Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TEKNOLOGI PANGAN & GIZI

“Analisa Keracunan Pangan

pada Susu dan Olahannya”

Dosen pengampu :
Zuraida Sagala, S.Si., M.Si

Disusun oleh :

KELOMPOK 7

1. Rahmat Andrian 2043050010


2. Nurul Asfia 2143050002

PROGRAM STUDI ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah Teknologi Pangan & Gizi
tentang Analisa Keracunan Pangan pada Susu dan Olahannya.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen


mata kuliah Teknologi Pangan & Gizi yang telah membimbing dan
memberikan tugas ini kepada kami, serta kepada seluruh anggota
kelompok yang telah turut andil dalam pembuatan tugas makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan tugas makalah ini masih


jauh darikata sempurna. Semoga tugas ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran serta masukan yang membangun dari berbagai pihak.

Jakarta, 18 Mei 2023

(Kelompok 7)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan Makalah ...................................................................................... 2
1.4 Manfaat Makalah .................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Susu ...................................................................................................... 3
2.2 Kerusakan Susu ................................................................................... 4
2.3 Pemanasan Susu .................................................................................. 5
2.4 Bakteri Susu ......................................................................................... 5
2.5 Variabel Kualitas Susu ........................................................................ 6
2.5.1 Total Bakteri ................................................................................. 7
2.5.2 Nilai pH ......................................................................................... 7
2.5.3 Intensitas Pencokelatan ................................................................ 7
2.5.4 Keterkaitan total bakteri, pH dan intensitas pencokelatan
terhadap kualitas susu .................................................................. 8
2.6 Tanda-tanda Kerusakan Pangan ........................................................ 9
2.7 Jenis-jenis Kerusakan Pangan ............................................................ 9
2.7.1 Kerusakan Mikrobiologis ............................................................. 9
2.7.2 Kerusakan Mekanis ...................................................................... 9
2.2.7 Kerusakan Fisik ............................................................................ 9
2.2.8 Kerusakan Biologis ....................................................................... 10
2.2.9 Kerusakan Kimia.......................................................................... 10
2.8 Faktor Utama Penyebab Kerusakan Pangan .................................... 10
BAB III PEMBAHASAN................................................................................. 10
3.1 Susu .................................................................................................... 12
3.1.1 Sifat Fisik dan Komposisi Susu .................................................. 12
3.1.2 Faktor Penyebab Kerusakan Susu ............................................. 13
BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 15
4.1 Kesimpulan ........................................................................................ 16
4.2 Saran .................................................................................................. 16
iii
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak saat bahan pangan dipanen, dikumpulkan, ditangkap atau


disembelih, bahan tersebut akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini akan
berlangsung sangat lambat atau sangat cepat tergantung dari macam bahan
pangan. Semua makluk hidup memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan
mempertahankan kehidupannya. Bakteri, khamir dan kapang, insekta dan rodentia
(binatang pengerat) selalu berkompetisi dengan manusia untuk mengkonsumsi
persediaan pangannya. Senyawa organik yang sangat sensitif dalam bahan
pangan, dan keseimbangan biokimia dari senyawa tersebut, akan mengalami
destruksi oleh hampir semua variabel lingkungan di alam. Panas dan dingin,
cahaya, oksigen, kelembaban, kekeringan, waktu, dan kandungan enzim dalam
bahan pangan itu sendiri, semua cenderung merusakkan bahan pangan.
Pada zaman dahulu, susu telah menjadi bahan pokok pangan manusia.
Susudiambil dari hewan yang memiliki kelenjar susu seperti sapi, kambing, dan
kerbau.Susu diyakini memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Di Indonesia, dalam
Pedoman Gizi Seimbang (PGS, susu dimasukkan sebagai salah satu bahan
makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi sebagai sumber protein yang penting
bagi tubuh. Di beberapa bangsa terutama bangsa Eropa, minum susu telah menjadi
kebiasaan ketika sarapan. Namun di Indonesia, menurut beberapa
pendapat mengenai perihal kebiasaan minum susu, orang Indonesia dinyatakan
sebagai bukan milk drinker. Orang Indonesia dinyatakan sebagai bukan
milk drinker maksudnya orang Indonesia, terutama orang Jawa, memiliki
kebiasaan makan nasi, mereka mengonsumsi susu hanya saat mereka mampu
membelinya. Hal ini terjadi dipengaruhi oleh faktor pendidikan, ekonomi, dan
persediaan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kerusakan pangan dapat terjadi?
2. Bagaimana ciri kerusakan pangan pada susu?
3. Apa saja olahan lain seperti susu yang dapat rusak?
4. Bagaimana cara mengatasi kerusakan pangan pada susu?

1.3 Tujuan Makalah


Tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui proses kerusakan pangan pada susu.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri kerusakan pangan pada susu dan olahan lainnya.
3. Untuk mengetahui cara mengatasi kerusaka pangan terutama pada susu.

1.4 Manfaat Makalah


Makalah ini kiranya dapat memberikan informasi tentang kerusakan
pangan terutama pada susu dan olahan lainnya. Makalah ini juga bermanfaat
untuk kita sebagai penulis dan pembaca agar dapat mempelajari dan menambah
wawasan sehingga kita dapat mengetahui dan lebih memahami tentang Analisa
kerusakan pangan pada susu dan hasil olahan lain seperti susu yang dapat rusak.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu
Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena
mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau
hewan menyusui lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan makanan yang
sehat (Hadiwiyoto, 1994). Nilai gizi yang tinggi juga menyebabkan air susu
mudah rusak karena merupakan media yang disukai oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhan dan perkembangannya sehingga dalam waktu yang sangat singkat
air susu sangat tidak layak untuk dikonsumsi apabila tidak ditangani secara benar
(Sudono et al., 2003).

Susu sapi segar adalah hasil dari sekresi kelenjar susu yang berasal dari
sapi yang sedang dalam masa laktasi. Susu merupakan bahan pangan yang
mengandung gizi lengkap seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan
mineral. Susu yang baru diperah memiliki jumlah mikroorganisme tergolong
rendah yaitu kurang dari 1000 per ml susu, jumlah ini akan semakin meningkat
saat disimpan pada suhu kamar (25oC). Mikroorganisme patogen yang
menyebabkan keracunan pada saat mengkonsumsi susu adalah Salmonella spp,
Campylobacter spp, Staphylococcus aureus, Basillus cereus dan Clostridium
botulinum, Escherichia coli (Darmansah, 2011).

Susu sapi merupakan bahan makanan yang bersifat mudah rusak karena
pertumbuhan mikrobia, oleh karena itu memerlukan proses penanganan dan
pengolahan yang baik untuk mencegah kerusakan pangan pada susu dari segi
kualitas serta keamanan. Secara umum dalam industri pengolahan susu
pasteurisasi, dilakukan dengan cara Ultra High Temperature (UHT). Pada
pengolahan susu sapi untuk skala home industry cara tersebut terkendala pada alat
serta biaya. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan pengawetan susu sapi
dengan cara menambahkan bahan yang memiliki senyawa antimikrobia yang
murah untuk skala home industry

3
2.2 Kerusakan Susu
Susu merupakan bahan pangan asal hewan yang tidak tahan lama disimpan
dan mudah rusak (pershable food) serta merupakan bahan pangan berpotensial
mengandung bahaya (potentially hazardous food). Menurut Winarno (2004),
kerusakan bahan pangan seperti susu dapat berlangsung dengan cepat. Kerusakan
pada susu dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, 1) Pertumbuhan dan
aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi dan kapang. Beberapa mikroba dapat
membentuk lendir, gas, busa, warna yang menyimpang, asam, racun dan lain-lain;
2) Aktivitas enzim-enzim di dalam susu. Enzim yang terdapat pada susu tersebut
dapat berasal dari mikroba atau sudah ada pada bahan pangan tersebut secara
normal. Adanya enzim memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi kimia lebih cepat
tergantung dari jenis enzim yang ada, selain itu juga dapat mengakibatkan
bermacam-macam perubahan pada komposisi susu; 3) Suhu termasuk suhu
pemanasan dan pendinginan. Pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan kerusakan protein (denaturasi), emulsi lemak dan vitamin,
sedangkan susu yang dibekukan akan menyebabkan pecahnya emulsi dan
lemaknya akan terpisah. Pembekuan juga dapat menyebabkan kerusakan protein
susu dan menyebabkan penggumpalan; Faktor berikutnya adalah 4) Kadar air.
Kadar air sangat berpengaruh pada daya simpan susu karena air inilah yang
membantu pertumbuhan mikroba; 5) Udara terutama oksigen. Oksigen dapat
merusak vitamin, warna susu, cita rasa serta merupakan pemicu pertumbuhan
mikroba aerobik. Susu yang mengandung lemak dapat menyebabkan ketengikan
karena proses lipoksidase; 6) Sinar matahari. Susu yang terkena sinar matahari
secara langsung dapat berubah cita rasanya serta terjadi oksidasi lemak dan
perubahan protein; 7) Jangka waktu penyimpanan.Umumnya waktu penyimpanan
susu yang lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar. Mikroorganisme
menggunakan susu sebagai bahan yang sangat ideal untuk pertumbuhannya.

Mikroorganisme dalam bahan pangan adalah mikroorganisme yang umum


ditemukan dalam saluran pencernaan menusia dan hewan seperti bakteri
Escherichia coli. Adanya mikroorganisme indikator di dalam suatu makanan
menunjukkan telah terjadinya kontaminasi kotoran dan sanitasi yang tidak baik
terhadap air, makanan, susu dan produk susu (Supardi dan Sukamto, 1999).

4
2.3 Pemanasan Susu
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mencegah kerusakan pada air
susu adalah dengan cara pemanasan (pasteurisasi). Pasteurisasi merupakan salah
satu cara untuk mempertahankan mutu susu segar serta memperpanjang umur
simpan susu. Pasteurisasi adalah pemanasan susu pada temperatur dan lama waktu
tertentu yang tujuan utamanya adalah untuk membunuh bakteri patogen, namun
diharapkan perubahan yang terjadi di dalam komposisi, flavor dan nilai nutrisi
seminimal mungkin. Standar pasteurisasi menggunakan suhu di atas 62°C selama 3
menit atau suhu 71°C selama 15 detik. Setelah proses pasteurisasi, air susu harus
segera didinginkan sampai suhu 40°C atau lebih rendah untuk menghambat
pertumbuhan bakteri yang masih hidup dengan masa simpan tidak rusak dalam
waktu kurang lebih 7 hari (Hadiwiyoto, 1994). Pasteurisasi akan dapat
memperpanjang umur simpan bahan makanan dengan hasil memuaskan, bila
dikombinasikan dengan pengemasan yang rapat dan penyimpanan pada suhu yang
rendah (10°C) (Purnawijayanti, 2001).

2.4 Bakteri Susu

Susu segar yang bernilai nutrisi tinggi sangat beresiko terkontaminasi


bakteri. Kontaminasi bakteri dimulai dari mulai proses pemerahan, pengolahan
susu, hingga dikonsumsi. Bakteri yang mengkontaminasi susu dikelompokkan
menjadi dua, yaitu bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Bakteri patogen meliputi
Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella sp., sedangkan untuk
bakteri pembusuk antara lain adalah Micrococcus sp., Pseudomonas sp. dan
Bacillus sp. (Suwito, 2010).Salah satu bakteri penyebab keracunan setelah minum
susu adalah S. aureus. Di beberapa negara di Eropa, seperti Norwegia, S. aureus
merupakan salah satu bakteri penyebab keracunan setelah minum susu (Jorgensen
et al. 2005). Sumber-sumber S. aureus terdapat di sekitar kita, yaitu bagian
permukaan kulit, mukosa mulut, hidung dan kulit kepala.

Infeksi E. coli pada manusia terjadi karena minum susu yang terkontaminasi
feses sapi atau dari lingkungan (Vimont et al., 2006). Berdasarkan SNI
3141.1:2011, batas cemaran mikroba dalam susu segar adalah Total Plate Count
(TPC) < 3 x 104 cfu/ml, koliform < 1 x 101 cfu/ml, Staphylococcus aureus 1 x 101
5
cfu/ml, Escherichia coli negatif, Salmonella negatif dan Streptococcus group B
negatif.

Keracunan setelah minum susu dapat dicegah dengan cara memperbaiki


proses penerimaan bahan baku atau susu segar, penanganan, pemrosesan dan
penyimpanan. Kontaminasi pada susu dapat dikurangi antara lain dengan menjaga
kesehatan ternak, higiene susu dan pasteurisasi (Jeffrey et al., 2009). Higiene
personal berperan penting pula dalam mencegah keracunan setelah minum susu.
Penerimaan bahan baku harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 2011
tentang susu segar. Selama penanganan, susu ditempatkan pada suhu dingin dalam
milk can tertutup sehingga terhindar dari kontaminasi lingkungan. Untuk susu segar
yang telah memenuhi standar SNI, proses penyimpanan dan pendistribusiannya
sampai ke tangan konsumen perlu diperhatikan. Penyimpanan harus dilakukan pada
suhu dingin sampai susu ke tangan konsumen karena meskipun telah melalui proses
pasteurisasi, susu masih mengandung bakteri pembusuk. Bakteri pembusuk akan
berkembang pada suhu ruang. Oleh karena itu, susu pasteurisasi harus disimpan
pada kondisi dingin. Susu yang mengandung mikroba >106 cfu/ml sudah terbentuk
toksin yang dengan pasteurisasi masih dapat bertahan hidup.

2.5 Variabel Kualitas Susu

Variabel yang digunakan dalam menentukan kualitas susu yaitu total


bakteri, nilai pH dan Intensitas Pencoklatan susu.

2.5.1. Total bakteri

Total mikroba atau total plate count (TPC) berdasarkan SNI 3141.1:2011
merupakan suatu cara perhitungan total mikroba yang terdapat dalam suatu produk
yang tumbuh pada media agar pada suhu dan waktu inkubasi yang ditetapkan.
Mikroba yang tumbuh dalam media agar tersebut dihitung koloninya tanpa
menggunakan mikroskop. Hasil pengujiannya dinyatakan dengan Colony Forming
Unit (CFU) per ml. Bakteri penyebab penyakit asal pangan secara terus menerus
menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan mampu
menyebabkan kematian. Kebanyakan penyakit asal pangan ini disebabkan oleh
bakteri patogen penyebab diare dan gangguan saluran pencernaan, seperti
Escherichia coli, Salmonella dan Bacillus cereus (Blackburn dan Mc Clure, 2003)

6
2.5.2. Nilai pH

Susu segar mempunyai pH 6,5 – 6,8. Keasaman susu segar berhubungan


dengan fosfat susu, protein (kasein dan albumin) dan sitrat yang terdapat pada susu.
Derajat keasaman susu menunjukan 2 hal yaitu keasaman yang memang ada dalam
susu dan keasaman yang disebabkan kontaminasi bakteri. Penyebab utama
perubahan pH pada susu adalah aktivitas mikroba yang menghasilkan asam
(Bylund 1995). Semakin lama penyimpanan susu maka rata –rata derajat keasaman
(pH) semakin menurun yang menunjukan bahwa tingkat keasaman dalam susu
semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan adanya aktivitas bakteri asam laktat
seperti Streptococcus thermophilus, Lactobacillus laktis dan Lactobacillus
thermophilus. Adanya asam laktat karena bakteri tersebut mengubah laktosa
menjadi asam laktat dan menyebabkan penurunan pH susu (Erlina dan Zuraida,
2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pH diantaranya adalah


pengenceran dan perlakuan pemanasan. Pengenceran dapat menaikkan pH
sedangkan pemanasan menyebabkan terjadinya tiga perubahan yaitu kehilangan
CO2, yang dapat menurunkan keasaman dan menaikkan pH, terjadinya transfer Ca
dan fosfat ke koloidal sehingga dapat sedikit menaikkan keasaman dan
menurunkan pH dan pemanasan yang drastis dapat menghasilkan asam dari
degradasi laktosa (Adnan, 1984).

2.5.3. Intensitas pencoklatan

Warna merupakan salah satu indikator terjadinya perubahan kimia dalam


bahan makanan.Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat
kolorimeter atau spektrofotometer (Nielsen, 2003). Reaksi Maillard menghasilkan
banyak senyawa dan dapat mempengaruhi warna suatu produk. Adanya reaksi
antara gula pereduksi dan asam amino melalui jalur reaksi Maillard memberikan
perubahan warna bahan makanan dari kuning sampai membentuk warna kecoklatan
(Reineccius, 2006). Berdasarkan hasil penelitian Sun et al. (2006b ) bahwa reaksi
yang terjadi antara protein dan jenis gula pereduksi yang berbeda selama
pemanasan akan menghasilkan intensitas warna coklat yang berbeda pula. Protein
ovalbumin yang bereaksi dengan D-glukosa dan D-mannosa menghasilkan warna
coklat yang lebih rendah dibandingkan dengan D-allosa, D-altrosa, D-galaktosa dan
D-talosa.
7
2.5.4. Keterkaitan total bakteri, pH dan intensitas pencoklatan terhadap
kualitas susu

Pemanasan susu bertujuan untuk membunuh bakteri patogen, namun


diharapkan perubahan yang terjadi di dalam komposisi, flavor dan nilai nutrisi
seminimal mungkin (Hadiwiyoto,1994). Cara yang dilakukan untuk mengetahui
jumlah bakteri yang terkandung di dalam susu setelah dipanaskan adalah
menggunakan pengujian Total Bakteri. Total mikroba atau total plate count (TPC)
berdasarkan SNI 3141.1:2011 merupakan suatu cara perhitungan total mikroba
yang terdapat dalam suatu produk yang tumbuh pada media agar pada suhu dan
waktu inkubasi yang ditetapkan. Mikroba yang tumbuh dalam media agar tersebut
dihitung koloninya tanpa menggunakan mikroskop. Hasil pengujiannya dinyatakan
dengan Colony Forming Unit (CFU) per ml. pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui adanya kerusakan kualitas pada susu menggunakan pengujian pH dan
pengujian Intensitas Pencoklatan. Pengujian pH dilakukan untuk menghitung nilai
keasaman yang terkandung dalam susu dengan mengamati perubahan nilai pH yang
terjadi pada pH meter (Wahyudi, 2006). Pengujian Intensitas Pencoklatan
dilakukan untuk mengetahui tingkat perubahan warna yang terjadi setelah
pemanasan susu dan ditunjukkan dengan melihat perubahan susu menggunakan alat
spektrofotometer (Nielsen, 2003).

Perubahan pH dapat dipengaruhi oleh adanya aktivitas bakteri yang


terkandung dalam susu selain oleh faktor pemanasan. Adanya asam laktat karena
aktivitas bakteri mengubah laktosa menjadi asam laktat dan menyebabkan
penurunan pH susu (Erlina dan Zuraida, 2008). Perubahan Intensitas Pencoklatan
juga dipengaruhi oleh adanya aktivitas bakteri pada susu yang berpangaruh pada
penurunan gula susu berupa laktosa dan denaturasi protein yang menghasilkan
produk metabolik berupa gas, alkohol dan asam-asam organik yang menyebabkan
susu menjadi berflavor dan beraroma masam (Ali, 2003). Komponen laktosa yang
termasuk gula susu dan protein yang termasuk ke dalamnya adalah asam amino
maka dapat mempengaruhi seberapa besar perubahan Intensitas Pencoklatan
melalui reaksi Maillard. Warna coklat merupakan hasil akhir dari reaksi aldehid-
aldehid aktif terpolimerisasi dengan gugus amino yang membentuk senyawa coklat
yang disebut melanoidin (Muchtadi, 2010).

8
2.6 Tanda-tanda Kerusakan Pangan
Suatu bahan rusak bila menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati
batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang
biasa digunakan. Penyimpangan dari keadaan semula tersebut meliputi beberapa
hal, diantaranya :

➢ Konsistensi

➢ Tekstur

➢ Memar

➢ Berlendir

➢ Bau busuk

➢ Gosong

➢ Ketengikan

2.7 Jenis-jenis Kerusakan Pangan

Bila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi


menjadi beberapa jenis, yaitu:

2.7.1. Kerusakan Mikrobiologis

Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan


mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan.
Kerusakan ini sangat merugikan dan kadang-kadang berbahaya bagi kesehatan
karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat.
Bahan yang telah rusak oleh mikroba juga dapat menjadi sumber kontaminasi yang
berbahaya bagi bahan lain yang masih sehat atau segar. Penyebab kerusakan
mikrobiologis adalah bermacam-macam mikroba seperti kapang, khamir dan
bakteri. Cara perusakannya dengan menghidrolisa atau mendegradasi
makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih
kecil.

9
2.7.2 Kerusakan Mekanis

Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis.


Kerusakan ini terjadi pada : benturan antar bahan, waktu dipanen dengan alat,
selama pengangkutan (tertindih atau tertekan) maupun terjatuh, sehingga
mengalami bentuk atau cacat berupa memar, tersobek atau terpotong.

2.7.3. Kerusakan Fisik

Kerusakan fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya


terjadinya “case hardening” karena penyimpanan dalam gudang basah
menyebabkan bahan seperti tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi
pengerasan atau membatu. Dalam pendinginan terjadi kerusakan dingin (chilling
injuries) atau kerusakan beku (freezing injuries) dan “freezer burn” pada bahan
yang dibekukan. Sel-sel tenunan pada suhu pembekuan akan menjadi kristal es dan
menyerap air dari sel sekitarnya. Akibat dehidrasi ini, ikatan sulfihidril (–SH) dari
protein akan berubah menjadi ikatan disulfida (–S–S–), sehingga fungsi protein
secara fisiologis hilang, fungsi enzim juga hilang, sehingga metabolisme berhenti
dan sel rusak kemudian membusuk. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi
bersama-sama dengan bentuk kerusakan lainnya.

2.7.4. Kerusakan Biologis

Yang dimaksud dengan kerusakan biologis yaitu kerusakan yang disebabkan


karena kerusakan fisiologis, serangga dan binatang pengerat (rodentia). Kerusakan
fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme
dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat didalam bahan itu sendiri secara
alami sehingga terjadi autolisis dan berakhir dengan kerusakan serta pembusukan.
Contohnya daging akan membusuk oleh proses autolisis, karena itu daging mudah
rusak dan busuk bila disimpan pada suhu kamar. Keadaan serupa juga dialami pada
beberapa buah-buahan.

2.7.5. Kerusakan Kimia

Kerusakan kimia dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya : “coating”


atau enamel, yaitu terjadinya noda hitam FeS pada makanan kaleng karena
terjadinya reaksi lapisan dalam kaleng dengan H–S– yang diproduksi oleh makanan
tersebut. Adanya perubahan pH menyebabkan suatu jenis pigmen mengalami
10
perubahan warna, demikian pula protein akan mengalami denaturasi dan
penggumpalan. Reaksi browning dapat terjadi secara enzimatis maupun non-
enzimatis. Browning non-enzimatis merupakan kerusakan kimia yang mana dapat
menimbulkan warna coklat yang tidak diinginkan

2.8 Faktor Utama Penyebab Kerusakan Pangan

Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan faktor-faktor berikut :


pertumbuhan dan aktifitas mikroba; aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan;
serangga parasit dan tikus; suhu (pemanasan dan pendinginan); kadar air; udara
(oksigen); sinar; waktu.

11
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Susu
Susu adalah hasil sekresi yang mencakup kolostrum yang didapat dari
proses pemerasan binatang sapi yang sehat. Susu dapat diproduksi secara utuh
maupun memisahkan bagian lemaknya, merekonstruksi konsentrasinya, atau
membuatnya menjadi bubuk. Kuantitas kandungan air pada susu menentukan
rekonstruksi konsentrasi untuk membuatnya menjadi kering (Vaclavik VA &
Christian EW 2008). SNI 1998 mendefinisikan susu sebagai cairan yang berasal
dari sapi sehat dan bersih yang diperoleh dari pemerahan yang benar dimana
kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum
mendapat perlakuan serta hanya boleh diproses dengan pendinginan tanpa
mempengaruhi kemurniannya.

3.1.1 Sifat Fisik dan Komposisi Susu


Susu merupakan cairan yang berwarna putih dan bersifat
opaque (tidak tembus pandang), kadang agak kekuningan, selain itu
memiliki rasa agak sedikit manis, bau yang khas, dan
berkonsistensi homogen atau tidak bergumpal (Spreer 1998). Susu
adalah emulsi lemak dalam air dengan pH 6.5-6.6, berat jenis
1,027-1,035 pada suhu ± 27°C, memiliki titik didih ± 100, 17°C,
titik beku -0,5 sampai -0,61°C, dan kekentalan 1,005 centipoise
secara kimia (Muchtadi dan Sugiyono 1992 dalam Hidayat NS
2008).

Susu memiliki komponen antara lain (Spreer 1998 dalam


Sirindon M 2008):

1. Komponen alami, meliputi :

– Komponen mayor terdiri dari air lemak, protein, dan


laktosa.

– Komponen minor terdiri dari garam, asam sitrat, enzim,


vitamin, gas, dan fosfolipid.

12
2. Komponen asing meliputi benda asing, antibiotik,
herbisida, insektisida, non-original water, zat atau residu
desinfektan, dan mikroba.

Komponen susu antara lain : bahan kering (13%) yang


terdiri dari lemak (4%), protein (3.4%), laktosa (4.8%), air (85% –
90%) dan abu (0.7%) (Spreer 1998 dalam Sirindon M 2008).
Komposisi susu pada dasarnya sangat bervariasi tergantung dari
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi jalannya fisiologis sapi,
misalnya faktor keturunan, makanan, iklim, suhu, waktu laktasi,
dan prosedur pemerahan (Muctadi dan Sugiyono 1992 dalam
Hidayat NS 2008).

Secara umum sel-sel di dalam susu yang normal


mengandung sel sebanyak 0-200.000 sel/ml. Sel-sel tersebut terdiri
dari sel mononuklear besar (65-70%), netrofil (0-8%), limfosit
(5%) dan kadang-kadang monosit (Subronto 2003 dalam Hidayat
NS 2008).

13
3.1.2 Faktor Penyebab Kerusakan Susu
Susu merupakan bahan pangan asal hewan yang tidak tahan
lama disimpan dan mudah rusak (pershable food) serta merupakan
bahan pangan berpotensial mengandung bahaya (potentially
hazardous food). Menurut Winarno FG (2004), kerusakan bahan
pangan seperti susu dapat berlangsung dengan cepat. Kerusakan
pada susu dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi, dan
kapang. Beberapa mikroba dapat membentuk lendir, gas, busa,
warna yang menyimpang, asam, racun dan lain-lain
2. Aktivitas enzim-enzim di dalam susu. Enzim yang terdapat
pada susu tersebut dapat berasal dari mikroba atau sudah ada
pada bahan pangan tersebut secara normal. Adanya enzim
memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi kimia labih cepat
tergantung dari jenis enzim yang ada, selain itu juga dapat
mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi
susu.
3. Suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan. Pemanasan
dengan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan
protein (denaturasi), emulsi lemak, dan vitamin, sedangkan
susu yang dibekukan akan menyebabkan pecahnya emulsi dan
lemaknya akan terpisah. Pembekuan juga dapat menyebabkan
kerusakan protein susu dan menyebabkan penggumpalan.
4. Kadar air. Kadar air sangat berpengaruh pada daya simpan
susu karena air inilah yang membantu pertumbuhan mikroba.
5. Udara terutama oksigen. Oksigen dapat merusak vitamin,
warna susu, cita rasa serta merupakan pemicu pertumbuhan
mikroba aerobik. Susu yang mengandung lamak dapat
menyebabkan ketengikan karena proses lipoksidase.
6. Sinar matahari. Susu yang terkena sinar matahari secara
langsung dapat berubah cita rasanya serta terjadi oksidasi
lemak dan perubahan protein

14
7. Jangka waktu penyimpanan. Umumnya waktu penyimpanan
susu yang lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih
besar.

15
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.1.1 Susu adalah hasil sekresi yang mencakup kolostrum yang didapat dari
proses pemerasan binatang sapi yang sehat. Susu dapat diproduksi secara
utuh maupun memisahkan bagian lemaknya, merekonstruksi
konsentrasinya, atau membuatnya menjadi bubuk.
4.1.2 Susu merupakan cairan yang berwarna putih dan bersifat opaque (tidak
tembus pandang), kadang agak kekuningan, selain itu memiliki rasa agak
sedikit manis, bau yang khas, dan berkonsistensi homogen atau tidak
bergumpal (Spreer 1998). Susu adalah emulsi lemak dalam air dengan pH
6.5-6.6, berat jenis 1,027-1,035 pada suhu ± 27°C, memiliki titik didih ±
100, 17°C, titik beku -0,5 sampai -0,61°C, dan kekentalan 1,005 centipoise
secara kimia.
4.1.3 Faktor penyebab kerusakan susu adalah aktivitas enzim, pertumbuhan dan
aktivitas mikroba, suhu pemanasan dan pendinginan, kadar air, udara,
sinar matahari dan jangka waktu penyimpanan.

4.2 Saran
Sebaiknya kita dalam menyimpan atau mengkonsumsi bahan pangan harus
pandai dan teliti dalam menyimpan maupun mengolah bahan pangan.
Supaya dapat dikonsumsi dan disimpan dengan seharusnya, perlu
mengetahui sifat atau factor apa saja yang dapat mempengaruhi bahan
pangan tersebut terutama susu.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Agus D S; S. Kumalaningsih; A. Febrianto Mulyadi. 2013. Studi Stabilitas


Pengangkutan Susu Segar Pada Suhu Rendah Yang Layak Secara Teknis Dan
Finansial (Kajian Suhu Dan Lama Waktu Pendinginan). Jurnal penelitian.
Jurusan Teknologi Indusri Pertanian Universitas Brawijaya.
2. Arpah. 2001. Penentuan Kedaluwarsa Produk Pangan. Program Studi Ilmu
Pangan, Institut Pertanian Bogor.
3. Ayustaningwarno, F. 2014. Teknologi Pangan; Teori Praktis dan Aplikasi. Graha
ilmu. Yogyakarta. Hal 117.
4. Deman John M. 1997. Kimia Makanan. Penerbit Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
5. Haryadi, P. 2004. Prinsip-prinsip Penetapan dan pendugaan masa kadaluarsa. Di
dalam modul pelatihan pendugaan waktu kadaluarsa (self life) bahan dan produk
pangan. IPB.Bogor.
6. Herawati, H. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Jurnal Litbang
Pertanian, April 2008 : 124 – 130
7. Muchtadi, T.R. et al. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung. Alfabeta.
8. Rohman, Abdul dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta
9. Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
10. Winarno, F.G. dan Jennie. 1982. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara
Pencegahannya. Ghalia Indonesia. Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai