Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sektor perikanan budidaya saat ini telah memberikan kontribusi nyata

dalam ketahanan pangan baik dari segi peningkatan produksi, konsumsi protein

hewani, penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan

pengembangan wilayah.

Pengembangan usaha perikanan budidaya juga dilaksanakan di

Kabupaten Blitar dengan potensi kolam 800 Ha yang dimanfaatkan sudah

mencapai 95 % (760 Ha) jenis ikan yang di budidayakan adalah ikan nila, lele,

gurami, patin, dan ikan mas.

Produksi budidaya ikan nila di Kabupaten Blitar pada tahun 2018

mencapai 281 Ton. Untuk terus meningkatkan produksi ikan nila para petani

pembudidaya ikan nila di Kabupaten Blitar khususnya Kelompok Mbudidoyo

Ulam Kelurahan Jinglong Kecamatan Sutojayan mencoba mengembangkan

budidaya ikan nila dengan teknologi system bioflok.

Pada sistem akuakultur dengan teknologi bioflok, air media kultur

hanya sekali dimasukkan dalam wadah dan digunakan sampai panen.

Penambahan air hanya mengganti penguapan dan pengontrolan kepadatan

bioflok (Avnimelech, 2009 dalam Ombong F dkk 2016). Dibanding system

resirkulasi yang sangat kompleks, system budidaya ikan dengan teknologi

bioflok hanya menggunakan satu wadah, yaitu wadah kultur. Penguraian bahan

organic oleh bakteri dan mikroorganisme pengurai, sampai pada pemanfaatan

hasil-hasil penguraian oleh mikroalga dan mikroorganisme yang tumbuh,

terjadi dalam wadah secara seimbang dengan kepadatan organisme kultur yang
sangat tinggi. Pengontrolan kualitas air terjadi dalam wadah kultur itu sendiri,

oleh system bioflok yang sudah berjalan dalam wadah kultur. Sistem ini sangat

murah dan sederhana, ramah lingkungan dan memiliki produktifitas yang

sangat tinggi (Taw, 2014).

Teknologi bioflok merupakan teknologi ramah lingkungan karena

memanfaatkan bahan dari limbah sisa pakan ikan yang ada menjadi pakan

untuk mikroba sehingga bahan dari limbah organic tersebut terdegradasi dan

mikroba dapat berkembang membentuk sekumpulan mikroba yang bercampur

dengan koloid organic lainnya (De Schryver et al., 2008 dalam Ombong F dkk

2016)

Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan dengan

tingkat permintaan pasar yang terus meningkat, sehingga produktivitasnya

harus dipacu terus menerus dengan berbagai teknologi akuakultur system

intensif (Maryam, 2010). Teknologi bioflok merupakan teknologi yang tepat

untuk budidaya ikan nila secara intensif dengan mempertimbangkan sifat ikan

nila yang mampu hidup pada kepadatan tinggi dan memiliki toleransi yang luas

pada kualitas air.

I.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi

tentang aplikasi budidaya ikan nila dengan system bioflok di Kelurahan

Jingglong Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar.


II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila

Secara umum klasifikasi ikan nila menurut Suyanto (2003) adalah

sebagai berikut :

 Filum : Chordata

 Subfilum : Vertebrata

 Kelas : Osteichyes

 Subkelas : Acanthopterigii

 Ordo : Percomophy

 Subordo : Percoidea

 Family : Cichilidae

 Genus : Oreochromis

 Spesies : Oreochromis niloticus

Gambar 1. Morfologi Ikan Nila

Menurut Saanin (1986), ikan nila mempunyai ciri-ciri morfologis

sebagai berikut : bentuk tubuh panjang dan ramping, sisiknya berjumlah 24

buah, terdapat gurat sisi (linea lateralis) terputus putus dibagian tengah badan

kemudian berlanjut tetapi letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang
memanjang di atas sirip dadanya, matanya menonjol dan bagian tepinya

berwarna putih. Tubuh berwarna hitam atau keabuan dengan beberapa pita

gelap melintang(belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor

bergaris-garis tegak berjumlah 7-12 buah.

II.2 Habitat Ikan Nila

Lingkungan tumbuh (habitat) yang paling ideal untuk pertumbuhan

ikan nila adalah perairan air tawar yang memiliki suhu antara 14°C-38°C atau

suhu optimal 25°C-30°C. Keadaan suhu yang rendah yaitu suhu kurang dari

14°C ataupun suhu yang terlalu tinggi di atas 30°C akan menghambat

pertumbuhan ikan nila. Ikan nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap

perubahan lingkungan hidup. Keadaan pH air antara 5-11 dapat ditoleransi oleh

ikan nila tetapi pH yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembanganbiakan

ikan ini adalah 7-8. Ikan nila masih dapat tumbuh dalam keadaaan air asin pada

salinitas 0-35 ppt. Oleh karena itu, ikan nila dapat dibudidayakan di perairan

payau, tambak dan perairan laut, terutama untuk tujuan pembesaran. Ikan nila

dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan dengan

alkalinitas rendah atau netral. Pada lingkungan dengan pH rendah

pertumbuhannya mengalami penurunan namun demikian masih dapat tumbuh

dengan baik pada kisaran pH 5-10 (http://hallonirma.blogspot.com).

2.2 Bioflok

Bagi sebagian orang kata bioflok masih sangat terdengar belum

familiar bila dibandingkan dengan teknik budidaya ikan lainnya misalnya saja
sebagimana pengertian pemijahan. Bioflok adalah kumpulan dari berbagai

organisme baik bakteri, jamur, protozoa, ataupun algae yang tergabung dalam

sebuah gumpalan (floc).

Bioflok ini berasal dari kata “BIOS” yang artinya kehidupan dan

“FLOC” yang berarti gumpalan. Pada awalnya teknologi bioflok adalah

teknologi pengolahan limbah berupa lumpur aktif yang melibatkan aktifitas

mikroorganisme (www.dosenpertanian.com).

Bioflok adalah sebuah sistem budidaya dengan memanfaatkan bakteri

pembentuk flok (Flocs Forming Bacteria) dalam pengolahan limbah. Bioflok

merupakan agregat diatom, makroalga,pellet sisa,eksoskeleton organisma mati,

bakteri, Protista dan invertebrate. Juga mengandung bakteri, fungi, protozoa

dan lain-lain yang berdiameter 0,1-2 mm. Flok yang terbentuk inilah yang

dimanfaatkan sebagai pakan tambahan ikan yang mengandung nutrisi tinggi

yang mampu disandingkan dengan pakan alami, sehingga pertumbuhan sangat

cepat dan dapat mengurangi pemberian pakan. Dapat disimpulkan bahwa

teknologi bioflok adalah teknologi yang memanfaatkan hasil metabolisme ikan

yang mengandung nitrogen untuk diubah menjadi protein yang dapat

dimanfaatkan ikan secara langsung, sehingga ikan yang dibudidayakan

memperoleh protein tambahan dari pakan alami yaitu flok, dissamping pakan

pellet yang diberikan (wicaramina.blogspot.com).


III. BAHAN DAN METODE

III.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan ini dilaksanakan mulai dari pengecekan prasyarat lokasi

(persiapan kolam budidaya) sampai dengan tahapan pemeliharaan benih ikan di

POKDAKAN ‘MBUDIDOYO ULAM” Kelurahan Jingglong Kecamatan

Sutojayan Kabupaten Blitar pada Bulan September- November 2019

III.2 Bahan dan Alat

 Alat- alat yang digunakan pada kegiatan ini antara lain : ATK,

Kuesioner, Water quality test kit, Kamera Ponsel, Jaring, timbangan

digital, kolam terpal bulat dengan diameter 3 m, aerator

 Bahan yang di gunakan adalah probiotik, molase, dolomit, garam,

fumisid,klorin, benih ikan nila

III.3 Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan yaitu metode technical assistance

(pendampingan teknis).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Persiapan Wadah Budidaya dan Persiapan Bioflok

Wadah budidaya yang digunakan adalah kolam terpal sebanyak 3 unit

berbentuk bundar dengan diameter 3m dan tinggi 1,2 m bahan dari rangka besi

yang dilapisi terpal (Gambar 2). Bak dibersihkan kemudian diisi air hingga

ketinggian 100 cm selanjutnya air media di sterilisasi menggunakan klorin


10mg/l kemudian di aerasi dengan kuat selama 3-4hari hingga bau klorin

hilang. Bahan yang digunakan untuk penyiapan media per 1 m3 air meliputi

garam 8 kg, probiotik 70 gram, molase 700 ml, kapur dolomit 350 gram.

Gambar 2. Kolam Budidaya Ikan Nila dengan sistem Bioflok di Kelurahan


Jinglong Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar

Setiap kolam dilengkapi dengan 5 aerator yang dengan kapasitas 12

liter udara per menit. 5 Unit aerator diatur searah sehingga air dalam wadah

berputar secara terus menerus agar tidak terakumulasi endapan solid material di

dasar wadah. Pada bagian tengah wadah diletakkan diffuser aerator untuk

memungkinkan supaya air berputar tidak mengumpulkan solid organic material

ditengah wadah, dan mencegah terciptanya daerah mati pada dasar wadah.

Ikan uji adalah benih ikan nila yang diperoleh dari Unit Pembenihan

Ikan (UPI) Klemunan Kecamatan Wlingi. Setiap kolam di isi benih ikan nila

sejumlah 700 ekor dengan berat ikan awal rata-rata 2 gram/ekor (Dokumentasi

kegiatan terlampir)
IV.2 Air kolam dengan sistem bioflok

Selama periode budidaya ikan nila dengan sistem bioflok,

kondisi fisika, kimia dan biologi air berfluktuasi secara dinamis akibat

adanya manipulasi media air oleh probiotik serta penambahan bahan-

bahan lainnya. Selama masa percobaan aplikasi budidaya ikan dengan

system bioflok pada kolam 1 cenderung lebih mudah untuk

menumbuhkan bioflok sedangkan pada kolam 2 dan 3 cenderung lebih

sulit untuk menumbuhkan bioflok hal ini diamati dari kondisi air kolam,

sehingga pada kolam 2 dan kolam 3 diberikan perlakuan penambahan

probiotik dan molase sedikit lebih banyak dibandingkan dengan kolam 1.

Indikasi pertumbuhan bioflok dapat diamati dengan indikasi

warna air kolam. Warna air pada sistem bioflok dapat berubah tergantung

tahapan awal perkembangan bioflok, komposisi utama flok dan tingkat

kepadatan flok. Air kolam yang berwarna hijau jika flok didominasi oleh

algae, sementara jika flok mulai di dominasi oleh bakteri maka warna

akan berubah menjadi kecoklatan. Kepadatan flok yang tinggi serta

suspended-solids yang padat menyebabkan air kolam menjadi coklat

gelap (Rostro et al. 2012).

Ciri-ciri air kolam yang sudah terbentuk flok antara lain adalah

sebagai berikut :

1. Warna air kolam coklat kekuningan, warna cerah semakin lama

akan semakin coklat kemerahan

2. Air kolam tidak berbau ammonia


3. Air Kolam tidak terlalu pekat, tidak berminyak, tidak encer, tidak

kental

4. Jika diambil sampel airnya, kemudian di diamkan beberapa menit

terdapat endapan coklat kehijauan melayang-layang di dalam air

5. Perilaku ikan : aktif bergerak, nafsu makan tinggi, pada saat siang

hari berada di dasar kolam (wicaramina.blogspot.com)

IV.3 Pengukuran Parameter Kualitas Air

 Suhu

Suhu selama pemeliharaan ikan nila dengan system bioflok

berkisar antara 25-28 ºC. Nilai suhu tersebut masih dalam kisaran

optimal untuk pemeliharaan ikan nila. Shokita et al.,(1991)

menyatakan bahwa, kisaran suhu yang optimal untuk pemeliharaan

ikan nila adalah 27-32 ºC, sedangkan menurut Suryaningrum (2012),

kisaran suhu yang layak untuk pemeliharaan ikan nila adalah 26-28,5

ºC. Suhu akan mempengaruhi aktifitas kehidupan dari organisme

seperti nafsu makan dan laju metabolisme. Peningkatan suhu akan

meningkatkan laju makan ikan, dan apabila suhu menurun maka akan

menyebabkan nafsu makan menurun dan metabolisme ikan berjalan

lambat (Efendi, 2003 dalam Mulyani dkk, 2014)

 pH

Nilai keasaman air (pH) merupakan indicator tingkat

keasaman perairan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pH perairan

diantaranya aktivitas fotosintesis, suhu dan terdapatnya anion dan


kation. Nilai pH yang ditoleransi ikan nila berkisar antara 5 sampai 11,

tetapi pertumbuhan dan perkembangan ikan nila yang optimal berada

pada kisaran pH 7-8 (budidaya-nila.blogspot.com). pH yang terukur

selama masa pemeliharaan ikan nila dengan system bioflok di

Kelurahan Jinglong adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Pengukuran pH pada budidaya nila dengan system


bioflok di kelurahan jinglong Kec. Sutojayan
pH air per Kolam 1 Kolam 2 Kolam 3
tanggal
30-09-2019 8,6 8,5 8,6
10-10-2019 8,1 8,1 8,1
14-10-2019 8,2 8,3 8,1
21-10-2019 7,9 8,4 8,3
29-10-2019 7,9 8,1 8,1
5-11-2019 8,6 9 8,6
15-11-2019 8 8,4 8,3

 Amonia

Dari semua parameter kualitas air yang mempengaruhi ikan,

ammonia adalah yang paling penting setelah oksigen. Amonia akan

menjadi racun bagi ikan jika dibiarkan menumpuk dalam jumlah

banyak di dalam kolam. Ketika ammonia terakumulasi sampai pada

tingkat yang beracun, ikan tidak dapat mengekstrak energy dari pakan

secara efisien sehingga ikan akan menjadi lesu, sakit dan mati.

Keberadaan Amonia di dalam air sangat dipengaruhi oleh pH

dan suhu air. Jika keseimbangan dirubah, seperti nilai pH turun maka
akan mempengaruhi adanya penambahan ammonia. Selain itu suhu

juga mempengaruhi timbulnya ammonia, pada suhu yang hangat

ammonia akan lebih berpotensi menjadi racun bagi ikan dibandingkan

pada suhu yang dingin. Hasil pengukuran ammonia pada budidaya

ikan nila dengan system bioflok di POKDAKAN “Mbudidoyo Ulam”

Kelurahan Jinglong Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar adalah

sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Pengukuran Amonia pada budidaya ikan dengan


system bioflok di Kelurahan Jinglong Kecamatan Sutojayan
Kabupaten Blitar

Amonia (NH3) Kolam 1 Kolam 2 Kolam 3


per tanggal (mg/L) (mg/L) (mg/L)
30-09-2019 0 0 0
10-10-2019 0,53 0,05 0,03
14-10-2019 0,53 0,27 0
21-10-2019 0,53 0,15 0,51
29-10-2019 0,02 0,05 0,35
5-11-2019 0,08 0,15 0,08
15-11-2019 0,01 1,0 0,01

Hasil pengukuran konsentrasi ammonia rata-rata pada kolam 1

adalah 0,24 mg/L, pada kolam 2 berkisar 0,24mg/L dan pada kolam 3

adalah 0,14 mg/L. Menurut Crab (2010), Amonia bersifat toksik pada

ikan jika konsentrasinya sudah berada di atas 5 mg N/L. Selanjutnya

Rostro et al. (2012) menyatakan bahwa, pada suatu system bioflok,

sebaiknya konsentrasi NO3-N lebih kecil dari 1.5 mg/L. Dengan


demikian konsentrasi ammonia pada kolam 1, kolam 2 dan 3 yang

masing-masing bernilai 0,24 mg/L dan 0,14 mg/L masih dalam batas

aman untuk ikan nila dengan system bioflok namun untuk lebih

menekan konsentrasi ammonia agar tidak melebihi batas yang aman

pada ikan maka tetap diberikan perlakuan penambahan probiotik dan

molase setiap hari pada setiap kolam.

 Nitrat

Pengukuran nitrat dilakukan 5 kali, adapun hasil pengukuran terdapat

pada tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3. Hasil Pengukuran Nitrat pada budidaya ikan nila dengan


system bioflok
Nitrat per Kolam 1 Kolam 2 Kolam 3
tanggal (mg/L) (mg/L) (mg/L)
10-10-2019 0 0 0
14-10-2019 0 0 0
21-10-2019 50 0 0
29-10-2019 50 0 0
5-11-2019 50 5 50

Ada perbedaan pendapat tentang level nitrat (NO3) yang aman

dan dapat diterima oleh ikan dalam referensi Rostro et al. (2014)

menyatakan bahwa konsentrasi NO3-N pada bioflok sebaiknya tidak

melebihi 10 mg/L. Menurut Oktavia dkk (2012) batas maksimal yang

dianjurkan yaitu 30 mg/L. Namun menurut Taw (2014) peningkatan

kandungan nitrat sampai 40/L tidak membahayakan bagi organisme,


sementara Forteath et al., (1993) menyatakan bahwa sebaiknya

konsentrasi Nitrat dalam medium kultur ikan bersirip berada di bawah

100 mg/L.

 Nitrit

Pengukuran nitrit dilakukan 6 kali, adapun hasil pengukuran

terdapat pada tabel 4 dibawah ini :

Tabel 4. Hasil Pengukuran Nitrit pada budidaya ikan nila dengan


sistem bioflok
Nitrit per Kolam 1 Kolam 2 Kolam 3
tanggal (mg/L) (mg/L) (mg/L)
10-10-2019 0 0 0
14-10-2019 0 0 0
21-10-2019 5 0 0
29-10-2019 4 0 0
5-11-2019 5 0 5
15-11-2019 5 0,5 5

Rostro et al. (2014) menyatakan bahwa konsentrasi NO2-N

yang direkomendasikan untuk kultur dengan teknologi bioflok

sebaiknya dibawah 2 mg/L. Sementara Suryaningrum (2012)

menyatakan bahwa kandungan nitrit yang layak untuk budidaya ikan

nila berkisar 0,009-0,020 mg/L. Dari tabel 4 diatas dapat dilihat


bahwa hasil pengukuran rata2 nitrit pada kolam 1 adalah 3,17 mg/L,

pada kolam 2 rata2 kandungan nitrit adalah 0,08 dan pada kolam 3

kandungan nitritnya adalah 1,67 mg/L. Jadi dapat disimpulkan bahwa

kandungan nitrit yang relative tinggi terdapat pada kolam 1 dan kolam

3, sedangkan pada kolam 2 kandungan nitrit relativ rendah.

IV.4 Pertumbuhan Ikan Nila

Pengukuran Berat rata-rata ikan nila (Gambar 3) pada awal

pemeliharaan adalah 2 gram/ekor, dan setelah 15 hari, berat ikan rata-rata

meningkat menjadi 4,167 gram/ekor dan pada akhir pengamatan yakni hari ke

45 berat rata-rata ikan menjadi 31 gram pakan yang dihabiskan selama 45 hari

adalah 2 sak, pemberian pakan dilakukan sehari 2 kali pada pagi dan sore hari.

Dengan mengkonversi nilai-nilai pertambahan berat tersebut maka

diperoleh nilai pertumbuhan mutlak ikan nila dengan system bioflok adalah 29

gram, kecepatan pertumbuhan harian sebesar 64,4 %. Ikan nila yang dipelihara

dengan system bioflok cenderung memiliki pertumbuhan yang lebih cepat

dibandingkan dengan ikan nila yang dibudidayakan dengan system kolam

biasa.
Gambar 3. Dokumentasi Pengukuran Berat Ikan Nila hari ke 15

V. KESIMPULAN

Benih ikan nila yang dibudidayakan dengan system bioflok memiliki

pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan harian yang lebih cepat dibandingkan

dengan ikan nila yang dibudidayakan pada kolam biasa. Pakan yang digunakan

pun lebih sedikit dari budidaya ikan dengan system konvensional, jangka

waktu panen lebih cepat, padat tebar tinggi sehingga dapat menghemat lahan.

Manajemen pakan, air dan tata letak lebih mudah tidak serumit kolam tanah.

DOKUMENTASI KEGIATAN PENGAWASAN APLIKASI BUDIDAYA


IKAN NILA DENGAN SISTEM BIOFLOK DI KELURAHAN JINGGLONG
KECAMATAN SUTOJAYAN KABUPATEN BLITAR

Gambar 4 Benih Ikan Nila yang ditebar pada awal masa pemeliharaan berat
rata-rata 2 gram
Gambar 5. Pengukuran Kualitas Air

Gambar 6. Sampling bobot benih ikan nila hari ke 45

DAFTAR PUSTAKA

Crab R. 2010. Bioflocs technology:an integrated system for the removal of


nutrient and simultances productions of feed in aquaculture. Ph.D
Thesis. Faculty of Biosciences Engineering, Gein University.
Forteath N, Wee L, Frith M.1993. Water quality. In : Recirculations Sistem :
Design, Contructions and management. Hart P and Sullivan, D
Departement of Aquaculture. University of Tasmania. 33-39 p.
http://hallonirma.blogspot.com/2013/06/evaluasi-kelayakan-lahan-untuk-
budidaya.html
Maryam S. 2010. Budidaya Super Intensif Ikan Nila Merah (Oreochromis sp)
Dengan Teknologi Bioflok : Profil Kualitas Air, Kelangsungan Hidup
dan Pertumbuhan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. 66 Hal.
Materi pertanian.2018. Pengertian Bioflok, Manfaat, Kelebihan dan
Kekurangannya. Dosenpertanian.com (Internet)
Muhammad M.2014.Bioflok Budidaya Ikan Tebar Padat.
Wicaramina.blogspot.com (Internet)
Mulyani YS, Yulisman, Mirna F.2014. Pertumbuhan dan Efisisensi pakan ikan
nila (Oreochromis niloticus) yang dipuasakan secara periodic. Jurnal
Akuakultur Rawa Indonesia.2(1) : 1-12
Oktavia DA.2012. Pengolahan Limbah Cair Perikanan menggunakan
konsosrsium mikroba indigenous proteolitik dan lipolitik Agrointek,
6(2):65-71
Ombong F, Salindeho I.R. 2016. Aplikasi Teknologi Bioflok pada kultur ikan
nila (Oreochromis niloticus). Majalah Budidaya Perairan Vol. 4 No
2:16-25
Rostro PC, Fuentes JA, Vergara MPH.2012. Biofloc, A Technical alternative
for culturing Macrobrachium rosenbergii. Lab. Of Native Crustacean
Aquaculture, Tech. Institute of Boca del Rio.
Saanin, 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta. Hal
520.
Suryaningrum FM. 2012. Aplikasi Teknologi Bioflok pada pemeliharaan benih
ikan nila. Thesis. Program Pascasarjana. Universitas Terbuka. 123 Hal.
Taw N.2014. Shrimp Farming in Biofloc System : review and project, Blue
Archipelago. Presented in World Aquaculture 2014. Adelaide

Anda mungkin juga menyukai