Anda di halaman 1dari 66

MODUL

ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Oleh:
Dr. Sad Likah, S.Pt.,MP

POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MALANG


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah Swt karena atas
limpahan kesehatan dan RahmatNya lah penulisan modul ini dapat saya selesaikan.
Modul ini merupakan revisi dari modul “Nutrisi dan Makanan Ternak” yang telah
ada dan terus dilakukan pembaharuan-pembaharuan sesuai dengan kurikulum yang
berlaku sekarang dan perkembangan ilmu Pakan Ternak.
Modul ini berisi pendahulan yang membahas peran Ilmu Nutrisi dalam
peningkatan produktivitas ternak dan pembagunan sub sector peternakan, serta
kedudukannya bersama ilmu-ilmu yang lain. Bab II. Pengetahuan Bahan Pakan
Ternak, Bab III. Berisi tentang Sistem Pencernaan diikuti Zat Makanan dan Analisis
Proksimat, Uji Kualitas Pakan, sampai kepada Penyusunan Ransum untuk Unggas
dan Teknologi dalam Pakan Unggas.
Tentu saja modul ini masih jauh dari sempurna dan masih terus perlu
dilalakukan perbaikan mengikuti perkembangan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
yang terus berkembang dan proses pembelajaran yang terus berkembang pula.

Malang, Oktober 2020


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................4
BAB II PENGERTIAN ILMU NUTRISI DAN RUANG LINGKUPNYA .............................5
BAB III ZAT MAKANAN DAN ANALISIS PROKSIMAT.....................................................9
BAB IV SISTEM PENCERNAAN ZAT MAKANAN.............................................................20
A. Sistem Pencernaan Ternak Non-ruminansia.................................................................21
B. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia........................................................................24
BAB V PENGETAHUAN TENTANG BAHAN PAKAN TERNAK .....................................29
BAB VI FORMULASI RANSUM NON-RUMINANSIA DAN RUMINANSIA...................38
A. Formulasi Pakan Ternak Non-Ruminansia...................................................................39
B. Formulasi Pakan Ternak Ruminansia...........................................................................41
BAB VII PENILAIAN KUALITAS PAKAN ...........................................................................44
A. Penilaian Kualitas Pakan Secara Fisik.............................................................................44
B. Penilaian Kualitas Pakan Secara Kimia...........................................................................45
C. Penilaian Kualitas Pakan Secara Biologis........................................................................46
BAB VIII TEKNOLOGI PAKAN ............................................................................................48
1. Teknik dan Proses Produksi Pakan................................................................................48
2. Jenis Pakan Berdasarkan Bentuknya Pakan.................................................................53
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................59
BAB I
PENDAHULUAN

Dengan meningkatnya pertambahan penduduk di Indonesia dari tahun ke


tahun, maka akan diikuti oleh kebutuhan pangan yang semakin meningkat. Seperti
kebutuhan akan hasil ternak sebagai pemenuhan akan kebutuhan protein hewani.
Dengan demikian harus diimbangi dengan peningkatan produksi maupun
produktifitas ternak.
Pengetahuan tentang bahan makanan ternak, tidak hanya mengenai tentang
bahan atau sumber bahan makanan itu sendiri, namun komponen yang menyusun
bahan makanan tersebut yaitu gizi atau nutrisi yang terkandung didalamnya, karena
yang dibutuhkan oleh ternak adalah zat gizi yang ada didalamnya. Setiap bahan
makanan ternak tidak selalu mengandung komponen nutrisi yang seimbang sesuai
dengan kebutuhan ternak . oleh karena itu dalam menyusun ransum lebih baik terdiri
dari beberapa bahan makanan, sehingga komponen nutrisi yang terkandung didalam
ransum tersebut sesuai dengan kebutuhan ternak.
Umumnya bahan makanan ternak yang mengandung nutrisi tinggi
penggunaanya bersaing dengan kebutuhan manusia, sehinngga biaya produksi akan
lebih mahal, dan ini akan berpengaruh terhadap harga produk, yang pada akhirnya
akan sangat tergantung pada daya beli masyarakat. Oleh karena itu para pakar atau
masyarakat yang berkecimpung dalam dunia peternakan berupaya melalui
perkembangan ilmu dan teknologi mencari alternatif-alternatif dalam penggunaan
bahan makanan ternak yang lebih efisien ditinjau dari segi teknis maupun ekonomis.
Pengetahuan bahan makanan ternak dapat diartikan sebagai salah satu ilmu
yang mempelajari tentang berbagai ragam komponen penyusun ransum yang baik
secara sendiri maupun bersama-sama ditinjau dari kualitas maupun kuantitas yang
dapat diberikan kepada ternak tanpa menggangu kesehatan, sehingga dapat
memberikan manfaat kepada manusia. Kualitas bahan makanan ternak ditentukan
oleh kandungan nutrisi dari bahan tersebut.
Untuk dapat menerapkan ilmu pengetahuan tentang ilmu nutrisi maupun ilmu
makanan ternak tidak dapat dipisahkan dari ilmu-ilmu yang lainnya seperti ilmu
kimia, biokimia, mikrobiologi dan ilmu-ilmu lainnya.
BAB II
PENGERTIAN ILMU NUTRISI DAN RUANG LINGKUPNYA
TIK :
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian ilmu Nutrisi , sejarah ilmu
nutrisi dan manfaat ilmu nutrisi untuk kehidupan ternak.
Pendahuluan
Pengertian dan ruang lingkup ilmu nutrisi memiliki banyak penjelasan dan
penjabaran dari berbagai peneliti, penjelasan dalam bab ini dapat memperdalam
pamahaman tentang apa yang dipelajari dalam ilmu nutrisi tersebut. Dalam bab ini
membahas tentang pengertian dan ruang lingkup dalam ilmu nutrisi. Secara umum
diharapkan diharapkan anda dapat menjelaskan pengertian nutrisi ternak dan ruang
lingkupnya. Secara khusus diharapkan anda dapat:
1. Menjelaskan pengertian nutrisi ternak.
2. Menjelaskan sejarah ilmu nutrisi ternak.
3. Menjelaskan manfaat nutrisi bagi kehidupan ternak.

A. Pengertian Ilmu Nutrisi


Ilmu nutrisi adalah ilmu yang mempelajari pemilihan dan konsumsi makanan
serta pemanfaatan zat makanan untuk mempertahankan kelestarian hidup dan
kebutuhan alat – alat tubuh (pembaharuan sel- sel tubuh yang telah terpakai) dan
dapat memenuhi tujuan – tujuan produksi. Tujuan ilmu nutrisi adalah untuk
mengetahui bagaimanakah kita memberi makan hewan ternak dengan biaya yang
semurah – murahnya sehingga diperoleh untung yang sebesar – besarnya.
Ilmu nutrisi menurut Scott (1976) adalah proses untuk melengkapi sel – sel
dalam tubuh hewan dengan bagian yang berasal dari luar yang telah termasuk dalam
persenyawaan – persenyawaan kimia, yang diperlukan untuk fungsi optimum dari
banyak reaksi – reaksi kimia dalam proses metabolisme, termasuk proses – proses
pertumbuhan, hidup pokok, kerja, produksi dan reproduksi.
Sementara menurut Anggorodi (1987) bahwa ilmu makanan adalah suatu ilmu
yang berhubungan dengan bahan – bahan makanan, ilmu makanan ternak juga
merupakan ilmu pengetahuan yang luas, tidak hanya terbatas pada pengetahuan
tentang bahan – bahan makanan dan zat – zat yang terkandung di dalamnya serta
bagaimana pengaruhnya terhadap kesehatan manusia dan hewan ternak itu sendiri
atausuka tidaknya ternak terhadap makanannya, melainkan juga meliputi atau
berhubungan erat dengan ilmu pengetahuan lainnya.
Penjelasan tersebut memberikan gambaran kepada kita apa saja yang dipelajari
oleh ilmu nutrisi khususnya ilmu makanan ternak. Yang perlu diperhatikan lebih jauh
adalah pengertian tentang zat gizi, nutrisi dan makanan adalah zat –zat yang terdapat
di dalam bahan – bahan makanan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak untuk
proses – proses nutrisi, yaitu proses –proses fisiologis dan kimiawi di dalam tubuh
agar tubuh dapat menyalurkan fungsinya untuk bertahan hidup (maintenance), untuk
tumbuh dan berproduksi. Selain itu dari berbagai penjelasan dapat disimpulkan
bahwa ilmu nutrisi dan makanan ternak mempelajari tentang:
1. Macam – macam bahan makanan dan kandungan zat – zat nutrisinya.
2. Macam – macam zat makanan yang terkandung di dalam bahan – bahan
makanan serta manfaatnya untuk proses – proses nutrisi.
3. Kebutuhan zat – zat makanan diperlukan oleh tubuh ternak untuk hidup pokok,
pertumbuhan dan berreproduksi.
4. Proses – proses reproduksi dalam tubuh ternak.
5. Menyusun ransum yang diberikan untuk ternak agar ternak tetap sehat dan
berreproduksi secara maksimal.

B. Sejarah Ilmu Nutrisi


Pengenalan ilmu nutrisi menurut Tilman, dkk., (1987) bahwa ilmu nutrisi atau
gizi sebagai lapangan penelitian yang berdiri sendiri timbul pada abad ini (abad ke-
20), yang merupakan kelanjutan darizaman pengembangan yang telah dirintis 200
tahun yang lalu (1743-1794).
A.L. Lovoiser merupakan perintis ilmu gizi yang biasanya dijuluki sebagai
“Bapak Ilmu Gizi”, pada penelitiannya dalam tahun 1770-an menghasilkan hasil
penelitian yang menyatakan bahwa panas hewan berasal dari oksidasi zat – zat tubuh.
Dan masih terdapat beberapa hal – hal penting yang dihasilkan oleh penelitian
Lavoiser diantaranya yaitu :
1. Memberikan dasar pengertian bahwa ilmu kimia merupakan alat yang penting
dalam penelitian ilmu makanan atau ilmu nutrisi.
2. Memperbaiki dan meluruskan pemikiran kuno bahwa nilai gizi makanan terdiri
dari zat tunggal.
Pada permulaan abad ke – 20 selain zat – zat makan protein, karbohidrat dan
lemak juga ditemukan zat – zat mineral. Dikemukakan oleh Anggorodi (1987) bahwa
perkembangan yang pesat terjadi selama lima puluh tahun terakhir dengan
ditemukannya vitamin, peranan asam amino dan beberapa mineral esensial lainnya.
Bahkan saat ini diketahui bahwa tubuh memerlukan lebih dariempat puluh macam
zat makanan dibandingkan dengan yang tiga macam yang telah diketahui seabad
yang lalu.
Perkembangan mutakhir dalam penelitian ketika abad itu dalam bidang
makanan yang langsung dipraktekkan dengan ternak dimulai sejak Babcok peneliti
pada pusat Winconsin pada 60 tahun yang lalu yang merintis penelitian melalui
percobaan makanan. Walaupun penelitian Babcok mengalami kegagalan tetapi
idenya sangat penting dan pada akhirnya diteruskan oleh para peneliti lainnya yang
lebih muda. Pada prinsip penelitiannya yaitu dilakukan percobaan dengan
memberikan makanan pada kelompok – kelompok ternak sapi yang berbeda dengan
bahan makanan yang berbeda, yaitu kelompok satu diberikan makanan jagung,
kelompok kedua diberikan makanan oat dan kelompok ketiga diberikan makanan
wheat. Penelitian dilakukan seja sapi berumur 4 bulan lalu diteruskan sampai sapi –
sapi tersebut bunting dan melahirkan.
Hasil penelitian para peneliti penerus Babcok tersebut, yaitu Hart dan Humprey
yang dibantuoleh Mc. Collum menghasilkan penemuan terdapat pengaruh yang
berbeda dari makanan yang berbeda terhadap pertumbuhan, produksi susu dan
bahkan kemampuan dari reproduksi dari sapi – sapi tersebut yang berarti bahwa ada
perbedaan nilai gizi dari bahan – bahan makanan tersebut yang pada waktu itu secara
kimia belum diketahui. Namun penelitian Winconsin tersebut merangsang
perkembangan ilmu makanan ternak dan terus berkembang menghasilkan penemuan
vitamin – vitamin pada tahun 1913.

C. Manfaat Ilmu Nutrisi Bagi Kehidupan Ternak


Seperti yang dijelaskan bahwa zat – zat makanan yang diproses dalam tubuh
ternak dijadikan sebagai kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi.
a) Kebutuhan Hidup Pokok
Kehidupan hidup pokok menurut Cullison dan Robert S. Lowrey, (1987) disebut
dengan istilah maintenance dan diartikan sebagai kebutuhan zat – zat makanan
untuk seekor ternak dalam keadaan sehat dari hari ke hari, yaitu kebutuhan zat – zat
makanan untuk tubuh
b) Kebutuhan Produksi
Kebutuhan zat – zat makanan untuk tujuan produksi disebut kebutuhan untuk
produksi, yaitu zat – zat yang dimanfaatkan untuk proses – proses produksi,
misalnya pertumbuhan , reproduksi, produksi wol, daging, telur atau susu dan
produksi tenaga. Pemberan makanan pada ternak juga tidak cukup hanya untuk
hidup pokok saja, tetapi juga untuk mencapai tingkat produksi setinggi –
tingginya.
BAB III
ZAT MAKANAN DAN ANALISIS PROKSIMAT
TIK :
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang zat makanan pada ilmu Nutrisi , serta
dapat melakukan analisa proksimatnya.

Pendahuluan
Bahan makanan ternak dapat berasal dari tumbuhan, maupun hewan, dan yang
terkandung dalam bahan tersebut adalah zat nutrisi atau zat gizi yang diperlukan oleh
hewan baik untuk hidup pokok maupun untuk produksi. Untuk mengetahui
kandungan zat nutrisi dalam bahan makanan ternak dapat dilakukan dengan analisis
Weende atau analisa Proksimat. Nilai bahan makanan ternak tergantung dari
kandungan zat nutrisi yang terdapat didalamnya. Setiap bahan makanan ternak
umumnya mengandung zat makanan yang dibutuhkan ternak dalam jumlah yang
tidak seimbang, oleh karena itu mendapatkan ransum yang sesuai kebutuhan ternak
tentunya perlu campuran dari beberapa bahan bisa satu macam atau lebih.
Pengertian ilmu nutrisi/ ilmu gizi menurut beberapa pakar antara lain :
a. Ilmu nutrisi atau ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari tentang rangkaian
proses dimana suatu organism mulai mengambil dan menghasilkan pangan
untuk keperluan pertumbuhan sel-sel tubuhnya dan mengganti sel-sel yang
telah rusak dan mati.
b. Ilmu nutrisi atau ilmu gizi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
pemilihan dan konsumsi makanan serta pemanfaatan zat makanan untuk
mempertahankan kelestarian hidup dan keutuhan alat-tubuh (pembaharuan sel-
sel tubuh yang aus atau terpakai) dan ilmu memenuhi tujuan produksi.
c. Ilmu nutrisi atau ilmu gizi adalah ilmu pengetahuan yang menerangkan
hubungan antara organisme (makluk hidup) dengan makanannya melestarikan
tugas makluk hidup.
Yang dimaksud dengan hubungan organism dengan makanan adalah proses :
1. Pengambilan makanan (memakan)
2. Pembebasan dan penggunaan energy yang berasal dari makanan.
3. Metabolisme dan pembentukan bahan-bahan/zat-zat dari zat-zat yang masuk
menjadi bahan pembentuk tubuh
4. Pengeluaran sisa-sisa hasil metabolism dan pencernaan

Ransum
Adalah makanan yang terdiri dari satu macam jenis atau lebih yang diberikan
kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan selama 24 jam.
Ransum terdiri dari:
1. ransum hidup pokok
2. ransum untuk produksi : untuk pertumbuhan, untuk reproduksi dan untuk proses

produksi

1. Karbohidrat
Nutrisi adalah komponen bahan pakan dan dari hasil analisa proksimat
dikelompokan menjadi : 1) air; 2) karbohidrat ; 3) protein ; 4) lemak ; 5) vitamin dan
6) mineral.

Komponen Penyusun bahan makanan

Air
Bahan makanan
Karbohidrat
Protein
Organik Lemak
Vitamin
Bahan kering

An-organik Mineral
Adalah zat organic yang mengandung zat carbon (C), hydrogen (H) dan oksigen
(O) dengan perbandingan yang berbeda-beda.
Karbohidrat banyak terkandung dalam bahan makanan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan seperti golongan rumput-rumputan, biji-bijian dll.
Karbohidrat digolongkan ke dalam :
a. Monosacharida (gula sederhana)
b. Disacharida (dua molekul gula)
c. Trisacharida (Tiga molekul gula sederhana)
d. Polisacharida (banyak molekul gula sederhana)
Fungsi karbohidrat secara umum menurut Tillman, Hartadi, Reksohadiprodjo,
Prawirokusumo dan Labdosoekojo (1986) adalah sbb :
Fungsi pokok dari karbohidrat dalam tubuh hewan adalah menyediakan energy
untuk proses-proses dalam tubuh hewan tersebut. Dimana energy tersebut
digunakan energy untuk proses dalam tubuh juga sebagai :
1. Sebagai sumber energy badan,
2. Sebagai sumber energy lemak badan,
3. Sebagai sumber energy lemak air susu,
4. Sebagai sumber energy gula air susu,
5. Sebagai sumber energy glikogen tubuh,
6. Sebagai sumber energy gula darah
7. Dan bagian-bagian kerangka karbon untuk sintesa protein, serta
monosakarida dalam struktur polisakarida dan asam nukleat tubuh.
Tabel 1. Penggolongan Karbohidrat

Penggolongan Nama Unit Bagian


Monosacharida Analisis
Monosacharida A. Pentose
-Arabinosa
-Deoksiribosa C5H10O5
-Ribosa
-Xilosa
B. Heksosa BETN
-Fruktosa
-Galaktosa C6H12O6
-Glukosa
-Manosa
Disacharida Laktosa Galaktosa
Maltosa & BETN
Sukrosa Glukosa
Glukosa & Glukosa
Glukosa &
Fruktosa
Trisacharida Rafinosa Galaktosa, Glukosa BETN
& Fruktosa
Polisacharida Dekstrin
Glikogen (C6H10O6)n BETN
Gom Pati
Serat kasar
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin Serat kasar
Sumber : Tillman, dkk (1987)

a. Monosacharida :
Monosakarida hanya terdiri dari 1 jenis gula dan sering juga disebut gula
sederhana, dan hanya sedikit terdapat di alam bebas, kebanyakan merupakan
hasil fermentasi dari karbohidrat kompleks. Monosakarida dikelompokan
berdasarkan jumlah atom karbon.
Pentose ; yang termasuk golongan pentose adalah yang mempunyai 5 gugus
Karbon, dan zat-zat tersebut tak ditemukan bebas di alam, seperti Deoksiribose
terdapat dalam semua sel hidup dan merupakan bagian dari RNA dan bagian
dari beberapa enzim dan koenzim.
Heksosa ; mempunyai 6 gugus karbon, glukosa dan fruktosa merupakan gula
heksosa yang terpenting. Glukosa ditemukan dalam darah, dan sebagai gabungan
glikosa dengan gula lain seperti gabungan galaktosa dan glukosa menjadi laktosa
yaitu gula susu. Fruktosa banyak terdapat dalam buah-buahan.
b. Discharida :
Terdiri dari 2 molekul gula sederhana seperti lakosa yaitu gula yang
terkandung dalam air susu yang terdiri dari glukosa dan glaktosa. Sukrosa
mempunyai 1 molekul fruktosa ( terdapat pada gula tebu ), terdiri dari 2 molekul
glukosa.
c. Polisacharida
Terdiri dari banyak molekul-molekul gula sejenis (monosacharida) dan ada
yang terdiri dari monosacharida yang berbeda dan subtansi lain ;
Pati adalah campuran dari 2 polisacharida yang berbeda struktur yaitu
amilosa dan amilopektin. Terdapat pada umumnya pada biji-bijian (sereal) yang
mengandung pati bisa sampai 70 persen. Bila dititrasi dengan yodium akan
memberikan warna biru.
Glikogen adalah pati yang terdapat dalam tubuh hewan dan ditemukan dalam
jaringan tubuh hewan dan jasad renik (mikroorganisme) tertentu. Glikogen
adalah sumber pokok cadangan karbohidratpada hewan dan terdapat dalam hati,
otot dan jaringan lain. Glikogen ini berperan penting dalam metabolisme energy.
Dekstrin adalah hasil intermediate dari hidrolisa pati dan glikogen menjadi
maltosa. Dekstrin adalah produk/hasil transisi yang beberapa di antaranya
berwarna merah dengan titrasi yodium.
Hidrolisa

Pati

Dekstrin Maltosa Glukosa

Glikogen

Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang jumlahnya banyak, sebagai


material struktur dinding sel demua tanaman. Kemungkinan terdapat hubungan
yang erat antara selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam tanaman. Selulosa
murni adalah suatu homopolisacharida dan mempunyai unit-unit selulosa
semuanya. Selulosa lebih tahan terhadap reagentia kimia disbanding glukan-
glukan lainnya. Selulosa dicerna dalam tubuh ternak dalam saluran pencernaan
oleh enzim selulase hasil dari mikroorganisme. Pencernaan selulosa terjadi pada
hewan ruminansi pada Rumen, retikulum yang menghasilkan Volatil Fatty Acid
(VFA), sedangkan pada non ruminansia hanya sedikit atau hampir tidak dapat
dicerna, sedangkan pada kuda dilakukan pada Secum.
Gummi ; terdapat sebagai eskudat daun atau kulit kayu
Musilago ; adalah subtansi kompleks yang bila dihidrolis menghasilkan
arabinosa, ramnosa, galaktosa dan asam galakturonat
Lignin ; bagian yang mengayu dari tanaman, seperti akar, batang, daun kulit
kayu dan yang lainnya. Dan tidak dapat dicerna. Semakin tua tanaman
kandungan ligninnya semakin banyak.

2. PROTEIN
Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi.
Protein mengandung ; Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), dan Nitrogen (N),
juga ada yang mengandung sulfur (S) dan fosfor (P). Protein mempunyai karakter
khusus, yaitu mengandung amina (NH2) yang mengikat molekul asam. Kandungan
nitrogennya rata-rata 16 persen dan beberapa diantaranya mengandung unsur
belerang (S).
Terdapat: a) dalam sel tumbuhan; b) sebagian besar sel-sel hewan; c) penyusun
hormone, enzim, antibody, dll.

Gambar 5. Gambar asam amino dengan gugus amina

Tabel 2. Penggolongan Protein

PROTEIN KARAKTERISTIK CONTAH ATAU


TERDAPATNYA
Protein Glabour
Albumin -2 - Larut dalam air Laktalbumin, albumin
- Mengencerkan larutan serum
garam, asam basa

Globulin -2 - larut dalam larutan garam, Globulin serum, miosin,


tak larut dalam air nukleuprotein

Histone-2 - protein basa; sangat larut


dalam pelarut umum,
molekul kecil
Protein Fibrosa Resistan terhadap enzim
Kolagen pencernaan, tidak dapat larut
- dapat merubah protein dan Kulit, otot-otot dan tulang
gelantin dengan pemasak
- mengandung banyak
hidroksiprolin, kurang sulfur
yang mengandung asam amino.

Elastin Sebagian resistan terhadap enzim


pencernaan,
Mengandung sedikit hidroksiprolin.
Pembuluh arteri, otot
Keratin Sangat tidak larut, resistan terhadap jaringan, jaringan elastic
enzim pencernaan

Mengandung sistin tinggi Kulit, rambut dan kuku


Protein konyugasi Garam dari protein basa atau
Nukleoprotein -2 polipetida dan asam-asam nukleat Kromosome
Lipoprotein dan Protein komplek dan lipida Mambran sel dan organel
Proteolipida mempunyai sifat larut protein dan
lipida.

Fosforprotein Asam-asam fosfat digabung dengan Kasein air susu


ikatan ester
Sumber ; Tillman, dkk (1987).
Fungsi Protein :
1. Memperbaiki jaringan/sel-sel yang rusak
2. Membangun sel-sel baru/jaringan baru
3. Metabolism untuk energy
4. Metabolism ke dalam zat-zat vital dalam fungsi tubuh (pembentukan
hormone,enzim,antibodi dll).
Sifat Protein :
Semua protein bersifat koloidal dan daya larutnya dalam air berbeda, berkisar dari
tidak larutnya keratin sampai larutnya albumin. Protein yang larut dapat diendapkan
dari larutan dangan pertambahan garam seperti NaCl dan prosesnya disebut Salting
out (penggaraman untuk mengeluarkan).
Asam Amino
Asam amino adalah penyusun protein, dimana asam amino mempunyai gugus
amina dan gugus karboksil, yang dibangun dengan kombinasi asam amino.
Penggolongan asam amino :
1. Asam amino esensial : Arginin, Lisin, Histidin, Leusin, Isoleusin, Valin,
Metionin, Treonin, Triptophan dan Fenilalanin.
2. Asam amino non-esensial : Alanin, Asam asfartat, Aspargin, asam Glutamat,
Glutamin, Sistin, Tirosin, Serin, Glisin, Hidroksiprolin.

3. Lemak/Lipida :
Lemak atau lipida adalah zat-zat organik yang larut dalam ether, chloroform
dan benzene. Unsur penyusunnya adalah Carbon (C), hydrogen (H) dan oksigen,
dimana jumlah C dan H lebih banyak dibanding O.
Penggolongan lemak/lipida :
1. Lemak sederhana :
Lemak adalah lipida sederhana yaitu adalah ester asam lemak dengan gliserol.
Istilah lemak ini meliputi lemak-lemak dan minyak, yang perbedaannya pada
sifat fisiknya.
2. Lemak majemuk
Adalah asam lemak campuran : selain asam lemak dan gliserol terdapat unsur
lain atau zat lain (seperti fosfor, sulfur, nitrogen, dll), yang termasuk lemak
campuran antara lain: fosfolipid, cholin sterol, cholesterol, carotene, dsb.
3. Lipida yang diperoleh dari kelompok lemak sederhana atau lemak campuran
dengan cara hidroksida .
Sifat lemak :
1. Ditentukan oleh susunan asam lemaknya
2. Lemak mempunyai titik cair berbeda-beda, diantaranya minyak bentuknya cair
pada suhu kamar, dan lemak bentuknya padat pada suhu dingin.
Penggolongan asam lemak
1. Asam lemak jenuh : asam formiat, asam asetat, asam propionate, asam butirat,
asam falerat, asam kaprilat, asam stearat.
2. Asam lemak tidak jenuh ; asam palmitat, asam linoleat, asam linolenat, asam
arachidonat.

4. Air
Air adalah zat makanan yang paling sederhana, namun penentuan kadarnya pada
analisa proksimat paling sukar.
Fungsi air :
1. Mengangkut/membawa zat makanan ke seluruh tubuh.
2. Tempat pembuat zat makanan
3. Menggelembungkan sel-sel tumbuh-tumbuhan dan hewan untuk menolong sel-
sel tersebut dalam mempertahankan bentuknya.
4. Mengatur suhu tubuh
5. Zat utama dalam pembentukan zat-zat pelumas dalam tubuh.
Hewan memperoleh air dari :
1. Air bebas, dari air minum
2. Air yang ada dalam bahan makanan.
3. Air metabolik yang berasal dari hasil metabolisme glukosa, lemak dan protein.

5. Mineral :
Yang dimaksud dengan mineral adalah 96 unsur kimia seperti yang tercantum
dalam tabel periodic dan semuanya ada kemungkinan untuk menjadi mineral yang
penting dalam makanan.
Penggolongan mineral :
1. Mineral makro : Kasium (Ca), Kalium (K), Natrium (Na), Sulfur (S), Khlor (C1),
fosfor (P) dan magnesium (Mg)
2. Mineral mikro : Besi (Fe), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Yodium (J),
Kobalt (Co), Molibdium (Mo), Selenium (Se) dan Khromium (Cr).
Fungsi mineral :
1 Sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan
yang keras dan kuat.
2 Mempertahankan keadaan kalori dalam beberapa senyawa dalam tubuh
3 Memelihara keseimbangan asam-basa dalam tubuh
4 Aktifitas sistem enzim tertentu
5 Komponen pembentuk enzim
6 Menjaga kepekaan otot dan saraf.
Mineral-mineral penting antara lain :
1. Kalsium (Ca)
Fungsi : pembentuk tulang dan gigi, membantu proses pembekuan
darah, mengaktifkan enzim dan berperan
dalam kontraksi dan jantung.
Gejala defesiensi :
- Dalam tubuh akan mengakibatkan osteomalasia yaitu
pelunakan tulang pada hewan dewasa.
- Rachitis, pertumbuhan terhambat dan pertumbuhan tulang
terhambat.
- Milk fever pada sapi perah yang baru beranak dengan gejala
kejang otot dan kelumpuhan.
Sumber : susu, leguminosa, tepung tulang, kalsiumfosfat, kulit kerang
2. Fosfor (P)
Fungsi : membantu metabolism, membantu aktifitas sel, mengatur
keseimbangan asam dan basa, mengatur sistem buffer
(asam-basa) dalam urine, bagian dari DNA.
Gejala defesiensi : Rachitis dan oesteomalasia (tulang bengkok dan tulang
lemah), rendahnya reproduksi pada ternak betina, kekakuan
persendian otot dan pertumbuhan terhambat. Bulu kasar,
nafsu makan turun, pica.
Sumber : susu, telur, bungkil, tepung tulang, dicalsiumfosfat.
3. Magnesium :
Fungsi : aktifator enzim, bagian dari jaringan kerangka
Gejala defesiensi :Anarexia (nafsu makan berkurang), salivasi yang yang
berlebihan,
Sumber : semua bahan makanan terutama hasil tumbuh-tumbuhan
terutama sayuran dan butiran.
4. Natrium :
Fungsi : kontraksi urat daging, pengendali tekanan osmotik dan
cairan tubuh, bagian dari empedu yang membantu dan
pencernaan lemak.
Gejala defesiensi : kehilangan berat badan, makan tanah, nafsu makan
berkurang.
Sumber : garam dapur
5. Kalium (K)
Fungsi : menjaga keseimbangan elektrolit, aktifator enzim fungsi urat
daging
Gejala defesiensi : kerusakan jantung, berat badan turun, nafsu makan
berkurang, pertumbuhan bulu kasar.
Sumber : ransum normal.
6. Chlor (C1)
Fungsi : hubungan asam basa, memelihara tekanan osmotik dari
cairan tubuh, digunakan untuk membuat HC1 yang
diperlukan untuk pencernaan.
Gejala defesiensi : nafsu makan berkurang, bulu kasar, berat badan turun,
produksi mundur.
Sumber : garam dapur
7. Sulfur
Fungsi : sintesis asam amino dalam hewan ruminansia (bagian dari
asam amino yang mengandung Sulfur)
Gejala defesiensi : pertumbuhan terhambat, efesiensi makanan rendah
Sumber : protein supplement, hijauan dan butiran

6. Vitamin
Vitamin dikelompokkan sbb :
1. Vitamin yang larut dalam air : Vit. B dan Vit. C
2. Vitamin larut dalam lemak : Vit.A,D,E,K
- Vitamin B 1 = Thiamin
Fungsi : esensial dalam metabolisme karbohidrat
Gejala defesiensi : beri-beri gejala oedema pada kaki, nafsu makan menurun,
pada unggas gejalanya kelemahan otot, degenerasi syaraf
sampai menimbulkan kelumpuhan.
- Vitamin B 2 (Riboflavin)
Fungsi : berperan dalam metabolism karbohidrat, lemak dan protein
Gejala defesiensi : menyebabkan gangguan nafsu makan, kulit kering, mata
seperti katarak. Pada anak ayam menyebabkan penyakit curled
toe Paralisys dengan gejala ; anak ayam berjalan pada sikunya,
jari-jari melekuk kedalam, kakinya lumpuh dan daya tetas
menurun.
Sumber vitamin B2 : dari tumbuh-tumbuhan, ragi, jamur, susu, hati, dan biji-
bijian.
- Niasin (nikotinamide)
Fungsi : adalah komponen yangaktif di dalam koenzim nikotinemide
dinukleotid (NAD) dan NADP
- Vitamin B12 (Sianokobalalamin)
Fungsi : dibutuhkan dalam fungsi metabolism asam amino
Gejala defesiensi : pada babi akan menderita animea, pada unggas akan
menderita tak terkoordinasinya gerakan badan, ternak gemetar
dan pertumbuhan terhambat. Pada ternak ruminansia dapat
mencukupi kebutuhan akan vitamin ini oleh adanya sintesa
dalam rumen.
Sumber : terdapat dalam banyak makanan (ragi, hati, hijauan, biji-
bijian)
- Asam Pantotenat
Fungsi : dalam metabolism untuk oksidasi karbohidrat, lemak dan
protein makanan.
Gekala defesiensi :pertumbuhan terhambat, bulu rontok, kulit bersisik, dan untuk
unggas menurunnya daya tetas telur.
- Folasin (asam folat)
Fungsi : faktor anti anemia
BAB IV
SISTEM DAN PROSES PENCERNAAN ZAT MAKANAN

TIK
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang bagaimana sistem pencernaan pada ternak
Non-ruminansia dan Ruminansia.

Pendahuluan
Menurut Parakkasi, A., (1983) yang dimaksud dengan sistem pencernaan adalah
sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa
organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan
makanan dalam perjalanannya melalui tubuh (saluran pencernaan) mulai dari rongga
mulut sampai ke bagian anus. Di samping itu sistem pencernaan bertanggung jawab
pula atas pengeluaran (ekskresi) bahan – bahan makanan yang tidak terserap atau
tidak dapat diserap kembali.
Sistem pencernaan pada ternak Non-ruminansia dan ruminansia memiliki
perbedaan didalamnya dan terdapat proses pencernaan secara mekanis, enzimatis dan
fermentatif pada masing – masing jenis ternak. Pada sistem pencernaan ternak non-
ruminansia memiliki pencernaan monogastrik (lambung tunggal) yang berkapasitas
kecil. Proses pencernaan secara mekanis terjadi dalam mulut dan gizzard, secara
enzimatis terjadi dalam lambung dan secara fermentatif terjadi dalam sekum dan
usus besar. Untuk saluran pencernaan pada ternak non-ruminansia dimulai dari paruh
(beak), esophagus, tembolok (crop), proventrikulus, ventrikulus (gizzard), usus
halus, usus besar dan kloaka (vent).
Sedangkan pada proses pencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih
kompleks dibandingkan proses pencernaan pada jenis ternak lainnya. Perut ternak
ruminansia dibagi menjadi empat bagian yaitu rumen (perut besar), retikulum (perut
jala), omasum (perut buku) dan abomasum (perut sejati). Proses pencernaan secara
mekanis terjadi dalam mulut, enzimatis terjadi dalam abomasum dan usus halus dan
secara fermentatif terjadi dalam perut depan/lambung dan rektum. Untuk saluran
pencernaan pada ternak ruminansia dimulai dari mulut, esophagus, lambung
(Rumen, Retikulum, Omasum, Abomasum), usus halus, usus besar (Kolon), rektum
dan anus.
A. Sistem Pencernaan Ternak Non-ruminansia
Saluran pencernaan ternak non-ruminansia terdiri dari saluran utama atau organa
alimentara dan saluran pendukung atau organa assesoria. Saluran pencernaan utama
secara berurutan adalah mulai dari paruh (beak), esophagus, tembolok (crop),
proventikulus, ventrikulus (gizzard), usus halus, usus besar dan kloaka (vent).
Sedangkan organ pendukung pencernaan terdiri atas pankreas, hati dan empedu.
Organ pendukung digunakan untuk kesatuan suatu sistem pencernaan sehingga
terjadilah gerak peristaltic, sekresi asam lambung, sekresi enzim, sekresi elektrolit
dan hormon. Gambar saluran pencernaan pada ungags dapat dilihat sebagai berikut :

Sumber : Widodo (2008)


Proses pencernaan pada ungags juga dibagi menjadi saluran pencernaan secara
mekanis yang terjadi dalam mulut dan gizzard, secara enzimatis terjadi dalam
lambung dan secara fermentatif terjadi dalam sekum dan usus besar.
a) Saluran pencernaan utama
1) Paruh (beak)
Paruh memiliki fungsi yang berbeda dengan mulut yang digunakan untuk
mengunyah/ memecah makanan, namun paruh berfungsi untuk mengambil makanan
atau pakan. Didalam paruh dilengkapi dengan lidah yang berfungsi untuk mendorong
pakan masuk dalam esophagus. Bagian depan lidah ungags tidak ada alat perasa.
Glandula salivarus pada berbagai unggas kecualipada ayam dan kalkun,
menghasilkan enzim alfa-amilase yang berguna untuk mencerna karbohidrat. Fungsi
saliva pada ayam hanya sebagai lubrika dan membantu proses degultasi makanan
(Scenes, etal., 2004). Produksi saliva ayam sekitar 7 – 25 ml/hari (Rizal, 2006).
Bentuk paruh memepengaruhi unggas kurang menyukai makanan berbentuk mash.
2) Esophagus
Esophagus adalah saluran pencernaan yang terletak setelah rongga mulut, yang
merupakan saluran lunak dan elastis, serta mudah mengalami pemekaran. Esophagus
berfungsi untuk menghubungkan mulut dengan proventrikulus atau lambung, selain
itu esophagus juga berfungsi untuk menghasilkan mukosa yang berfungsi melicinkan
pakan menuju crop atau tembolok.
3) Tembolok (crop)
Pada tubuh ternak kira – kira pertengahan esophagus terdapat bagian yang
menonjol yang biasa disebut tembolok atau crop. Fungsi tembolok adalah
menampung sementara makanan yang masuk. Selanjutnya makanan dilunkkan
dengan bantuan saliva dari kelenjar mulut, esophagus dan tembolok. Di dalam
tembolok terjadi aktivitas enzim amilase dan proses fermentasi oleh bakteri yang
didukung kondisi Ph tembolok sekitar 6,3 dengan hasil akhir berupa asetat. Selain itu
menurut Zhou et al. (1990) bahwa pada pemberian pakan secara force feeding akan
meningkatkan ukurna tembolok.
4) Proventrikulus
Proventrikulus atau yang biasa disebut lambung sejati karena pada bagian ini
mulai disekresi cairan lambung yang terdiri atas pepsinogen dan asam klorida (HCl)
oleh kelenjar lambung. Sekresi HCl dan pepsinogen diatus oleh syaraf vagus dan
hormon gastrin yang dihasilkan oleh mukus sel lambung, namun setelah sampai ke
usus halus sekresi akan dihambat. Asam lambung menyebabkan cairan dalam
lambung bersifat asam dengan pH antara 1,0 – 2,0, sehingga proses pencernaan
protein oleh enzim pepsin dengan cara hidrolisis berjalan dengan baik.
5) Ventrikulus (gizzard)
Ventrikulus atau gizzard adalah organ yang hanya dimiliki oleh unggas saja.
Ventrikulus juga biasa dikenal dengan sebutan muscular stomach karena terdapat
otot – otot yang kuat untuk menghancurkan struktur digesta yang masuk. Ventrikulus
berfungsi untuk memecah atau melumat pakan dan mencampurnya dengan air
menjadi pasta (chymne).

6) Usus halus
Usus halus pada ternak unggas dibagi menjadi dua bagian yaitu duodenum,
jejenum dan ileum. Di tengah bagian duodenum, yang biasanya berbentuk “U”
disebut pancreas. Usus halus merupakan tempat utama terjadinya pencernaan pakan
secara enzimatis dan absorpsi zat – zat makanan yang telah tercerna.
Pada bagian duodenum terjadi proses hidrolisis kaerbohidrat, lemak dan protein
dan sebagai tempat sekresi enzim dari pankreas dan getah empedu dari hati. Sekresi
enzim pankreas dipengaruhi oleh hormone kholesitokinin-pankreosimin, sekretin,
somatostatin dan glokagon. Empedu mengandung garam natrium dan kalium dan
juga zat warna bilirubin.
Pada jejenum dan ileum secara histologis tidak berbeda dengan duodenum. Antara
duodenum dan ileum, secara anatomis dipisahkan dengan keberadaan meckel’s
diverticulum. Absorpsi zat – zat makanan hasil pencernaan enzimatis itu diserap
melalui vili – vili usus. Setiap vili mengandung pembuluh limpa dan kapiler. Vili
juga tersusun atas mikro-vili sehingga luas permukaan penyerapan menjadi semakin
tinggi.
7) Usus besar
Usus besar terdiri dari beberapa bagian yaitu sekum (caecum), kolon (colon) dan
rektum (rectum). Sekum terdiri atas dua seka atau saluran buntu yang memiliki
panjang 20 cm. Di dalam sekum terdapat beberapa jenis penyakit yang berkembang
dengan baik yaitu koksidiosis. Di dalam sekum juga terjadi proses pencernaan serak
kasar pada zat makanan. Sekum juga berfungsi untuk absorpsi air dan elektrolit.
Sekitar 36 % air dan 75% dari natrium yang terdapat dalam pakan diabsorpsi (shivus,
2014). Sedangkan kolon sangat pendek pada unggas dan diduga tidak banyak banyak
berperan dalam absorpsi zat makanan. Pada rektum terdapat muara ureter dari ginjal,
muara ureter dinamakan proktodeum dan muara feses dinamakan koprodeum.
8) Kloaka (vent)
Kloaka merupakan tempat keluarnya feses dan urine.
b) Saluran pencernaan pendukung
1) Hati
Hati ternak memilikiberat 3 % dari bobot badan ternak, yang berfungsi untuk
mensekresikan getah empedu yang disalurkan ke dalam duodenum melalui 2
kelenjar. Sedangkan untuk fungsi getah empedu sendiri digunakan untuk
menetralkan asam lambung (HCl) dan membentuk sabun terlarut (soluble soaps)
dengan asam lemak bebas, agar dapat diabsorpsi.
2) Cairan empedu
Cairan empedu tersimpan dalam kelenjar empedu yang membentuk kantong,
sehingga disebut kantong empedu. Dalam cairan empedu terdapat asam empedu,
jenis asam empedu tersebut adalah taurokholat dan glikokholat. Fungsi penting pada
asam empedu sendiri yaitu:
a. Membantu digesti lemak dengan membentuk emulsi.
b. Mengaktifkan lipase pankreas.
c. Membantu penyerapan asam lemak, kolesterol dan vitamin yang larut dalam
lemak.
d. Stimulasi aliran getah empedu dari hati.
e. Menangkap kolesterol dalam getah empedu.
3) Pankreas
Pankreas berfungsi untuk mensekresikan getah pankreas yang berfungsi dalam
pencernaan pati, lemak dan protein dan pankreas juga berfungsi untuk mensekresikan
insulin.

B. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia


Proses pencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks
dibandingkan proses pencernaan pada jenis ternak lainnya. Perut ternak ruminansia
dibagi menjadi empat bagian yaitu rumen (perut beludru), retikulum (perut jala),
omasum (perut buku) dan abomasum (perut sejati). Dapat dilihat pada gambar
berikut:
Sumber : Chuzaemi (2017)
Proses pencernaan secara mekanis terjadi dalam mulut, enzimatis terjadi dalam
abomasum dan usus halus dan secara fermentatif terjadi dalam perut depan/lambung
dan rektum. Jika ditinjau dari cara makan dan sistem pencernaannya, hewan
ruminansia atau hewan memamah termasuk hewan yang unik, karena mereka dapat
mengunyah atau memamah makanannya yang berupa rerumputan melalui 2 fase.
Fase pertama terjadi saat awal mereka makan, makanan tersebut hanya dikunyah
sebentar dan masih kasar, lalu mereka kemudian menyimpan makanann yaitu dalam
rumen lambung. Selang beberapa waktu saat lambung sudah penuh, mereka
kemudian mengeluarkan makanan yang dikunyahnya tadi untuk dikunyah kembali
hingga teksturnya lebih halus. Kemudian setelah halus makanan tersebut masuk ke
dalam rumen lambung lagi.
Untuk saluran pencernaan pada ternak ruminansia dimulai dari mulut, esophagus,
lambung (Rumen, Retikulum, Omasum, Abomasum), usus halus, usus besar
(Kolon), rektum dan anus. Yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Mulut
Dalam mulut ternak ruminansia terdapat 2 organ sistem pencernaan yang
memiliki fungsi paling penting yaitu gigi dan lidah. Gigi ternak ruminansia berbeda
dengan susunan gigi mamalia lain. Gigi seri (insisivus) memiliki bentuk yang sesuai
untuk menjepit makanan berupa rumput, gigi taring (caninus) tidak berkembang
sama sekali, seangkan gigi geraham belakang (molare) memiliki bentuk datar dan
lebar.
2. Esofagus
Esofagus atau kerongkongan adalah saluran organ penghubung antara rongga
mulut dan lambung. Di saluran ini, makanan tidak mengalami proses pencernaan.
Mereka hanya sekedar lewat sebelum kemudian digiling di dalam lambung. Esofagus
pada hewan ruminansia umumnya berukuran sangat pendek yaitu sekitar 5 cm,
namun lebarnya mampu membesar (berdilatasi) untuk menyesuaikan ukuran dan
tekstur makanannya.
3. Lambung
Setelah melalui esofagus, makanan akan masuk ke dalam lambung.lambung pada
ternak ruminansia selain berperan dalam proses pembusukan dan peragian, juga
berguna sebagai tempat penyimpanan sementara makanan yang akan dikunyah
kembali. Ukuran ruangan dalam lambung ternak ruminansia bervariasitergantung
pada umur dan makanannya. Ruangan pada lambung tersebut terbagi menjadi 4
bagian yaitu rumen (80%), retikulum (5%), omasum (7 – 8%) dan abomasum (7
-8%).
a. Rumen (Perut Besar)
Di dalam rumen secara alami bercampur dengan air ludah yang sifatnya asam
alkali dengan pH kurang lebih 8,5. Letak rumen yaitu pada sebelah kiri rongga
perut. Rumen memiliki permukaan dilapisi papilla, terdiri dari 4 kantong (saccus)
dan terbagi menjadi 4 zona yaitu zona gas : CO2, CH4, H2, H2S, N2 dan O2,
Zona apung (pad zone) : ingesta baru dan mudah dicerna, zona cairan
(intermediate zone) : cairan dan absorpsi metabolit yang terlarut (>>mikroba), dan
zona endapan (high density zone) : ingesta tidak dapat dicerna dan benda – benda
asing.
Rumen berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara bagi makanan yang
telah ditelan. Setelah rumen terisi cukup makanan, sapi akan beristirahat
sembarimengunyah kembali makanan yang dikeluarkan dari rumen ini. Di dalam
rumen, populasibakteri dan protozoa menghasilkan enzim oligosakharase,
hidrolase,glikosidase, amilase dan enzim selulase. Enzim – enzim ini berfungsi
untuk menguraikan polisakarida termasuk selulosa yang terdapat dalam makanan
alami mereka. Enzim pengurai protein seperti enzim proteolitik dan beberapa
enzim pencerna lemak juga terdapat disana. Gambar dibawah merupakan
penampang dari rumen:

b. Retikulum (Perut Jala)


Secara fisik retikulum tidak terpisahkan dari rumen. Terdapat lipatan esofagus
yang merupakan lipatan jaringan dari esofagus ke omasum. Di retikulum,
makanan dicampur dengan enzim – enzim yang ada hingga menjadi gumpalan –
gumpalan kasar (bolus). Gumpalan makanan ini kemudian didorong kembali ke
rongga mulut untuk dimamah kedua kalinya dan dikunyah hingga lebih sempurna
saat sapi tengah beristirahat. Retikulum berfungsi sebagai tempat fermentasi,
mengatur ingesta ke omasum, tempat absorpsi hasil digesti fermentatif dan tempat
berkumpulnya benda – benda asing. Berikut contoh penampang retikulum:

c. Omasum (Perut Buku)


Omasum berada pada sebelah kanan retikulum, disebelah rusuk 7 – 11,
omasum berbentuk ellips, permukaan bagian dalam berbentuk laminae atau perut
buku (terdapat papilla untuk absorpsi). Omasum berfungsi untuk grinder, filtering,
fermentasi dan absorpsi. Gambar berikut merupakan penampang dari omasum:
d. Abomasum (Perut Sejati)
Abomasum berada pada dasar perut (kanan bawah), berbentuk
memanjang,pada bagian dalamnya terdapat tonjolan. Abomasum terdiri dari 3
bagian yaitu kardia (sekresi mukus), fundika (pepsinogen, renin, HCl, mucus) dan
pilorika (sekresi mucus).abomasum berfungsi sebagai tempat permulaan
pencernaan enzimatis (perut sejati) dan mengatur arus digesta dari abomasum ke
duodenum. Gambar berikut merupakan penampang dari abomasum:

4. Usus halus
Setelah makanan telah halus dari ruang abomasum makanan tersebut kemudian
didorong masuk ke usus halus. Usus halus terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum.
Duodenum memiliki sifat asam sehingga bakteri dari lambung tidak bisa hidup pada
duodenum. Pada duodenum makanan akan mengalami pencernaan dengan bantuan
enzim yang dihasilkan dari dinding usus. Makanan pada tahan ini akan lebih halus
partikelnya. Setelah itu makan akan menuju ileum, ileum memiliki banyak vili yang
berfungsi memperluas bagian penyerapan sehingga penyerapan akan lebih optimal.
Di dalam usus halus juga sari – sari makanan diserap dan diedarkan oleh darah ke
seluruh tubuh.
5. Usus besar
Pada usus besar khususnya sekum dan kolon, sisa- sisadari pencernaan
sebelumnya di dorong dengan peristaltik dari usus halus ke usus besar. Sisa – sisa
dari pencernaan sebelumnya masih mengandung mineral dan air. Penyerapan mineral
dan air paling banyak terjadi dalam usus besar, penyerapan terjadi melalui dinding
usus. Zat – zat yang diserap akan didistribusikan ke seluruh tubuh yang
membutuhkan, sedangkan sisa atau ampasdari penyerapan akan dikeluarkan melalui
anus.
6. Anus
Tempat keluarnya feses dan urin.
BAB V
PENGETAHUAN TENTANG BAHAN PAKAN TERNAK

TIK
Mahasiswa dapat menjelaskan Klasifikasi dan karaketeristik berbagai Bahan
Makanan Ternak serta dapat mengaplikasikan berbagai jenis bahan makanan
ternak yang digunakan dalam menyusun ransum ternak.

Pendahuluan
Dalam menyusun ransum, dapat digunakan satu macam atau lebih bahan makanan
sesuai dengan ketersediaan bahan makanan ternak tersebut, namun pada prinsipnya
bahwa ransum tersebut harus sesuai dengan kebutuhan ternak dalam berbagai stadia
fisiologisnya.
Bahan makanan ternak secara internasional diklasifikasikan menjadi 8 kelas
yaitu :
Kelas I. Forage dan Rauhage ;
Yaitu hijauan kering dan jerami, yang umumnya mengandung serat kasar lebih
dari 18 persen.
Kelas II. Hijauan segar atau Pasture, ramban ;
Yang termasuk kelas ini adalah semua tanaman yang diberikan kepada ternak
secara segar sebagai hijauan atau hijauan segar.
Kelas III. Silase ;
Yang termasuk kelas ini adalah hijauan yang diawetkan dalam bentuk segar
melalui proses fermentasi asam laktat.
Kelas IV. Makanan sumber energy ;
Yang termasuk kelas ini adalah semua biji-bijian yang kandungan serat kasarnya
kurang dari 18 persen, dan protein kurang dari 20 persen, hasil ikutannya, umbi-
umbian, buah-buahan.
Kelas V. Makanan sumber protein ;
Adalah semua bahan makanan baik yang berasal dari tanaman maupun hewan
yang mengandung protein 20 persen atau lebih.
Kelas VI. Makanan sumber vitamin
Kelas VII. Makanan sumber mineral
Kelas VIII. Feed additive :
Yaitu zat-zat tertentu yang biasanya ditambahkan kepada ransum seperti
antibiotika, zat warna, hormone, enzim dll.
1. Hijauan Makanan Ternak
Yang dimaksud dengan hijauan makanan ternak adalah semua bahan makanan
asal tanaman dalam keadaan segar, kering atau diawetkan yang digunakan sebagai
makanan ternak tanpa mengganggu kesehatan.
Faktor yang mempengaruhi kandungan nutrisi dari hijauan adalah jenis hijauan,
umur, tingkat kematangan. Secara umum karakteristik dari hijauan adalah :
ø Sifatnya bulky yaitu mempunyai berat rendah per unit volume
ø Serat kasar tinggi lebih dari 18 persen
ø Energi rendah bila dibandingkan dengan makanan penguat
ø Daya cerna rendah, terutama dengan adanya kandungan lignin
ø Mineral, umumnya kandungan kalsium (Ca), Potasium (K) dan trace mineral
lebih tinggi disbanding dengan konsentrat, tetapi kandungan fosfor (P) rendah
ø Vitamin, kandungan vitamin yang larut lemak tinggi, untuk leguminosa kaya
akan vitamin B
ø Protein bervariasi, leguminosa dapat mencapai 20 persen atau lebih, sebaliknya
jerami hanya mengandung protein kasar 3-4 persen.

a. Hijauan segar
Hijauan segar diperoleh dari padang penggembalaan alam atau buatan, atau dari
areal pertanian. Keuntungan kehijauan yang diperoleh dari padang penggembalaan
buatan (pastura) adalah : 1) mengurangi biaya penyediaan makanan ; 2)
memperkecil defesiensi beberapa zat makanan ; 3) memperkecil biaya bangunan ;
4) meningkatkan kesuburan tanah ; 5) diperoleh hijauan dengan kualitas yang
memadai dan dalam keadaan homogeny ; 6) disamping dipergunakan sebagai
tempat mendapatkan makanan . Dapat dipergunakan juga sebagai tempat bebas
untuk bergerak bagi ternak yang bersangkutan (exercise).
b. Hijauan kering
Hijauan kering diperoleh dengan cara mengurangi kadar air dengan cara
pengeringan. Kadar air hay berkisar antara 15 – 20 persen, hijauan yang diawetkan
(hay) kualitasnya tergantung : 1) jenis hijauan yang digunakan, 2) cara
mengeringkan, 3) cara penyimpanan ketika sudah kering.
c. Jerami
Jerami adalah sisa-sisa hasil panen dari tanaman setelah bijinya diambil,
kandungan nutrisi jerami rendah, karena serat kasar lebih tinggi dari 18 persen,
kandungan proteinnya rendah. Factor nutrisi ini yang menjadi pembatas dalam
penggunaan jerami sebagai pakan ternak. Oleh karena itu untuk meningkatkan
kualitas jerami dapat dilakkukan beberapa perlakkuan dengan mekanis (dicacah,
digiling, diuapkan, dll), kimiawi (penambahan bahan kimia seperti alkali atau
asam), atau biologis (memberikan mikroorganisme untuk dilakukan fermentasi)
atau campuran dari ketiganya. Pemberian jerami baik tanpa perlakuan atau dengan
perlakuan harus diikuti dengan penambahan sumber karbohidrat tersedia
(mengandung RAC) dan jandungan N yang cukup.
d. Silase
Adalah hasil pengawetan hijauan dalam kondisi segar (kandungan air tinggi
kurang lebih 65 persen), kandungan nutrisi silase tidak banyak berubah dibanding
dengan bahan asalnya (rumput/legum). Kualitas silase yang dihasilkan tergantung :
1) umur waktu pemotongan bahan segar ; 2) kandungan karbohidrat ; 3) kandungan
bahan kering dari bahan segar ; 4) tipe silo yang digunakan ; 5) pemotongan bahan
segar dan 6) kondisi pada waktu fermentasi. Silase dapat diberikan pada ternak sapi
setelah umur ternak lebih dari 6-8 minggu. Pada sapi yang sedang laktasi sebaiknya
diberikan pada waktu setelah selesai pemerahan.

2. Bahan Makanan Sumber Energi


Yang termasuk bahan makanan sumber energi adalah bahan makanan yang
digunakan terbak sebagai sumber energi.
Karakteristik dari bahan makanan sumber energi tersebut adalah
1). Kandungan karbohidrat kurang lebih 80 persen dari bahan kering yang terdiri dari
pentosan, dekstrin, pati, gula, selulosa dan hemisellulosa
2). Serat kasar antara 0,5-12 persen, daya cerna tinggi
3). Lemak rendah sekitar 1-4 persen
4). Kandungan mineral Ca rendah, P tinggi
5). Vitamin A rendah, kecuali pada jagung kuning
Bahan makanan ternak sebagai sumber energi ternak :
1) Butir-butiran dan biji-bijian seperti padi, gabah, menir, jagung, sorghum,
gandum, kandungan bahan ini umumnya karbohidrat tinggi, namun miskin
kandungan asam amino tertentu, seperti jagung kandungan amino lisin dan
triptopan rendah, sehingga penggunaannya harus bersama-sama dengan bahan
yang kaya akan lisin dan tripopan, sedangkan untuk sorghum kandungan asam
amino lisin dan treonin rendah.
2) Umbi-umbian ; yang termasuk umbi-umbian antara lain ubi kayu yang
mengandung serat kasar rendah, lemak dan mineral juga rendah, hanya kadar
Kalium (K) yang tinggi, bahan kering rendah. Kadar protein berkisar 3 persen,
asam amino metionin dan sistin rendah. Tanaman ubi kayu baik daunnya atau
umbinya mengandung zat cyanide yang dapat menjadi racun bagi ternak (untuk
mengurangi kadar HCN dapat dilakukan dengan cara pemanasan, dikeringkan)
penggunaan ubu kayu yang dimasak dari hasil penelitian untuk ternak
monogastrik dapat digunakan sampai 40 persen dari total ransum. Ubi jalar
mengandung kadar air sekitar 68 persen dan sifatnya sangat bulky, dan sebaiknya
digunakan untuk ternak dewasa. Kadar protein dan mineral rendah.
3) Hasil ikutan/sisa pengolahan pabrik atau industry :
a. Molasses atau tetes : adalah hasil ikutan pabrik, kaya akan energi terutama
monosakarida dan disakarida, mudah dicerna, protein rendah, tetes selain
sebagai sumberenergi juga sebagai penambah rasa, mengurangi sifat berdebu
ransum. Sebagai pengikat pellet, menstimuli aktivitas mikroba rumen, dan
pembawa NPN dan vitamin dalam liquid supplement. Penggunaan pada ternak
ruminansia dapat sampai 15 persen dari total ransum, pada unggas tidak lebih
dari 10 persen. Kelebihan pemberian tetes akan mengakibatkan laksatif (karena
kandungan Kaliumnya tinggi, sehingga tekanan osmose tinggi). Penggunaan
pada ransum dengan jumlah melebihi yang ditetapkan akan menyulitkan dalam
pencampuran.
b. Ampas tahu : kadar air tinggi, tetapi nilai proteinnya tinnggi.
3. Bahan Makanan Sumber Protein
Bahan makanan sumber protein ini dapat berasal dari tanaman atau hewan. Pada
tanaman protein terpusat pada bagian-bagian yang tumbuh seperti daun, tangkai-
tangkai yang muda dan biji, sedangkan bahan makanan asal hewani, protein tersebar
di seluruh bagian tubuh.
Bahan makanan yang berasal dari tanaman , antara lain golongan leguminosa
atau kacang-kacangan, serta hasil ikutan industri minyak yaitu bungkil. Yang
termasuk tanaman sebagai sumber protein antara lain adalah :
1) Kacang kedele (Glysine max), kedelai mempunyai kadar protein yang tinggi,
susunan asam aminonya hampir menyamai susunan asam amino protein hewani.
Lemak kedelai tinggi, kadar mineral yang tidak begitu tinggi sebagai bahan
makanan kedelai mempunyai keterbatasan-keterbatasan antara lain penggunaan
untuk ternak harganya cukup mahal karena penggunaanya bersaing dengan
keperluan untuk manusia. Keterbatasan yang paling pokok berkaitan dengan
nutrisi antara lain adalah : mengandung antinutrisi yaitu ; anti tripsin atau tripsin
inhibitor, yang mempunyai pengaruh terhadap kerja enzim trypsin dengan adanya
antitrypsin, protein tidak tercerna secara sempurna, sehingga nilai manfaat protein
dalam
2) makanan menjadi rendah. Antitrypsin ini sifatnya tidak stabil dan akan berkurang
aktifitasnya dengan adanya pemanasan kedelai.
3) Kacang tanah (Arachis hypogeaea) : kadar lemak tinggi, banyak digunakan untuk
bahan pembut minyak. Untuk makanan ternak yang digunakan adalah bungkilnya,
kacang tanah mempunyai keerbatasan yaitu mengandung antitrypsin, dan racun
alfatoksin yang berasal dari jamur Aspergilus flavus.
4) Biji kecipir (Psophocarcus tetragonolobus) mempunyai nilai nutrisi tinggi,
seluruh bagian tanaman dapat diberikan pada ternak. Kandungan asam lemak
sekitar 15-20 persen, biji kecipir dalam keadaan mentah mengandung antitrypsin,
sehingga penggunaan dalam kondisi mentah perlu dibatasi, kecuali setelah
mengalami perlakuan seperti dipanasi, dikeringkan, perendaman dan pemasakan,
penumbukan atau penggilingan dan atau sebagai bungkil sisa pembuatan minyak.
5) Biji matahari (Helianthus spp); biji bunga matahari kaya akan arginin dan
metionin, tetepi lisin, sistin dan glisin rendah, kandungan asam pantotenat, dan
niasin cukup tinggi, serat kasar tinggi terutama pada kulit biji bunga matahari.
Dalam keadaan mentah mengandung antitrypsin.
6) Bungkil-bingkilan; antara lain a) bungkil kacang kedelai mengandung protein
tinggi, b) bungkil kacang tanah mudah tengik dan pada penyimpanan yang kurang
baik dapat mengandung racun alfatoksin yang sangat membahayakan ternak, c)
bungkil kelapa, d) bungkil kecipir masih mengandung antitrypsin yang tinggi,
sehingga merupakan factor pembatas dalam penggunaannya bagi ternak muda, e)
bungkil biji karet mengandung protein cukup tinggi, mengandung kadar sianida
akan banyak berkurang dibanding biji karetnya, kadar lemak rendah, penggunaan
pengganti bungkil kelapa atau bungkil kacang tanah. Jangan dipergunakan dalam
jumlah banyak dan dalam jangka waktu lama karena akan menurunkan produksi,
f) bungkil biji kipas; protein tinggi, tapi kadar amino lisin rendah, serat kasar
tergantung terikut tidaknya kulit biji kapas, mengandung gosipol bebas 0,05
persen, sehingga penggunaan pada ternak dalam jumlah banyak akan
menimbulkan keracunan. Kadar gosipol bebas dapat dikurangi dengan jalan
pemanasan, untuk menghindari keracunan penggunaan pakan dengan bungkil biji
kapas dapat ditambahkan Fe dalam pakan bersama air minum. g) bungkil biji
kapuk pembuatan yang kurang sempurna pada proses pembuatan minyak, akan
mengakibatkan bungkil biji kapuk ini mesih mengandung asam siklopreponoit
dan akan menurunkan daya tetas telur, juga akan menimbulkan kematian untiu
ternak non rumina bila diberikan dalam jumlah banyak dan waktu lama.
Bahan makanan sumber protein asal hewani : antara lain
i. Tepung ikan, kadar protein bervariasi tergantung pada bahan baku yang dipakai,
proses pembuatannya serta penyimpanan, asam amino cukup tinggi terutama
glisin, leusin, isoleusin, leusin, valin dan arginin. Bila pada proses
pembuatannya kadar air cukup tinggi, akan mudah terjadi pembusukan dan
kadar lemak yang tinggi akan mudah terjadi ketengikan. Bahan ikan segar kadar
lemak cukup tinggi, dalam proses setelah pemasakan harus diperas untuk
mengurangi kadar lemak atau pada waktu pengeringan bila temperature yang
tinggi akan menurunkan nilai nutrisinya.
ii. Tepung darah
iii. Tepung daging
iv. Tepung udang
v. Hasil ikutan usaha ternak unggas, sisa-sisa hasil pemotongan, penetasan dan
bulu unggas. Kualitas sangat tergantung bahan baku.
vi. Produk-produk air susu, seperti skim milk, whey sisa dari pembuatan keju.

Yang berasal dari limbah rumah potong :


- Isi rumen :
Limbah rumah potong hewan yang berupa isi rumen, diperoleh pada waktu
pembersihan alat pencernaan (rumen). Dimana bahan ini potensial sebagai bahan
makanan ernak, karena isi rumen disamping masih adanya bahan makanan yang
belum tercerna juga terdapat organisme rumen yang berupa sumber vitamin terutama
viamin B.
Kualitas isi rumen sangat tergantung kepada bentuk makanan yang diberikan
kepada ternak, lama bahan makanan dalam rumen dan keadaan ternaknya sendiri.

Bahan makanan ternak sumber protein lain :


Sumber bahan ini berasal dari non protein nitrogen (NPN) dan protein sel tunggal
NPN ; yang sering digunakan antara lain adalah urea, urea bersifat higroskopis,
berwarna putih mengandung kurang lebih 45 persen N . Namun penggunaan urea
perlu hati-hati karena dapat bersifat racun bagi ternak. Penggunaan urea dapat
diberikan dengan dicampur konsentrat, dalam bentuk urea molases blok (UMB),
sebagai bahan amoniasi jerami.
Bersama dengan karbohidrat , secara garis besar konversi urea menjadi protein
pada ternak ruminasia adalah sebagai berikut :
Tahapan dalam rumen:
1. Urea ------------------------------------ NH3 + CO2
2. karbohidrat ------------------------- asam lemak terbang + asam keto
3. asam keto +NH3 ---------------------- asam amino
4. asam amino ---------------------------- protein microbial
Di Usus halus:
1. Microbial protein_ _ _ _ _ _ _ _ _ asam amino bebas
2. Asam amino _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ diabsorbsi

Protein sel tunggal :


Adalah substrat protein yang digunakan sebagai bahan makanan ternak, yang
dihasilkan oleh mikroorganisme melalui proses biofermentasi. Kualitas protein
tunggal tergantung pada, substrat atau bahan baku, organisme tunggal yang
digunakan dan proses pembuatan serta penyimpanannya. Substrat yang biasa
digunakan antara lain ; karbohidrta (molases, pati) dll. Mikroba yang digunakan
antara lain ; Aspergilus niger (jamur), blue green (ganggang), Pseudomonas
methanica (ragi). Kendala-kendala yang perlu diperhatikan dalam menggunakan
protein sel tunggal antara lain ; palatabilitas, daya cerna, racun kualitas, dan factor
ekonomis.

3. Mineral Suplement
Kebutuhan mineral untuk ternak tergantung : Jenis ternak, umur, jenis kelamin,
ukuran tubuh, tujuan pemeliharaan dan tingkat produksi. Mineral supplement yang
dapat diberikan kepada ternak dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Yang merupakan hasil industri rumah tangga, seperti tepung tulang, yang
diperoleh dengan melalui proses pemanasan, pemasakan, perendaman dan
penekanan
2. Natural sources, dibuat sesuai sumber aslinya seperti garam dapur (NaCl), kapur
3. Synthetis ; dibuat sesuai dengan mineral khusus yang diperlukan, seperti mineral
Ca, dalam bentuk calsium carbonat, calcium okside, potassium carbonat, dll.

4. Vitamin
Vitamin dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil, untuk membantu proses
metabolisme. Defesiensi atau kekurangan vitamin akan menyebabkan pertumbuhan
terhambat, produksi menurun dan bahkan akan menimbulkan berbagai penyakit.
Beberapa vitamin yang perlu mendapat perhatian dalam penyusunan ransum ternak
antara lain ; a) vitamin A, vitamin A selalu dibutuhkan ternak, vitamin A tidak
disintesa dalam tanaman, tetapi beberapa tanaman seperti hijauan segar mengandung
karoten (prekusor vitamin A), tetapi tidak dapat disimpan lama. Kandungan karoten
akan menurun seiring dengan bertambahnya umur tanaman, penyimpanan dan
penyinaran. Bahan makanan yang kaya akan karoten antara lain jagung kuning, hati,
b) vitamin D, vitamin D diperlukan dalam metabolisme Ca dan P, ternak mudah
sering terserang penyakit Rickets karena kekurangan vitamin D, Ca dan P. sumber
utama dari vitamin D adalah sinar matahari, hijauan segar, minyak ikan, ragi, c)
vitamin E mempunyai hubungan erat dengan vertilitas baik pada ternak jantan
maupun ternak betina, . vitamin E banyak terdapat pada tanaman segar terutama pada
tanaman muda (kecambah), d) vitamin K, sumber antara lain terdapat pada hijauan
segar, minyak ikan, e) vitamin B komplek, untuk ternak ruminsia dapat mensintesa
vitamin B komplek melalui mikroba rumen dan usus.
Apabila ransum yang terdiri dari berbagai ragam bahan makanan asal hewan
maupun tanaman, dalam kondisi seimbang umumnya cukup mengandung vitamin
yang dibutuhkan ternak. Namun apabila dalam ransom kurang kandungan
vitaminnya, biasanya vitamin sintesis ditambahkan dalam ransum sesuai kebutuhan
ternak.

5. Feed Additives
Feed additives adalah bahan yang bukan bahan makanan yang ditambahkan
kedalam campuran bahan makanan untuk tujuan tertentu antara lain,
1. Untuk memperbaiki rasa, aroma atau merubah bentuk ransum, meningkatkan
palatabilitas, : a) perekat pellet yaitu untuk membantu dalam pembuatan pellet,
diperlukan zat perekat, preparat yang digunakan antara lain lignin sulfonat,
natrium benzoat, dll
2. Flavouring agents ; adalah bahan tambahan yang ditambahkan ke dalam ransum
untuk memperbaiki rasa, aroma, atau warna sehingga ransum mempunyai
palatabilitas yang tinggi
3. Feed additives untuk membantu proses pencernaan antara lain pemberian
antibiotika, enzim, senyawa arsen,
4. Feed additive untuk meningkatkan proses metabolisme ; antara lain hormon
5. Antibiotika ; a) antibiotika sebagai perangsang pertumbuhan, misalnya
pemberian terramycin dan penicilan yang dicampurkan dalam ronsum berguna
untuk merngsang pertumbuhan anak-anak hewan, antibiotika yang biasanya
dicampur dalam ransum untuk ternak unggas dan babi kira-kira 10 gram/ton
bahan makanan dan 20 gram/ton ransum untuk anak sapi perah. b) antibiotika ini
bukan zat makanan, namun bila ditambahkan dalam dosis tertentu dalam ransum
sangat berguna untuk memberantas penyakit-penyakit tertentu. Tentunya
penggunaan antibiotik perlu rekomondasi sehinga tidak menimbulkan dampak
negatif.
Hormon ; di dalam tubuh , hormone bekerja secara otomatis dan berfungsi
menjaga agar fungsi alat-alat dan jaringan tubuh dalam keadaan seimbang. Kadar
hormon di dalam tubuh bisa abnormal (terlalu bnyak atau terlalu sedikit diproduksi).
Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan adanya penyakit, kecelakaan dan dikarenakan
faktor keturunan. Contoh pengunaan hormon estrogen dimaksud agar ; kadar lemak
dan jaringan urat daging ayam bertambah, daging yang berwarna gelap akan menjadi
lebih terang, dan menjadi lebih empuk serta daging menjadi lebih enak. Namun
pemberian hormon yang dicampurkan dalam pakan ternak dapat juga berdampak
negatif pada manusia bila mengkosumsi hasil ternak tersebut misalnya mengganggu
keseimbangan reproduksi dan ada hubungan timbulnya kanker.
BAB VI
FORMULASI RANSUM NON-RUMINANSIA DAN
RUMINANSIA

TIK
Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana cara membuat formulasi ransum
ternak non-ruminansia dan ruminansia yang baik dan benar.

Pendahuluan
Istilah ransum digunakan untuk menyebutkan campuran dari beberapa jenis bahan
pakan, baik nabati maupun hewani yang disusun sedemikian rupa, sehingga
kandungan zat makanan yang ada dalam ransum tersebut dapat memenuhi kebutuhan
akan zat makanan untuk hidup pokok maupun untuk produksi. Menurut Parakkasi
(1983), yang dimaksud dengan ransum adalah makanan yang diberikan kepada
ternak selama 24 jam, dimana pemberiannya dapat dilakukan sekali atau beberapa
kali selama 24 jam tersebut.
Ransum komplit adalah ransum yang sudah lengkap kandungan zat makanannya
yang dibutuhkan oleh ternak, sedangkan konsentrat perlu tambahan bahan pakan
(jagung, dedak, dan lain-lainnya) dengan perbandingan tertentu, sehingga kebutuhan
ternak akan zat makanan terpenuhi. Didalam dunia usaha peternakan dikenal istilah
“ransum sempurna” dan “ransum sempurna ekonomis”. Ransum sempurna adalah
campuran beberapa jenis pakan yang bila dikonsumsi oleh ternak secara normal
dapat mensuplai zat makanan bagi ternak bersangkutan dalam perbandingan, jumlah,
bentuk sedemikian rupa, sehingga fungsi fisiologis dalam tubuh dapat berjalan
normal. Sedangkan dalam “ransum sempurna ekonomis”, maka faktor-faktor
ekonomi termasuk dalam pertimbangan bagi penyusunan suatu ransum. Hal-hal yang
dibutuhkan dalam menyusun suatu ransum antara lain:
 Pengetahuan tentang kebutuhan zat makanan dari ternak bersangkutan: dewasa ini
kebutuhan akan zat-zat makanan untuk masing-masing ternak sesuai dengan fase
pertumbuhan sudah dituangkan dalam bentuk tabel-tabel khusus, sehingga
memudahkan para pemakainya.
 Pengetahuan mengenai komposisi kimia dari tubuh ternak dari berbagai umur dan
berat, serta produksinya adalah penuntun utama yang baik untuk mengerti
kebutuhan zat-zat makanan yang dimaksud.
 Pengetahuan tentang komposisi kimia: Seorang nutrisionis harus memahami
tentang komposisi kimia/zat makanan dari suatu bahan pakan yang akan
digunakan dalam pencampuran ransum.
 Menghitung dan Merangkum bahan makanan: pengetahuan tentang cara
menghitung untuk merangkum beberapa bahan pakan, sehingga memenuhi
kebutuhan ternak akan zat-zat makanan.

A. Formulasi Pakan Ternak Non-Ruminansia


Formulasi ransum adalah susunan atau formula bahan pakan yang diberikan
kepada ternak selama 24 jam. Dalam menyusun ransum formulasi pakan haruslah
seimbangan atau setara antara semua unsur nutrisi yang digunakan dengan unsur
nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak. Tujuan penyusunan ransum bagi ternak adalah:
untuk mensuplai nutrien yang meliputi energi, protein, vitamin, mineral dan yang
lain agar nutrien yang dibutuhkan ternak tersebut terpenuhi sesuai dengan tujuan
pemeliharaannya.
Dalam penyususnan ransum ternak non ruminansia terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan yaitu:
1. Kualitas protein (biological value).
2. Tersedianya nutrient yang dibutuhkan ternak (nutrient availability).
3. Bahan – bahan / zat yang bersifat antagonistic, misal : jamur, mineral dan bahan –
bahan kimia.
4. Zat – zat yang meracun (toxic), misal: alfatoxin, asam – asam oxalate.
5. Penyimpanan bahan /ransum.
6. Teknik pembuatan ransum /pemprosesan : pellet, mash dan crumble.
7. Preparasi bahan : pencampuran/homogenitas terutama mineral dan vitamin yang
jumlahnya sedikit.
8. Palatabilitas : aroma, struktur dan tekstur.
Tahap – tahap yang harus dilakukan dalam menyusun ransum :
1. Menentukan status fisiologis ataupun tujuan produksi.
2. Persiapkan / susun daftar kebutuhan nutrien ternak sesuai dengan tujuan produksi
dari tabel kebutuhan pakan yang tersedia.
3. Tentukan bahan-bahan pakan yang akan digunakan dan tersedia di lapangan
(harga, stok bahan, dan lain-lain).
4. Susun komposisi nutrien yang dikandung dari bahan pakan yang telah dipilih (3).
5. Menyusun ransum
6. Check hasil rumusan sudah seimbang (balance) atau belum dalam hubungannya
dengan mikro nutrient, mineral dan vitamin.
7. Apabila sudah seimbang:
a.Adakah kemungkinan kelebihan / kekurangan nutrien? Kalau ada seberapa
serius?
b.Sudahkan susunan ransum yang saudara buat ekonomis?
c.Perlukan anda menambahkan aditif ataupun suplemen?

Metode penyusunan ransum terdapat beberapa yaitu :


 Trial and error method
 Pearson’s square method
 Exact method
 Simultaneous equation method
 Linear programming method

Standar ransum ayam broiler dan petelur telah dibahas untuk menjadi Standar
Nasional Indonesia dengan mengadakan perubahan-perubahan. Rancangan Standar
Ransum Ayam Broiler dan Petelur SNI mempunyai persyaratan mutu seperti pada
Tabel. di bawah, selain perubahan dari syarat mutu, juga dilakukan perubahan
deskripsi dan cara pengambilan contoh dari standar ransum Departemen Pertanian
(SPI-Nak) .
Deskripsi ransum ayam petelur starter tidak diubah akan tetapi yang berbeda
adalah pada ransum ayam, petelur grower (dara), pada SPI-Nak ransum dara ayam
petelur (grower) adalah : ransum untuk umur 7 minggu sampai 21 minggu diubah
pada rancangan SNI menjadi 6 minggu sampai 20 minggu, juga standar ransum ayam
petelur (layer) yang pada SPI-Nak adalah ransum makanan ayam petelur berumur 21
minggu sampai afkir diubah menjadi makanan ayam petelur berumur 20 minggu
sampai afkir.

Tabel. Rancangan Standar Nasional Indonesia untuk Ransum Ayam Petelur dan
Pedaging
B. Formulasi Pakan Ternak Ruminansia
Ransum untuk ruminansia terdiri atas hijauan dan konsentrat sehingga berbeda
dengan ransum untuk non-ruminansia dan dasar estimasinya berdasar persen dari
berat badan. Bahan penyusun ransum ternak ruminansia yaitu hijauan (forage dan
roughage): rumput, legume, silage, jerami dan konsentrat: bekatul, jagung, dan
sebagainya. Dasar estimasi dijelaskan sebagai berikut :
 Intake bahan kering (3 – 4,5% BB).
 Nel/kg ransum (ternak perah).
Misal untuk ternak potong:
- Sapi BB = 400 kg, intake BK 4%
= 4/100 × 400 kg = 16 kg BK/hari.
- Domba BB = 40 kg, intake BK 3,5%
= 3,5/100 × 40 kg = 1,4 kg BK/hari.
Contoh perhitungan ransum ternak ruminansia yaitu:
- Buat ransum untuk sapi potong/penggemukan bila diketahui:
 Berat badan 300 kg.
 Intake bahan kering(BK)/hari: 4%.
 Protein kasar ransum: 13%.
Bahan pakan yang tersedia:
Bahan BK (%) PK (%) Harga as fed/kg
1. King grass 18 9,0 Rp. 450,00
2. Bekatul 87 12,0 Rp. 2.500,00
3. Onggok 87 5,0 Rp. 1.000,00
4. Bungkil kedelai 89 47,0 Rp. 5.000,00

Jawaban:
Kebutuhan BK = (4/100) x 300 kg
= 12 kg
Jika proporsi H : K = 60% : 40%
1. Hijauan
Hijauan 60% = 60% x 12 kg = 7,2 kg BK
Dalam 7,2 kg BK hijauan terdapat protein kasar = 9% x 7200 g = 648 g PK
Kebutuhan 13% = 13% x 12.000 g = 1560 g
Kekurangan PK = 1560 g - 648 g
= 912 g harus dipenuhi dari konsentrat
2. Konsentrat
Konsentrat harus mengandung:
•Kekurangan BK = 12 kg - 7,2 kg = 4,8 kg
•Kekurangan PK = 912 g
= (912 g/4800 g) x 100%
= 19%

Energi feed % PK (%)


Bekatul 40,0 4,8 (12% x 40%)
Onggok 60,0 3,0 (5% x 60%)
Total 100,0 7,8
Proporsi (%) Protein
check (%)
Energi 7,8 28,0 71,4 (28,0/39,2 x 100%) 5,6
(7,8 x 71,4/100)
19,0
Protein 47,0 11,2 28,6 13,4
(B. Kedelai) +
39,2 100,00 19,00

Susunan konsentrat:
Bahan Proporsi (%) PK (%)
Bekatul 28,6 (40% x 71,4%) 3,43 (12% x 28,6%)
Onggok 42,8 (60% x 71,4%) 2,14 (5% x 42,8%)
B. kedelai 28,6 13,44 (47% x 28,6%)
100,0 19,00

Susunan ransum (BK):


King grass = 7,2 kg
Bekatul = 1,37 kg (28,6% x 4,8 kg)
Onggok = 2,05 kg (42,8% x 4,8 kg)
B. kedelai = 1,37 kg (28,6% x 4,8 kg)
BAB VII
PENILAIAN KUALITAS PAKAN

TIK
Mahasiswa dapat menjelaskan dan menganalisis penilaian pada kualitas pakan
ternak secara fisik, kimia dan biologis

Pendahuluan
Biasanya kualitas sesuatu bahan akan diketahui baik jeleknya setelah diverifikasi
dengan kualitas dari suatu bahan standar. Bagaimanapun, nilai relatif dari kualitas
suatu bahan termasuk bahan pakan, sangat penting untuk diketahui karena dapat
berguna pada setiap saat dan keadaan.
Keterkaitan antara kualitas pakan dan performans ternak sangat erat dan
mencakup tidak hanya semua komponen bahan pakan, tetapi juga kecernaan dan
metabolime dari komponen pakan tersebut. Karena itu, tantangan untuk pihak terkait
dalam produksi pakan ternak adalah memonitor dan mengevaluasi setiap aspek dari
sistem produksi pakan secara konsisten.perlu dilakukannya penilaian kualitas pakan
ternak secara fisik, kimia dan biologis agar lebih membantu mengetahui kualitas
pakan yang akan diberikan pada ternak sehingga kebutuhan nutrisipada ternak dapat
terpenuhi dengan baik,sehingga produksi ternak dapat berkembang dengan baik.

A. Penilaian Kualitas Pakan Secara Fisik


Istilah pakan digunakan untuk menyebut bahan makanan yang akan diberikan
kepada ternak. Misalnya jagung, apabila diberikan untuk manusia sebagai bahan
konsumsi, disebut dengan istilah bahan makanan, sedangkan apabila diberikan untuk
ternak, disebut dengan istilah bahan pakan. Bahan pakan yang bersumber dari
tanaman untuk pakan unggas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) bahan pakan
yang biasa digunakan, seperti jagung, dedak padi, bungkil kedelai, bungkil kelapa,
dan minyak nabati, dan (2) bahan pakan yang tidak umum digunakan, yaitu bungkil
kacang tanah, ubi kayu, hijauan, dan lain sebagainya.
Dalam mengevaluasi suatu bahan pakan, maka ada delapan faktor penting di
samping komposisi kimia yang dapat dipakai untuk mengevaluasi pakan konsentrat,
antara lain: (1) palatabilitas, (2) sifat pencahar, (3) zat anti nutrisi, (4) ”bulk density”,
(5) daya simpan, (6) tekstur, bau, rasa, warna, (7) kontaminasi, dan (8) harga.
Dalam usaha untuk membeli pakan yang berkualitas, pembeli memerlukan
pengetahuan tentang unsur untuk mengenal kualitas pakan. Mereka harus terbiasa
dengan sifat-sifat dari setiap pakan yang menunjukkan palatabilitas yang tinggi dan
mengandung gizi yang baik. Evaluasi fisik yang khususnya hijauan didasarkan
terutama pada warna dan bau. Apakah hijauan tersebut baik atau berbau terlalu baik.
Sifat fisik, seperti keambaan biasanya sangat erat hubungannya dengan
kandungan serat dari bahan pakan. Dilain pihak, sifat kimia bahan pakan, seperti
daya larut dalam air sangat erat hubungannya dengan daya cerna. Selain itu,
pengawas seyogyanya juga tahu tentang titik kritis dari jalur distribusi bahan baku
pakan dan ransum, pala alur proses kerja industri pakan serta menguasai regulasi
yang berlaku sehubungan dengan kualitas pakan.

B. Penilaian Kualitas Pakan Secara Kimia


Metode analisis proksimat atau Weende dapat mengetahui enam komponen zat
gizi, yaitu (1) air, (2) abu, (3) protein kasar (PK), (4) lemak kasar (EE), (5) serat
kasar (SK), dan (6) Bahan Ekstrak Tiada Nitrogen (BETN). Fraksi dari analisis
proksimat dapat dilihat pada Tabel dibawah.
Pakan yang dipersiapkan secara komersial menurut aturan yang berlaku harus
mempunyai label yang berisi bahan yang dipakai dan bergaransi komposisi kimia
bahan. Komposisi kimia pada pada label harus menunjukkan persentase minimum
dari protein kasar dan lemak, serta persentase maksimum dari kandungan serat kasar
dan abu. Beberapa label juga berisi kandungan maksimum garam, minimum TDN,
dan atau minimum kalsium (Ca) dan posfor (P).

Tabel . Fraksi analisis proksimat


Fraksi Prosedur Komponen Utama

Air (moisture) Contoh dipanaskan dalam Air dan unsur yang mudah
suhu di atas titik didih air menguap
sampai beratnya konstan.
Kehilangan berat sama
dengan kandungan air.
Abu (ash) Pembakaran pada suhu 500- Unsur-unsur mineral
600 0C selama dua jam

Protein kasar Penentuan nitrogen dengan Protein, asam amino dan


(crude protein) proses Kjeldahl (N x 6,25%) nitrogen bukan protein (NPN)

Lemak (ether extract) Ekstraksi dengan diethyl Lemak, asam lemak, minyak,
ether lilin, resin, dan pigmen

Serat Kasar Residu setelah di didihkan Selulose, hemiselulose, dan


(crude fibre) dalam asam dan basa lemah lignin

Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen 100% Fraksi-fraksi di atas Pati (amilosa dan amilopektin),
(BETN) /Nitrogen Free Extract gula

C. Penilaian Kualitas Pakan Secara Biologis


Mikroskop dapat dipakai untuk melihat keberadaan mikroorganisme patogen
dalam pakan. Selain itu, dengan bantuan mikroskop, teknisi yang sudah terlatih dapat
mengidentifikasi bahan baku yang terdapat pada campuran ransum. Mereka juga
dapat mendeteksi pemalsuan dan variasi kualitas secara cepat dan ekonomis, serta
benda-benda asing lainnya yang dapat merusak kualitas ransum.
Uji organoleptik merupakan uji yang menggunakan bantuan organ tubuh, seperti
tangan, mata, hidung, dan lidah. Tangan dalam konteks ini dipakai untuk
menentukan tekstur bahan, sedangkan mata untuk menentukan warna bahan, adanya
bahan asing, dan tingkat kerusakan, serta hidung untuk menentukan bau, dan lidah
untuk menentukan rasa dari suatu bahan pakan.
Dalam uji ini, dituntut pengalaman dari pemakai, sehingga makin banyak
pengalaman pemakai, maka semakin akurat hasil yang dicapai. Pemakai yang
berpengalaman akan mengetahui mutu standar dari suatu bahan pakan, sehingga
mereka dengan mudah dapat menentukan mana bahan yang baik dan buruk atau
bahkan untuk bahan yang dipalsukan.
Indikator tekstur hanya dapat dipakai untuk bahan pakan berbentuk tepung. Bahan
pakan yang masih baik akan mempunyai tekstur yang baik, seperti ketika bahan
tersebut keluar dari mesin penggiling. Sebaliknya, pada bahan pakan yang jelek,
akan terdapat gumpalan pada sebagian atau keseluruhan bahannya. Umumnya bahan
yang telah mengalami penyimpanan dalam waktu yang lama atau dalam kondisi yang
tidak baik akan mempunyai tekstur tidak baik (terdapat gumpalan) yang diakibatkan
oleh faktor kimia atau biologi yang terjadi selama penyimpanan. Bahan yang
bertekstur tidak baik umumnya akan mempunyai bau dan rasa yang tidak baik juga.
Indikator warna bisa dipakai untuk semua jenis bahan pakan. Warna bahan yang
baik dapat mengindikasikan bahwa bahan tersebut masih baru atau telah dikelola
dengan baik, sedangkan warna yang sudah memudar mengindikasikan bahwa bahan
tersebut sudah lama mengalami penyimpanan atau dikelola dengan tidak baik.
Mikroorganisme berperan penting dalam memudarkan warna suatu bahan pakan.
Selain indikator warna, mata dapat juga dipakai untuk menguji bahan pakan
dilihat dari segi kehadiran bahan asing atau mikroorganisme. Uji ini dapat dipakai
untuk semua jenis bahan pakan baik berbentuk tepung maupun butiran. Makin besar
kehadiran benda asing, makin jelek bahan tersebut. Sebaliknya, makin sedikit
kehadiran benda asing, makin baik bahan tersebut Selain itu, organ mata dapat juga
dipakai untuk menguji bahan butiran atau bijian dilihat dari sisi jumlah butiran atau
bijian yang pecah atau keriput. Makin banyak bijian yang pecah, makin mudah bahan
tersebut terkontaminasi atau diserang oleh mikroorganisme sehingga penilaian yang
diberikan akan semakin jelek dengan semakin banyaknya butiran yang pecah.
Hidung sebagai organ pencium dapat dipakai untuk menguji semua bahan pakan,
baik yang berbentuk tepung maupun bentuk lainnya. Uji ini sangat baik untuk
diterapkan pada bahan pakan yang tinggi kandungan lemaknya, terutama lemak tak
jenuh, mengingat bahan yang termasuk kelompok ini akan mudah menjadi tengik
dengan makin lamanya penyimpanan. Makin tengik bahan yang diuji makin jelek
bahan tersebut.
Ujung lidah berperan penting dalam menguji rasa suatu bahan pakan. Uji ini
sangat menuntut pengetahuan dari penguji akan rasa dari suatu bahan pakan. Berbeda
dengan uji warna yang dapat menggunakan foto standar dari suatu bahan pakan, uji
ini tidak dapat menggunakan alat bantu dan bahkan seringkali antarpenguji berbeda
dalam menilai rasa suatu bahan pakan.
BAB VIII
TEKNOLOGI PAKAN

TIK
Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana proses produksi pakan ternak dan
teknologi yang digunakannya

Pendahuluan
Definisi dari teknik produksi pakan ternak adalah serangkaian aktivitas yang
melibatkan sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan pakan yang memenuhi
standar yang telah ditetapkan oleh nutrisionist. Dalam memproduksi pakan ternak
dapat dilakukan dengan berbagai cara, pada prinsipnya produk hasil
pencampurannya homogen artinya setelah dilakukan pengujian fisik tampak
tercampur merata dan bila dilakukan analisis dilaboratorium kandungan zat-zat
makanannya sesuai dengan hasil perhitungan yang direncanakan oleh ahli nutrisi.
Perbedaan peralatan yang umum ditemui di lapangan dalam hal memproduksi
pakan ternak untuk ternak unggas dan ruminansia yaitu pada pabrik pakan yang
memproduksi pakan ruminansia relatip lebih sederhana dibanding untuk ternak
unggas. Pada pabrik pakan unggas mesin yang digunakan dalam pembuatan pakan
umumnya sangat lengkap sehingga makin banyak bentuk produk yang dihasilkan.
Dalam proses produksi terdapat teknik dan proses produksi yang berbeda – beda
yaitu teknik grinding, teknik mixing, teknik conditioning, teknik pelleting, teknik
crumbling, teknik extrution dan expanding. Sedangkan untuk jenis pakan terdapat
jenis pakan mash, pellet, crumble, namun saat ini juga terdapat jenis pakan bentuk
wafer dan biscuit (Retnani, Y., 2013).

1. Teknik dan Proses Produksi Pakan


a. Teknik Grinding
Grinding adalah penggilingan bahan baku pabrik pakan yang bertujuan untuk
memperkecil ukuran partikel suatu bahan (reduced material) menjadi butiran
kasar atau tepung (Henderson dan Perry 1974). Proses penggilingan, untuk
mempermudah kegiatan processing juga untuk memperoleh ukuran partikel bahan
yang dikehendaki agar ternak mudah mengonsumsi pakan dan sebagai tujuan
akhir adalah untuk meningkatkan performa ternak. Alat yang digunakan dalam
proses grinding adalah grinder.
b. Teknik Mixing
Teknik mixing adalah proses pencampuran beberapa bahan baku pakan yang
bertujuan untuk memperoleh hasil adukan yang homogen (Wanasuria, 1996).
Hasil pengadukan yang baik akan meningkatkan penampilan ternak mengingat
terdapat banyak bahan mikro yang memperhitungkan keamanan penggunaan obat
yang harus diterima ternak dalam jumah sedikit. Gejala keracunan obat pada
ternak mulai muncul jika mengonsumsi obat melebihi takaran selama beberapa
hari berurutan atau disebabkan pencampuran yang tidak merata.
Prinsip utama pencampuran adalah prosesnya harus diselesaikan dengan waktu
dan biaya minimum untuk menghasilkan produk yang seragam (Fahrenholz,
1994). Permasalahan akan muncul jika bahan-bahan yang dicampur mempunyai
ukuran dan bentuk yang sama, tetapi berat jenisnya berbeda atau jika bahan-bahan
tersebut mempunyai ukuran dan bentuk yang berbeda (Rempe, 1976).
Prinsip kerja pada mesin mixer adalah menciptakan arus yang akan mencampur
bahan-bahan secara homogen. Proses pencampuran disebabkan oleh difusi small
irregukar movement dan konveksi longitudinal movement (Goh, 2002).
Homogenitas campuran dapat dilihat secara fisik, kimia, dan biologi (Herman dan
Bhenke 1994):
1. Secara fisik, yaitu melalui pengamatan ransum secara langsung terhadap
pencampuran bahan pakan antara satu dengan yang lainnya.
2. Secara kimia, yaitu melalui uji di laboratorium.
3. Secara biologi, yaitu berdasarkan dampak pemberian campuran pakan
terhadap ternak.
Jenis mixer terbagi menjadi enam macam berdasarkan sistem kerja (batch
mixer dan continous mixer), berdasarkan jenis alat pengaduk (paddles mixer dan
ribbon screw atau auger mixer), dan berdasarkan bentuk bangun (vertical mixer
dan horizontal mixer) (Pfost, 1976).

c. Teknik Conditioning
Conditioning yaitu proses mengubah ransum mash pada saat dicampur
(mixing) dengan menggunakan panas, air, tekanan, dan waktu untuk keadaan fisik
yang memudahkan pemadatan ransum (Thomas, et al. 1996). Proses conditioning
dalam pembuatan pakan khususnya pellet dapat meningkatkan kualitas fisik dan
nutrisi pakan yang diproduksi (Thomas, et al. 1997). Conditioning merupakan
proses penambahan steam pada pakan untuk meningkatkan panas dan kadar air
(Khalil dan Suryahadi 1997).
Walker (1984) menjelaskan bahwa selama proses conditioning terjadi
penurunan kandungan bahan kering sampai 20% akibat peningkatan kadar air
bahan dan menguapnya sebagian bahan organik. Proses conditioning akan optimal
bila kadar air bahan berkisar 15–18%. Winarno (1997) menjelaskan lebih lanjut
bahwa kadar air yang lebih dari 20% akan menurunkan kekentalan larutan gel
hasil gelatinisasi. Efek lain dari proses conditioning, yaitu menguapnya asam
lemak rantai pendek, denaturasi protein, kerusakan vitamin bahkan terjadinya
reaksi Maillard. Reaksi Maillard, yaitu polimerisasi gula pereduksi dengan asam
amino primer membentuk senyawa melanoidin berwarna cokelat, proses ini
terjadi akibat adanya pemanasan (Muller 1988). Warna cokelat pada bahan ini
menurut Muller (1988) menurunkan mutu penampakan warna pellet.
Selama proses conditioning terjadi peningkatan suhu dan kadar air dalam
bahan, sehingga perlu dilakukan pendinginan dan pengeringan (Walker, 1984).
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam pakan
menjadi kurang dari 14%, sesuai dengan syarat mutu pakan ternak pada
umumnya. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila pencetakan dilakukan
dengan mesin sederhana. Jika pencetakan dilakukan dengan mesin pelet sistem
kering, cukup dikering anginkan saja hingga uap panasnya hilang, sehingga pelet
menjadi kering dan tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung (Pfost, 1964).

d. Teknik Pelleting
Pelleting adalah proses pencetakan campuran bahan baku pakan menjadi pakan
bentuk pelet. Alat yang digunakan dalam teknik pelleting adalah mesin Pelleter
yang mencetak pakan menjadi produk pakan yang berbentuk silinder. Pelet adalah
bentuk penggumpalan pakan melalui proses pemasukan (extruding) pada tiap
bahan atau campuran adonan dengan pemampatan dan tenaga tekanan melalui
lubang die dengan proses mekanik (Robinson, 1976).
Ada dua jenis mesin dan kondisi mesin pelet, yaitu pellet mill dan farm feed
pelleter. Pellet mill yang bekerja dengan penembahan uap biasa digunakan oleh
pabrik-pabrik pakan besar, sedangkan farm feed pelleter bekerja tanpa
penambahan uap dan banyak digunakan oleh peternakan yang membuat pakan
pelet sendiri atau pabrik skala kecil.

e. Teknik Crumbling
Crumbling adalah proses pemecahan produk pakan bentuk pellet menjadi
bongkahan partikel yang lebih kecil baik ukuran panjang dan diameternya.
Crumbler atau mesin pemecah pellet biasanya digunakan untuk memecah pellet.
Mesin tersebut digunakan untuk memecah pelet menjadi bentuk butiran atau
granula atau pecahan dan biasanya disebut crumble. Pakan crumble diberikan
pada ternak seperti ayam broiler, benur ikan, burung, dan udang. Proses kerja
crumbler adalah Reducing, Cutting, Shearing, Rolling, Crumbling. Pellet yang
telah dingin masuk melalui hopper ke ruang crumbling, roller-roller berputar,
sehingga pellet terpecah dan ukuran pellet menjadi lebih kecil, kemudian crumble
dikemas (Fairfield, 1994).

f. Teknik Extrution dan Expanding


Extrusion adalah proses pembentukan atau deformasi produk melalui proses
tekanan tertentu pada suatu lubang pengeluaran. Ekstruder adalah mesin
pembentuk atau deformasi produk melalui lubang die yang mengakibatkan
pengembangan produk dengan cara high temperature dan short time. Oleh karena
itu, ekstrusi dihubungkan dengan proses pemasakan bahan campuran antara bijian
dan campuran protein yang membentuk suatu adonan dengan mesin extruder
(Harper, 1981). Produk ekstrusi bermacam-macam, berupa pakan ikan, pakan
udang, pet food, mink food, laboratory animal food, urea feed, dan baby pig food.
Bentuknya soft pellet yang dihasilkan oleh sistem kerja tekanan screw dan die
(Smith 1976).
Prinsip kerja ekstruder sama pada semua tipe. Bahan mentah dimasukkan ke
dalam barrel extruder. Lalu, screw mendorong bahan pada sepanjang screw,
sehingga volume bahan berkurang dan meningkatkan laju pergerakan bahan.
Akhirnya, bahan mengisi seluruh ruang barrel dan di antara celah screw flight,
kemudian menjadi padat. Selama perjalanan sepanjang barrel, screw membentuk
adonan menjadi bentuk semi-solid (plasticied mass). Adanya gaya dorong yang
besar menyebabkan bahan keluar dari lubang die, lalu berubah bentuk menjadi
produk akhir yang dengan segera dikeringkan (Fellows, 2000).
Setelah produk dikeringkan, maka produk membutuhkan penurunan temperatur
yang kemudian dilakukan pada alat kombinasi dryer-cooler, sehingga
pendinginan dilakukan pada slow conveyor dalam multiphase dryer. Waktu yang
dibutuhkan untuk drying dan cooling produk extruder adalah 15 menit untuk
drying dan 7 menit untuk cooling (Hauck et al. 1994).
Penggunan sistem ekstrusi untuk pakan ternak dalam jangka panjang (Pfost,
1976), di antaranya:
(a) pengeringan protein daun,
(b) produksi susu untuk starter dan replacers secara keseluruhan atau sebagian
dari ekstrusi bungkil kedelai lemak penuh,
(c) peningkatan efisiensi pakan serealia,
(e) produksi ekstrusi pakan untuk krustasea, serta
(f) produksi pakan ternak yang halus yang mengandung kadar gula rendah.
Gambar. Ekstruder
Expander merupakan jenis mesin extruder dengan single screw, dengan
dinding conditioning yang tebal, yang berfungsi sebagai penangkap uap (Fellows
2000). Keuntungan penggunaan mesin expander menurut Fairfield (1994) adalah
1) sedikit terbentuk debu,
2) kualitas pelet yang dihasilkan menjadi lebih baik,
3) meningkatkan kapasitas pellet mill,
4) meningkatkan kemampuan penambahan bahan cairan,
5) meningkatkan kemampuan merekat antarbahan baku dengan penggunaan
perekat dalam jumlah sedikit, sehingga menurunkan biaya formulasi,
6) meningkatkan aktivasi kemampuan merekan bahan baku secara alami,
7) menurunkan kandungan/serangan bakteri,
8) menurunkan kandungan substansi penghambat pertumbuhan,
9) meningkatkan pencernaan kandungan nutrisi bahan baku.
Kerugian dari penggunaan mesin expander adalah investasi modal tinggi,
penggunaan temperatur, dan tekanan tinggi, sehingga mengurangi kandungan
vitamin dan obat-obatan.
2. Jenis Pakan Hasil Industri Berdasarkan Bentuknya
Bentuk pakan ternak yang diproduksi juga berbeda-beda, yaitu pakan berbentuk
tepung (mash), pelet (silinder), butiran atau granula atau pecahan (crumble), dan
wafer pakan. Menurut North dan Bell (1990), bentuk ransum ayam ada tiga macam,
yaitu mash, crumble, dan pelet. Pakan berbentuk tepung umumnya untuk ayam DOC
broiler dan petelur (layer). Pakan bentuk pellet dan crumble biasa digunakan untuk
ayam broiler dan petelur fase grower dan finisher. Pakan berbentuk wafer dan biskuit
bisa digunakan untuk ternak sapi, kambing, dan domba (Retnani et al. 2009).
a. Pakan Bentuk Mash

Gambar. Pakan dalm bentuk Mash


Produk pakan berbentuk tepung (mash) adalah ransum dengan bentuk halus
yang mengandung zat-zat makanan seimbang dan dihasilkan dari penggilingan
bahan-bahan seimbang dan dihasilkan dari penggilingan bahanbahan makanan
penyusun ransum yang dicampur bersama-sama. Pakan berbentuk tepung
umumnya untuk ayam DOC dan petelur (layer). Pakan berbentuk tepung harganya
relatif lebih murah dibandingkan dengan pakan bentuk lain karena tidak ada
penambahan biaya untuk proses produksi lebih lanjut.
Pembuatan tepung ini dilakukan secara mekanis, yaitu dengan cara
dihancurkan dengan alat penghancur. Ukuran partikel dapat disesuaikan dengan
menggunakan saringan. Alat-alat teknologi pakan yang digunakan untuk
mengolah bahan baku adalah grinder dan mixer. Grinder adalah mesin giling
yang digunakan untuk menggiling atau menghaluskan bahan dari partikel yang
besar menjadi partikel yang lebih kecil yang biasanya digunakan dalam kegiatan
processing selanjutnya. Bahan-bahan baku produksi pakan yang telah mengalami
proses penggilingan dicampur ke dalam mesin mixer agar menjadi produk pakan
bentuk mash yang homogen.
Pakan berbentuk mash (tepung) lebih cocok diberikan kepada ternak unggas.
Ada beberapa ketentuan pemberian mash yang diberikan kepada unggas sesuai
dengan fase dari unggas tersebut di antaranya sebagai berikut:
a) Chick Mash atau starter mash, yaitu pakan yang diberikan pada ayam petelur
mulai saat menetas sampai sekitar 8 minggu. Biasanya berbentuk tepung.
b) Grower Mash, yaitu pakan yang diberikan pada ayam petelur berumur antara
9–20 minggu dan biasanya berbentuk tepung.
c) Layer Mash atau complete layer, yaitu pakan yang diberikan pada ayam petelur
berumur produksi dan biasanya berbentuk tepung.
d) Broiler strarter, yaitu pakan yang diberikan pada ayam pedaging berumur
muda 4 minggu dan biasanya berbentuk tepung atau butiran.
e) Broiler finisher, yaitu pakan yang diberikan pada ayam pedaging berumur 5
minggu atau 42 hari (saat dipanen) dan biasanya berbentuk tepung dan butiran.
f) Breeder mash, yaitu pakan untuk ayam bibit berbentuk tepung dan biasanya
dibedakan starter, grower, dan layer (Yunianto 2001).

b. Pakan Bentuk Pelet

Gambar. Pakan berbentuk Pellet


Pelet adalah pakan berbentuk silinder yang berasal dari pencetakan
bahanbahanbaku pakan dengan menggunakan mesin die, sehingga menjadi bentuk
silinder atau potongan kecil dengan diameter, panjang, dan derajat kekerasan yang
berbeda. Pelet yang berukuran besar umumnya mengandung serat yang berasal
dari hijauan. Pakan berbentuk pelet biasanya digunakan untuk ternak, yaitu ayam
broiler dan petelur fase grower dan finisher, burung, hamster, kelinci, sedangkan
untuk hewan akuatik, pelet juga diberikan untuk ikan dan udang. Pelet untuk
hewan kesayangan kucing dan anjing disebut pet food.
Pembuatan pelet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan, dan pengeringan.
Menurut Pfost (1964), proses penting dalam pembuatan pellet adalah
pencampuran (mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding),
dan pendinginan (cooling). Proses conditioning adalah proses pemanasan dengan
uap air pada bahan yang ditujukan untuk gelatinisasi agar terjadi perekatan antar
partikel bahan penyusun sehingga penampakan pelet menjadi kompak, durasinya
mantap, tekstur, dan kekerasannya bagus. Penentuan ukuran pelet disesuaikan
dengan jenis ternak.

c. Pakan Bentuk Crumble


Crumble adalah pakan berbentuk butiran yang dibuat melalui proses
penghancuran pellet ke bentuk butiran kasar atau granula. Berbeda dengan pelet,
crumble lebih disukai oleh ternak unggas dan lebih baik disesuaikan dengan
tempat pakan mekanik. Crumble kadang-kadang mengurangi kerugian dari pelet
yang sulit dikunyah, ditelan, dan dicerna. Perbedaannya dengan pakan hasil
gilingan, crumble memiliki keuntungan, yaitu mengurangi debu pakan, bentuk
tidak harus beraturan, dan granula (Ensminger et al. 1990).
Pemberian makanan dalam bentuk crumble dapat meningkatkan berat badan
serta memperbaiki konversi makanan dibandingkan dengan makanan bentuk
halus. Alat-alat teknologi pakan yang digunakan untuk mengolah bahan baku
adalah crumbler. Crumbler atau mesin pemecah pelet biasanya digunakan untuk
memecah pelet menjadi bongkahan partikel yang lebih kecil baik ukuran panjang
dan diameternya. Mesin tersebut digunakan untuk memecah pellet menjadi bentuk
butiran atau granula atau pecahan (crumble) dan biasanya diberikan pada ternak
seperti ayam broiler, benur ikan, dan udang. Crumbling adalah proses
penggilingan atau pemecahan pelet menjadi partikel yang kasar atau berbentuk
granular.
Proses sederhana pembuatan pakan berbentuk crumble adalah semua bahan di
giling jadi tepung, kemudian di aduk hingga rata, setelah itu mengalami
penguapan dengan panas antara 80–900C. Kemudian pakan tersebut dimasukkan
ke dalam mesin crumble sambil di tekan-tekan, sehingga butiran berbentuk
crumble berjatuhan.

d. Pakan Bentuk Wafer

Gambar. Bentuk fisik produk pakan komersil wafer pucuk dan ampas
tebu
Wafer merupakan suatu bahan yang mempunyai dimensi (panjang, lebar, dan
tinggi) dengan komposisi terdiri dari beberapa serat yang sama atau seragam
(ASAE 1994). Pembuatan wafer merupakan salah satu alternatif bentuk
penyimpanan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga keseimbangan
ketersediaan bahan hijauan pakan. Bentuk wafer yang padat dan cukup ringkas
diharapkan dapat (1) meningkatkan palatabilitas ternak karena bentuknya yang
padat, (2) memudahkan dalam penanganan, pengawetan, penyimpanan,
transportasi, dan penanganan hijauan lainnya, (3) memberikan nilai tambah
karena selain memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan, dan (4)
menggunakan teknologi sederhana dengan energi yang relatif rendah.
Bahan yang digunakan untuk pembuatan pakan ternak berbentuk wafer ini bisa
berasal dari hijauan pakan berupa rumput, limbah pertanian, dan perkebunan serta
konsentrat yang berasal dari biji-bijian. Wafer pakan komplit yang telah
dikembangkan sejak tahun 2000 di Laboratorium Industri Pakan, Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB adalah wafer rumput
lapang, wafer pakan limbah sayuran pasar, wafer pakan komplit limbah sayuran
pasar untuk ternak domba, wafer pakan komplit untuk sapi pedet.
Bahan-bahan baku pakan dicampur dengan mixer dan dilakukan pencetakan
dengan mesin wafer dan dilakukan pengempaan panas selama 10 menit.
Pengondisian lembaran wafer dilakukan dengan cara membiarkan pada udara
terbuka (suhu kamar) sampai kadar air dan beratnya konstan. Proses pembuatan
wafer pakan, yaitu sebagai berikut.
a. Pengumpulan limbah sayuran pasar yang akan digunakan sebagai bahan baku
wafer.
b. Limbah sayuran dipotong-potong menggunakan mesin forage chopper dengan
ukuran 2–3 cm.
c. Limbah sayuran dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 15–17%.
d. Limbah sayuran yang telah kering digiling kasar dengan mesin hammer mill.
e. Kemudian hasil gilingan limbah sayuran ditimbang sebanyak 400 g dan
dicampur dengan tetes sebanyak 5% (20 g) dari bahan baku yang
dipergunakan hingga bahan-bahan tersebut tercampur dengan rata (homogen).
f. Pencetakan wafer dengan menggunakan mesin wafer yang memiliki ukuran
wafer sebesar 20 x 20 x 1,5 cm dan dilakukan pengempaan panas selama 10
menit dengan suhu 120oC.
g. Pengondisian wafer dilakukan dengan cara membiarkan pada udara terbuka
(suhu kamar) sampai kadar air dan beratnya konstan.

e. Pakan Bentuk Biskuit


Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya awet yang relative
tinggi, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa dalam
perjalanan karena volume dan beratnya proses pengeringan (Whiteley, 1971).
Secara umum pembuatan biskuit dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu
pencampuran bahan, pembentukan adonan dan pencetakan, pembakaran dan
pendinginan. Bentuk pakan tersebut dibuat dengan memanfaatkan limbah
pertanian sehingga harganya murah, salah satu di antaranya pemanfaatan limbah
tanaman jagung.
Biskuit pakan adalah produk pengolahan pakan yang dibuat dengan
menggunakan bantuan panas dan tekanan, sehingga menghasilkan produk
pengolahan pakan yang berbentuk tipis, rata, dan kompak. Biskuit pakan dibuat
dengan pemanasan pada suhu 900C selama 5 menit dan menggunakan tekanan
sebesar 200–300 kg/cm2. Biskuit pakan menggunakan teknik pemanasan dry
heating yang disebut baking. Menurut Winarno (2007) baking adalah teknik
pemasakan dengan cara meletakkan bahan makanan ke dalam oven yang biasanya
telah dilengkapi dengan elemen panas yang terletak di bagian bawah dari oven.
DAFTAR PUSTAKA

Bidura, Candrawati, I. M. Suasta, Putrid dan E. Puspani. 2016. Ilmu Gizi Ternak
Ruminansia. UNUD : Denpasar.

Nuswantara, L. K., 2002. Ilmu Makanan Ternak Ruminansia (Sapi Perah). UNDIP :
Semarang.

Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. ANGKASA : Bandung.

Pfost HB. 1976. Grinding dan rolling. Kansas State University. In Feed
Manufacturing Technology. 1976. H.B. Pfost, Technical Editor and D.
Pickering, Production Editor. Feed Production Council, American Feed
Manufacturers Association, Inc. pp.71–84.

Retnani, Y. 2013. Proses Industri Pakan. IPB Press : Bogor.

Wahju, J. 1988. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Whiteley PR. 1971. Biscuit Manufacture. London: Applied Science Publisher.

Widodo, E. 2018. Ilmu Nutrisi Unggas. UB Press: Malang.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Yunianto, V Dwi. 2001. Nutrisi Pakan Unggas Bibit. Makalah Seminar. Fakultas
Peternakan. Semarang: Universitas dipenogoro.

Anda mungkin juga menyukai