Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3 (TIGA)

Lathifah Chelskiana L061221011

St. Nur Rakhmah Surahman L061221015

Andi Arima Wisrianty L061221016

Jeanne Ria Rambalangi L061221017

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Makalah ini membahas tentang mikrobiologi hasil perikanan

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas akademik dalam rangka
memenuhi tuntutan kurikulum pendidikan. Dalam Menyusun makalah ini, kami
merujuk pada berbagai referensi dan sumber yang berkualitas, termasuk jurnal-jurnal
ilmiah, buku-buku, dan sumber informasi lainnya.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih
baik mengenai mikrobiologi hasil perikanan. Dalam makalah ini, kami juga
mencantumkan referensi yang digunakan, sehingga pembaca dapat memperoleh
informasi yang lebih lengkap dan terpercaya tentang topik yang dibahas.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kami sangat terbuka dan menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
pembaca. Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan
pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 12 Desember 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................... ii
BAB 1......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 1
BAB 2......................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 2
2.1 Pengawetan/Pengolahan Dengan Fermentasi............................................................ 2
2.2 Foodborne diseases (penyakit yang disebabkan kontaminasi bahan pangan) ..... 3
2.3 Sanitasi dan standarisasi hasil perikanan .................................................................. 6
BAB 3......................................................................................................................................... 9
PENUTUP .................................................................................................................................. 9
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 10

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Mikrobiologi hasil perikanan adalah studi tentang mikroorganisme yang terdapat pada
produk perikanan, seperti ikan, udang, dan kerang. Mikroorganisme ini dapat berupa bakteri,
virus, atau jamur, dan dapat mempengaruhi kualitas dan keamanan produk perikanan.

Salah satu jenis mikroorganisme yang sering ditemukan pada produk perikanan adalah
bakteri. Beberapa jenis bakteri dapat menyebabkan kerusakan pada produk perikanan dan
menyebabkan keracunan makanan pada manusia. Contohnya adalah bakteri Salmonella dan
Escherichia coli, yang dapat menyebabkan diare dan muntah-muntah pada manusia.

Oleh karena itu, sanitasi yang baik sangat penting dalam produksi, pengolahan, dan
penyimpanan produk perikanan. Beberapa praktik sanitasi yang dapat dilakukan antara lain
mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah menangani produk
perikanan, menjaga kebersihan dan kebersihan lingkungan produksi, dan menggunakan alat
dan peralatan yang bersih dan steril.

Selain itu, beberapa negara juga memiliki standar sanitasi yang ketat untuk produk
perikanan, seperti Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) dan Good
Manufacturing Practices (GMP). Standar ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk
perikanan aman dan berkualitas tinggi.

Mikrobiologi hasil perikanan adalah studi tentang mikroorganisme yang terdapat pada
produk perikanan dan sanitasi yang baik sangat penting dalam memastikan kualitas dan
keamanan produk perikanan. Praktik sanitasi yang baik dan standar sanitasi yang ketat dapat
membantu mencegah kontaminasi dan memastikan bahwa produk perikanan aman dan
berkualitas tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

A. Bagaimana metode pengolahan/pengawetan menggunakan fermentasi?


B. Apa saja bakteri dan virus penyebab foodborne diseases?
C. Langkah apa yang diperlukan dalam sanitasi dan standarisasi hasil perikanan?

1.3 Tujuan

A. Mengetahui metode pengolahan/pengawetan menggunakan fermentasi


B. Mengetahui jenis bakteri dan virus penyebab foodborne diseases
C. Memahami langkah yang diperlukan dalam sanitasi dan standarisasi hasil perikanan?

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengawetan/Pengolahan Dengan Fermentasi

Pengawetan adalah usaha yang dilakukan agar bahan atau hasil panen tidak cepat
mengalami kerusakan, sedangkan pengolahan adalah usaha untuk memproses bahan
menjadi bentuk lain yang lebih bermanfaat. Fermentasi merupakan suatu cara pengawetan
alami melalui proses penguraian secara biologis atau semibiologis terhadap senyawa-
senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan
terkontrol. Sebagai suatu proses fermentasi memerlukan:

1. Mikroba sebagai inokulum (starter).

2. Tempat (wadah) untuk menjamin proses fermentasi berlangsung dengan optimal.

3. Substrat sebagai tempat tumbuh (medium) dan sumber nutrisi bagi mikroba.

4. Produk, sesuatu yang dihasilkan dari proses fermentasi.

Medium sebagai tempat tumbuh dan berkembang harus menjamin ketersediaan dan
kebutuhan mikroba untuk hidup dan tumbuh berkembang. Medium biasa disebut substrat.
Medium harus mengandung nutrien dan oksigen yang dibutuhkan mikroba.

Berdasarkan bentuknya substrat dapat dibedakan menjadi: (1) Substrat cair sebagai
contoh air untuk pembuatan anggur. (2) Substrat semi cair sebagai contoh media untuk
pembuatan yoghurt. (3) Substrat padat sebagai contoh media yang digunakan untuk produksi
tempe, oncom, kecap ikan, dan terasi. Fermentasi dapat dibedakan menjadi:

(1) fermentasi aerob jika memerlukan oksigen

(2) fermentasi anaerob jika tidak memerlukan oksigen

Sistem pengawetan dengan metode fermentasi merupakan proses pengawetan


pangan yang alami (ikan, hasil tanaman, daging, dll) dengan memanfaatkan kemampuan
kelompok bakteri laktat, yaitu Lactobacillus plantarum, L. acidophylus, Leuconostoc
mesenterousdes, Streptococcus faecalis, dan S.lactis. Pertumbuhan kelompok bakteri ini
mampu menurunkan nilai pH substrat hingga 4,5 bahkan lebih rendah. Pada pH tersebut,
pertumbuhan kelompok bakteri lain dapat dihambat. Proses fermentasi dapat dilakukan
secara mudah, murah dan sederhana, aman dan tidak mengurangi nilai organoleptik bahan
pangan. Salah satu contoh bakteri yang dikenal luas adalah nisin, diproduksi oleh

2
Lactobacillus lactis ssp. Nisin dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri, yaitu
Bacillus, Clostridium, Staphylococcus, dan Listeria. Senyawa bakteriosin yang diproduksi
bakteri asam laktat dapat bermanfaat karena menghambat bakteri patogen yang dapat
merusak makanan ataupun membahayakan kesehatan.

Chao adalah produk makanan tradisional fermentasi ikan dari daerah Sulawesi
Selatan. Seperti pada umumnya produk fermentasi ikan tradisional, bahan baku pembuatan
chao adalah ikan, garam dan nasi sebagai sumber karbohidrat.

2.2 Foodborne diseases (penyakit yang disebabkan kontaminasi bahan pangan)


➢ Foodborne Diseases yang disebabkan oleh bakteri
1. Clostridium botulinum

Bakteri ini dapat menyebabkan botulisme, suatu penyakit serius yang dapat terjadi jika
produk perikanan diasinkan, diasap, atau dikemas tanpa cukup pemanasan atau pemrosesan
yang sesuai. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri ini dapat menyebabkan paralisis dan bahkan
kematian.

Botulisme bawaan makanan adalah penyakit serius yang berpotensi fatal. Namun, hal ini
relatif jarang terjadi. Ini adalah keracunan yang biasanya disebabkan oleh konsumsi
neurotoksin kuat, racun botulinum, yang terbentuk dalam makanan yang terkontaminasi.
Penularan botulisme dari orang ke orang tidak terjadi. Spora yang dihasilkan oleh bakteri
Clostridium botulinum tahan panas dan terdapat secara luas di lingkungan, dan jika tidak ada
oksigen, mereka akan berkecambah, tumbuh, dan kemudian mengeluarkan racun. Ada 7
bentuk toksin botulinum yang berbeda, tipe A-G. Empat di antaranya (tipe A, B, E dan jarang
F) menyebabkan botulisme pada manusia. Tipe C, D dan E menyebabkan penyakit pada
mamalia lain, burung dan ikan.

Racun botulinum tertelan melalui makanan yang diproses secara tidak benar di mana
bakteri atau spora bertahan hidup, kemudian tumbuh dan menghasilkan racun. Meskipun
sebagian besar disebabkan oleh keracunan makanan, botulisme pada manusia juga dapat
disebabkan oleh infeksi usus C. botulinum pada bayi, infeksi luka, dan melalui inhalasi.

2. Vibrio parahaemolyticusa

Vibrio Parahaemolyticus adalah bakteri halofilik yang menyebabkan gastroententis akut


setelah memakan makanan laut seperti ikan mentah, udang vanname mentah atau kerang
matang. Udang vanname merupakan salah satu agen transmisi bakteri V. Parahaemolyticus
menuju Inang manusia. Berbagai hewan laut yang sering mengandung bakteri ini adalah

3
cumi-cumi, tuna, kepiting, udang, dan kerang (oyster dan clams). Penyakit akibat Vibrio
parahaemolyticus, sesudah melalu masa inkubasi selama 12-24 jam, muncul gejala mual,
muntah, kram perut, demam, dan diare encer sampai berdarah.

Bakteri patogen ini dapat mencemari pangan hasil laut, tapi tidak semua bakteri V.
Parahaemolyticus ini adalah patogen, sehingga V. Parahaemolyticus yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia adalah yang mengandung toksin. Tingkat produksi
racun berhubungan dengan pertumbuhan sel, konsentrasi sel, dan pH lingkungan, Jika bentuk
racun sudah terdapat dalam makanan, pemangsan tidak akan menusak taksin tersebut.

3. Salmonella

Gejala yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan yang tercemar Salmonella yaitu
mual, muntah, kram perut, diare, demam, sakit kepala, panas dingin, dan darah di feses.
Salmonella berkembang biak pada suhu 5 - 45 °C. Bakteri ini akan mati saat kita mengolah
makanan di atas suhu 70 °C. Namun bakteri ini tidak mati pada saat kita menyimpan makanan
di dalam freezer atau lemari pendingin. Salmonella biasanya banyak ditemukan pada bagian
usus hewan. Oleh karena itu bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia saat kita makan
makanan dari binatang yang tidak cukup matang, seperti daging, ayam, serta telur dan
produknya.

4. Listeria monocytogenes

Gejala yang ditimbulkan saat konsumsi makanan yang terkontaminasi Lmonocytogenes


adalah sakit perut, demam, dan muntah. L. monocytogenes adalah baktei gram positif yang
hidup di tanah dan air. Listeriosis jarang terjadi pada manusia sehat, tetapi berbahaya bagi
orang yang terinfeksi HIV, orang yang sedang kemoterapi, orang tua, wanita hamil, dan anak-
anak. Bakteri ini mengkontaminasi susu dan makanan berbasis susu.

5. Escherichia coli

Penyakit yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan yang tercemar E. Coli sering
berupa diare yang parah dan berdarah dan kram perut yang menyakitkan, tanpa banyak
demam. E. coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan
seperti daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan cemaran
fekal pada air dan pangan.

6. Bakteri Shigella

Shigella dapat menyebabkan penyakit yang disebut shigellosis. Gejala shigellosis


melibatkan diare berat, kadang disertai demam, muntah, dan kram perut. Penyakit ini
umumnya menyebar melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau melalui

4
konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi oleh kotoran yang mengandung bakteri
Shigella. Pencegahan termasuk praktik kebersihan yang baik dan pengolahan makanan yang
benar.

➢ Foodborne Diseases yang disebabkan oleh virus


1. Norovirus

Norovirus adalah virus RNA terstruktur kecil yang merupakan salah satu calicivirus yang
dikenal sebagai patogen manusia. Infeksi norovirus menyebabkan penyakit yang sembuh
sendiri yang ditandai dengan diare, muntah, mual, kram perut, dan terkadang sakit kepala,
mialgia, dan demam ringan. Virus dapat diidentifikasi dengan mikroskop elektron atau PCR
transkriptase balik dari sampel tinja dan dengan immunoassay enzim untuk mendeteksi
antigen virus dalam sampel serum. Manusia adalah satu-satunya reservoir yang diketahui,
dan norovirus ditularkan dari orang ke orang melalui jalur fecal-oral atau melalui makanan
atau air yang terkontaminasi. Dosis penularannya rendah, dan tingkat serangannya tinggi.
Norovirus dapat bertahan di lingkungan dan dapat menginfeksi banyak orang dari segala usia.
Kebanyakan wabah dilaporkan dari pusat penitipan anak, kapal pesiar, fasilitas penitipan
jangka panjang, dan populasi tertutup lainnya. Norovirus adalah penyebab utama penyakit
dan wabah yang ditularkan melalui makanan, meskipun jumlah wabah yang dilaporkan
kemungkinan besar terlalu kecil karena kurangnya ketersediaan rutin atau penggunaan tes
diagnostik. Penerapan transkriptase PCR balik oleh CDC dan laboratorium kesehatan
masyarakat bagian negara pada tahun 1990an telah meningkatkan dan meningkatkan
identifikasi norovirus sebagai agen etiologi wabah yang ditularkan melalui makanan.

Makanan laut yang dipanen dari perairan yang terkontaminasi limbah telah menyebabkan
wabah gastroenteritis norovirus. Wabah besar telah dikaitkan dengan konsumsi kerang
mentah atau kurang matang, seperti serangkaian wabah yang terkait dengan tiram dan kerang
yang meliputi wilayah pesisir timur laut. Kerang, khususnya moluska bivalvia yang merupakan
pemakan filter, dapat mengakumulasi virus dalam jumlah besar. Kontaminasi area panen
dengan kotoran manusia, yang terjadi setelah pembuangan limbah ke laut oleh pemanen
tiram dan dari limbah yang mengalir ke area panen setelah hujan lebat, telah menjadi sumber
penting wabah ini. Selain itu, proses memasak yang tidak mampu, seperti mengukus kerang
hanya sampai terbuka dan bukan pada suhu lebih tinggi yang dapat membunuh norovirus,
telah berkontribusi terhadap penyakit dan wabah.

2. Virus hepatitis A

Virus hepatitis A merupakan virus RNA yang tergolong picornavirus. Walaupun manifestasi
klinisnya berbeda-beda tingkat keparahannya, infeksi virus hepatitis A merupakan infeksi virus
paling serius yang terkait dengan konsumsi makanan laut. Umumnya, penyakit ini merupakan

5
penyakit akut dan sembuh sendiri yang berhubungan dengan demam, malaise, penyakit
kuning, anoreksia, dan mual; gejala dapat berlangsung dari beberapa minggu hingga
beberapa bulan. Namun, kematian akibat hepatitis fulminan juga bisa terjadi. Tingkat
keparahannya meningkat seiring bertambahnya usia, dan dalam kasus yang jarang terjadi,
hepatitis yang kambuh dan berkepanjangan dapat terjadi. Pada bayi dan anak kecil, infeksi
seringkali tidak menunjukkan gejala. Diagnosis dibuat menggunakan tes serologi yang
mengukur antibodi imunoglobulin M terhadap virus hepatitis A. Masa inkubasi penyakit yang
lama (2 hingga 8 minggu) dapat menyulitkan mengidentifikasi sumber penularan, dan infeksi
virus hepatitis A yang terkait dengan makanan laut kemungkinan besar tidak dilaporkan.

Manusia adalah satu-satunya reservoir virus hepatitis A, dan penularan umumnya melalui
jalur fecal-oral. terjadinya wabah yang ditularkan melalui makanan, dan wabah infeksi virus
hepatitis A yang berhubungan dengan tiram dan kerang. Dosis penularannya diperkirakan
rendah, dan virus tersebut diserap oleh moluska saat makan. Virus hepatitis A tahan panas
dan tahan terhadap pengukusan, dan memasak makanan laut dengan benar akan
mengurangi kemungkinan tertelannya virus hepatitis A hidup. Namun karena kerang
umumnya diolah dengan cara yang tidak cukup untuk menonaktifkan virus, banyak strategi
pencegahan yang ditujukan untuk mengendalikan kontaminasi sebelum penyediaan
makanan. Kontaminasi paling sering terjadi ketika area budidaya terkontaminasi dengan
kotoran manusia.

2.3 Sanitasi dan standarisasi hasil perikanan


Isu tentang keamanan pangan saat ini menjadi topik utama di berbagai negara,
khususnya mengenai produk-produk perikanan, berbagai bahaya yang mengancam
kesehatan manusia yang terdapat pada produk-produk perikanan membuat setiap negara
memiliki kewenangan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, baik yang
berkaitan dengan keamanan maupun keselamatan. Hal itu diaplikasikan dalam bentuk
adanya Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang memberikan
posisi tawar yang kuat bagi konsumen dalam rangka melindungi diri, harkat, dan martabatnya.

Sanitasi merupakan bagian terpenting dalam proses pengolahan pangan yang harus
dilaksanakan dengan baik, sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit
dengan cara penghilangan dan mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan
rantai perpindahan penyakit tersebut.

Sanitasi merupakan penciptaan atau pemeliharaan kondisi yang mampu mencegah


terjadinya kontaminasi makanan atau terjadinya penyakit yang disebabkan karena
mengkonsumsi makanan. Sedangkan pendapat lain mendefinisikan sanitasi yaitu

6
pemahaman terhadap semua faktor yang mempengaruhi pencernaan makanan yang sangat
erat hubungannya dengan peralatan dan penanganan produksi bahan makanan. Sehingga
definisi sanitasi secara garis besar adalah merupakan penerapan dari prinsip-prinsip yang kan
membantu memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kesehatan yang baik pada
manusia.

Bahaya yang timbul pada hasil olah perikanan dapat disebabkan adanya cemaran
yang berasal dari kotoran, serangga dan lainnya. akibat tidak baiknya sanitasi yang dilakukan.
Cemaran yang terdapat pada hasil olah dapat berupa:

- Kotoran seperti tanah, kerikil dan debu


- Sisa bahan baku
- Serangga dengan berbagai bentuk stadia dan bagian tubuhnya
- Benda-benda saing yang berasal dari peralatan dan pekerja
- Sisa-sisa bahan kimia
- Mikroorganisme dan hasil kegiatannya

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan agar cemaran tidak mengkontaminasi hasil
olah yaitu;

- Pengawasan ikan sebagai bahan baku


- Pengawasan terhadap air buangan, air, udara dan tanah
- Pengawasan terhadap serangga dan serangan biologik lain
- Pengawasan terhadap pekerja
- Pengawasan terhadap cemaran mikrobiologi
- Pengawasan terhadap peralatan.

Standarisasi melibatkan pengembangan dan penerapan standar prosedur operasional


dan kriteria kualitas untuk memastikan keamanan dan kualitas produk perikanan. Sebelum
melakukan standarisasi hasil perikanan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara
lain:

• Standar bahan baku: Pastikan bahan baku yang digunakan memenuhi standar
kualitas dan keamanan.
• Standar higienis: Pastikan proses produksi dilakukan dengan higienis dan bersih
untuk mencegah kontaminasi.
• Standar teknik penanganan: Pastikan teknik penanganan ikan dilakukan dengan
benar dan sesuai standar untuk menjaga kualitas ikan.
• Standar teknik pengolahan: Pastikan teknik pengolahan ikan dilakukan dengan
benar dan sesuai standar untuk menjaga kualitas ikan.

7
• Standar mutu produk: Pastikan produk olahan ikan yang dihasilkan memenuhi
standar mutu yang ditetapkan.
• Standar saran setelah produksi: Pastikan produk olahan ikan yang dihasilkan
disimpan dan dikemas dengan benar untuk menjaga kualitas produk.

Selain itu, perlu juga memperhatikan persyaratan sanitasi dalam produksi produk olahan
ikan dan memastikan bahwa peralatan dan perlengkapan untuk penanganan hasil mudah
dibersihkan dan didisinfeksi. Dalam penerapan standarisasi dan sertifikasi produk olahan hasil
perikanan, perlu juga memperhatikan regulasi yang berlaku dan mendapatkan sertifikasi yang
sesuai seperti Sertifikat Kelayakan Pengolahan.

8
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Proses pengawetan dan pengolahan ikan dengan fokus pada metode fermentasi di
tingkat industri. Fermentasi menjadi pendekatan yang signifikan dalam menjaga kesegaran
ikan, dengan memanfaatkan kelompok bakteri laktat seperti Lactobacillus plantarum dan
Streptococcus faecalis. Proses ini menurunkan nilai pH substrat hingga 4,5 atau lebih rendah,
menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Bakteriosin seperti nisin, yang dihasilkan oleh
bakteri asam laktat, dapat menghambat pertumbuhan berbagai bakteri berbahaya. Sebagai
contoh, produk fermentasi ikan Chao dari Sulawesi Selatan menjadi ilustrasi praktis dari
penerapan metode ini.

Risiko penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus pada produk perikanan,
termasuk Clostridium botulinum, Vibrio parahaemolyticus, dan Norovirus. Oleh karena itu,
pentingnya sanitasi dan standarisasi hasil perikanan ditekankan sebagai langkah krusial untuk
mencegah kontaminasi dan menjaga kualitas produk. Keseluruhan, makalah ini memberikan
wawasan mendalam tentang berbagai aspek yang terkait dengan pengawetan, pengolahan,
dan keamanan produk perikanan di tingkat industri.

Standarisasi produk perikanan menjadi langkah esensial untuk memastikan bahwa


bahan baku dan produk olahan memenuhi kriteria kualitas dan keamanan. Oleh karena itu,
pemahaman dan implementasi prinsip-prinsip sanitasi, bersama dengan standarisasi, dapat
memberikan perlindungan maksimal terhadap bahaya yang mungkin timbul pada produk
perikanan dan memastikan keamanan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat.

9
DAFTAR PUSTAKA

Cita, Y. P. 2011. Bakteri Salmonella typhi dan demam tifoid. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Andalas, 6(1), 42-46.

Fatikhatul Mabruroh. 2018. Distribusi sumber keracunan pangan di dki jakarta Berdasarkan

laporan kasus sentra informasi keracunan Nasional. Skripsi. Universitas islam Negeri

Syarif Hidayatullah. Jakarta

Insyirah N. Fadhilah. Bradley J. Waleleng. Bisuk P. Sedli. 2022. Effect of Raw Food

Consumption on Incidence of Hepatitis A (Pengaruh Makanan Mentah Terhadap

Kejadian Hepatitis A). Jurnal e-Clinc. Vol 10. No. 2 hal 173-180.

Kusmarwati, A., Yenni, Y., & Indriati, N. 2017. Resistensi antibiotik pada Vibrio

parahaemolyticus dari udang vaname asal pantai utara Jawa untuk pasar ekspor.

Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 12(2), 91-106.

Nurmedina, s. 2017. Penerapan sanitasi dan hygiene pengolahan ikan bandeng (chanos-

chanos) tanpa duri. Jurusan teknologi pengolahan hasil perikanan. Politeknik

pertanian negeri pangkep.

Susanto.B 2004. Penerapan Prinsip Sanitasi dan Hygiene dalam Industri

Perikanan. Departemen Pendidikan Nasional. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian.

Surabaya: PT. BinaIlmu.

World Health Organization. 2000. Foodborne disease: a focus for health education. World

Health Organization.

Yuswita, E. 2016. Optimasi proses termal untuk membunuh Clostridium botulinum. Jurnal

Aplikasi Teknologi Pangan, 3(3).

10

Anda mungkin juga menyukai