Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGGARAMAN

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 8 :

Geby Annastraina Natalis PO.62.31.3.17.405


Mohhamad Fajrianoor PO.62.31.3.17.413
Piona Lorensa PO.62.31.3.17.421
Sinthya Aprillia Putri PO.62.31.3.17.431
Trixy Destia Juliani PO.62.31.3.17.435

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN

SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PALANGKA RAYA

PROGRAM STUDI DIPLOMAT IV GIZI 2018


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... iii
1.1 latar belakang ....................................................................................... iv
1.2 tujuan praktikum ................................................................................. v
1.3 manfaat praktikum ............................................................................... vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ vii
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM ....................................................................... viii
3.1 Alat dan bahan ......................................................................................... ix
3.2 Cara kerja .................................................................................................. x
3.3 Diagram alir ............................................................................................... xi
BAB IV HASIL………………….................................................................................... xii
4.1 Hasil ............................................................................................................ xiii
4.2 Daftar Gambar ............................................................................................. xiv
BAB V PEMBAHSAN ……..............................................................................................xv
BAB VI PENUTUP…………………………………………………………………...…………..xvi
6.1 kesimpulan......................................................................................................xvii
6.2 saran ..............................................................................................................xviii
5.3 Saran .................................................................................................... ………xix
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... xx
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan rahmatnya
penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.Adapun judul laporan”pengolahan
pangan dengan penggaraman” .Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan ini.Penulis menyadari
bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan
saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dimasa menndatang.Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang enak dan lezat,
mudah dicerna dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur
dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat, dan
lain sebagainya.Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12% serta vitamin dan mineral. Nilai tertinggi
telur terdapat pada bagian kuning telur. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang
membantu mempercepat pertumbuhan otot serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium dan
vitamin B kompleks. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60% dari seluruh bulatan telur
mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah
rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui
pori-pori telur. Oleh sebab itu usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas
telur.Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun
kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Penyimpanan telur dalam waktu
lama tanpa pengawetan dapat menurunkan bobot telur dan putih telur menjadi encer. Telur yang di
awetkan dapat memperpanjang daya simpan tanpa mengurangi kadar gizinya. Salah satu cara
pengawetan yang tidak merubah gizinya yaitu di asinkan. Oleh sebab itu usaha pengawetan
sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur.
Telur akan lebih bermanfaat apabila direbus setengah matang, daripada direbus matang
atau dimakan mentah. Telur yang digoreng kering juga kurang baik, karena protein telur
mengalami denaturasi atau rusak, berarti mutu protein akan menurun. Macam-macam telur
adalah: telur ayam (kampung dan ras), telur bebek, puyuh, dan lain-lain. Kualitas telur ditentukan
oleh:
1) Kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, posisi kuning telur, dan ada tidaknya
noda atau bintik darah pada putih atau kuning telur)
2) Kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan kulit
telur)
Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2 minggu di ruang
terbuka. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang tampak dari luar dan kerusakan yang baru
dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan pertama berupa kerusakan alami (pecah, retak ).
Kerusakan lain adalah akibat udara dari dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik.
Sebab lain karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih
telur encer, sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan telur dapat juga disebabkan oleh
masuknya mikroba ke dalam telur, yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya.
Kerusakan telur terutama disebabkan oleh kotoran yang menempel pada kulit telur. Penurunan
mutu telur sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kelembaban ruang penyimpanan.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui cara pembuatan telur asin.
2. Mengetahui proses osmosis pada pembuatan telur asin.
3. Mengetahui perbandingan warna sebelum dan sesudah di asinkan.
4. Memperlambat proses pembusukan (pengawetan).

1.3 Manfaat praktium


- Mahasiswa terampil dalam pembuatan telur asin serta dapat mengetahui bagaimana standar
telur asin yang baik dalam rasa, warna, aroma dan tekstur.
- Dalam praktek ini dapat memberikan pengetahuan tentang telur asin kepada mahasiswa sesuai
yang diharapkan agar dapat menguasai ilmu yang diberikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Telur merupakan sumber protein hewani yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam
slogan empat sehat lima sempurna, antara lain dikatakan bahwa telur merupakan lauk yang bergizi
tinggi. Juga beberapa tahun yang lalu, Departemen Pertanian mengeluarkan slogan semangkuk
sayur sebutir telur dalam usaha menggiatkan pemanfaatkan pekarangan rumah di pedesaan.
Dengan slogan ini dimaksudkan agar setiap keluarga memanfaatkan pekarangannya
untuk bertanam sayur dan memelihara ayam sebagai sumber pangan di dalam keluarga (Gsianturi,
2003).
Sejak zaman dulu masyarakat kita telah mengenal pengasinan sebagai salah satu upaya
untuk mengawetkan telur (memperpanjang masa simpan), membuang rasa amis (terutama telur
itik), dan menciptakan rasa yang khas. Berdasarkan proses pengolahannya, telur asin dapat dibuat
dengan cara merendam dalam larutan garam jenuh atau menggunakan adonannya. Adonan
garam merupakan campuran antara garam, abu gosok, serbuk bata merah, dan kadang-kadang
sedikit kapur (Marssy, 2010).
Pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia umumnya masih berat pada karbohidrat dan
rendah protein, khususnya protein hewani. Dominasi kalori dari karbohidrat masih sekitar 62 %,
sedangkan konsumsi protein hewani hanya 2,3 %, demikian juga buah dan sayur hanya 2,3 %. Pola
demikian dalam jangka panjang tidak menguntungkan baik dari segi kesehatan dan daya tahan
tubuh. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa umumnya masyarakat masih beranggapan
bahwa makan asal kenyang tanpa memperhatikan kebutuhan zat gizi yang memang diperlukan oleh
tubuh. Rendahnya konsumsi protein hewani, buah, dan sayur antara lain disebabkan oleh
pendapatan yang terbatas, dan harga ikan, daging, telur atau buah yang relatif lebih mahal daripada
beras. Di antara sumber protein hewani yang banyak tersedia adalah telur (Pratomo, 2003).
Telur asin matang tahan selama 2-3 minggu, sedangkan pembubuhan larutan teh dalam
adonan pengasin dapat meningkatkan ketahanan telur asin sampai 6 minggu. Penggunaan
ekstrak daun teh bertujuan agar zat tanin yang terkandung dalam daun teh dapat menutupi pori-
pori kulit telur serta memberikan warna coklat muda yang menarik dan bau telur asin yang
dihasilkan lebih disukai (Faskel, 2001).
Telur asin merupakan produk pangan yang memiliki karakteristik sebagaimana bahan
pangan lain, yaitu mudah rusak dan busuk. Oleh karena itu bahan pangan ini memerlukan
penanganan yang cermat sejak dari pengambilan dari kandang hingga penyimpanan di konsumen.
Salah satu cara untuk mempertahankan kualitas telur adalah dengan pengawetan. Pengawetan
yang paling mudah dan sering dilakukan oleh masyarakat adalah dengan cara pengasinan atau
pembuatan telur asin. Namun demikian, ada sebuah fakta yang tidak banyak diketahui oleh
masyarakat pada umumnya, bahwasanya pada proses pengasinan ini hendaknya dilakukan
dengan memperhatikan aspek kualitatif dan kuantitatif dari komponenen zat-zat gizi yang
terkandung dalam telur sebagaimana kondisi awal telur sebelum diolah. Sebagai contoh, jika
sampai terjadi kerusakan lemak atau minyak saat proses pengawetan, maka telur tersebut dapat
menganggu kesehatan jika dikonsumsi, seperti menyebabkan penyakit jantung dan kolesterol
(Suprapti, 2002).
Perbedaan komposisi kimia antara spesies terutama terletak pada jumlah dan proporsi
zat-zat yang dikandungnya yang dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan lingkungan. Membran
vitelin adalah salah satu bagian dari kuning telur yang amat penting selama proses pengasinan
karena mendorong air keluar dari kuning telur dan mencegah air masuk, mendorong NaCl masuk
kedalam kuning telur dan mencegah NaCl keluar (Romanoff dan Romanoff, 1963).Struktur telur
berdasarkan Stadelman dan Cotterill (1995), memperlihatkan adanya lapisan-lapisan pada telur,
sehingga pada telur yang diasinkan, garam akan masuk secara bertahap dari putih telur ke kuning
telur.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Alat:
1. Timbangan
2. Neraca analitik
3. Talenan
4. Pisau
5. Baskom
6. Panci
7. Ulekan/cobek
8. Gelas beker
9. Kompor

Bahan:
1. Garam
2. Abu gosok
3. Batu-bata
4. Air

3.2 Cara Kerja


A.Telur asin dengan air garam
1. Cuci bersih telur,gosok dengan sabut kawat dan keringkan
2. Campur dengan air garam 250 ml(125 gr garam)
3. Simpan 7 hari ditoples/panci tertutup
4. Setelah 7 hari,rebus telur asin
5. Lakukan uji organoleptik

B.Telur asin dengan batu bata/abu gosok


1. Cuci bersih telur,gosok dengan sabut kawat dan keringkan
2. Campur garam dan abu gosok/bata bubuk(1:1)
3. Balur telur dengan adonan abu gosok/bata bubuk ± 1 cm
4. Simpan 7 hari
5. Setelah 7 hari,rebus telur asin
6. Lakukan uji arganoleptik
3.3 Diagram Alir
1.Telur asin dengan air garam

Cuci bersih telur,gosok dengan sabut kawat dan keringkan

Rendam dalam air garam 250 ml (125 gr garam)

Simpan 7 hari ditoples/panci tertutup

Setelah 7 hari,rebus telur asin

Lakukan uji organoleptik

2.Telur asin dengan batu-bata dan abu gosok

Cuci bersih telur,gosok dengan sabut kawat dan keringkan

Campur garam dan abu gosok/bata bubuk(1:1)

Balur telur dengan adonan abu gosok/bata bubuk ± 1 cm

Simpan 7 hari

Setelah 7 hari,rebus telur asin

Lakukan uji arganoleptik


BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil
1.Telur asin dengan air garam
Telur =itik
Komposisi =-250 air
-125 gr garam

2.Telur asin dengan batu-bata


Telur =itik
Komposisi =-100 gr batu-bata bubuk
-100 gr garam
-air secukupnya

3.Telur asin dengan abu gosok


Telur =itik
Komposisi =-100 gr abu gosok
-air secukupna
Telur Rasa Warna Tekstur Aroma Gambar
Putih Kuning
telur telur
Air Tidak Tidak Putih diluar halus Khas
garam asin terlalu dan kuning telur
asin,agak didalam
kecut

Abu asin Sedikit Jingga Lembut,k Khas


gosok asin kocoklatan, uning telur
putih dan putih
diluar,dan telur
kuning lebih
pucat padat
didalam
Batu- Sangat Sangat Putih Agak Khas
bata asin asin diluar,dan kasar,ku telur
kuning ning dan
keemasan putih
didalam telur
lebih
padat
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum pembuatan telur asin mengggunakan empat telur bebek dan adonan batu batu
bata yang dilembutkan. Proses pemeraman dilakukan selama 14 hari, hal ini sesuai dengan
pernyataan Ummah (2010) bahwa pengolahan telur asin menggunakan bahan telur bebek, garam
dan batu bata merah. Penggunaan batu bata merah harus dilembutkan terlebih dahulu agar
memudahkan garam masuk ke dalam pori-pori telur. Perbandingan garam dengan batu bata
merah adalah 1:1. Telur asin harus dieram selama 7-14 hari.
Pengasinan telur umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dalam larutan
garam dan pemeraman oleh adonan campuran garam dengan tanah liat, atau abu gosok atau
bubuk bata merah Prinsip kedua cara tersebut adalah dehidrasi osmosis, yaitu proses
pengurangan air dari bahan dengan cara membenamkan bahan dalam suatu larutan
berkonsentrasi tinggi, larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis tinggi. Dehidrasi osmosis
(osmotic dehydration) merupakan proses perpindahan massa secara simultan (countercurrent
flows) antara keluarnya air dari bahan dan zat terlarut berpindah dari larutan ke dalam bahan.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pengawetan dengan penggaraman pada metode
basah lebih banyak disuakai baik warna bau, rasa dan tekstur dibandingkan dengan pengawetan
penggaraman dengan metode kering. Citarasa dari ketiga sampel dengan metode berbeda ini
juga menghasilkan hasil yang berbeda pula. Hal ini bisa di sebabkan oleh cara pengolahan dan
bahan yang digunakan pada pengolahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedjai (2005) yang
menyatakan bahwa hasil pengawetan akan terasa berbeda jika bahan dan cara pengolahannya
juga berbeda. Cita rasa ini dapat berupa warna, bau, rasa, dan tekstur yang dapat meningkatkan
tingkat kerusakan sehingga dapat meningkatkan penurunan konsumsi.
Dan pendapat Winarno (2006), yang menyatakan bahwa cita rasa bahan pangan terdiri dari
bau, rasa, dan rangsangan dari mulut, cita rasa telur asin khas dapat disebabkan oleh faktor
pemecahan senyawa dalam telur atau fermentasi mikroba
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1) Telur asin yang kami buat yaitu menggunakan metode pembungkusan dengan garam, abu
gosok dan bubuk batu bata dengan perbandingan perbandingan 1:1 ( 100 gr garam : 100 gr abu
gosok 100 gr bubuk batu bata). Pembuatan telur asin ini diawali dengan mencuci telur dengan
menggunakan air biasa. Telur dilapisi atau dibungkus menggunaka adonan berupa garam dan abu
gosok dan di tambahkan air secukupnya agar dapat merekat.
2) Proses pengasinan telur bertujuan agar membuat telur menjadi lebih awet.
3) Proses masuknya garam ke dalam telur berlangsung secara dehidrasi osmosis, ion Na di
dapatkan dari garam, sedangkan ion H+ berasal dari air, dengan demikian, ion Na masuk ke dalam
telur dan kadar air berkurang, akibatnya telur menjadi asin.
4) Tingkat asin pada telur dipengaruhi oleh faktor waktu, ketebalan pasta, dan juga perbandingan
antara pecahan batu bata dan tanah pada waktu pembuatan pasta.
5) Semakin sedikit kandungan air yang terkandung dalam telur akan membuat telur semakin awet

6.2 Saran
Untuk membuat telur asin sebaiknya telur dipilih yang cangkang telurnya tidak retak-retak atau
rusak agar hasil telur asinnya lebih optimal. Penggunaan bata merah dan tanah liat akan lebih
efektif jika dibandingkan dengan penggunaan abu gosok karena bata merah dan tanah liat dapat
membantu menyerap air dari dalam telur. Perebusan telur asin sebaiknya lebih lama, karena
perebusan yang kurang lama menyebabkan tekstur telur masih cair. Selain itu perlu diperhatikan
juga dalam proses penyimpanan telur asin, agar telur asin tidak mudah retak ataupun pecah.
DAFTAR PUSTAKA

Kastaman, Roni., Susdaryanto dan Nopianto, Budi H. 2005. Kajian Proses Pengasinan Telur
Metode Reverse Osmosis Pada Berbagai Lama Perendaman. Jurnal Teknik Industri Pertanian 19

Budiman, A., A. Hintono dan Kusrahayu. 2012. Pengaruh Lama Penyangraian Telur Asin
Setelah Perebusan Terhadap Kadar NaCl, Tingkat Keasinan Dan Tingkat Kekenyalan.Animal
Agriculture Journal,1(2): 219-227

Novia, D., S. Melia dan N. Z. Ayuza. 2011.Kajian Suhu Pengovenan Terhadap Kadar
Protein dan Nilai Organoleptik Telur Asin.Jurnal Peternakan,8 (2): 70-76

Haryoto. 2009.Teknologi Tepat Guna Pengawetan Telur Segar Yogyakarta: Kanisius

Lukman, H. 2008. Pengaruh Metode Pengasinan dan Konsentrasi Sodium Nitrit Terhadap
KarakteristikTelur Itik Asin.Jurnal Ilmiah Ilmu Peternakan, XI (1): 9-17.

Anda mungkin juga menyukai