chi Wang. 1998. Detection of white spot
Terdapat dua kategori biosekuriti pada suatu unit pembenihan yaitu internal dan syndrome associated baculovirus in experimentally infected wild shrimp,
eksternal. Internal, berkaitan dengan introduksi dan penyebaran patogen di dalam crab and lobster by in situ hybridization. Aquaculture 164 (1998): 233-
fasilitas yang digunakan, sedangkan eksternal berkaitan dengan introduksi dan 242.
penyebaran patogen dari luar ke fasilitas internal atau sebaliknya. Oleh karena Chanratchakool, P., J. F. Thurnbull, S. J. Funge-Smiath, I. H. MacRae, C.
itu, upaya untuk menerapkan biosekuriti pada suatu unit pembenihan hendaknya Limsuwan. 1998. Health management in shrimp ponds, 3rd ed. Aquatic
Animal Health Research Institute, Bangkok.
memperhatikan elemen berikut (FAO, 2007) :
Chou, H.Y., Huang, C.Y., Wang, C.H., Chiang, H.C., Lo, C.F., 1995.
 Gunakan induk yang sehat dan bebas penyakit tertentu Patogenicity of a baculovirus infection causing white spot syndrome in
 Karantina bagi semua induk yang masuk cultured penaeid shrimp in Taiwan. Dis. Aquat. Organ. 23, 165–173.
 Analisa semua stok induk terkait dengan ada tidaknya penyakit melalui Chou, HY, Huang CY, CH. Wang, HC. Chiang, and CF. Lo. 1998. Patogenicity
PCR of baculovirus infection causing white spot syndrome in cultured penaeid
shrimp in Taiwan. Dis. Aquat. Org. 23:165-173.
8 53
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

Gambar 19. Koloni bakteri luminous pada media NA (foto: koleksi BBPBAP)

Vibriosis terkait dengan berak putih


Vibriosis juga terkait dengan beberapa jenis penyakit, yang terakhir
adalah penyakit berak putih (white faeces disease). Penyakit WFD didahului
dengan terjadinya penurunan kondisi lingkungan seperti kematian fitoplankton
atau pemberiah pakan tidak terkendali. Beberapa kasus juga dilaporkan karena
kontaminasi alga hijau biru (blue green algae).

52
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
Untuk mencapai hal tersebut, kondisi pasang air tertinggi merupakan
waktu terbaik untuk melakukan pemasukan air ke petak pengelolaan air. Input air
dari laut memerlukan filter fisik untuk memisahkan partikel tersuspensi,
desinfeksi hingga air siap sebagai untuk media pemeliharaan induk, produksi
masal pakan alami dan produksi benih. Desinfeksi dilakukan untuk
memusnahkan organisme patogen baik dari jenis bakteri, virus, jamur dan
mikroorganisme lain yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
larva. Untuk keperluan tersebut umumnya menggunakan kaporit atau kalsium
hipoklorid (bahan aktif 60-70%) dengan dosis 10-20 ppm dan dibiarkan selama
12-24 jam. Residu klorin dapat diukur menggunakan klorin test (5 tetes ortho-
toluidine ke dalam 5 mL air sampel) kemudian membandingkan warna yang ada
pada kartu test kit. Residu yang ada dapat dihilangkan dengan menambahkan
sodium tiosulphate sebanyak 1 ppm untuk setiap 1 ppm residu klorin yang ada.
Cara lain dengan menggunakan vitamin C dengan dosis yang sama.
Induk udang seringkali sensitif terhadap air yang telah mengalami
perlakuan kimiawi, sehingga diperlukan instalasi khusus untuk keperluan
pemeliharaan induk (pematangan gonad, pemijahan). Selain menggunakan filter
fisik dengan pasir dan karbon aktif, air dilewatkan melalui ultrafiltrasi dan
beberapa serial catridge filter (1–5 µm) sebelum digunakan untuk pemeliharaan
induk. Air yang sudah diolah, kemudian ditambahkan ethylene diamine
tetraacetic acid (EDTA) sebagai pengkelat logam berat sebesar 5-20 ppm.

3.3. Transportasi Induk


Transportasi induk udang diperlukan dari lokasi penangkapan ke unit.
Oleh karena itu metode pengangkutan perlu diperhatikan dengan baik sehingga
induk tidak stres dan aman selama di unit pembenihan. Metode umum yang
digunakan untuk pengangkutan induk adalah dengan menggunakan kantung
plastik dengan dimensi 30 x 30 x 60 cm yang bagian bawahnya berbentuk segi
empat dengan bahan dasar dari terpal. Air media pengangkutan harus bersih dan
ditambahkan arang aktif sebanyak 1 g/L dan EDTA 10 ppm sebagai pengikat
logam berat serta menghambat pertumbuhan bakteri. Suhu air diatur pada kisaran
22-24 oC untuk jarak angkut sekitar 12 jam. Kantong plastik yang berisi induk
dimasukkan ke dalam steroform (2 kantong untuk tiap steroform) dan diberi es

10
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
Gejala klinis batu untuk menjaga agar suhu tetap rendah selama pengangkutan (Gambar 4).
Secara umum, gejala klinis yang dapat ditemui, antara lain berupa nafsu Dalam setiap kantong plastik induk, diisi induk dengan berat biomas mencapai
makan yang turun, pertumbuhan yang lambat, berenang di permukaan, serta 300-400 g dan dipisahkan antara individu jantan dan betina.
gerakan renang menjadi inkoordinatif. Pada pengamatan lanjutan, dapat
ditemukan bercak-bercak putih di antara segmen eksoskeleton dan karapas.
Selain itu, pada udang vaname terdapat pertumbuhan yang tidak seragam,
rostrum yang bengkok, serta kutikula yang kasar.

Diagnosa
Pengamatan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium secara
molekuler dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dilakukan untuk
mendiagnosa penyakit IHHNV tersebut.

Pengendalian
Pada kasus penyakit Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis
Virus (IHHNV) belum ditemukan terapi atau pengobatan yang tepat. Usaha
Gambar 4. Kemasan pengangkutan induk udang dan monitoring kualitas air
pengendalian dapat dilakukan dengan penerapan biosecurity secara menyeluruh setelah tiba di unit pembenihan.
selama proses produksi. Senantiasa menjaga lingkungan budidaya dengan
aplikasi probiotik dan imunostimulan juga perlu dilakukan untuk menjaga 3.4. Seleksi Induk
ketahanan tubuh udang. Selain itu, pembudidaya juga perlu melakukan sanitasi Induk udang yang digunakan untuk pemijahan dapat diperoleh dari induk
alat dan pekerja serta desinfeksi sumber air. matang gonad hasil penangkapan dari laut atau pematangan gonad melalui
stimulasi dengan cara ablasi (pemotongan tangkai mata). Idealnya, induk yang
5.1.6. Penaeus Merguiensis Densovirus (PmergDNV) siap untuk dipijahkan sebaiknya dilakukan pengecekan terhadap ada tidaknya
Penaeus merguiensis densovirus (PmergDNV) telah dilaporkan infeksi virus tertentu seperti WSSV melalui uji Polymerase Chain Reaction
ditemukan di beberapa pembudidaya udang merguiensis (Penaeus merguiensis) (PCR).
di Queensland. Virus tersebut terkait dengan kematian dan pertumbuhan yang Jenis kelamin dapat dibedakan melalui pengamatan organ genital di
terlambat (stunting) sehingga mengakibatkan kerugian pada pembudidaya udang bagian ventral tubuh. Udang betina memiliki telikum agak bulat berada pada kaki
di Asia (Owens and Claydon, 2011). Kerugian ditaksir sekitar AUS $ 2,25 juta jalan (periopod) kelima. Sedangkan udang jantan memiliki petasma dibentuk oleh
pada tahun pertama terjadi wabah disebabkan karena produksi yang tidak sesuai sepasang endopod pada kaki renang (pleopod) pertama dan sepasang appendix
dengan taksiran. Office des International Epizootic (OIE, 2015), menyebutkan maskulina yang berada pada endopod di kaki renang kedua. Pada saat terjadi
bahwa IHHNV diklasifikasikan sebagai Penaeus stylirostris densovirus termasuk kopulasi, petasma dan appendix maskulina membantu pemindahan spermatofor
dalam genus Brevidensovirus dalam keluarga Parvoviridae. Owens dan Calydon jantan ke seminal reseptakel yang berada di bawah telikum betina. Kematangan
(2011) dalam kajian analisis risiko selama periode dua tahun terhadap Pl dari 190

50 11
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
gonad induk dapat diketahui melalui pengamatan ovary pada bagian dorsal
(Gambar 5).

Gambar 5. Tampilan luar dari perkembangan ovari udang putih (Lim et al.,
1987). I. Immature atau Fase istirahat, II. Fase perkembangan, III.
Fase pematangan awal dan IV. Fase matang.

Beberapa kriteria digunakan untuk menyeleksi induk yang akan


digunakan untuk pemijahan, yaitu dengan memperhatikan ukuran, kondisi induk,
tingkat kematangan gonad dan ada tidaknya spermatofor. Induk berukuran lebih
besar umumnya menghasilkan nauplius lebih banyak dibandingkan induk
berukuran kecil. Sebaiknya induk betina berukuran berat minimal 50 g per ekor.
Meskipun demikian Lim et al., (1987) menyarankan ukuran minimal 25 g.
Kondisi induk dipilih yang aktif bergerak, tidak terdapat tanda terinfeksi
penyakit, kerusakan jaringan dan organ. Untuk induk yang bersumber dari hasil
tangkapan, diusahakan yang telah mencapai kematangan gonad tingkat IV
(meskipun tingkat III dapat digunakan) karena kualitas dan jumlah telur lebih
baik.

12
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
5.1.3. Infectious myonecrosis virus (IMNV)
Epidemiologi IMNV
Infectious Myonecrosis Virus termasuk keluarga Totiviridae berdasarkan
analisis filogenetik RdRp (RNA dependant RNA polymerase) yang memiliki
kemiripan dengan virus pada Giardia lamblia. Virus memiliki bahan genetik
double strand RNA (DsRNA), dan termasuk virus yang tidak beramplop.
Dibandingkan dengan virus bercak putih pada udang windu, WSSV, IMNV lebih
tahan pada kondisi lingkungan di luar inang, mungkin karena tidak memiliki
amplop, maka virus lebih tahan di lingkungan di luar inang maupun kariernya.
IMNV Indonesia memiliki perbedaan dibandingkan Brazil pada penyisipan basa
tunggal pada nukleotida 7431 yang menjadi stop kodon yang menyebabkan 13
residu asam amino tambahan di RdRp (RNA dependant-RNA polimerase)
produk protein terganggu. Kesamaan antara IMNV Indonesia dengan Brasil
adalah 99.6%, dengan perbedaan 29 basa dari sekitar 7.5 kb (Senapin et al.,
2007).

5.1.4. Taura Syndrome Virus (TSV)


Taura syndrome (TS) pertama kali ditemukan di Ecuador selama musim
panas 1992. Pada bulan Maret 1993, penyakit kembali mewabah. Studi
epidemiology etrospective menunjukkan Taura syndrome juga terjadi pada
budidaya udang di Colombia pada awal 1990 dan virus telah ada di Ecuador pada
tengah 1991. Antara 1992 dan 1997, penyakit menyebar ke semua area utama di
Amerika dimana udang vaname (Litopenaeus vannamei) dibudidayakan.
Kerugian ekonomis akibat TS di Amerika selama periode tersebut diperkirakan
melampaui US$ 2 miliar.
Penyakit yang disebabkan oleh Picorna-like RNA virus ini umumnya
terjadi 14-40 hari pasca tebar di tambak, dengan penularan secara vertikal atau
horizontal. Tingkat mortalitas penyakit Taura Syndrome Virus (TSV) dapat
mencapai 95% dan serangannya bersifat akut hingga perakut.
Vaname lebih rentan terinfeksi penyakit TSV dibandingkan udang windu
serta dapat menyerang pada fase dewasa udang dengan kematian yang rendah.
Udang yang bertahan dan mampu tumbuh secara normal dapat menjadi carrier
penyakit ini. Kasus TSV beberapa kali terdeteksi di tambak di Indonesia.

48
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
Kombinasi cara kedua dan ketiga lebih efektif terhadap proses
pematangan dan keberhasilan pemijahan. Selain itu, cara ini lebih
menguntungkan oleh karena berfungsi untuk mensterilkan luka sehingga
sintasan induk lebih tinggi dibanding dengan cara lainnya. Untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik, juga dilakukan perendaman dalam larutan yodium 200
ppm.
Induk yang telah diablasi dipelihara bersama dengan induk jantan dalam
bak pematangan atau maturasi. Kepadatan induk 8-10 ekor/m3 air dengan rasio
jantan dan betina 1: 1 atau 1 : 2. Induk diberi pakan segar secara bergantian berupa
cumi, cacing dan kerang pada pagi, siang dan malam hari. Pengelolaan air secara
flow through di siang hari dan sistem statik pada malam hari. Sisa pakan dan
cangkang udang dibuang setiap hari bersamaan dengan pergantian air baru.
Kondisi ruangan tidak terlalu terang dan menghindari gangguan terutama suara
bising. Bak maturasi dapat berbentuk bulat atau persegi (Gambar 6), permukaan
bagian dalam bak halus serta dicat dengan warna biru muda. Aerasi dipasang
disekeliling bak sehingga tidak mengganggu proses perkawinan.

Gambar 6. Bak perkawinan atau maturasi induk udang putih

14
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
wilayah Asia yang mencapai 78% (Cuellar-Anjel et al., 2010). Prevalensi farm  Pelepasan telur
crawfish, Procambarus clarkii, dan P. zonangulus terinfeksi WSSV di Lousiana, Monitoring tehadap perkembangan gonad dilakukan setiap hari. Induk
Amerika Serikat, sebesar 90% (Baumgartner et al., 2009). yang telah diablasi hampir seluruhnya matang gonad dalam waktu 11 hari dan
75% diantaranya siap memijah dalam waktu 3-5 hari. Setelah mencapai
Agen penyebab bercak putih kematangan gonad tingkat IV, induk dipindahkan ke bak pemijahan atau
Penyebab penyakit bercak putih viral adalah virus berbahan genetik pelepasan telur (Gambar 7) dan lokasinya terpisah dari bak pematangan gonad.
DNA (Gambar 2), non-occluded virion berbentuk ovoid atau ellipsoid hingga Seleksi induk yang siap memijah dilaksanakan pada sore hari dan umumnya
batang, berukuran diameter 80 – 120 nm dan memiliki panjang 250 – 380 nm pelepasan telur terjadi setelah pukul 24.00 (tengah malam). Pengaturan
(OIE, 2012). fotoperiod selama 10 jam terang (intensitas cahaya 55 lux) dan 14 jam gelap. Bak
pemijahan menggunakan bak fiber bentuk bulat volume 800 – 1.000 L atau dapat
menggunakan volume yang lebih kecil untuk pelepasan individual (satu induk
per bak). Untuk pemijahan dalam jumlah yang banyak, dapat menggunakan bak
semen. Bak pemijahan beserta perlengkapan aerasi, peralatan dan ruangan selalu
dijaga agar tetap bersih.

Gambar 18. Virion White Spot Syndrome Virus, dengan tambahan serupa flagel
yang merupakan perluasan dari protein capsid (Lo et al., 012).

Virus memiliki amplop tersusun dari lipid dan protein sehingga seperti
membran, menyebabkan virion relatif terlindung. Virus penyakit bercak putih ini
termasuk genus whispovirus dalam keluarga Nimaviridae meskipun berasal dari
berbagai wilayah geografik dan memiliki keragaman genetik berbeda-beda (Lo
et al., 2012). Virion berbentuk batang hingga elips, dengan amplop berlapis 3 dan Gambar 7. Bak pelepasan telur hingga menetas menjadi nauplius udang putih
total berukuran 380 nm (Yang et al., 2001). Bahan genetik WSSV secara total
memiliki genom 300.000 base-pairs, dengan komposisi 41% G+C. Melalui Pengamatan kondisi telur perlu dilakukan beberapa jam setelah
analisis sekuen diketahui memiliki 181 ORF (Open Reading Frame) yang penetasan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat tingkat fertilisasi telur. Telur
46 15
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
udang yang kurang bagus (fertilisasi rendah) maka disarankan untuk dibuang.
Laju fertilisasi di atas 75% dianggap layak untuk tujuan produksi nauplius.
Perkembangan embrio dari telur hingga menetas menjadi nauplius dapat dilihat
pada Gambar 8 A dan B. Untuk menghindari kerusakan telur, aerasi sekecil
mungkin atau dilakukan pengadukan secara berkala hingga menetas menjadi
nauplius. Telur menetas menjadi nauplius memerlukan waktu sekitar 13-14 jam
dan mengalami 6 substadia sesuai dengan pola moulting (Gambar 9). Induk yang
telah memijah segera dipindahkan ke bak maturasi dan sebelumnya direndam
dalam larutan yodium (20 ppm; selama 30 detik) terlebih dahulu. Untuk ukuran
berat induk 48-59 g menghasilkan nauplius sebanyak 175.000–180.000 ekor atau
3.000-3.600 nauplius/g berat induk. Tingkat penetasan dari telur menjadi
nauplius rata-rata mencapai 80 %.

A B

Gambar 8. Telur berbentuk sperikal dengan tingkat fertilisasi tinggi berdiameter


2,48-2,49 µm (A) dan nauplius udang merguiensis berukuran
0,3-0,5 mm (B).

16
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
2000 hingga 2002 akibat udang yang pertumbuhannya tidak normal/kuntet
(Chayaburakul et al., 2004).

5.1.2. White spot syndrome virus (WSSV)


White spot syndrome virus atau virus penyebab penyakit bercak putih
merupakan virus paling ganas dibandingkan dengan virus lain yang menyerang
udang. Penyakit bercak putih telah mengakibatkan penurunan produksi udang di
tambak dari tahun ketahun. Ciri penyakit adalah ditandai terbentuknya bercak
putih seperti panu berukuran setengah sampai lima milimeter (Gambar 17).
Penyakit bercak putih pertama kali diidentifikasi pada tahun 1993 di
Jepang (Chou et al., 1995). Wabah WSSV ini pada tahun 1996 diketahui sudah
menyebar di beberapa negara kawasan Asia Tenggara (Flegel, 1997). Serangan
WSSV sangat merugikan pembudidaya di kawasan yang terserang, dengan
kerugian mencapai milyaran rupiah (Chou et al. 1995; Wongteerasupaya et al.,
1995; Lightner, 1996; Flegel, 1997; Lotz, 1997). Penyakit becak putih secara
klinis ditandai dengan adanya bercak berwarna putih di sebelah dalam
eksoskeleton, mulai dari bagian karapas hingga pangkal abdomen terakhir. Gambar 9. Perkembangan embrio dari telur hingga nauplius. E1, E2, E3, E4, E5
E6, E7 dan E8 sesaat hingga 14 jam setelah pemijahan. Imbuhan (a),
Infeksi WSSV secara histologis, ditandai dengan hipertrofid inti sel pada jaringan
(b), (c) dan (d) : tampak lateral, dorsal, ventral dan apical. A : antena
sel epitel kutikuler, jaringan ikat (Lightner, 1996). Udang yang diketahui pertama; An : antena kedua; dor : dorsal; em : egg membran; en :
terinfeksi WSSV adalah udang windu dan udang vaname. Wang et al., (2002) endopodit; ex : exopodit; im : embrionic membran; L : Labrum; M :
melaporkan adanya infeksi WSSV pada hemolymph, hemocyt dan plasma udang mandible; mh : stomodeum; Oc : ocelus; S : Spine; ven : ventral; Y :
jerbung (P. merguiensis). Yolk (Hudinaga, 1942 dalam Liao et al., 2016).

 Panen nauplius
Pada stadia nauplius aerasi sudah dapat ditingkatkan tekanannya untuk
menjamin kecukupan oksigen terlarut selama pemelihaaan. Pemanenan nauplius
dengan menggunakan alat seser dari jaring atau saringan berbahan nilon dengan
ukuran mata jaring kurang dari 100 µm. Nauplius dirangsang agar muncul atau
naik ke permukaan dengan cara mengangkat sumber aerasi dan penyinaran
dengan senter atau lampu. Nauplius yang sehat mengumpul di permukaan air
selanjutnya diseser dan dikumpulkan dalam wadah atau ember. Umumnya panen
Gambar 17. Kematian udang akibat infeksi WSSV, ditandai dengan banyaknya nauplius dilakukan pada stadia nauplius 3 atau 4 yaitu sehari setelah pelepasan
udang yang mati dan mengambang di permukaan. telur (Gambar 10).

44 17
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)

Gambar 10. Nauplius bagian dorsal untuk N1, N2 dan N3 serta nauplius bagian
ventral untuk N4, N5 dan N6. Jumlah purcal spine (diindikasikan
dengan anak panah) dan bentuk tubuh pada masing-masing
substadia (Motoh and Buri, 1979 dalam Lim et al., 1987).

3.6. Pemeliharaan larva


Sebelum penebaran nauplius, bak yang digunakan telah dipersiapkan
lebih awal meliputi pembersihan bak, instalasi aerasi dan pengisian air hingga 60-
70% dari volume total bak. Masing-masing bak perlu penutup dari terpal plastik
untuk menjaga kestabilan suhu selama pemeliharaan. Atap bangunan terdapat
daerah tembus sinar dan bagian bawahnya dipasang paranet untuk mengatur
intensitas sinar.

18
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
larva udang. Kista yang belum menetas dapat diinkubasikan kembali untuk
efesiensi penggunaan kista.
Artemia yang diperoleh dengan tanpa dekapsulasi memerlukan proses
lanjutan untuk memisahkan antara cangkang dan nauplius serta kista yang tidak
menetas. Hal ini perlu dilakukan oleh karena dapat menjadi substrat untuk
pertumbuhan bakteri dan ciliata (seperti Zoothamnium sp.) dan berpengaruh pada
kualitas air dan akhirnya menyebabkan kematian.
Ada dua cara pemisahan kista-nauplius yaitu metode langsung dan
metode gelap-terang. Kedua cara ini pada dasarnya memanfaatkan sifat fototaksis
dari nauplius Artemia terhadap cahaya. Dalam prakteknya metode pertama
banyak digunakan dengan mengkombinasikan penambahan air tawar.
Kontainer yang digunakan untuk penetasan, aerasi dimatikan selama 20
- 30 menit dan ditutup dengan bahan dasar gelap. Melalui sifat fototaksis, Gambar 11. Bak pemeliharaan larva-postlarva udang P. merguiensis.
nauplius akan menuju ke dasar konikel di bagian terang, sedangkan cangkang Beberapa faktor berpengaruh terhadap pengelolaan pemeliharaan dan
akan mengapung. Setelah itu, nauplius dapat dipanen dengan membuka kran dan kesehatan larva, sehingga diperlukan pengawasan ketat selama proses produksi
dilengkapi saringan 150 µm hingga air tersisa dalam kontainer sekitar 20 cm. benih. Beberapa faktor dimaksud sebagaimana pada Tabel 4. berikut :
Nauplius kemudian direndam dalam air tawar untuk proses pemisahan lanjutan
dengan cara menyipon nauplius yang mengendap di dasar. Nauplius yang Tabel 4. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam produksi benih
diperoleh dapat digunakan sebagai pakan larva dan tetap hidup. Faktor Efek Tindakan Standar
Penebaran  Stres Padat tebar 75-120 N/liter
berlebih  Kanibal dikurangi
 Kualitas air
menurun
Kualitas air  Kematian Perbaikan  Filter < 5 µm
jelek  Moulting filtrasi, sterilisasi  Karbon aktif
Air laut tertunda dan ganti air  Chlorinasi
Air di bak  Deformitas  UV, ozon
 Ganti air
Bakteri  Kematian Desinfeksi naupli  Zero koloni
meningkat  Fouling Probiotik Vibrio hijau
 Deformitas Protokol dan rendah
desinfeksi di bak koloni Vibrio
dan air yang baik kuning pada
TCBS

42 19
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
Periode tebar  Meningkatkan Membatasi  3-4 h/unit/ akan mengurangi daya tetas kista. Setelah direndam, kista dimasukkan dalam
yang lama laju infeksi jumlah hari tebar  hatchery saringan 150 µm dan kemudian dibilas untuk menghilangkan kotoran organik
Kualitas dan  Kanibal Program pakan  Pakan setiap sebelum diinkubasikan. Jumlah kista yang diinkubasikan sebesar 1-2 g untuk
frekuensi  Malnutrisi yang tepat 2-4 jam setiap liter air.
pakan rendah  Efibion yang Cek frekuensi dengan pakan
menempel dan konsumsi berkualitas
 Kualitas air pakan serta
menurun kualitas air
Kualitas dan  Kematian Pengecekan rutin  Chaetoceros
jumlah alga stadia zoea atau
menurun  Fouling pada Thalassiosira
larva 80.000-
130.000
sel/mL
Terinfeksi  Sumber Dekapsulasi atau  Hydrogen
naupli Artemia bakteri dan desinfeksi naupli peroksida or
penyebab Artemia hyphoclorite
kematian 20 ppm
bahan aktif
Sumber : FAO, 2007

 Penebaran Nauplius Gambar 16. Wadah penetasan kista Artemia volume 100 dan 500 L dengan
Untuk mengoptimalkan kualitas air dan mengurangi tingkat stres pada bagian dasar berbentuk konikel dan transparan.
pemeliharaan larva, maka perlu penebaran nauplius dengan kepadatan optimal
serta pergantian air untuk mempertahankan kondisi kualitas air selama fase Air media untuk penetasan berupa air laut yang telah disterilkan (28-31 ppt) pada
pemeliharaan. Nauplius udang ini bersifat planktonik dan fototaksis. Pada stadia suhu dan pH masing-masing 26-30 °C dan 8-9. Untuk menaikkan pH air lebih
nauplius ini belum memerlukan asupan pakan dari luar karena masih tersedia dari 8, dapat digunakan sodium karbonat (NaHCO3). Selama inkubasi, aerasi
cadangan makanan berupa yolk sac (kuning telur). Sebelum ditebar ke bak harus kuat (20 L/menit) dari dasar konikel sehingga kista tetap tersuspensi.
pemeliharaan larva nauplius yang sehat didesinfeksi dan dibilas bersih, dihitung Intensitas sinar diperlukan pada saat penetasan terutama bila berada pada ruangan
jumlahnya dengan mengambil minimal 3 sampel naupli dengan beaker glass indoor.
volume 50-100 mL dari tempat penampungan naupli sehingga kepadatan rata-
rata nauplius dapat dihitung. Selanjutnya dilakukan penebaran nauplius dengan Panen
terlebih dahulu melakukan aklimatisasi suhu dan salinitas. Jika terdapat Kista Artemia menetas sekitar 15-20 jam (tergantung sumber kista),
perbedaan suhu maka perlu penyesuaian yaitu kurang dari 1 °C untuk setiap 15 tetapi umumnya memerlukan waktu 22-36 jam setelah inkubasi. Sesaat setelah
menit. menetas, nauplius Artemia (dengan yolk sac) harus dipanen untuk diberikan pada

20 41
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
 Jumlah bahan dekapsulasi yang diperlukan sesuai dengan berat kista  Stadia Protozoea (Zoea)
Artemia yang akan digunakan; Perubahan stadia dari nauplius menjadi zoea umumnya berlangsung
 Larutkan calsium hipoklorid powder dalam air laut pada wadah dengan dalam waktu sekitar 36-40 jam dimulai dari telur menetas. Pada stadia ini,
aerasi kuat; perkembangan ukuran larva sangat cepat dan feeding appendages mulai
 Setelah 10 menit, tambahkan kalsium karbonat atau kalsium oksida untuk berfungsi dan aktif makan dari jenis fitoplankton. Stadia zoea merupakan tahapan
menstabilkan pH dari larutan; paling lemah dan sensitif terhadap sinar yang kuat serta memiliki tiga substadia.
 Setelah 10 menit berikutnya, aerasi dimatikan dan biarkan suspensi Bagian tubuh dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : karapas, toraks dan
mengendap; abdomen. Ketiga substadia dapat dibedakan melalui segmentasi pada bagian
 Supernatan disiphon dan digunakan untuk dekapsulasi abdomen dan berkembangnya spine bagian dorsal dan lateral dari segmen
(Gambar 12).
Prosedur dekapsulasi
Sinar ultra violet dapat mengurangi daya tetas dari kista sehingga proses
dekapsulasi harus menghindari sinar matahari langsung. Tahapan dekapsulasi
adalah sebagai berikut :
 Rendam kista Artemia dalam air tawar selama 1 jam;
 Masukkan kista artemia ke dalam larutan dekapsulasi disertai aerasi kuat.
Biarkan selama 10-15 menit. Bila diperlukan tambahkan es batu untuk
menjaga suhu tetap di bawah 35 ° C ;
 Bila warna kista berubah dari coklat gelap menjadi abu abu, saring kista
tersebut (mesh 150 µm) dan bilas dengan air tawar hingga bau klorin
hilang;
Gambar 12. Stadia zoea udang merguiensis tampak bagian dorsal A : segmentasi
 Kemudian kista tersebut dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung
dari abdomen, D (dorsal) dan L (spine lateral) dari segmen. Ukuran
0,1 N HCl dan diaerasi untuk menghilangkan larutan hipoklorid yang dari stadia Z1, Z2 dan Z3 masing-masing 0.89 mm; 2 mm dan 2,6
menempel pada kista. Setelah beberapa menit, kista disaring dan dicuci mm (Motoh dan Buri, 1979 dalam Lim et al., 1987).
kembali dengan air tawar dan selanjutnya siap untuk ditetaskan.
Dalam beberapa siklus pemeliharaan dan produksi benih diketahui
Penetasan perubahan stadia dari nauplius menjadi zoea terjadi pada malam hari sekitar pukul
Penetasan kista Artemia sebaiknya dilakukan menggunakan bak silinder 21.00-22.00. Setelah mencapai stadia ini, makanan alami berupa fitoplankton
dan dasar berbentuk konikel (Gambar 16). Pada bagian dasar dibuat dari bahan baik Skeletonema costatum, Chaetoceros calcitrans dan atau Thalassiosira sp
transparan sehingga memundahkan dalam pemanenan nauplius Artemia. harus segera diberikan kepada larva. Frekuensi pemberian pakan alami 2-3 kali
Inkubasi dapat dilakukan baik dengan dekapsulasi atau penetasan tanpa dalam sehari dan diselingi dengan pakan buatan dan atau alga kering (seperti
dekapsulasi. Untuk cara terakhir, disarankan untuk merendam kista dalam air tepung Spirulina).
tawar selama satu jam. Akan tetapi merendam dalam waktu yang terlalu lama
40 21
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
 Stadia Mysis
Secara normal larva mencapai stadia mysis setelah 5 hari dari telur
menetas. Stadia ini menyerupai udang dewasa dibanding dua stadia sebelumnya
dan kondisi fisiknya lebih kuat. Jenis makanannya dapat berupa fitoplankton dan
zooplankton dan cenderung menyukai zooplankton menjelang akhir stadia mysis.
Terdapat tiga substadia dan dapat dibedakan dari perkembangan toracic
appendages dan pleopod (kaki renang) seperti ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Tampilan secara lateral dari stadia mysis udang P. merguiensis dan
tampilan bagian dorsal dari telson dan uropod. (Motoh and Buri,
1979 dalam Lim et al., 1987). Perkembangan dari pleopod (P) dan
kedalaman median notch (N) dari telson pada berbagai substadia.

Stadia mysis satu (M1) berukuran panjang tubuh 3,3 mm. Terdapat lima
pasang kaki jalan (periopod) yang berkembang pada bagian torak. Spine (duri)
bagian dorsal yang terletak pada segmen ketiga dari abdomen mengecil. Telson
mulai terbentuk dan terdapat median notch pada bagian ujung distal. Mysis dua
(M2), panjang tubuhnya sekitar 4 mm. Kaki renang mulai tampak pertama kali
pada kelima bagian segmen abdomen, sementara distal notch menjadi semakin
dangkal dibandingkan dengan substadia sebelumnya. Mysis tiga (M3), panjang
tubuhnya mencapai 4.5 mm. Kaki renang berkembang dan terdapat dua segmen.

22
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
Ada beberapa fitoplankton yang dapat dilakukan pengendapan selnya
tanpa harus menggunakan bahan kimia. Pengendapan sel fitoplankton pada jenis-
jenis tertentu dapat dilakukan pada diatom jenis Thalassiosira sp serta
Phorphyridium cruentum. Pengendapan sel pada kedua jenis ini dilakukan
dengan mematikan aerasi pada kultur pemeliharaannya. Thalassiosira sp dapat
mengendap secara sempurna setelah mematikan aerasi selama 24 jam. Sedangkan
Phorphyridium cruentum setelah >24 jam. Setelah sel terkumpul, langkah
selanjutnya adalah dengan cara penyaringan secara gravitasi pelan. Cara ini
efektif dalam memanen sel fitoplanktonnya.

4.1.9. Pengawetan sel


Sel fitoplankton yang terkumpul dapat disimpan dalam bentuk pasta beku
maupun dalam bentuk kering berupa powder (tepung). Penyimpanan sel dalam
bentuk pasta beku tidak dianjurkan dalam waktu yang lama, kecuali lemari
freezer dapat dikontrol suhunya -80oC. Penyimpanan yang paling baik adalah
dengan bentuk kering berupa powder (tepung). Pengeringan sel yang telah
terkumpul dapat dilakukan dengan memanfaatkan cahaya matahari atau oven
maupun lemari pengering.
Proses pengeringan, prosedurnya adalah sebagai berikut : pasta
fitoplankton di timbang terlebih dulu dan kemudian ditipiskan di atas loyang yang
dilapisi plastik mika untuk proses pengeringan. Ketebalan biomassa di atur pada
ketebalan maksimal 0,5 cm atau diatur sebanyak 100 g pada tiap plastik.
Biomassa yang telah di tipiskan kemudian di tempatkan pada lemari pengering
atau oven untuk proses pengeringan. Biomassa fitoplankton akan kering dalam
waktu <24 jam dengan menggunakan lemari pengering dan akan kering dalam
waktu 2–5 jam bila menggunakan oven tergantung pada efisiensi dan kapasitas
oven dan jumlah biomassa yang dikeringkan. Biomassa fitoplankton yang telah
kering berupa lempengan kemudian di ambil dan selanjutnya dilakukan
penimbangan dan proses penepungan. Proses penepungan dilakukan dengan
peralatan sederhana yaitu dengan menghaluskannya menggunakan mesin blender
dan selanjutnya dilakukan penyaringan untuk mendapatkan butiran tepung yang
lebih halus. Tepung fitoplankton halus tersebut kemudian disimpan

38
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
 Pakan Buatan
Jenis pakan buatan yang digunakan dalam produksi benih dalam bentuk
micro encapsulated diet dengan kadar protein 42-52% dan lemak 7-14,5%. Pakan
dengan kadar protein lebih tinggi digunakan pada awal pemeliharaan yaitu sejak
stadia zoea dan menurun hingga stadia post larva. Frekuensi pemberian pakan
sebanyak 4-5 kali dalam sehari dengan dosis masing-masing adalah 0,5 ppm
(stadia zoea); 1 ppm (stadia mysis) dan > 1 ppm (stadia post larva). Namun
demikian, yang sangat penting adalah selalu melakukan pengamatan respon larva
terhadap pakan dalam pengelolaan pakan udang merguiensis.

 Artemia
Artemia mulai diberikan dalam bentuk nauplius sejak stadia PL-1 hingga
panen. Jumlahnya berkisar 1-2,5 ekor nauplius/mL dan diberikan 2-3 kali dalam
sehari. Penambahan jumlah nauplius artemia tidak menjamin perolehan hasil
yang baik bahkan mungkin sebaliknya. Disebutkan oleh Nur et al. (2017) bahwa
dalam pengujian skala laboratoris melalui pemberian Artemia dosis 5,0 ekor/mL
dan 7,5 ekor/mL, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dan diperoleh
sintasan tertinggi dibandingkan dengan 2,5 ekor/mL.
Dalam pengujian tersebut, Artemia diberikan dua kali sehari tanpa
asupan sumber nutrisi lain. Untuk produksi benih skala masal direkomendasikan
untuk menjaga kepadatan nauplius Artemia dalam media pemeliharaan kurang
dari dosis tersebut di atas (1-2,5 ekor/mL), mengingat adanya sumber nutrient
lain berupa pakan buatan yang diberikan.
Adapun penjelasan lengkap tentang penyediaan pakan alami baik fitoplankton
dan Artemia akan dibahas tersendiri pada Bab Penyediaan Pakan Alami.

3.8. Pengelolaan Kualitas Air


Keberhasilan dalam pengelolaan air media sangat menentukan tingkat
produksi benih. Kematian larva atau postlarva seringkali terjadi bila kondisi
kualitas air media tidak prima atau terjadi perubahan yang mendadak selama
pemeliharaan. Beberapa faktor utama yang dapat menjadi pemicu hal tersebut
antara lain : perubahan temperatur, intensitas sinar terlalu tinggi, akumulasi
limbah organik di bak, ketidaksesuaian pakan dan infeksi penyakit.

24
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
Dalam pemeliharaan kultur fitoplankton skala masal adakalanya
mengalami kontaminasi. Kontaminan yang sering muncul antara lain dari jenis
alga benang, ciliata, bakteri dan jamur. Meskipun demikian secara praktis
beberapa bakteri dalam kultur masal tidak menjadi masalah namun perlu
dihindari. Dalam kultur sederhana, ada bahaya kontaminasi diatom yang tinggi
dan mengakibatkan perkembangan yang berlebihan. Hal ini dapat dihindarkan
dengan menambah germanium dioksida (6 mg/l) ke dalam media. Germanium
dioksida tidak larut dalam air sehingga diperlukan sodium hidroksida yang pekat
untuk melarutkannya.

4.1.6. Panen dan Pengawetan


Fitoplankton dapat dipanen dan diberikan langsung sebagai pakan alami
bagi larva udang bersama-sama dengan air kultur maupun dengan cara pemisahan
dulu dari air kulturnya. Cara kedua lebih disukai karena dengan cara tersebut,
sisa-sisa pupuk dan metabolisme dalam air pada pemeliharaan fitoplankton tidak
mencemari air pada pemeliharaan larva. Adapun cara untuk memisahkan sel
fitoplankton yaitu dengan (1) cara sentrifuse, (2) penyaringan dengan saringan
plankton dan (3) melakukan pengendapan sel fitoplankton. Cara pemanenan sel
fitoplankton dengan menggunakan sentrifuse hanya bisa dilakukan pada kultur
skala laboratorium yang volumenya sangat kecil. Untuk skala masal penggunaan
sentrifuse tidak efisien untuk dilakukan.

4.1.7. Panen Sel Fitoplankton dengan Kantong Saringan


Pemanenan dengan menggunakan saringan plankton berukuran mesh 100
mikron biasanya digunakan untuk memanen fitoplankton jenis Skeletonema
costatum selain itu juga dapat digunakan pada fitoplankton jenis Spirulina
platensis maupun fitoplankton dengan sel berbentuk filamen. Jenis diatom lain
seperti Chaetoceros calcitrans maupun Thalassiosira sp serta jenis
Chlorophyceae seperti Chlorella vulgaris, Tetraselmis chui maupun fitoplankton
lain dengan bentuk sel tunggal tidak dapat dilakukan pemanenan dengan kantong
saringan.
Pemanenan dilakukan dengan menggunakan kantong saringan berukuran
30 x 50 cm hingga kantong berukuran 50 x 75 cm. Kain saringan yang

36
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
Tabel 5. Deskripsi tingkatan diagnosa yang digunakan pada sistem pembenihan
udang
Pengamatan pada hewan dan lingkungan dan didasarkan
Tingkatan-1
pada pengamatan secara kasat mata (gross features)
Pengamatan lebih detail dan menggunakan mikroskop
Tingkatan-2 dan squash mounts, baik dengan atau tanpa staining serta
pengetahuan dasar tentang bakteri
Menggunakan metode yang lebih kompleks seperti
Tingkatan-3 teknik molekuler dan imunodiagnostik (contoh PCR, dot
blot dsb.)
Sumber : FAO, 2007

Tingkatan kesatu (1), diterapkan untuk memperoleh gambaran awal


kondisi kesehatan udang yang dipelihara. Sebagai contoh dalam teknik pemilihan
nauplius. Pengamatan tingkat kesehatan berdasarkan respon nauplius terhadap
cahaya (fototaksis) dan aktivitas renang. Bila respon terhadap cahaya dan
aktivitas renang kurang, maka tidak akan digunakan untuk kegiatan pemeliharaan
larva.
Tingkatan kedua (2), selanjutnya (Level-2) juga sering digunakan dalam
pengamatan terhadap kebersihan tubuh larva, tingkah laku pengambilan pakan,
pencernaan dan lainnya. Pengamatan dilakukan tanpa menggunakan mikroskop.
Ketersediaan mikroskop sangat penting untuk pengecekan secara rutin untuk
mengetahui keberadaan patogen dalam media pemeliharaan atau untuk
mengidentifikasi tingkat kondisi larva apakah tampak lemah atau sakit.
Tingkatan ketiga (3), digunakan untuk meyakinkan status kesehatan baik post
larva maupun induk terutama ada tidaknya infeksi penyakit virus tertentu.
Pengamatan dilakukan melalui analisa PCR.

3.10. Penggunaan Bahan Kimia


Suatu unit pembenihan udang sering menggunakan bahan kimia berupa
desinfektan, obat-obatan, antibiotik dan hormon, namun perlu hati-hati,
bertanggung jawab dan jumlah minimal. Kebanyakan bahan kimia memiliki
potensi berbahaya dan berdampak negatif terhadap kesehatan manusia, sistem
produksi, lingkungan dan pasar. Beberapa bahan kimia yang umum digunakan
pada pembenihan udang antara lain:
26
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
silikat (Na2SiO3). Adapun formula yang dapat dipergunakan dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi Formula Pupuk pada Kultur skala Semi masal dan skala
masal
Kelas Chlorophyceae/
Kelas Bacilariaphyceae (Diatom)
Cyanophyceae
Bahan Dosis (ppm) Bahan Dosis (ppm)
Urea 70 – 100 KNO3/NaNO3 70 – 80
SP-36 30 – 50 Na2H2PO4 10 – 20
ZA 20 – 40 Na2SiO3 10 – 80
EDTA 3–5 EDTA 1–5
FeCl3 1–5 FeCl3 1–3
Vitamin B-12 0,001 Vitamin B-12 0,001

Untuk memudahkan di dalam penggunaan sehari-hari, terlebih dahulu


dibuatkan larutan pupuk stok untuk masing-masing bahan menggunakan rumus
sebagai berikut :

.
=

dimana : Q = Berat pupuk yang dicari (kg)


V = Volume air pengencer (Aquades)
K = Konsentrasi pupuk
P = Penggunaan pupuk

Misal bila ingin membuat larutan stok untuk urea sebanyak 2 liter,
dengan penggunaan sebanyak 100 ml dalam 1 m3 volume media kultur dan dosis
urea adalah sebesar 80 ppm. Maka dengan menggunakan rumus diatas,
didapatkan berat Urea yang diperlukan adalah sebanyak 1,6 kg. Bila larutan stok
pupuk sudah dibuat, maka kultur harian akan lebih singkat dilakukan karena
sudah tidak memerlukan waktu untuk melarutkan pupuk setiap akan melakukan
kultur.

34
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
 Iodin 4.1.3. Persiapan Media Kultur
Iodin tersedia dalam bentuk polyvinyl pyrrolidone iodine (PVPI) atau Air laut dan air tawar digunakan untuk membuat salinitas yang
povidone iodine. Digunakan untuk mencegah dan mengendalikan penyakit diinginkan sesuai dengan jenis fitoplankton yang akan dikultur dengan cara
bakteri seperti Aeromonas, Pseudomonas, Vibrio, jamur dan beberapa jenis virus. mencampurnya hingga mencapai salinitas yang diinginkan dengan menggunakan
Senyawa ini umumnya digunakan sebagai desinfektan pada telur dan larva serta rumus sebagai berikut :
beberapa peralatan. Bersifat lethal terhadap virus pada konsentrasi 50 ppm . = .
selama 15 menit. Iodin sebagai oxidizing agent yang dapat mengoksidasi dan dimana :
menonaktifkan protein melalui group sulfhydril grup (-SH group). Untuk V1 = Volume media awal
mencegah transmisi virus seperti MBV dan virus lainnya dari induk ke telur (50 V2 = Volume media yang diinginkan
N1 = Salinitas media awal
ppm) dan nauplius (100 ppm) dengan cara perendaman selama 30 detik. N2 = Salinitas media yang diinginkan

 Vitamin C Air laut maupun air tawar yang masuk ke dalam bak kultur fitoplankton
Vitamin C digunakan pada proses metabolisme oksidasi reduksi sel. sebelumnya telah dilakukan proses pengendapan dan filterisasi secara fisik
Selain itu berfungsi pula sebagai antioksidan dan esensial pada pembentukan dan dengan filter membran dan dilakukan penyaringan dengan filter bag pada ujung
pemeliharaan materi interselular, terutama kolagen. Penggunaan vitamin C saluran air yang masuk ke bak kultur fitoplankton. Setelah pengisian air media
merupakan metode terbaru yang diterapkan dalam menetralisir klorin dalam air. kultur sesuai dengan salinitas yang diinginkan, dilakukan sterilisasi dengan klorin
Ada dua bentuk vitamin yang sering digunakan yaitu asam askorbat dan sodium sebesar 60 ppm. Media kultur diberi aerasi kuat selama 15 menit supaya klorin
askorbat. Jumlah asam askorbat dan sodium askorbat untuk menetralkan setiap dapat tercampur dan teraduk sempurna serta dapat mematikan organisme patogen
unit klorin masing-masing sebesar 2,5 dan 2,8 unit (Brenda, 2005). di kolom air. Kemudian aerasi dimatikan dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah
dilakukan sterilisasi air media dengan klorin selama 24 jam, barulah air media
3.11. Panen dan Pengemasan dilakukan penetralan sisa klorin dengan menggunakan Natrium Thiosulfat
Pemeliharaan larva udang merguiensis hingga Pl-10 atau lebih dilakukan sebesar ½ dari dosis klorin. Pengecekan air dilakukan dengan chlorine test, bila
dalam bak yang sama. Namun demikian untuk kondisi tertentu memerlukan berwarna kuning berarti media belum netral dan bila jernih atau sudah tidak
proses pemindahan ke bak lain mulai stadia Pl-6/7 untuk mendapatkan kualitas berwarna berarti media sudah netral. Media kultur yang telah netral dari
benih yang lebih baik. Metode ini memiliki beberapa keuntungan yaitu populasi kandungan klorin baru dapat digunakan untuk kultur fitoplankton.
benih dapat diketahui, pertumbuhan benih lebih cepat karena kualitas media lebih
baik. Dalam periode ini mulai diadaptasikan pakan yang akan digunakan untuk 4.1.4. Persiapan Media Pupuk
pembesaran udang di tambak dan sebelumnya pakan dihaluskan terlebih dahulu. Formula pupuk yang digunakan untuk kultur fitoplankton jenis
Jumlah Artemia dan pakan larva mulai dikurangi oleh karena sudah tergantikan Chlorophyceae dan Cyanophyceae adalah sama dalam jenis bahan yang
dengan pakan pellet. dipergunakan, yaitu menggunakan jenis pupuk teknis pertanian seperti Urea, SP-
Pemanenan benih disesuaikan dengan waktu penebaran di tambak. 36 dan ZA. Sementara untuk fitoplankton jenis Diatom menggunakan bahan
Idealnya dilakukan pada pagi atau sore hari. Kondisi media di bak perlu kimia teknis seperti KNO3 atau NaNO3, NaH2PO4 dan harus ditambah dengan
dikondisikan yang relatif sama dengan pemeliharaan di bak. Air media

28 33
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis) Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
Desain tempat kultur skala semi masal yaitu terbuka tanpa sekat dinding pengangkutan benih perlu diperhatikan yaitu menggunakan air baru atau air
dan memiliki atap transparan untuk memudahkan cahaya masuk pada media media pemeliharaan untuk menghindari stres selama pengangkutan.
kultur. Sedangkan pada kultur skala masal dapat secara terbuka maupun dengan Pemanenan dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari pipa buang bak
menggunakan atap transparan. Seringkali apabila cahaya matahari tidak dan lubang pembuangan air dihubungkan dengan waring panen warna putih
mencukupi karena adanya awan ataupun pada musim hujan, digunakan lampu TL berbentuk segi empat (rangka PVC) untuk menampung benih yang keluar
yang diletakkan beberapa sentimeter diatas permukaan air. bersamaan pembuangan air. Petak panen diatur sedemikian rupa sehingga air
dalam waring tetap tinggi walaupun air terus terbuang melalui pipa buang.
Dengan kata lain panen akan efektif bila dasar bak pemeliharaan larva lebih tinggi
dari pada bagian atas petak panen. Benih yang keluar dalam jumlah banyak segera
dipindahkan ke bak penampungan benih yang telah disiapkan sebelumnya
(Gambar 14). Wadah penampungan menggunakan bak fiber glass bentuk bulat
volume 800 L dan dapat menampung benih sebanyak 500.000 ekor (Pl-10) atau
sekitar 900.000 ekor untuk Pl 5/6.

A B

Gambar 15. Tempat Kultur Semi Masal (A) dan Masal (B)

4.1.2. Persiapan dan Sterilisasi Wadah Kultur


Sarana aerasi seperti selang aerasi, timah pemberat maupun batu aerasi,
ember, saringan dan lain-lain harus dibersihkan secara fisik dengan sabun dan
disikat. Setelah dibersihkan, semua peralatan harus direndam dalam larutan
klorin dengan dosis 100 ppm selama 24 jam. Demikian juga dengan bak-bak
yang dipergunakan untuk kultur fitoplankton (fiber/beton) harus dibersihkan Gambar 14. Bak penampungan dan plastik panen untuk benih
secara fisik. Selanjutnya di lakukan sterilisasi dengan larutan klorin sebesar 100
ppm dengan cara menyiram seluruh permukaan bak secara merata. Bak tersebut Sebelum benih dimasukkan ke dalam kantong plastik, dilakukan
kemudian dibiarkan terendam dengan larutan klorin selama 24 jam. Setelah 24 sampling untuk memastikan kepadatan benih tiap kantong. Jumlah benih per
jam, bak yang akan digunakan dilakukan pembilasan dengan air tawar sehingga kantong tergantung pada umur PL dan jarak tempuh pengangkutan hingga ke
bau klorin sudah tidak ada lagi. Untuk memastikan tidak ada sisa klorin di bak lokasi tambak. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kondisi benih di bak
kultur dapat dilakukan penetralan dengan menggunakan Natrium Thiosulfat. penampungan yang sedang moulting (ganti kulit). Biasanya terjadi moulting
Setelah tahapan ini selesai, barulah bak untuk kultur fitoplankton dapat serentak dan dibiarkan beberapa waktu sebelum dilakukan pengemasan atau
dipergunakan. packing. Selama penampungan di bak fiber, benih diberi pakan Artemia

32 29
Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis)
secukupnya. Kepadatan optimum benih sebanyak 4.000 ekor/L, pada suhu 26 °C
cukup aman untuk waktu angkut 22 jam. Rasio antara air dan oksigen untuk
pengangkutan adalah 1/3 : 2/3. Pada kondisi ini oksigen dalam kantong masih
pada level 8-10 ppm, lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan 5.000 ekor
yaitu 3-5 ppm.

3.12. Rekaman Data


Rekaman data pemeliharaan sangat penting sebagai bahan analisis dan
ketertelusuran hasil produksi. Digunakan untuk melakukan tindakan selama
proses pemeliharaan berdasarkan data yang diperoleh baik melalui pengamatan
langsung maupun hasil analisis di laboratorium. Setiap sub bagian kegiatan perlu
perekaman data baik secara harian atau periode tertentu. Rekaman berfungsi juga
dalam menentukan jumlah bahan yang digunakan sebagai acuan dalam
penghitungan keekonomian produksi benih. Rekaman data yang diperlukan
selama pemeliharaan pada Lampiran 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11.

IV. PENYEDIAAN PAKAN ALAMI

Pemenuhan kebutuhan pakan alami yang cukup dan tepat dalam jumlah,
ukuran dan waktu pemberian merupakan kunci keberhasilan dalam usaha
pembenihan. Oleh sebab itu teknik kultur murni dan kultur bibit perlu diketahui
oleh siapa saja yang berkecimpung pada usaha pembenihan. Dengan mengetahui
dan memahami teknik kultur diharapkan setiap unit pembenihan dapat mandiri
dalam menyediakan bibit serta mengurangi ketergantungan kepada institusi
penyedia bibit. Dalam prakteknya, jenis pakan alami yang digunakan pada
pembenihan udang adalah fitoplankton dan zooplankton.

4.1. Kultur semi masal dan masal fitoplankton


Kegiatan kultur skala semi-massal dapat dilakukan diruang ‘semi
outdoor’ tanpa dinding, beratap transparan untuk memanfaatkan cahaya matahari.
Kultur dengan wadah aquarium /fiber transparan pada volume sekitar 100 liter.
Kultur semi masal merupakan kegiatan perantara dari skala laboratorium ke skala

30

Anda mungkin juga menyukai