Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGETAHUAN BAHAN PANGAN


“SIFAT FISIK BAHAN PANGAN 3 (TELUR)”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Pengetahuan Bahan
Pangan

Disusun oleh :
Nama : Jihan Martiana
NIM : 4444190026
Kelas : III C
Kelompok : 4 (Empat)

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt
yang telah memberikan rahmat, nikmat dan anugerah-Nya sehingga Laporan
Praktikum Pengetahuan Bahan Pangan dengan judul “Telur” dapat terselesaikan
dengan baik, meski jauh dari kata sempurna.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengetahuan
Bahan Pangan. Dengan terselesainya laporan ini tak lepas dari bantuan serta
dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu, Winda Nurtiani S.TP., M.Si., dan Ibu Nia Ariani P., S.TP., selaku
dosen pembimbing mata kuliah Pengetahuan Bahan Pangan.
2. Saudari Ila Maratush Shalihah selaku asisten Laboratorium yang telah
membimbing dalam penulisan laporan ini.
3. Teman-teman 3C Teknologi Pangan yang juga memberikan saran pada
laporan ini.
Menyadari akan masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan laporan ini,
saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari dosen pembimbing
dan kakak asisten laboratorium mata kuliah kimia pangan, serta teman–teman
sekalian. Terakhir, harapan penulis semoga Laporan Praktikum Pengetahuan
Bahan Pangan ini dapat memberi manfaat kepada semua pembaca, khususnya
bagi penulis.

Serang, November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2
2.1 Telur....................................................................................................... 2
2.2 Pangan ................................................................................................... 3
2.3 Kualitas Telur ........................................................................................ 3
2.4 Struktur Telur ........................................................................................ 4
2.5 Telur Ayam ............................................................................................ 5
2.6 Telur Bebek ........................................................................................... 5
2.7 Telur Puyuh ........................................................................................... 6
2.8 Pengolahan Telur ................................................................................... 7
BAB III METODE PRAKTIKUM ..................................................................... 9
3.1 Waktu dan Tempat................................................................................. 9
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 9
3.3 Cara Kerja .............................................................................................. 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 10
4.1 Data Hasil Pengamatan......................................................................... 10
4.2 Pembahasan .......................................................................................... 12
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 18
5.1 Simpulan ............................................................................................... 18
5.2 Saran ..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Identifikasi Telur ...................................................................................... 8


Tabel 2. Foto Telur Sebelum dan Sesudah Dipecahkan ....................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya hewan tertentu berkembang
biak dengan menghasilkan telur seperti ikan binatang melata dan sebagainya.
Hewan yang dapat menghasilkan telur dari sekian banyak diperoleh yang
dihasilkan oleh beberapa hewan hanya beberapa jenis telur yang diperdagangkan
dan dikonsumsi manusia yaitu telur ayam, bebek, telur puyuh, dan telur ikan.
Yang paling populer adalah telur ayam Sehingga dalam kehidupan sehari-hari
istilah telur diasosiasikan dengan telur ayam. Telur merupakan kumpulan
makanan yang disediakan induk unggas untuk perkembangan embrio menjadi
anak ayam di dalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin habis begitu telur
telah menetas (Rasyaf, 1990). Menurut Sudaryani, (2003) telur mempunyai
kandungan protein tinggi dan mempunyai susunan protein yang lengkap, akan
tetapi lemak yang terkandung di dalamnya juga tinggi.
Sebagai bahan pangan telur mempunyai nilai yang penting karena merupakan
sumber protein dan lemak. Untuk dapat menangani dan memanfaatkan telur
seoptimal mungkin perlu diketahui sifat-sifatnya baik fisik maupun kimia, serta
perubahan-perubahannya selama penyimpanan dari berbagai jenis telur.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengamati sifat fisik berbagai
jenis telur

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telur
Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang memiliki sumber
protein hewani yang memiliki rasa lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi.
Teknik pengolahan telur telah banyak dilakukan untuk meningkatkan daya tahan
serta kesukaan konsumen (Irmansyah dan Kusnadi, 2009). Telur merupakan
produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya
kecukupan gizi masyarakat. Komposisi telur terdiri dari air (72,8–75,6%), protein
(12,8–13,4%) dan lemak (10,5–11,8%). Telur tersusun oleh tiga bagian utama
yaitu kulit telur, bagian cairan bening (albumen), dan bagian cairan yang bewarna
kuning (yolk). Sebutir telur didapatkan gizi yang sempurna karena mengandung
zat–zat gizi yang sangat baik dan mudah dicerna. Oleh karena itu, telur
merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak–anak yang sedang tumbuh
dan memerlukan protein dan mineral dalam jumlah banyak dan juga dianjurkan
diberikan kepada orang yang sedang sakit untuk mempercepat proses
kesembuhannya (Sudaryani, 2003).
Telur utuh terdiri atas beberapa komponen yaitu air 66% dan bahan kering
34% yang tersusun atas protein 12%, lemak 10%, karbohidrat 1% dan abu 11%.
Kuning telur adalah salah satu komponen yang mengandung nutrisi terbanyak
dalam telur. Kuning telur mengandung air sekitar 48% dan lemak 33%. Kuning
telur juga mengandung vitamin, mineral, pigmen, dan kolestrol. Putih telur terdiri
atas protein terutama lisosin yang memiliki kemampuan anti bakteri untuk
membantu mengurangi kerusakan telur (Akoso, 1993).
Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk
perkembangan embrio menjadi anak ayam di dalam suatu wadah. Isi dari telur
akan semakin habis begitu telur telah menetas (Rasyaf, 1990). Menurut
Sudaryani, (2003) telur mempunyai kandungan protein tinggi dan mempunyai
susunan protein yang lengkap, akan tetapi lemak yang terkandung di dalamnya
juga tinggi. Secara umum telur ayam dan telur itik merupakan telur yang paling

2
sering dikonsumsi oleh masyarakat karena mengandung gizi yang melimpah, telur
sangat baik dikonsumsi oleh anak–anak dalam masa pertumbuhan.

2.2 Pangan
Pangan merupakan sesuatu yang hakiki dan menjadi hak setiap warga negara
untuk memperolehnya. Ketersediaan pangan sebaiknya cukup jumlahnya,
bermutu baik, dan harganya terjangkau. Salah satu komponen pangan adalah
karbohidrat yang merupakan sumber utama energi bagi tubuh. Kelompok tanaman
yang menghasilkan karbohidrat disebut tanaman pangan. di Indonesia tanaman
pangan yang digunakan oleh masyarakat masih terbatas pada beberapa jenis yaitu
padi, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Selain sebagai sumber karbohidrat ada
tanaman pangan yang merupakan sumber protein. Jenis tanaman penghasil protein
yang masuk kedalam tanaman pangan antara lain kacang tanah kedelai dan kacang
hijau (Purwono dan Heni, 2007).
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air baik
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
atau pembuatan makanan dan minuman (BPOM, 2016).

2.3 Kualitas Telur


Kualitas telur segar bagian dalam tidak dapat dipertahankan terutama
penyimpanan di suhu kamar. Semakin lama penyimpanan, kualitas dan kesegaran
telur semakin menurun. Penyimpanan telur konsumsi akan mengalami kerusakan
setelah disimpan lebih dari dua minggu. Kerusakan tersebut terjadi karena telur
mengalami evaporasi air dan mengeluarkan CO2 dalam jumlah tertentu sehingga
kesegaran telur semakin menurun pada penyimpanan yang lama. pH telur akan
naik karena kehilangan CO2. Kadar air pada telur akan hilang akibat lama simpan
pada telur dan suhu penyimpanan untuk telur yang akan mempercepat terjadinya
reaksi metabolisme dan pertumbuhan bakteri (Winarno dan Koswara, 2002).

3
Kerusakan telur biasanya ditandai dengan bercampurnya isi telur, yakni albumen
serta yolk telur dan bila dipecah isinya menjadi encer (Haryoto, 1993).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas telur ayam, diantaranya
perbedaan kelas, strain, famili, kandungan zat gizi pakan, penyakit, umur dan
suhu lingkungan. Telur dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik maupun
kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dapat masuk ke
dalam telur melalui pori–pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui air,
udara, maupun kotoran ayam (Sudaryani, 2003).
Tan et al, (2012) menyatakan bahwa kualitas telur dapat berubah karena
adanya perlakuan yang diberikan seperti pemanasan dan penyimpanan.
Pemanasan pada telur dapat dilakukan dengan cara pasteurisasi yakni suatu cara
pemanasan dengan suhu 60oC selama 3,5 menit untuk menghambat pertumbuhan
bakteri patogen yang terdapat pada telur. Siregar et al, (2012) menjelaskan bahwa
kualitas telur dapat menurun terutama selama penyimpanan. Penguapan air akan
terjadi karena adanya penyimpanan telur yang mengakibatkan penurunan berat
pada telur terutama dari putih telur (Romanoff and Romanoff, 1993).

2.4 Struktur Telur


Telur mempunyai cangkang, selaput cangkang, putih telur (albumin) dan
kuning telur (Jacqueline et al, 2000). Cangkang dan putih telur terpisah oleh
selaput membran, kuning telur dan albumin terpisah oleh membran kuning telur.
Rahayu, (2003) menyebutkan bahwa telur banyak dikonsumsi dan diolah menjadi
produk olahan lain karena memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap.
Kandungan protein pada telur terdapat pada putih telur dan kuning telur. King’ori,
(2012) menjelaskan bahwa putih telur merupakan salah satu bagian dari sebuah
telur utuh yang mempunyai persentase sekitar 58-60 % dari berat telur itu dan
mempunyai dua lapisan, yaitu lapisan kental dan lapisan encer. Bell dan Weaver,
(2002) menambahkan bahwa lapisan kental terdiri atas lapisan kental dalam dan
lapisan kental luar dimana lapisan kental dalam hanya 3% dari volume total putih
telur dan lapisan kental putih telur mengandung protein dengan karakteristik gel
yang berhubungan dengan jumlah ovomucin protein.

4
2.5 Telur Ayam
Telur ayam adalah salah satu bahan makanan yang banyak dikonsumsi
sebagai bahan sumber gizi, ramuan obat maupun bahan industri. Telur
mengandung air sekitar 73,6%, protein 12,8%, lemak 11,8%, karbohidrat 1,0%
dan komponen lainnya 0,8%. Struktur fisiknya terdiri atas kerabang telur sekitar
11%, putih telur sekitar 57% dan kuning telur sekitar 32% (Romanoff &
Romanoff, 1993). Putih telur mengandung protein ovalbumin, ovomukoid,
ovomusin, ovokonalbumin, ovoglobulin dan protein antimikroba lisozim yang
memperlambat proses kerusakan. Putih telur tersebut terdiri atas lapisan encer
bagian luar 23,3%, lapisan kental bagian tengah 57,3%, lapisan encer bagian
dalam 16,8% dan lapisan membran kalazifera 2,7% sedangkan kuning telur
mengandung protein ovovitelin dan ovolivetin (Stadelman & Cotterill, 1995).

2.6 Telur Bebek


Telur unggas yang paling banyak dikonsumsi salah satunya adalah telur
bebek. Telur bebek sebagai bahan pangan yang cukup sempurna mengandung zat
gizi tinggi yang mudah dicerna, kaya protein, lemak dan zat-zat lain yang
dibutuhkan tubuh. Kandungan protein dalam telur bebek cukup tinggi, yakni 13,1
gram per 100 gram dibandingkan dengan telur ayam 12,8 gram (Warisno, 2005).
Telur bebek memiliki sifat yang mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi
maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori cangkang
telur (Novia et al, 2011). Telur unggas yang paling banyak dikonsumsi salah
satunya adalah telur bebek. Kandungan gizi telur bebek sangat dipengaruhi oleh
pakan yang dikonsumsi oleh bebek tersebut (Matsura, 2001).
Telur asin adalah telur utuh yang diawetkan dengan adonan yang dibubuhi
garam. Telur memiliki kelemahan yaitu sifatnya mudah rusak, baik kerusakan
alami, kimiawi, maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui
poripori telur. Oleh sebab itu, usaha pengawetan sangat penting untuk
mempertahankan kualitas telur (Margono, 2000). Pengasinan telur merupakan
suatu upaya untuk pengawetan telur yang dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yaitu dengan merendam telur di dalam larutan garam ataupun dengan
membungkus telur dalam adonan garam dan batu bata atau abu gosok/bubuk bata

5
merah. Pengasinan dengan cara perendaman di dalam larutan garam pada
prinsipnya diawali dengan pembuatan larutan garam jenuh dan selanjutnya telur
yang sudah dicuci direndam dalam larutan garam tersebut selama kurang lebih 7
sampai 10 hari. Struktur telur asin ditunjukkan dengan adanya lapisanlapisan pada
telur, sehingga pada telur yang diasinkan, garam akan masuk secara bertahap dari
putih telur ke kuning telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Hasil penelitian
Wulandari et al, (2002) menunjukkan bahwa metode penggaraman dengan
tekanan dapat lebih meningkatkan rasa masir, kekuatan gel, besaran minyak yang
keluar dan memperbesar diameter granula kuning telur. Waktu perendaman yang
paling optimal dengan menggunakan metode tekanan adalah 10 hari dari
perendaman dengan tekanan. Winarno dan Koswara, (2002) mengatakan, bahwa
pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin
dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na + dan Cl-. Selama
pengasinan terjadi perpindahan air dari kuning telur menuju putih telur. Tekstur
masir yang ditimbulkan dari kuning telur berhubungan erat dengan granula yang
terdapat di dalam kuning telur (Wulandari et al, 2002).

2.7 Telur Puyuh


Telur puyuh memiliki bentuk yang kecil dan rasa yang enak sehingga
digemari oleh semua kalanngan (Silva, 2008). Dari kelebihan puyuh tersebut
puyuh sangat tepat untuk dikembangkan dan dijadikan sebagai penghasil telur
agar tercukupinya kebutuhan masyarakat akan telur. Telur puyuh digemari
masyarakat karena rasanya yang enak dan mengandung gizi yang lengkap, yaitu
protein, kalori, lemak, phospor, zat besi, vitamin A, vitamin B, dan vitamin B1
yang berguna bagi tubuh (Silva, 2008). Namun, ada kekhawatiran masyarakat
untuk mengkonsumsi telur puyuh, dikarenakan kadar kolesterol yang cukup
tinggi. Telur puyuh mengandung kolesterol sebesar 16 ± 17 %. Telur puyuh
menjadi salah satu pangan kaya akan sumber energi yang bermanfaat bagi tubuh.
Telur puyuh mengandung protein kasar 13,30%, serat kasar 0,63%, ether extract
11,99%, gross energy 1993 kcal/kg (Thomas et al, 2016). Butir/tahun dan biaya
produksi yang lebih murah. Kandungan protein, kalori, phospor, lemak, vitamin
A, zat besi, vitamin B dan Vitamin B12 telur puyuh lebih baik dibandingkan

6
dengan susu segar sehingga sangat cocok untuk dikonsumsi setiap hari demi
terpenuhinya kebutuhan gizi harian. Telur puyuh dimanfaatkan sebagai sumber
bahan makanan karena memiliki kandungan protein yang tinggi (13,05 g), lebih
tinggi daripada telur ayam (12,58 g). Kolesterol yang terdapat pada telur puyuh
juga lebih besar, yaitu 844 mg/dL, sedangkan telur ayam hanya 423 mg/dL, hal
tersebut membuat sebagian masyarakat merasa ragu untuk mengkonsumsi telur
puyuh (Aviati et al, 2014).

2.8 Pengolahan Telur


Terbentuknya warna orange pada telur bebek disebabkan karena kuning telur
kehilangan air selama proses perendaman dalam larutan garam. Kehilangan air
dari telur menyebabkan perubahan warna pada kuning telur. Konsentrasi garam
menyebabkan kadar air telur menurun sehingga adanya perubahan warna pada
kuning telur. Lai et al dalam Oktaviani et al, (2012) menyebutkan bahwa warna
kuning telur sebelum mengalami proses pengasinan adalah kuning, warna akan
berubah menjadi kuning kecoklatan, cokelat tua, orange atau kuning cerah setelah
melalui proses pengasinan. Dengan demikian pengasinan menyebabkan kadar air
telur menurun sehingga warna orange pada kuning telur semakin pekat.
Kadar air mempengaruhi konsentrasi pigmen, sedangkan lemak bebas
mempengaruhi keluarnya pigmen. Kuning telur merupakan suatu emulsi lemak
dalam air dengan kandungan bahan kering sekitar 50% yang terdiri dari 2/3 lemak
dan 1/3 protein (Oktaviani et al, 2012). Nursiwi et al, (2013) menjelaskan bahwa
kenampakan pada kuning telur asin berminyak dengan warna yang sangat orange
berhubungan dengan hilangnya air dari kuning telur dan digantikannya oleh
garam. Butir-butir garam dalam kuning telur berikatan dengan lipoprotein
sehingga ikatan lipoprotein rusak dan lemak keluar. Kandungan gizi yang
terkandung didalam telur yaitu air, protein, lemak, karbohidrat, serta beberapa
vitamin dan mineral. Telur asin merupakan telur hasil olahan yang melibatkan
proses pengasinan dan pemanasan. Proses tersebut akan mempengaruhi nilai gizi
dari telur yang dihasilkan.
Telur mengandung komponen utama yang terdiri atas 74% air, 13% protein,
12% lemak, 1% karbohidrat, vitamin dan mineral. Telur akan lebih bermanfaat

7
bila direbus setengah matang daripada direbus matang atau dimakan mentah.
Telur yang digoreng juga kurang baik, karena protein telur mengalami
denaturasi/rusak, sehingga mutu protein akan menurun (Winarno dan Koswara,
2002). Protein yang terdenaturasi akan larut dalam larutan garam dan asam encer,
juga lebih mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut
asam dan basa dibandingkan protein serabut. Senyawa kimia seperti garam dan
urea dapat memecah ikatan hidrogen yang akhirnya menyebabkan denaturasi
protein (Winarno, 1997).

8
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Telur ini dilakukan pada hari Senin, 9 November 2020 pukul
15:30 – selesai.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan yaitu piring, sendok, dan pisau. Sedangkan
bahan yang dibutuhkan yaitu telur ayam, telur bebek, telur puyuh.

3.3 Prosedur Kerja


Adapun cara kerja yang digunakan untuk menunjang praktikum kali ini yaitu:
Sifat fisik telur meliputi warna kulit, ukuran, dan bentuk
tersebut diamati

Telur tersebut dipecahkan, kemudian diamati


warna kuning dan putih telurnya.

Hasil pengamatan tersebut


dicatat pada tabel 1

Gambar ditempelkan
pada tabel 2

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan


Berikut ini tabel hasil pengamatan praktikum yang berjudul “Telur”
Tabel 1. Identifikasi telur
Kelompok Jenis telur Warna Ukuran Bentuk
1 Cokelat 13,8 cm Oval bulat
Telur Ayam
2 Coklat 16 cm Oval bulat
3 Biru muda 14 cm Oval bulat
Telur Bebek
4 Biru muda 15 cm Oval bulat
Putih sedikit
5 9,5 cm Oval bulat
bercak hitam
Telur Puyuh Putih
6 kecoklatan 8,1 cm Oval bulat
bercak hitam

Tabel 2. Foto telur sebelum dan sesudah dipecahkan


Gambar Telur Yang Telah
Jenis Telur Gambar Telur Utuh
Dipecah

Telur Ayam

10
Telur Bebek

Telur Puyuh

11
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap karakteristik fisik pada
beberapa jenis telur yaitu telur ayam, telur bebek, dan telur puyuh. Parameter
karakteristik fisik pada telur diantaranya yaitu warna, bentuk, dan ukuran. Pada
tabel 1 diketahui bahwa pada telur ayam memiliki warna cokelat, ukuran 13,8 cm
dan 16 cm, dan berbentuk oval bulat. Pada telur bebek diketahui memilki warna
biru muda, berukuran 14 cm dan 15 cm serta berbentuk oval bulat. Sedangkan
pada telur puyuh diketahui berwarna putih dengan sedikit bercak hitam, berukuran
9,5 cm dan 8,1 cm dan serta berbentuk oval bulat.
Warna kulit pada beberapa jenis telur berbeda-beda. Namun perbedaan warna
pada masing-masing telur sama sekali tidak mempengaruhi mutu kualitas telur.
Warna kulit telur yang berbeda-beda dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut
Muchtadi et al, (2011) mengungkapkan bahwa perbedaan warna telur juga
dipengaruhi oleh jenis induk, seperti telur ayam berwarna putih, kuning sampai
kecokelatan, sedangkan telur bebek berwarna biru langit atau berwarna biru telur
asin. Sedangkan pada telur puyuh berwarna bintik-bintik kecokelatan atau
kehijauan. Menurut Listiyowati dan Kinanti, (2009) mengungkapkan bahwa telur
puyuh umumnya berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam,
cokelat, dan biru.
Pada hasil pengamatan diketahui memiliki bentuk telur pada berbagai jenis
telur yaitu memiliki bentuk yang sama. Sedangkan, menurut Muchtadi et al,
(2011) berdasarkan asal hewannya bentuk telur bervariasi mulai dari lonjong
sampai hampir bulat. Berbagai faktor mempengaruhinya adalah faktor keturunan,
umur induk ketika bertelur, dan sifat fisiologis di dalam tubuh induk. Bentuk telur
biasanya dinyatakan dengan indeks perbandingan antara lebar dan panjang dikali
100.
Pada pengamatan telur diketahui memiliki ukuran telur yang berbeda-beda.
Menurut Muchtadi et al, (2011) besar telur bervariasi yang disebabkan oleh jenis
induk, serta hal-hal yang berhubungan dengan fisiologis hewan. Ukuran telur
berhubungan dengan berat. Menurut Wirakusumah, (2005) mengungkapkan
bahwa ukuran telur bebek lebih besar daripada telur ayam lebih berminyak (amis)
dan rasanya lebih kuat. Warna kulitnya khas biru kehijauan. Bebek biasanya

12
bertelur ditempat yang kurang bersih sehingga telur rentan (buku telur).
Sedangkan, telur burung puyuh berukuran kecil, sepertiga dari telur ayam. Warna
kulitnya agak kecokelatan dengan noda-noda hitam. Biasanya diolah dengan cara
direbus untuk salad, sip dan sebagainya.
Menurut Winarno dan Koswara, (2002) telur selama penyimpanan akan
mengalami perubahan kualitas. Perubahan tersebut diantaranya warna kulit agak
keruh dan ada bintik-bintik hitam, adanya penguapan air dan CO2 , pembesaran
ruang udara, penurunan berat jenis, pemecahan protein, perubahan posisi kuning
telur, pengendoran selaput pengikat kuning telur, kenaikan pH putih telur, dan
penurunan kekentalan. Menurut North & Bell, (1990) faktor kualitas telur bagian
luar meliputi bentuk, warna kulit, tekstur permukaan kulit, keutuhan, dan
kebersihan kulit. Faktor kualitas bagian dalam meliputi keadaan rongga udara,
kekentalan putih telur, warna kuning telur, posisi kuning telur, haugh unit (HU)
dan ada tidaknya noda-noda bintik darah.
Pada tabel 2 diketahui bahwa kuning telur pada tiap jenis telur memiliki
warna kuning telur yang berbeda-beda. Pada kuning telur ayam terlihat kuning
muda akan tetapi pada telur ayam yang memiliki omega-3 lebih banyak terlihat
berwarna kuning ke jingga-an. Kemudian pada warna kuning telur bebek terlihat
berwarna sangat orange. Sedangkan pada telur puyuh terlihat kuning telur
berwarna lebih muda dari telur ayam dan telur bebek. Perbedaan warna kuning
telur ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu salah satunya adalah pigmen.
Weng et al, (2000) membuktikan dalam penelitiannya bahwa β-caroten dalam
darah yang sampai ke organ dan uterine endometrium akan mempengaruhi fungsi
organ tersebut. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi warna yolk,
diantaranya adalah nisbah telur dan ransum, dimana laju produksi telur
menyebabkan keragaman warna kuning telur. Menurut Amrullah, (2003) ketika
produksi meningkat, xantofil dalam ransum menyebar ke banyak kuning telur
sehingga warna kuning telur menurun, dan sebaliknya Warna kuning telur
bervariasi disebabkan oleh xanthophyl, strain dan varietas, kandang, kesehatan,
stress, bahan tambahan dan rasio telur per jumlah makanan.

13
Sejalan dengan pendapat Yuwanta, (2007) bahwa tipe dan jumlah pigmen
karotenoid yang dikonsumsi oleh unggas petelur merupakan faktor utama dalam
pigmentasi kuning telur. Diantara karotenoidtersebut adalah xantofil dan lutein
(75% pigmen dari luzerne dan 53% jagung kuning) serta zeaxantin (29% pigmen
jagung). Pakan yang mengandung 20 ppm xantofil/kg pakan sudah cukup untuk
memberikan warna kuning telur 10 roche. Pigmen sintetis seperti ester apo-
karoten dapat digunakan untuk meningkatkan warna kuning telur
Menurut Sahara, (2011) untuk mendapatkan warna kuning telur yang bagus
dan disukai oleh konsumen memerlukan tambahan pigmen penguning kedalam
pakan karena hewan tidak bisa mensintesis pigmen dalam tubuhnya sehingga
harus didapatkan dari pakan. Pigmen sintetis yang biasa dipakai oleh perusahaan
komersil bukanlah nutrien yang murah sehingga tidak efisien kalau diterapkan
untuk peternakan skala menengah ke bawah. Pencampuran pigmen alami asal
tumbuhan atau hewan ke dalam pakan ternak merupakan pilihan yang tepat. yang
menyatakan bahwa astaxanthin merupakan suatu pigmen merah yang terdapat
secara alamiah pada berbagai jenis makhluk hidup. Pigmen pemberi warna kuning
telur yang ada dalam ransum secara fisiologi akan diserap oleh organ pencernaan
usus halus dan diedarkan ke organ target yang membutuhkan.
Selain itu, pada praktikum ini kandungan gizi dan atau kandungan kimia pada
masing-masing telur juga berbeda-beda. Menurut Muchtadi et al, (2011) terdapat
komposisi kimia pada berbagai jenis telur yaitu pada telur ayam memiliki kadar
air 73,7%, protein 12,9%, lemak 11,5%, karbohidrat 0,9% dan kadar abu 1%.
Sedangkan pada telur itik memiliki komposisi kimia diantaranya yaitu memiliki
kadar air 70,4%, protein 13,3%, lemak 14,5%, karbohidrat 0,7% dan kadar abu
1,1%. Sedangkan pada telur puyuh diketahui memiliki komposisi kimia dengan
kadar air sebanyak 73,7%, protein 13,1%, lemak 11,1%, karbohidrat 1,0%, dan
kadar abu 1,1%.
Telur akan memiliki perbedaan kandungan gizi dan kandungan kimia
mengakibatkan perbedaan karakteristik setelah dilakukan proses pengolahan.
Setelah melakukan proses pengolahan seperti menggoreng, merebus, memngukus,
proses pengasinan pada telur asin akan berpengaruh pada kandungan gizi dan atau
kandungan kimia pada telur. Menurut Winarno dan Koswara, (2002) telur akan

14
lebih bermanfaat bila direbus setengah matang daripada direbus matang atau
dimakan mentah. Telur yang digoreng juga kurang baik, karena protein telur
mengalami denaturasi/rusak, sehingga mutu protein akan menurun. Menurut
Winarno, (1997) mengungkapkan bahwa protein yang terdenaturasi akan larut
dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah di bawah
pengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut asam dan basa dibandingkan protein
serabut. Senyawa kimia seperti garam dan urea dapat memecah ikatan hidrogen
yang akhirnya menyebabkan denaturasi protein
Pada perlakuan pasteurisasi terhadap telur dapat diketahui bahwa akan
mempengaruhi sifat protein telur sehingga terjadi perubahan struktur protein
selama pasteurisasi. Pada penelitian Tan et al, (2012) menunjukkan bahwa
dibandingkan dengan telur yang tidak dipasteurisasi, telur yang dipasteurisasi
memiliki daya emulsi dan busa yang lemah, tetapi memiliki kemampuan gel yang
tinggi. Hal ini karena adanya perubahan struktur protein selama pasteurisasi.
Siregar et al, (2012) menjelaskan pada protein putih telur telah terjadi perubahan
emulsi, lapisan dalam bersifat hidrofobik berbalik keluar (interaksi hidrophobik),
sehingga banyak air yang tidak terikat lagi oleh protein. Nilai pH pada penelitian
semakin meningkat menjadi basa (diatas 7) selama penyimpanan, emulsi yang
dihasilkan tidak tinggi.
Anief, (2000) menyatakan bahwa putih telur merupakan salah satu emulsi
alam selain minyak yang biasa digunakan. Mengetahui sifat emulsi misalnya
mayones, pengemulsi yang digunakan adalah kuning telur, dalam penelitian ini
digunakan putih telur sebagai zat pengemulsi. Putih telur adalah protein yang
bersifat sebagai zat pengemulsi dengan kekuatan biasa, sedangkan kuning telur
adalah zat pengemulsi yang kuat. Menurut Stadelman dan Coterill, (1995)
mengungkapkan bahwa pemanasan menyebabkan perubahan komponen telur dari
cair (sol) menjadi semi padat (gel) yang disebut dengan koagulasi. Menurut
Fardiaz, (1992 koagulasi terjadi akibat pengurangan kadar air pada telur asin,
karena bagian cair pada telur bebek mentah terdiri atas putih dan kuning telur
setelah perebusan menjadi semi padat, sehingga pengujian terhadap kadar air dari
padatan telur asin, menghasilkan jumlah yang lebih rendah dibandingkan pada
telur bebek mentah sebagai bahan bakunya. Komponen putih dan kuning telur

15
pada telur bebek mentah masih dalam keadaan cair. Air bebas yang telah terikat
tidak mampu digunakan oleh mikroorganisme. Sehingga telur asin secara umum
akan mempunyai masa simpan yang lebih lama pada suhu ruang dibandingkan
telur bebek mentah.
Pada proses pengasinan dapat berpengaruh terhadap kandungan kimia pada
telur. Menurut Winarno dan Koswara, (2002) mengatakan bahwa pengasinan
merupakan proses penetrasi garam kedalam bahan yang diasin dengan cara difusi
setelah garam mengion menjadi Na + dan Cl-. Penambahan garam dalam jumlah
tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal
ini disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis
sel mikroba yaitu sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel dan
plasmolisis sel terhadap CO2.
Garam (NaCl) akan masuk ke dalam telur dengan cara merembes melalui
pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur. NaCl mula-
mula akan diubah menjadi ion natrium (Na +) dan ion chlor (Cl-). Ion chlor inilah
yang sebenarnya berfungsi sebagai bahan pengawet, dengan menghambat
pertumbuhan mikroba pada telur. Peningkatan kadar abu tersebut terjadi karena
adanya penambahan garam pada saat proses pengasinan yang menyebabkan ion
Na+ (Natrium) dan ion Cl- (klor) masuk kedalam telur dan menambah jumlah
mineral yang ada didalam telur asin tersebut. Menurut Richard, (1997),
kandungan mineral telur antara lain kalsium, fosfor, natrium, klor, magnesium,
mangan, besi, tembaga, seng, iodium, dan selenium. Sedangkan pada telur bebek
mentah dan telur bebek rebus, kadar abu yang dihasilkan lebih rendah disebabkan
tidak adanya penambahan garam sehingga jumlah mineral yang ada didalam telur
tersebut tidak bertambah atau meningkat.
Menurut Matsura, (2001) faktor yang dapat mempengaruhi kadar lemak telur
diantaranya adalah modifikasi komposisi pakan yang diberikan. Hal ini
disebabkan adanya proses pengasinan yaitu penambahan garam sehingga kadar
lemak pada telur mentah asin meningkat. Proses pengasinan menurut Lai et al,
(1997) dapat menyebabkan kenaikan nilai kadar lemak dengan mekanisme bahwa
selama pengasinan Low Density Lipoprotein (LDL) yang merupakan mayoritas
lemak dalam kuning telur bereaksi dengan garam. Hal ini mengakibatkan struktur

16
LDL menjadi rusak kemudian lemak yang dikandungnya menjadi bebas dan
muncul ke permukaan. Oleh sebab itu, kadar lemak yang diperoleh pada telur
bebek mentah asin lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemak pada telur
bebek mentah. Menurut Chi dan Tseng, (1998) menyatakan bahwa selama
pengasinan juga terjadi perpindahan air dari kuning telur menuju putih telur.
Selain itu, proses pengasinan bukan hanya berpengaruh pada kandungan kimia
telur saja akan tetapi berpengaruh pada karakteristik warna kuning telur. Menurut
Lai et al, (1999) mengungkapkan bahwa warna kuning telur sebelum diasin
adalah kuning, warna akan berubah menjadi kuning kecokelatan, cokelat tua,
orange, atau kuning cerah setelah melalui proses pengasinan.

17
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Terdapat perbedaan karakteristik pada berbagai jenis telur yaitu telur ayam,
telur bebek, dan telur puyuh. Parameter karakteristik fisik pada telur diantaranya
yaitu warna, bentuk, dan ukuran. Pada tabel 1 diketahui bahwa pada telur ayam
memiliki warna cokelat, ukuran 13,8 cm dan 16 cm, dan berbentuk oval bulat.
Pada telur bebek diketahui memilki warna biru muda, berukuran 14 cm dan 15 cm
serta berbentuk oval bulat. Sedangkan pada telur puyuh diketahui berwarna putih
dengan sedikit bercak hitam, berukuran 9,5 cm dan 8,1 cm dan serta berbentuk
oval bulat.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat membantu yaitu lebih serius dan semangat lagi
meskipun praktikum dilaksanakan secara online. Dibutuhkan penanganan atau
perlakuan pada telur untuk menjaga kualitas telur dengan menggunakan beberapa
cara serta memilih cara atau metode yang dipilih pada jenis telur yang berbeda.
Menggunakan cara pengolahan yang tepat pada telur agar kandungan gizi dan
kimia pada telur tetap terjaga.

18
DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T. 1993. Manual Kesehatan Unggas : Pandungan Bagi Petugas Teknis,


Penyuluh Dan Peternak. Yogyakarta: Kanisius.
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Bogor: Lembaga Satu Gunung Budi.
Anief. 2000. Ilmu Meracik Obat, Teori Dan Praktek. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Aviati, V., Mardiati S. M., dan Saraswati T. R. 2014. Kadar Kolesterol Telur
Puyuh Setelah Pemberian Tepung Kunyit Dalam Pakan. Buletin Anatomi dan
Fisiologi. 22 (1): 58-64.
Bell, D. and Weaver. 2002. Commercial chicken meat and Egg. United States of
America: Kluwer Academic Publishers.
[BPOM] Badan Pengawas Obat Dan Makanan. 2016. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016.
Tentang Kategori Pangan. Jakarta: Badan Pengawas Obat Dan Makanan.
Buckle, K. A, R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wooton. 2007. Food science.
Australia: International Development Program of Australian University and
Colleges.
Chi, S.P & K. H Tseng. 1998. Physicochemical Properties of Salted Pickled Yolks
from Duck and Chicken Eggs. Jou. of Food Sciense. 63 (1) : 27-30.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Haryoto. 1993. Pengawetan Telur Segar. Jakarta: Penebar Swadaya.
Irmansyah, J dan Kusnadi. 2009. Sifat listrik telur ayam kampung selama
penyimpanan. Media Peternakan. 32 (1) : 22-30.
Jacqueline, P. Y., R. Miles and M. F. Ben. 2000. Kualitas telur. Jasa Ekstensi
Koperasi, Gainesville: Lembaga Ilmu Pangan dan Pertanian Universitas
Florida.
King’ori, AM. 2012. Uses of poultry egg: Egg albumen and egg yolk. J. Poultry.
Sci. 5 (2): 9-13.
Lai, K. M., S.P Chi & W.C Ko. 1999. Changes in Yolk of Duck Eggs During Long
Term Brining. Jou. Agric. of Food Chem. 47 (2): 733-736.

19
Lai, KM., SP Chi., & WC Ko. 1997. Effect of NaCl Penetration Rate on The
Granulation and Oil-off of The Yolk of Salted Duck Egg. Jou. Food Sci.
Technol. Int Tokyo. 3 : 269- 273.
Listiyowati, E & Kinanti. 2009. Beternak Puyuh Secara Komersial. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Margono. 2000. Pengawetan Telur Asin dalam Kualitas Produksi Telur. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Matsura, H. 2001. Saponins in Garlic as Modifiers of The Risk of Cardiovascular
Disease. Jou. Nutr. 131 (3): 1000-1005.
Muchtadi, R. Tien., Sugiyono., Dan Fitriyono A. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Bandung: Alfabeta.
North, O. M. & D.D. Bell. 1990. Comercial Chicken Production. 4th Ed.
Conneticut: Van Nostrand Reinhold.
Novia, D., S. Melia dan N. Z. Ayuza. 2011. Kajian Suhu Pengovenan Terhadap
Kadar Protein dan Nilai Organoleptik Telur Asin. Jurnal Peternakan. 8 (2):
70-76.
Nursiwi, A., P. Darmadji dan S. Kanoni. 2013. Pengaruh Penambahan Asap Cair
Terhadap Sifat Kimia dan Sensoris Telur Asin Rasa Asap. Jurnal Teknologi
Hasil Pertanian. 6 (2): 82-89.
Oktaviani, H., N. Kaniada dan N. R. Utami. 2012. Pengaruh Pengasinan Terhadap
Kandungan Zat Gizi Telur Bebek Yang Diberi Limbah Udang. Jurnal Unnes
of life Sciense. 1 (2): 106-112.
Purwono dan Heni Purnamawati. 2007. Budidaya 8 jenis Tanaman Pangan
Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rahayu, I. 2003. Karakteristik fisik, komposisi kimia dan uji organoleptik Ayam
Merawang dengan pemberian pakan bersuplemen omega 3. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan. 14 (3): 199-205.
Rasyaf. 1990. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya.
Richard, M. P. 1997. Trace Mineral Metabolism in Avian Embryo. Poultry Sci. 76
(1): 152-164.
Rizal, B., A. Hintono., dan Nurwantoro. 2012. Pertumbuhan Mikroba Pada Telur
Pasca Pasteurisasi. Anim Agri J. 1 (2): 208- 218.

20
Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff. 1993. The Avian Egg. New York: Jhon
Wiley and Sons.
Sahara, E. 2011. Penggunaan kepala udang sebagai sumber pigmen dan kitin
dalam pakan ternak. Jurnal Agribisnis Dan Industri Peternakan. (1) 1: 31-35.
Silva, W. A. 2008. Kuning Telur Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)
Diperkaya Dengan Asam Lemak Omega 3. J. Food Sci and Tech. 42 (3): 660-
663
Siregar, R. F., A. Hintono dan S Mulyani. 2012. Perubahan Sifat Fungsional Telur
Ayam Ras Pasca Pasteurisasi. Anima Agri J. 1(1): 521 – 528.
Stadelman, W. J & O. J Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. New York:
The AVI Publishing, Inc.
Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tan, T. C., K. Kanyarat and M. E. Azhar. 2012. Evaluation of functional
properties of egg white obtained from pasteurized shell egg as ingredient in
angel food cake. International Food Research Journal. 19 (1): 303- 308.
Thomas, K.S., P.N.R. Jagatheesan., T.L. Reetha dan D. Rajendran. 2016. Nutrient
composition of Japanese quails egg. Inter. J. Scie, Envirom. And Tech. 5(3):
1293-1295.
Warisno. 2005. Membuat Telur Asin aneka Rasa. Jakarta: Agromedia.
Weng, B.C., Chew B.P., Wong T.S., Park J.S., Kim H.W & Lepinet A.J. 2000.
Βcarotene Uptake And Changes In Ovarian Steroids And Uterine Proteins
During The Estrous Cycle In The Canine. J. Anim. Sci. (78):1284–1290.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Utama.
Winarno, F.G. & S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan, dan
Pengolahannya. Bogor: M. Brio Press.
Wirakusumah, S. E. 2005. Menikmati Telur Bergizi, Lezat, dan Ekonomis.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wulandari, Z., Y Haryadi., & P Hardjosworo. 2002. Sifat Organoleptik dan
Karakteristik Mutu Telur Itik Asin Hasil Penggaraman dengan Tekanan.
Media Peternakan. 25 (2): 7-13.
Yuwanta, T. 2007. Telur dan Produksi Telur. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada Press.

21
Yuwanta, T. 2010. Telur dan kualitas telur. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

22
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengukuran Gambar 2. Hasil Gambar 3. Pengamatan


Telur Bebek Kelompok Pengukuran Telur Bebek Telur Bebek Kelompok 4
4 Kelompok 4

Gambar 5. Pengukuran Gambar 6. Hasil


Gambar 4. Pengamatan Diameter Telur Ayam Pengukuran Diameter
Telur Ayam Kelompok Kelompok 2 Telur Ayam Kelompok 2
2

Gambar 7. Pengamatan Gambar 8. Pengukuran Gambar 9. Hasil


Telur Puyuh Kelompok Diameter Telur Puyuh Pengukuran Diameter
5 Kelompok 5 Telur Puyuh Kelompok 5
Gambar 11. Pengukuran Gambar 12. Hasil
Gambar 10.
Diameter Telur Puyuh Pengukuran Diameter
Pengamatan Telur
Kelompok 6 Telur Puyuh Kelompok 6
Puyuh Kelompok 6

Gambar 14. Hasil


Pengukuran Telur Ayam
Kelompok 1
Gambar 13. Gambar 15. Proses
Pengamatan Telur Pengukuran Telur Ayam
Ayam Kelompok 1 Kelompok 1

Gambar 17. Hasil


Gambar 16. Proses
Pengukuran Telur Bebek Gambar 18. Pengamatan
Pengukuran Telur
Kelompok 3 Telur Bebek Kelompok 3
Bebek Kelompok 3

Anda mungkin juga menyukai