Anda di halaman 1dari 22

SISTEM BUDIDAYA TEKNOLOGI BIOFLOK

Mata Kuliah:

BIOLOGI PERIKANAN

Dosen Pengampu :
Dr. Firdus, S.Pd., M.Si.

Disusun Oleh :

Nama: Syavira Azzahra


NPM: 2308204010009

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

2023
DAFTAR ISI

I PENDAHULUAN.................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Pengertian Bioflok..........................................................................................................3
1.3 Teknologi Bioflok...........................................................................................................3
1.4 Peran dan Fungsi Bioflok................................................................................................4
1.5 Keuntungan Sistem Bioflok............................................................................................5
1.6 Kelemahan Sistem Bioflok.............................................................................................5
1.7 Dampak Sistem Bioflok pada Lingkungan.....................................................................5

II METODE............................................................................................................................... 7
2.1 Alat dan Bahan..............................................................................................................7
2.2 Rancangan Tempat Budidaya dan Gambar...................................................................7
2.3 Prosedur Kerja Budidaya..............................................................................................8

III ANALISIS USAHA.............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................18

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Kolam Bioflok....................................................................................... 7


Gambar 2.2 Kolam Budidaya dengan Sistem Bioflok............................................................... 8
Gambar 2.3 Perakitan Kolam Bioflok........................................................................................ 8
Gambar 2.4 Pemanjangan Cincin disekeliling Kolam............................................................... 9
Gambar 2.5 Pemasangan Terpal Media Kolam......................................................................... 9
Gambar 2.6 Pompa Udara untuk Pembentukan Flok................................................................ 10
Gambar 2.7 Proses Pembuatan Bioflok.................................................................................... 10

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perhitungan Analisa Ekonomi 4 Unit Kolam Ikan Nila Bioflok...............................16

iii
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Dalam The State of Fisheries and Aquaculture 2008, FAO melaporkan bahwa
akuakultur merupakan salah satu sektor produksi pangan yang memiliki laju
pertumbuhan tertinggi di dunia, mencapai 8,7% per tahun sejak tahun 1970. Kontribusi
akuakultur terhadap produksi perikanan dunia juga terus menunjukkan peningkatan, pada
tahun 2006 sektor ini telah memberikan kontribusi mencapai 47% dibandingkan tahun
1950 yang hanya 3%. Seiring dengan menurunnya produksi perikanan tangkap maka
tidaklah mengherankan jika sektor akuakultur kemudian diharapkan dapat menjadi
suplier utama produk-produk perikanan dunia.
Menghadapi peluang ini akuakultur dihadapkan pada beberapa tantangan,
terutama yang berkaitan dengan sumber daya alam. Terbatasnya sumber daya alam
seperti air dan lahan, menjadikan intensifikasi sebagai pilihan yang paling
memungkinkan dalam meningkatkan produksi budidaya. Berbagai upaya untuk
mengembangkan perikanan budidaya terutama sistem intensif hingga kini masih terus
dilakukan mengingat sistem ini masih terkendala oleh berbagai masalah diantaranya
buangan limbah akuakultur, penggunaan tepung ikan sebagai bahan baku pakan buatan
serta penyebaran penyakit (FAO, 2007).
Salah satu sistem budidaya intensif dengan memanfaatkan lahan terbatas yang
banyak diterapkan saat ini adalah dengan menggunakan kolam terpal. Permasalahan
utama pada budidaya intensif adalah meningkatnya kadar bahan organik dalam air yang
ditimbulkan dari feses dan sisa pakan. De Schryver et al. (2008) dan Crab et al. (2007)
menyatakan bahwa, ikan hanya menyerap sekitar 25% pakan yang diberikan, sedangkan
75% sisanya menetap sebagai limbah di dalam air. Pemecahan bahan organik oleh
mikroba pada proses amonifikasi dapat menghasilkan amoniak (NH 3) dalam perairan.
Feses dan sisa pakan yang terakumulasi dalam air dapat meningkatkan konsentrasi
amoniak yang bersifat toksik bagi ikan (Effendi, 2003). Teknologi bioflok merupakan
salah satu solusi untuk mengatasi penumpukan limbah berupa bahan organik selama
proses budidaya. Teknologi bioflok dilakukan dengan cara menambahkan unsur karbon

1
(C) ke dalam media pemeliharaan yang bertujuan untuk merangsang bakteri heterotrof
(Avnimelech, 1999 ; Crab et al., 2012).
Biofloc berasal dari dua kata yaitu Bio “kehidupan” dan Floc “gumpalan”. Sehingga
biofloc dapat diartikan sebagai bahan organik hidup yang menyatu menjadi gumpalan-gumpalan.
Gumpalan tersebut terdiri dari berbagai mikroorganisme air termasuk bakteri, algae, fungi,
protozoa, metazoa, rotifera, nematoda, gastrotricha dan organisme lain yang tersuspensi dengan
detritus. Ada yang bilang bahwa bioflok adalah suatu bentuk ikatan oleh mikroorganisme pada
saat tumbuh dimana aktivitas pengikatan ini tergantung pada jenis mikroorganismenya.
Sistem budidaya Ikan Bioflok adalah sistem budidaya yang membudidayakan dan
menumbuhkan mikroorganisme yang digunakan untuk mengolah limbah dari budidaya menjadi
potongan-potongan kecil (flok) yang berfungsi sebagai pakan ikan alami. Sistem budidaya
bioflock ini sangat efektif dan diyakini mampu meningkatkan produktivitas ikan (Faridah et al.,
2019). Teknologi bioflok merupakan salah satu alternatif baru dalam mengalasi masalah kualitas
air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik pcngolahan limbah domestik secara
konvensional (Avnimelech, 2007; de Schryver et al., 2009). Prinsip utama yang diterapkan
dalam teknologi ini adalah manajemen kualitas air yang didasarkan pada kemampuan bakteri
heterotrof untuk memanfaatkan N organik dan anorganik yang terdapat di dalam air.
Pembentukan bioflok oleh bakteri terutama bakteri heterotrof secara umum bertujuan
untuk meningkatkan pemanfaatan nutrien. menghindari stress lingkungan dan predasi. Flok
bakteri tersusun atas campuran berbagai jenis mikro-organisme (bakteri pembentuk flok, bakteri
filamen, fungi), partikel-partikel tersuspensi, berbagai koloid dan polimer organik, berbagai
kation dan sel-sel mati dengan ukuran bervariasi dengan kisaran 100 - 1000 µm (de Schryver et
al., 2009).

2
I.2 Pengertian Bioflok
Bioflok sesuai namanya yang merupakan gabungan dari kata “bios” (kehidupan)
dan “flock” (gumpalan) adalah kumpulan dari berbagai organisme seperti bakteri,
mikroalga, protozoa, ragi dan sebagainya, yang tergabung dalam gumpalan. Jika pakan
herbal yang sebelumnya disebutkan menambahkan tanam-tanaman, budidaya
menggunakan sistem bioflok ini menambahkan organisme hidup (probiotik) yang
berperan tidak hanya sebagai pakan tambahan alami bagi ikan tetapi juga menjaga
kualitas air sehingga ikan lebih sehat. Untuk menginisiasi tumbuhnya organisme tersebut,
biasanya pada kolam ditambahkan kultur bakteri jenis Bacillus sp (B. subtilis, B.
licheniformis, B. megaterium, B. polymyxa) atau ragi (jenis Saccharomyces), dan
molase/tetes tebu sebagai nutrisi bagi bakteri. Mikroba ini kemudian akan
berkembangbiak dan karena media perairan budidaya sistem bioflok sudah dikondisikan,
maka tumbuh pula protozoa, mikroalga, ragi dan bakteri-bakteri menguntungkan lainnya.

I.3 Teknologi Bioflok


Konsep teknologi bioflok dalam akuakultur adalah untuk mendaur ulang senyawa
nitrogen anorganik (amonia yang bersifat racun) menjadi protein sel mikroba yang dapat
dimakan oleh hewan pemakan detritus seperti nila, udang dan juga lele. Prosesnya yaitu
bahan organik dalam kolam diaerasi agar teraduk dalam kolom air sehingga dapat
merangsang bakteri heterotrof aerobik menempel pada partikel organik tersebut,
mengurainya menjadi bahan organik, dan menyerap mineral beracun seperti amonia,
fosfat dan nitrit. Hasilnya, kualitas air menjadi lebih baik dan bahan organik didaur ulang
menjadi detritus.
Mengembangkan dan menjaga keberadaan bakteri yang menguntungkan dalam
kolam merupakan kunci sukses teknologi bioflok. Bakteri yang menguntungkan harus
dijaga dominasinya di dalam kolam sehingga akan menekan pertumbuhan bakteri
patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan. Disisi lain, jika kumpulan bakteri

3
yang menguntung tersebut dapat membentuk gumpalan flok yang banyak, akan berperan
dalam merombak limbah nitrogen secara efisien.
Dengan demikian secara konseptual teknologi bioflok jika dikembangkan dengan
benar akan sangat menguntungkan bagi para pembudidaya dibandingkan dengan
teknologi budidaya konvensional yang selama ini telah lama berkembang. Teknologi
bioflok terbukti lebih stabil daripada sistem yang budidaya yang didominasi oleh
plankton (konvensional) karena tidak tergantung pada sinar matahari. Dalam teknologi
bioflok, penggunaan air juga akan lebih sedikit karena hanya menambahkan saja jika
terjadi penguapan.

I.4 Peran dan Fungsi Bioflok


Secara rinci dapat dijelaskan bahwa bioflok yang tersusun dari berbagai macan
mikroorganisme yang ada di dalam kolom air mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Mengurai bahan organik dan menghilangkan senyawa beracun
Bakteri yang membentuk flok dapat mengurai bahan organik yang berasal dari
sisa pakan dan feces didalam kolam. Dengan kondisi aerob, bahan organik tersebut diurai
menjadi mineral anorganik sedangkan amonia akan disintesis menjadi protein sel dan
sebagian lagi dioksidasi oleh bakteri Nitrosomonas menjadi nitrit dan kemudian dirubah
menjadi nitrat oleh oleh bakteri Nitrobacter.
b. Menstabilkan kualitas air
Dalam penerapan teknologi bioflok, ciri umum keberhasilannya adalah
tercapainya kondisi pH yang stabil dan sedikit lebih rendah dari pH normal, dengan
fluktuasi harian kurang dari 0,5. Seperti diketahu bahwa pengaruh amonia akan
berkurang jika kondisi pH lebih rendah dari normal. Kondisi ini membuat air menjadi
stabil sehingga dapat mengurangi stres pada ikan.
c. Mengubah amonia menjadi protein sel yang diperkaya karbohidrat
Salah satu jenis bakteri yang harus ada dalam sistem bioflok adalah bakteri
Bacillus megaterium. Hal ini patut menjadi cacatan bagi para pembudidaya yang hendak
menerapkan teknologi bioflok. Untuk itu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan inokulan probiotik yang dijual di pasaran. Pemanfaatan amonia oleh bakteri
heterotrof aerobik adalah cara yang paling jitu dalam pengendalian amonia, karena
bakteri heterotrof memiliki waktu pembelahan yang sangat cepat dalam hitungan jam.

4
Jika dibandingkan dengan bakteri nitrifikasi yang memerlukan waktu hingga 3 hari
dalam membelah diri, maka penggunaan bakteri heterotrof akan sangat lebih efisien.
d. Menekan organisme patogen
Kehadiran bioflok yang terdiri dari berbagai bakteri nonpatogen dapat menekan
pertumbuhan bakteri patogen yang merugikan. Hal ini dikarenakan ada beberapa jenis
bakteri yang mengeluarkan antibiotik atau senyawa asam organik yang bersifat menekan
bakteri merugikan dalam media budidaya.
Bila bioflok dimakan oleh ikan maka senyawa biopolimer (PHA) yang terdapat
dalam gumpalan bioflok akan diuraikan oleh enzim pencernaan menjadi asam alkanoat
yang dapat menekan bakteri merugikan didalam usus, sehingga peran bioflok juga sangat
penting dalam menjaga kesehatan pencernaan ikan.
e. Sebagai makanan tambahan bagi ikan
Berkaitan dengan penggunaan pakan pabrikan yang semakin mahal, untuk
mengurangi FCR bioflok diharapkan mampu menjadi makanan tambahan bagi ikan
karena mengandung nutrisi yang baik dengan kadar protein yang tinggi.

I.5 Keuntungan Sistem Bioflok


a. Ph relatif stabil yaitu antara 7-7,8
b. Ph nya cenderung rendah, sehingga kandungan amoniak relatif kecil
c. Tidak tergantung pada sinar matahari dan aktivitasnya akan menurun bila suhu rendah
d. Tidak perlu ganti air sehingga keamanannya terjaga
e. Limbah tambak (kotoran, algae, sisa pakan, amonia) didaur ulang dan dijadikan makanan
alami berprotein tinggi
f. Lebih ramah lingkungan

1.6 Kelemahan Sistem bioflok


a. Tidak bisa diterapkan pada tambak yang bocor/rembes karena tidak ada/sedikit pergantian
air
b. Memerlukan peralatan/aeratorcukup banyak sebagai suplai oksigen
c. Aerasi harus hidup terus (24 jam/hari)
d. Bila aerasi kurang maka akan terjadi pengendapan bahan organik

5
e. Kurang cocok untuk tanah yang mudah teraduk (erosi). Jadi dasar harus benar-benar padat
(dasar berbatu/sirtu, semen atau plastik HDPE)

1.7 Dampak Sistem Bioflok pada Lingkungan


Dampak Sistem bioflok pada Budidaya Udang Vaname
Kegiatan budidaya udang vaname dengan teknologi bioflok mampu meminimalir
limbah budidaya, mengurangi penggunaan air dan efisiensi lahan dengan kepadatan
tinggi. Hasil penilaian menunjukan kegiatan tersebut menghasilkan acidification
63,79±15,37 kg SO2 eq ; eutrophication 14,38 ±3,28 kg PO4 eq ; global warming
potensial 7.336,77±1.46 kg CO2 eq, dan cumulative energy use sebesar 101,64±18,84 GJ
eq. Kontribusi terbesar berasal dari penggunaan energi listrik dan pakan udang. Untuk
mengurangi dampak lingkungan, disarankan untuk melakukan substitusi pakan berprotein
lebih rendah (<36%) pada saat bioflok sudah berkembang dengan asumsi kekurangan
nilai protein dipenuhi dari protein bioflok. Mengurangi konsumsi energi listrik dilakukan
dengan mematikan kincir air secara bergilir pada saat kondisi oksigen terlarut tinggi
(siang hari) dan melakukan partial harvesting setelah udang sudah masuk ukuran jual (>
2 bulan) agar tujuan mengurangi input pakan dan energi listrik dapat dilakukan lebih
optimal.

6
II METODE

2.1 Alat dan Bahan


a. Alat dan Bahan Untuk Pembuatan Kolam
 Besi ulir 12 inchi, untuk membuat kerangka kolam
 Terpal bundar dengan diameter 4 meter
 Pipa paralon, untuk input dan output air
 Semen, pasir, batu bata, untuk cincin kolam

b. Bahan-bahan Untuk Pembuatan Bioflok


 Disinfektan
 Garam grosok
 Kapur tohor atau dolomit
 Probiotik (bisa menggunakan probiotik kemasan yang dikhususkan untuk ikan)
 Prebiotik, bisa menggunakan molase atau gula pasir

2.2 Rancangan Tempat Budidaya dan Gambar

7
Gambar 2.1 Kerangka Kolam Bioflok

Gambar 2.2 Kolam Budidaya dengan Sistem Bioflok

2.3 Prosedur Kerja Budidaya


a. Prosedur Kerja Pembuatan Kolam Bioflok

8
1. Pertama, dilakukannya perakitan kerangka kolam yang dibuat dengan memotong besi ulir
12 inchi ukuran panjang 120 cm untuk bagian berdirinya, dan melingkarnya hingga
membentu diameter 4 meter. Besi kerangka dikaitkan satu sama lain dengan alat bantu
berupa las.

Gambar 2.3 Perakitan Kolam Bioflok


2. Kemudian pasang pipa paralon sebagai output air dari dasar kolam, seperti gambar
diatas. Setelah pemasangan pipa selesai, langkah selanjutnya adalah pemasangan cincin
disekeliling kolam, tujuanya agar pada saat kolam diisi air tidak bergeser.

Gambar 2.4 Pemasangan Cicin disekeliling Kolam


3. Setelah semua hal diatas selesai dilakukan, kemudian tahap berikutnya adalah
pemasangan terpal sebagai media kolam, dalam pemasangan terpal kolam harus
dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai merusak media atau merobekkan terpal karena
pemasangan yang tidak hati-hati.

9
Gambar 2.5 Pemasangan Terpal Media Kolam
4. Setelah pemasangan terpal selesai, tahap selanjutnya pengisian air, sebelum pengisian air
pastikan semua tahapan-tahapan sesuai dengan prosedur dan tidak ada masalah. Untuk
membentuk flok pada kolam maka harus menggunakan pompa udara untuk meniupkan
udara kedalam kolam. Dengan bantuan pompa udara, maka ini sangat membantu dalam
mempercepat pembentukan flok didalam kolam, yang membantu memberikan makanan
tambahan.

Gambar 2.6 Pompa Udara Untuk Pembentukan Flok


b. Prosedur Kerja Pembuatan Bioflok

10
Gambar 2.7 Proses Pembuatan Bioflok

1. Kolam yang akan menggunakan sistem bioflok dikondisikan dengan menambahkan


disinfektan dan pemasangan aerator ditempat yang tepat.
2. Probiotik dan milase (atau bisa diganti dengan gula pasir) ditambahkan ke dalam kolam.
Selain bakteri dan molase, penting juga untuk menambahkan kapur dan garam.
3. Setelah 7 hari, kolam akan berubah warna (hijau/ coklat) dan terasa lebih licin. Benih
ikan bisa mulai ditebar.
4. Ikan diberi pakan seperti biasa. Selama proses budidaya berlangsung, tepung
ditambahkan untuk menambah unsur karbon dalam kolam. Sisa pakan, kotoran ikan, dan
tepung akan menjadi sumber nutrisi bagi bakteri dan organisme lain untuk membentuk
flok.
5. Ketika bioflok terbentuk, gumpalan tersebut berfungsi sebagai pakan alami tambahan
bagi ikan dan menjaga kualitas aiar sehingga kesehatan ikan pun meningkat. Bioflok
biasanya terdiri dari bakteri, mikroalga, ragi dan protozoa yang sama-sama
menguntungkan bagi ikan.

c. Perawatan Sistem Bioflok


1. Pengecekan dan Penggantian Air
Pada saat ikan sudah dalam kolam bioflok, dilakukan pengecekan kualitas air
sebanyak 2 kali sehari. Apabila terdapat gumpalan (flock) yang terlalu banyak atau air
menjadi tidak sedap, maka diwajibkan untuk mengganti air separuh dari jumlah kolam.
Jika sedari awal tebar benih, air tidak mengalami gejala diatas, maka tidak perlu diganti
air hingga panen berlangsung, inilah yang menjadi kelebihan dari sistem bioflok karena
dapat menghembat air.
2. Pemberian Pakan

11
Fungsi bioflok selain dapat memperbaiki kualitas air juga dapat mengoptimalkan
sistem pencernaan ikan, sehingga nutrisi yang masuk dari pakan akan lebih efisien
terserap. Oleh sebab itu, intensitas pemberian pakan harus dikurangi, selain dapat
menekan biaya, pengurangan intensitas pemberian pakan juga akan menjaga kualitas air
dari sistem bioflok itu sendiri.
3. Pasokan Oksigen dan Listrik
Kebanyakan bioflok menerapkan sistem budidaya intensif dimana jumlah
penebaran harus lebih banyak dibanding sistem ekstensif. Selain penebaran, bioflok juga
memanfaatkan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan plankton. Komoditas budidaya
dan mikroorganisme dalam bioflok tersebut tentunya membutuhkan pasokan oksigen
lebih besar. Pasokan oksigen yang besar tentunya hanya bisa didapatkan dari blower atau
kincir.
Pengoperasian blower atau kincir tentunya menggunakan listrik dan harus
dinyalakan selama 24 jam penuh, hal ini merupakan kekurangan dari sistem bioflok
dimana harus bergantung pada listrik selama 24 jam. Patut juga diwaspadai apabila listrik
mati mendadak atau dalam jangka waktu yang lama, karena akan mengakibatkan ikan
mati lemas dalam beberapa jam.
4. Lokasi Budidaya
Dalam hal operasional, bioflok tidak cocok ditempatkan di ruangan full
indoor karena terdapat mikroorganisme yang berfotosintesis, sehingga membutuhkan
cahaya matahari. Maka dari itu, kolam bioflok harus dibuat kolam indoor yang selalu
mendapat pasokan cahaya matahari, akan lebih baik jika kolam tersebut ternaungi dengan
baik.

Kondisi yang baik untuk pembuatan bioflok


a. Bahan organik yang cukup
Syarat utama pembentukan flok adalah adanya bahan organik yang cukup.
Bioflok akan terbentuk baik apabila Total Organik Karbon telah mencapai 100 ppm. Pada
umumnya, pada awal budidaya akan diawali dengan sistem plankton. Semakin
bertambahnya umur budidaya dimana pemberian pakan sudah mulai banyak, makan

12
bahan organik sisa pakan dan feses akan semakin banyak dan hal ini akan mendukung
bakteri untuk berkembang dan menghasilkan flok dalam kolam.
b. C/N Rasio
Perkembangan bakteri heterotrof sangat tergantung oleh nilai C/N Rasio. Agar
perkembangan bakteri heterotrof pembentuk flok optimum, maka nilai C/N Rasio harus
berada pada kisaran antara 15-20. Untuk memenuhi nilai C/N Rasio yang sesuai maka
perlu penambahan bahan-bahan sumber karbon, seperti molasses, tepung, atau gula ke
dalam air atau dicampurkan dengan pakan.
c. Aerasi dan Pengadukan
Aerasi berfungsi untuk menambah suplai oksigen dalam air, dimana oksigen
sangat diperlukan oleh bakteri untuk mengurai bahan organik, mengoksida amonia
menjadi nitrit kemudian nitrat. Kondisi yang cukup oksigen, bakteri akan mampu
mengurai bahan organik secara sempurna, sehingga tidak menghasilkan bahan yang
bersifat racun dan membahayakan bagi ikan.
Pengadukan berfungsi untuk mencegah bahan organik dan flok mengendap di
dasar kolam sehingga dalam kondisi anaerobik. Dalam bakteri anaerobik, bakteri akan
menggunakan sulfat maupun nitrat untuk mengoksidasi bahan organik sehingga
menghasilkan gas-gas beracun (H2S, nitrit, amonia) yang sangat berbahaya bagi
kehidupan ikan.
d. Suhu dan pH
Semakin tinggi suhu maka proses metabolisme akan semakin cepat. Apabila suhu
semakin tinggi maka akan terbentuk flok. Agar kestabilan flok terjaga maka harus
diusahakan suhu air pada kondisi sedang (20-250C).
Kondisi pH akan berpengaruh terhadap kestabilan flok. Penambahan bahan yang
dapat menaikkan atau menurunkan pH dapat membantu kestabilan flok. pH akan
berkaitan dengan nilai alkalinitas dan konduktifitas.
e. N/P Rasio
Nilai N/P Rasio yang rendah (kurang dari 10) akan menyebabkan kondisi perairan
didominasi oleh blue green algae dan dinoflagellata. Sedangkan green algae dan diatom
akan tertekan perkembangannya karena keterbatasan N. Dalam teknologi bioflok nilai
N/P Rasio harus diusahakan lebih tinggi dari 10 agar phosfat dapat menjadi faktor

13
pembatas yang akan menghambat pertumbuhan algae dan diatom. Kondisi seperti ini
akan memberikan kesempatan kepada bakteri untuk berkembang, terutama bakteri dari
kelompok Bacillus.

Penerapan bioflok
a. Penerapan bioflok pada ikan lele
Pertumbuhan ikan pada budidaya intensif sangat dipengaruhi oleh konsumsi
nutrisi yang didapatkan dari pakan. Penelitian Shafrudin dkk., (2006) tentang pengaruh
kepadatan benih ikan lele dumbo terhadap produksi pada sistem budidaya dengan
pengendalian nitrogen melalui penambahan-penambahan tepung terigu juga
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata perbedaan padat tebar terhadap laju
pertumbuhan ikan lele. Hal ini menunjukkan bahwa selama pemeliharaan, kebutuhan
ikan akan nutrisi dan lingkungan telah terpenuhi.
Sistem bioflok menerapkan konsep budidaya tanpa pergantian air. Konsep
budidaya dengan tanpa menggunakan pergantian air membuat media budidaya dapat
terkontrol dengan baik. Menurut Setyono (2004) dalam sistem akuakultur tertutup yang
hampir tidak atau sedikit melakukan pergantian air , kualitas air, pakan dan pencegahan
penyakit dapat dikontrol dengan baik, sehingga ikan dapat dipelihara dengan kepadatan
yang tinggi, tumbuh dengan cepat dan seragam. Pemeliharaan secara intensif ikan lele
dengan teknologi bioflok lebih efektif dibandingkan tanpa teknologi bioflok.
b. Penerapan bioflok pada ikan nila
Menurut Azmin et al. (2007) dalam Setiawan dan Reki (2010), struktur bioflocs
mampu menyumbangkan nilai protein sebesar 50-53%. Hal ini merupakan suatu angka
yang cukup baik karena melalui sumbangan protein tersebut dapat membantu dalam
pemenuhan kebutuhan protein pada benih ikan nila. Penggunaan aplikasi bioflok apabila
pemberian pakan berlebihan mengakibatkan bakteri tidak akan mampu menguraikan
bahan organik, sehingga kualitas air menurun, pertumbuhan bakteri flok juga akan
terganggu, dan mengganggu pertumbuhan ikan. Hal yang sama juga terjadi jika dosis
pakan yang diberikan kurang maka pertumbuhan ikan akan terhambat, bahan organik
yang di hasilkan sedikit sehingga pertumbuhan flok yang diharapkan menjadi tambahan
nutrisi ikan yang bergizi tidak tumbuh dengan baik.

14
Menurut Novitasari (2008), kandungan bahan organik, oksigen dan pH pada
media pemeliharaan juga berpengaruh terhadap terbentuknya flok. Sesuai dengan
pendapat Irianto (2003), yang menyatakan bahwa pemakaian bakteri jenis Bacillus sp,
dapat memperbaiki kualitas air karena dapat mendekomposisi materi organik, menekan
pertumbuhan pathogen serta menyeimbangkan komunitas mikroba sehingga dapat
menyediakan lingkungan yang lebih baik bagi ikan.
c. Penerapan bioflok pada udang
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Avnimelech, (2009) bahwa tambak untuk
produksi bioflok sebaiknya dilapis plastik atau semen/beton. Menurut Avnimelech (2009)
di air tambak udang umumnya volume flok sebanyak 2 – 40 mL/L dan mencapai 100
mL/L di kolam ikan. Sedangkan Nyam Tow (2010) menyatakan bahwa volume flok yang
ideal untuk tambak udang adalah sebanyak 15 mL/L.
Bakteri heterotrof dalam air tambak akan berkembang pesat apabila di air tambak
ditambahkan sumber C karbohidrat yang langsung dapat dimanfaatkan, misalnya sukrose,
mollase, tepung tapioka, selanjutnya bakteri tersebut akan menggunakan N anorganik
terutama amonia dalam air dan disintesa menjadi protein bakteri dan juga sel tunggal
protein yang dapat digunakan sebagai sumber pakan bagi udang atau ikan yang dipelihara
(Hari, et al., 2004). Dengan demikian bioflok merupakan komunitas mikroba yang terdiri
dari bakteria, protozoa dan zooplankton, sebagai suplemen pakan udang mengandung
asam amino methionin, vitamin, mineral dan enzim yang dapat membantu proses
pencernaan pakan pada udang.
Disamping penambahan molase, juga dilakukan penambahan fermentasi probiotik
ke dalam air tambak sebanyak 5mg/L/ hari. Tidak dilakukan pergantian air, tetapi setiap
hari selalu ditambahkan air minimal selama 8 jam air mengalir masuk ke tambak dan
kandungan oksigen terlarut dipertahankan diatas 4 ppm selama pemeliharaan. Setelah 70
hari mulai dilakukan pembuangan air lewat sentral drain, terutama air yang berwarna
hitam juga dilakukan sampling pertumbuhan udang.

15
III ANALISIS USAHA

Analisis Usaha Budidaya Ikan Nila dengan Sistem Kolam Bioflok


Analisis usaha budidaya ikan nila bioflok diperlukan untuk menentukan apakah
usaha yang dilakukan memberikan hasil rugi atau untung. Oleh sebab itu, analisis usaha
perlu dilakukan untuk memperkirakan total pengeluaran dan pemasukan yang akan
diperoleh selama siklus budidaya dilakukan. Analisis usaha budidaya untuk nila bioflok
dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
Tabel 3.1 Perhitungan Analisa Ekonomi 4 Unit Kolam Ikan Nila Bioflok
No Uraian Jumlah Harga Satuan (Rp) Total Harga (Rp)
A. Biaya Investasi
1. Pembuatan kolam
4 Unit 2.500.000 10.000.000
diameter 4 m dan lantai
2. Tandon Air 1200 1 Unit 1.500.000 1.500.000
3. Alat-alat perikanan 1 Paket 1.000.000 1.000.000
4. Blower 2 PK 1 Unit 3.000.000 3.000.000
5. Genset 3000 watt 1 Unit 5.000.000 5.000.000
6. Pompa air 1 Unit 1.000.000 1.000.000
Total 21.500.000
B. Biaya Operasional Per Siklus
1. Pakan terapung protein 800 Kg 14.000 11.200.000
2. Bahan pembentuk bioflok 4 Paket 250.000 1.000.000
3. Tenaga kerja, 1orang x 3
3 Bulan 500.000 1.500.000
bulan
4. Listrik1300 watt 4 Kolam 150.000 600.000
Total 14.300.000

16
C. Penyusutan Per Siklus
1. Penyusutan kolam terpal 4 Unit - 950.000
2. Penyusutan alat perikanan 1 Paket - 1.900.000
2. Bahan pembentuk bioflok 4 Paket 250.000 1.000.000
Total 2.850.000
Total Keseluruhan 38.650.000

Estimasi Harga Jual Ikan nila dan Keuntungannya


Perlu diketahui bahwa, dari 10.000 benih yang ditebar, tidak akan bisa untuk memanen
semuanya. Katakanlah ada 20% nila yang tidak bisa dipasarkan akibat mati atau tidak layak jual.
Maka, ikan nila yang dapat dipanen sebanyak 8000 ekor.
1 kg ikan nila bisa mencapai 4 – 5 ekor. Kita mengambil perhitungan sebanyak 4 ekor per 1 kg-
nya. Maka, perhitungannya sebagai berikut:
8.000 : 4 = Sekitar 2.000 ton.

Sedangkan, Harga jual ikan nila cukup bervariasi. Di daerah jawa nilainya berkisar Rp 22.500 -
Rp 30.000, sedangkan luar pulau Jawa seperti harganya bisa mencapai Rp 50.000 per Kg. Kita
ambil nilai tengah yaitu Rp 30.000 per Kg. Maka perhitungan labanya adalah sebagai berikut:
 Hasil panen 2.000 ton x harga jual Rp Rp 30.000 = Rp 60.000.000
 Total keuntungan bersih adalah 60.000.000 – 38.650.000 = Rp 21.350.000
Jadi, keuntungan yang akan didapatkan dari benih 8.000 ekor per siklus (3 bulan) yaitu sekitar
21.350.000. Sedangkan, untuk keuntungan per tahun (4 siklus) sebesar 85.400.000.

17
DAFTAR PUSTAKA

Adharani N, Soewardi K, Syakti, A.D, dan Hariyadi S. 2016. Manajemen Kualitas Air dengan
Teknologi Bioflok: Studi Kasus pemeliharaan Ikan Lele (Clarias sp.). Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia, 1(21): 35-40.

Afifi Id’ham M. 2014. Pemanfaatan Bioflok Pada Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)
dengan Padat Tebar Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan dan Survival Rate (SR).
Surabaya: Universitas Airlangga.

Ekasari J. 2009. Teknologi Biotlok: Teori dan Aplikasi dalam Perikanan Budidaya Sistem
Intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(2): 117-126.

Ma’in,Anggoro S, Sasongko, S.B.2013. Kajian Dampak Lingkungan Penerapan Teknologi


Bioflok pada Kegiatan Budidaya Udang Vaname dengan Metode Life Cycle Assessment.
Jurnal Ilmu Lingkungan, 2(11): 110-119

Rangka Nur A dan Gunarto. 2012. Pengaruh Penumbuhan Bioflok pada Budidaya udang
Vaname Pola Intensif di Tambak. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 2(4): 56-67.

Suryaningrum Fransiska M. 2014. Aplikasi Teknologi Bioflok pada Pemeliharaan Benih Ikan
Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan, 1(1): 23-34.
Tim Sekitar Kita dan Agribisnis. 2017. “Membuat Sistem Kolam Bioflok” dalam
http://sekitarkitadanagribisnis.blogspot.co.id/2017/01/membuat-sistem-kolam-bioflok.html.
Diunduh pada Tanggal 9 Desember 2017, Pukul 17.22 WIB.
Faridah, F., Diana, S., & Yuniati, Y. 2019. Budidaya Ikan Lele dengan Metode Bioflok pada
Peternak Ikan Lele Konvesional. CARADDE. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(2):
224-227.
Avnimcleeh,Y. 2007, Feeding with Microbial Flocs by Tilapia in Minimal Discharge Bio-fFlocs
Technology Ponds. Aquaculture, 2(64): 140-147.
de Schryver, P. and Verstraete, W. 2009. Nitrogen Removal from Aquaculture Pond Water by
Heterotrophic Nitrogen Assimilation in Lab-Scale Sequencing Batch Reaktors. Bioresource
Technology, 100, 1162-1167.
Azim, M.E., Little, D.C., Bron, .I.E., 2007. Microbial Protein Production in Activated
Suspension Tanks Manipulating C/N Ratio in Feed and Implications for Fish Culture.
Bioresource Technology, 99, 3590-3599.

18

Anda mungkin juga menyukai