PENGGARAMAN
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 8 :
Telur merupakan sumber protein hewani yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam
slogan empat sehat lima sempurna, antara lain dikatakan bahwa telur merupakan lauk yang bergizi
tinggi. Juga beberapa tahun yang lalu, Departemen Pertanian mengeluarkan slogan semangkuk
sayur sebutir telur dalam usaha menggiatkan pemanfaatkan pekarangan rumah di pedesaan.
Dengan slogan ini dimaksudkan agar setiap keluarga memanfaatkan pekarangannya
untuk bertanam sayur dan memelihara ayam sebagai sumber pangan di dalam keluarga (Gsianturi,
2003).
Sejak zaman dulu masyarakat kita telah mengenal pengasinan sebagai salah satu upaya
untuk mengawetkan telur (memperpanjang masa simpan), membuang rasa amis (terutama telur
itik), dan menciptakan rasa yang khas. Berdasarkan proses pengolahannya, telur asin dapat dibuat
dengan cara merendam dalam larutan garam jenuh atau menggunakan adonannya. Adonan
garam merupakan campuran antara garam, abu gosok, serbuk bata merah, dan kadang-kadang
sedikit kapur (Marssy, 2010).
Pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia umumnya masih berat pada karbohidrat dan
rendah protein, khususnya protein hewani. Dominasi kalori dari karbohidrat masih sekitar 62 %,
sedangkan konsumsi protein hewani hanya 2,3 %, demikian juga buah dan sayur hanya 2,3 %. Pola
demikian dalam jangka panjang tidak menguntungkan baik dari segi kesehatan dan daya tahan
tubuh. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa umumnya masyarakat masih beranggapan
bahwa makan asal kenyang tanpa memperhatikan kebutuhan zat gizi yang memang diperlukan oleh
tubuh. Rendahnya konsumsi protein hewani, buah, dan sayur antara lain disebabkan oleh
pendapatan yang terbatas, dan harga ikan, daging, telur atau buah yang relatif lebih mahal daripada
beras. Di antara sumber protein hewani yang banyak tersedia adalah telur (Pratomo, 2003).
Telur asin matang tahan selama 2-3 minggu, sedangkan pembubuhan larutan teh dalam
adonan pengasin dapat meningkatkan ketahanan telur asin sampai 6 minggu. Penggunaan
ekstrak daun teh bertujuan agar zat tanin yang terkandung dalam daun teh dapat menutupi pori-
pori kulit telur serta memberikan warna coklat muda yang menarik dan bau telur asin yang
dihasilkan lebih disukai (Faskel, 2001).
Telur asin merupakan produk pangan yang memiliki karakteristik sebagaimana bahan
pangan lain, yaitu mudah rusak dan busuk. Oleh karena itu bahan pangan ini memerlukan
penanganan yang cermat sejak dari pengambilan dari kandang hingga penyimpanan di konsumen.
Salah satu cara untuk mempertahankan kualitas telur adalah dengan pengawetan. Pengawetan
yang paling mudah dan sering dilakukan oleh masyarakat adalah dengan cara pengasinan atau
pembuatan telur asin. Namun demikian, ada sebuah fakta yang tidak banyak diketahui oleh
masyarakat pada umumnya, bahwasanya pada proses pengasinan ini hendaknya dilakukan
dengan memperhatikan aspek kualitatif dan kuantitatif dari komponenen zat-zat gizi yang
terkandung dalam telur sebagaimana kondisi awal telur sebelum diolah. Sebagai contoh, jika
sampai terjadi kerusakan lemak atau minyak saat proses pengawetan, maka telur tersebut dapat
menganggu kesehatan jika dikonsumsi, seperti menyebabkan penyakit jantung dan kolesterol
(Suprapti, 2002).
Perbedaan komposisi kimia antara spesies terutama terletak pada jumlah dan proporsi
zat-zat yang dikandungnya yang dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan lingkungan. Membran
vitelin adalah salah satu bagian dari kuning telur yang amat penting selama proses pengasinan
karena mendorong air keluar dari kuning telur dan mencegah air masuk, mendorong NaCl masuk
kedalam kuning telur dan mencegah NaCl keluar (Romanoff dan Romanoff, 1963).Struktur telur
berdasarkan Stadelman dan Cotterill (1995), memperlihatkan adanya lapisan-lapisan pada telur,
sehingga pada telur yang diasinkan, garam akan masuk secara bertahap dari putih telur ke kuning
telur.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Alat:
1. Timbangan
2. Neraca analitik
3. Talenan
4. Pisau
5. Baskom
6. Panci
7. Ulekan/cobek
8. Gelas beker
9. Kompor
Bahan:
1. Garam
2. Abu gosok
3. Batu-bata
4. Air
Simpan 7 hari
4.1 Hasil
1.Telur asin dengan air garam
Telur =itik
Komposisi =-250 air
-125 gr garam
Praktikum pembuatan telur asin mengggunakan empat telur bebek dan adonan batu batu
bata yang dilembutkan. Proses pemeraman dilakukan selama 14 hari, hal ini sesuai dengan
pernyataan Ummah (2010) bahwa pengolahan telur asin menggunakan bahan telur bebek, garam
dan batu bata merah. Penggunaan batu bata merah harus dilembutkan terlebih dahulu agar
memudahkan garam masuk ke dalam pori-pori telur. Perbandingan garam dengan batu bata
merah adalah 1:1. Telur asin harus dieram selama 7-14 hari.
Pengasinan telur umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dalam larutan
garam dan pemeraman oleh adonan campuran garam dengan tanah liat, atau abu gosok atau
bubuk bata merah Prinsip kedua cara tersebut adalah dehidrasi osmosis, yaitu proses
pengurangan air dari bahan dengan cara membenamkan bahan dalam suatu larutan
berkonsentrasi tinggi, larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis tinggi. Dehidrasi osmosis
(osmotic dehydration) merupakan proses perpindahan massa secara simultan (countercurrent
flows) antara keluarnya air dari bahan dan zat terlarut berpindah dari larutan ke dalam bahan.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pengawetan dengan penggaraman pada metode
basah lebih banyak disuakai baik warna bau, rasa dan tekstur dibandingkan dengan pengawetan
penggaraman dengan metode kering. Citarasa dari ketiga sampel dengan metode berbeda ini
juga menghasilkan hasil yang berbeda pula. Hal ini bisa di sebabkan oleh cara pengolahan dan
bahan yang digunakan pada pengolahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedjai (2005) yang
menyatakan bahwa hasil pengawetan akan terasa berbeda jika bahan dan cara pengolahannya
juga berbeda. Cita rasa ini dapat berupa warna, bau, rasa, dan tekstur yang dapat meningkatkan
tingkat kerusakan sehingga dapat meningkatkan penurunan konsumsi.
Dan pendapat Winarno (2006), yang menyatakan bahwa cita rasa bahan pangan terdiri dari
bau, rasa, dan rangsangan dari mulut, cita rasa telur asin khas dapat disebabkan oleh faktor
pemecahan senyawa dalam telur atau fermentasi mikroba
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1) Telur asin yang kami buat yaitu menggunakan metode pembungkusan dengan garam, abu
gosok dan bubuk batu bata dengan perbandingan perbandingan 1:1 ( 100 gr garam : 100 gr abu
gosok 100 gr bubuk batu bata). Pembuatan telur asin ini diawali dengan mencuci telur dengan
menggunakan air biasa. Telur dilapisi atau dibungkus menggunaka adonan berupa garam dan abu
gosok dan di tambahkan air secukupnya agar dapat merekat.
2) Proses pengasinan telur bertujuan agar membuat telur menjadi lebih awet.
3) Proses masuknya garam ke dalam telur berlangsung secara dehidrasi osmosis, ion Na di
dapatkan dari garam, sedangkan ion H+ berasal dari air, dengan demikian, ion Na masuk ke dalam
telur dan kadar air berkurang, akibatnya telur menjadi asin.
4) Tingkat asin pada telur dipengaruhi oleh faktor waktu, ketebalan pasta, dan juga perbandingan
antara pecahan batu bata dan tanah pada waktu pembuatan pasta.
5) Semakin sedikit kandungan air yang terkandung dalam telur akan membuat telur semakin awet
6.2 Saran
Untuk membuat telur asin sebaiknya telur dipilih yang cangkang telurnya tidak retak-retak atau
rusak agar hasil telur asinnya lebih optimal. Penggunaan bata merah dan tanah liat akan lebih
efektif jika dibandingkan dengan penggunaan abu gosok karena bata merah dan tanah liat dapat
membantu menyerap air dari dalam telur. Perebusan telur asin sebaiknya lebih lama, karena
perebusan yang kurang lama menyebabkan tekstur telur masih cair. Selain itu perlu diperhatikan
juga dalam proses penyimpanan telur asin, agar telur asin tidak mudah retak ataupun pecah.
DAFTAR PUSTAKA
Kastaman, Roni., Susdaryanto dan Nopianto, Budi H. 2005. Kajian Proses Pengasinan Telur
Metode Reverse Osmosis Pada Berbagai Lama Perendaman. Jurnal Teknik Industri Pertanian 19
Budiman, A., A. Hintono dan Kusrahayu. 2012. Pengaruh Lama Penyangraian Telur Asin
Setelah Perebusan Terhadap Kadar NaCl, Tingkat Keasinan Dan Tingkat Kekenyalan.Animal
Agriculture Journal,1(2): 219-227
Novia, D., S. Melia dan N. Z. Ayuza. 2011.Kajian Suhu Pengovenan Terhadap Kadar
Protein dan Nilai Organoleptik Telur Asin.Jurnal Peternakan,8 (2): 70-76
Lukman, H. 2008. Pengaruh Metode Pengasinan dan Konsentrasi Sodium Nitrit Terhadap
KarakteristikTelur Itik Asin.Jurnal Ilmiah Ilmu Peternakan, XI (1): 9-17.