BIOKIMIA PANGAN
“ANALISIS PROTEIN DENGAN METODE BRADFORD”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Biokimia Pangan
Ditulis oleh :
Nama : Nesih
NIM : 4444200016
Kelas : III A
Kelompok : 3 (Tiga)
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat, nikmat dan
anugerah-Nya sehingga Laporan Praktikum Biokimia Pangan dengan judul
“Analisis Protein dengan Metode Bradford” ini dapat terselesaikan dengan baik,
meski jauh dari kata sempurna. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu
mata kuliah Biokimia Pangan. Dengan terselesainya laporan ini tak lepas dari
bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu Septriawulan Kusumasari, S.T.P., M.Si., dan Bapak Dr. Mohamad Ana
Syabana (MAS), selaku dosen pembimbing mata kuliah Biokimia Pangan.
2. Teh Melva Debora Aritonang, selaku asisten praktikum Laboratorium yang
telah membimbing dalam penulisan laporan ini.
3. Teman-teman III A Teknologi Pangan yang juga memberikan saran pada
laporan ini.
Menyadari akan masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan laporan ini,
saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari dosen pembimbing
dan kakak asisten Laboratorium mata kuliah Biokimia Pangan, serta teman-teman
sekalian. Terakhir, harapan penulis semoga Laporan Praktikum Biokimia Pangan
ini dapat memberi manfaat kepada semua pembaca, khususnya bagi penulis.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk;
1. Mengukur kadar protein secara kuantitatif dengan metode bradford
2. Membandingkan hasil pengukuran dari beberapa metode
1
3. Mengamati perbedaan protein akibat perendaman asam atau basa
1.3 Prinsip
Pada metode bradford terjadi pembentukan komplek antara Coomasie
Brillant Blue (CBB) dengan larutan protein yang diukur pada panjang gelombang.
pembentukan kompleks disebabkan karena adanya ikatan antara pewarna CBB
dengan protein melalui interaksi ionik antara gugus asam sulfonate dengan
muatan positif protein yaitu pada gugus amina.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Protein
Protein merupakan komponen penting dari makanan manusia yang
dibutuhkan untuk penggantian jaringan, pasokan energi, dan makromolekul
serbaguna disistem kehidupan yang mempunyai fungsi penting sebagai katalis,
transportasi, berbagai molekul lain seperti oksigen, sebagai kekebalan tubuh, dan
menghantarkan implus saraf (Fredrick et al, 2013). Kekurangan protein
menyebabkan retardasi pertumbuhan, pengecilan otot, edema, dan penumpukan
cairan dalam tubuh anak-anak (Bashir et al, 2015).
Mengkonsumsi protein dalam jumlah berlebih akan membebani kerja ginjal,
makanan yang berprotein tinggi, biasanya juga tinggi lemaknya sehingga
menyebabakan obesitas, kelebihan protein pada bayi dapat memberatkan
Kesehatan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan
kelebihan nitrogen, juga dapat menyebabkan asidosis, dehidrasi, diare, dan
demam (Mardiah et al, 2016).
3
dan masih banyak lagi); serta dianjurkan untuk membatasi penggunaan gula,
garam dan minyak. Protein merupakan salah satu zat gizi penting yang diperlukan
untuk mendukung proses tumbuh kembang manusia, khususnya sebagai zat
pembangun untuk membentuk sel-sel baru, enzim, hormon, antibody, pengangkut
zat-zat gizi ke berbagai organ target, dan tentu saja salah satu sumber energi
(Prayudani et al, 2020).
4
dilakukan untuk melindungi hak konsumen dari kecukupan pelaku usaha sehingga
dapat terwujudnya penyelanggaraan kemanan pangan. penentuan kadar protein
dalam suatu bahan dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis
secara kualitatif terdiri dari, reaksi Xantoprotein, metode ninhydrin, reaski millon,
reaksi Nitroprusida, reaski sakaguchi dan reaksi Hopkins-Cole. Secara kuantitatif
terdiri atas, metode Kjeldahl, metode Biuret, metode Lowry dan metode Bradford
(Prayudani et al, 2020).
5
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Telah ditambahkan
0,1 ml 5 ml
sampel reagen
bradford
Telah di inkubasi
(T = Ruang, t = 30 menit)
BAB IV
6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Absorbansi
3,5
3 y = 0,0164x + 1,2351
R² = 0,9447
2,5
Absorbansi
1,5
0,5
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi
7
Tabel 4.2 Hasil Konsentrasi Sampel Metode Bradford
Konsentrasi
Protein Konsentrasi
Sampel Perlakuan Absorbansi
(mg/L) atau Protein (%)
ppm
Perendaman
Tepung 2,671 87, 55 0,008755
asam
tulang ikan
Perendaman
2,428 72,73 0,007273
basa
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini berjudul analisis protein dengan metode Bradford yang
bertujuan untuk mengukur kadar protein secara kuantitatif dengan metode
Bradford, membandingkan hasil pengukuran dari beberapa metode, dan
mengamati perbedaan protein akibat perendaman asam atau basa. Menurut
Prayudi et al (2020), analisis protein dilakukan untuk dapat mengetahui
kandungan protein dalam suatu bahan pangan, kandungan protein tertentu pada
campuran, dan kandungan nonprotein nitrogen. Penentuan kadar protein dalam
suatu bahan dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.
Sampel yang akan di uji kadar proteinnya adalah tepung tulang ikan dengan
perlakuan perendaman asam atau basa. Menurut Naiu et al (2013), tepung tulang
ikan merupakan salah satu produk pengawetan limbah ikan dalam bentuk kering
yang di olah menjadi tepung. Terdapat kandungan gizi yang cukup tinggi dalam
tepung tulang ikan, terutama kandungan kalsium dan fosfor. Selain itu, tepung
tulang ikan juga memiliki kandungan vitamin, protein dan serat yang tinggi.
Pada proses uji Bradford, pertama dibuat terlebih dahulu larutan standar
proteinnya yaitu dengan mengencerkan larutan stok BSA, larutan BSA berfungsi
untuk membuat kurva standar, alasan digunakannya larutan stok BSA karena
menurut Wijaya et al (2016), BSA memiliki stabilitas yang tinggi untuk
meningkatkan sinyal dalam tes, kurangnya efek dalam reaksi biokimia, dan harga
yang terjangkau. Proses selanjutnya dilakukan uji Bradford, alasan digunakannnya
reagen pada uji bardford karena menurut Day (2002), zat yang dapat dianalisis
8
menggunakan spektrofotometri sinar tampak adalah zat dalam bentuk larutan dan
zat tersebut harus tampak berwarna, sehingga analisis yang didasarkan pada
pembentukan larutan berwarna disebut juga metode kolorimetri. Dan menurut
Ngibad dan Lexia (2021), jika tidak berwarna maka larutan tersebut harus
dijadikan berwarna dengan cara memberi reagen tertentu yang spesifik. Dikatakan
spesifik karena hanya bereaksi dengan spesi yang akan dianalisis. Reagen ini
disebut reagen pembentuk warna. Jadi agar zat dapat di tentukan konsentrasinya
maka suatu zat harus berwarna (chromogenic reagent). Pada prosesnya, standar
protein diukur dan dihitung nilai standarnya, reagen bardford ditambahkan pada
0,1 ml tepung tulang ikan dengan perlakuan perendaman asam atau basa,
selanjutnya larutan divortex dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit.
hasilnya larutan memberikan warna biru pada panjang gelombang 595 nm.
Warna biru yang dihasilkan karena menurut Masri (2014), uji barford melibatkan
pewarna Coomassie Brilliant Blue (CBB) yang akan membentuk ikatan dengan
protein dalam suatu larutan, struktur zat warna dapat dilihat pada gambar 4.1
Gambar 4.2 Molekul komasi biru blilian G250 (Retnoningrum et al, 2017)
9
larutan protein mengabsorbsi cahaya yang diberikan kepadanya. Hal ini
merupakan wujud dari interaksi suatu atom dengan cahaya, dimana energi
elektromagnetiknya ditransfer ke atom atau molekul sehingga partikelnya dalam
protein dipromosikan dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang
lebih tinggi yaitu tingkat tereksitasi dari hasil pengidentifikasian didapatkan nilai
absorbansinya. menurut Absori et al (2017), data absorbansi protein Bovin Serum
Albumin (BSA) diolah menggunakan Microsoft Excel untuk dapat mengetahui
grafik dan persamaan kurva standar. Langkah selanjutnya data absorbansi pada
larutan diolah dengan menggunakan persamaam standar sehingga didapatkan
kadar proteinnya. Menurut Retnoningrum et al (2017), hasil pengukuran sampel
protein dapat dihitung menggunaan persamaan regresi linier. Kadar ditunjukan
sebagai suatu nilai x dengan memasukan nilai serapan hasil pengukuran sebagai y.
Nilai R2 menunjukan kualitas dari standar, di mana kualitas grafik meningkat jika
nilainya semakin mendekati 1.
Setelah dilakukan pengolahan data yang dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan
dilakukan perhitungan kadar protein maka didapatkan hasil kadar protein tepung
tulang ikan dengan perendaman asam sebesar 87, 55 mg/L (0,008755%) dan pada
perendaman basa kadar proteinnya sebesar 72,73 mg/L (0,007273%) menurut
Safithri et al (2020), tujuan dari perendaman basa yaitu untuk menghilangkan
komponen yang bukan kolagen, protein yang bukan kolagen yaitu enzim dan
fibrinogen. Larutan basa bisa menyebabkan tepung tulang ikan mengalami
pengembangan yang dapat mempermudah pelarutan protein non kolagen pada
tepung tulang ikan. Menurut Jaswir (2011), hal ini terjadi karena daerah
telopeptida molekul kolagen menjadi terbuka karena larutan basa, akibatnya air
dapat mengeluarkan protein bukan kolagen dari matriks kolagen. Kadar protein
yang didapat dari prendaman asam lebih tinggi dari pada kadar protein
perendaman basa. Hal ini terjadi karena menurut Fudholi et al (2011), pada proses
perendaman asam terjadi peningkatan kadar protein seiring larutan asam yang
ditambahkan. Peningkatan konsentrasi larutan asam menyebabkan semakin
banyak ikatan asam amino yang terpecah, akibatnya semakin banyak protein yang
larut. Tingginya jumlah protein yang larut menyebabkan kadar protein tepung
ikan mengalami peningkatan. alasan kenapa kadar protein pada tepung tulang ikan
10
yang didapat pada perendaman basa lebih rendah karena menurut Safithri et al
(2020), kadar protein tepung tulang ikan mengalami penurunan seiring
bertambahnya waktu perendaman. Hal tersebut menunjukan protein nonkolagen
larut pada larutan basa setiap bertambahnya waktu perendaman.
Sebelumnya saya melakukan praktikum terkait pengukuran kadar protein
pada putih telur ayam, putih telur puyuh, dan putih telur benguk. Didapatkan hasil
kadar protein pada putih telur ayam sebesar 496,2 mg/L (0,04962%), pada putih
telur puyuh sebesar 420,2 mg/L (0,04202%), dan pada putih telur benguk sebesar
342,2 mg/L (0,03432%). Kadar protein pada uji biuret jauh lebih besar dari kadar
protein pada uji Bradford. Hal tersebut mungkin untuk terjadi karena terdapat
perbedaan pada kedua metode uji, pada uji Bradford menggunakan reagen
Bradford dan pada uji biuret menggunakan reagen biuret, pada uji Bradford
perubahan warna dibaca pada perpanjangan gelombang 595 nm sedangkan pada
uji biuret perubahan warna dibaca pada perpanjangan gelombang 540. selain itu
pada uji Bradford menggunakan prinsip perlakuan perendaman asam atau basa
dan tidak pada uji biuret. nilai absorbansi yang didapat pada kedua uji juga
berbeda. Selain pada cara kerjanya, perbedaan protein juga terjadi karena kedua
sampel memang memiliki kadar protein yang berbeda, menurut Meulisa et al
(2021), kadar protein pada tulang ikan berkisar antara 11-16%, sedangkan
menurut Pratiwi et al (2018), kadar protein pada putih telur kurang lebih 94,5%.
jadi hal yang paling mempengaruhi kadar protein pada kadua uji yaitu karena
sampel yang di uji berbeda.
11
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari hasil praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada uji
bardford didapatkan hasil kadar protein pada tepung tulang ikan dengan
perendaman asam sebesar 82,65 mg/L (0,008265%) dan pada perendaman basa
kadar proteinnya sebesar 73,01 mg/L (0,007301%). kadar protein pada
perendaman asam lebih tinggi dari pada perendaman basa. Pada uji biuret terkait
pengukuran kadar protein pada putih telur didapatkan hasil kadar protein pada
putih telur ayam sebesar 496,2 mg/L (0,04962%), pada putih telur puyuh sebesar
420,2 mg/L (0,04202%), dan pada putih telur benguk sebesar 342,2 mg/L
(0,03432%). Kadar protein pada uji biuret jauh lebih besar dari kadar protein pada
uji Bradford. Hal tersebut mungkin untuk terjadi karena terdapat perbedaan pada
cara kerja kedua uji. selain itu, Perbedaan protein juga terjadi karena kedua
sampel memang memiliki kadar protein yang berbeda, menurut Meulisa et al
(2021), kadar protein pada tulang ikan berkisar antara 11-16%, sedangkan
menurut Pratiwi et al (2018), kadar protein pada putih telur kurang lebih 94,5%.
jadi hal yang paling mempengaruhi kadar protein pada kadua uji yaitu karena
sampel yang di uji berbeda.
5.2 Saran
Meskipun penulis mengharapkan kesempurnaan dari penulisan laporan
praktikum ini, namun tetap saja kekeliruan masih mungking untuk terjadi.
Kurangnya analisis yang mendalam dikarenakan pemahaman penulis yang masih
terbatas. maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari kaka pembimbing dan dosen untuk penyusunan laporan praktikum
kedepannya agar lebih baik lagi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Absori, Cholis, Fauqi Amalia, dan Ika Rahmawati Sutejo. 2017. Efektivitas
Analgesik Kombinasi Parasetamol dan Ekstrak Kasar Nanas terhadap Refleks
Geliat Mencit yang Diinduksi Asam Asetat. Jurnal Pustaka Kesehatan. Vol.
5. No. 2: 531-536.
Bashir, L., P. C. Ossai, O. K. Shittu, A. N. Abubakar dan T. Celeb. 2015.
Comparison of The Nutritional Value of Egg Yolk albumin From Domestic
Chiken Guinea Fowl and Bybrind Chiken. Amierika Journal of Eksperimental
Agrculture. Vol. 6. No. 5: 310-316.
Day, R.A,. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Fredrick, W. S., V. S. Kumar dan S. Ravichandran. 2013. Protein Analysis of
From The Trash. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. Vol. 5. No. 4: 304-308.
Fudholi, A., M.I.Said, S. Triatmojo., dan Y. Erwanto. 2011. Karakteristik gelatin
kulit kambing yang diproduksi melalui proses asam basa. J. Agritech. Vol. 3.
No. 13: 0216-0455.
Jaswir I, Monsur HA Salleh HM. 2011. Nano structural analysis of fish collagen
extracts for new process development. African Journal of Biotechnology. Vol.
10. No. 81:18847- 18854.
Liviawaty, Evi, Iis Rostini dan Rusky Intan Pratama. 2014. Karakteristik Biskuit
dengan Penambahan Tepung Ikan Jangilus (Istophorus Sp.). Jurnal Akuatika.
Vol. 5. No. 1: 30-39.
Mardiah, Aisyah, Dwi Dinni Aulia Bakhtra dan Rusdi. 2016. Penetapan Kadar
Protein Dalam Telur Unggas Melalui Analisis Nitrogen Menggunakan
Motode Kjeldahl. Jurnal Farmasi Higea. Vol 8. No. 2.
Masri, M. (2014). Isolasi dan pengukuran aktivitas enzim bromelin dari ekstrak
kasar bonggol nanas (Ananas comosus) pada variasi suhu dan
pH. Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi. Vol. 2. No. 2: 119-125.
Meulisa, Ade Irma, Anhar Rozi, dan Syarifah Zuraidah. 2021. Kajian Mutu
Kimiawi Tepung Tulang Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus abacares) Dengan
Suhu Pengeringan Yang Berbeda. Jurnal Perikanan Tropis. Vol. 8. No. 1: 35-
43.
Naiu, Asri Silvana, Didi Indrawan Bunta dan Nirmawati Susanti Yusuf. 2013.
Pengaruh penambahan tepung tulang ikan tuna terhadap karakteristik hedonik
kue bagea khas gorontalo. The NIKe Journal, Vol.1. No. 2: 81-88.
Ngibad, Khoirul, dan Nevita Luxia. 2021. Aplikasi Soektrofotometri Terhadap
Penentuan Kadar Besi Seacar Kuantitatif Dalam Sampel Air. Jurnal Pijar
MIPA. Vol. 16. No. 2.
Pratiwi, Anjani Chintya, Herlina, dan Nurfijrin Ramadhani. 2018. Perbandingan
Kadar Protein Pada Telur Ayam Dengan Metode Spektrofotometri Sinar
Tampak. Kartika: Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 6. No. 2: 53-56.
13
Prayudi, Ayu P.G., Made Astawan dan Nikita Arsy Rachmawati. 2020. Isolat
Protein. Bogor: IPB Press.
Retnoningrum, Debbie Soefie, Maggy Thenawidjaja, dan Wangsa Tirta Ismaya.
2017. Protein. Jakarta: Grasindo.
Safithri, M., Tarman, K., Suptijah, P., & Sagita, S. N. 2020. Karakteristik kolagen
larut asam teripang gama (Stichopus variegatus). Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia. Vol. 23 No. 1: 166-177.
Wijaya, Heri, Henny Nurhasnawati dan Siti Jubaidah. 2016. Penetapan Kadar
Protein Tempe Jagung (Zea Mays L.) Dengan Kombinasi Kedelai (Glycine
Max (L.) Merill) Secara Spektrofotometri Sinat Tampak. Jurnal Ilmiah
Manuntung. Vol. 2. No. 1: 111-119.
14
LAMPIRAN
Rumus
Y = ax + b
perendaman asam
y = 0,0164x + 1,2351
2,671 = 0,0164x + 1,2351
x = 87, 55 ppm = 0,008755%
perendaman basa
y = 0,0164x + 1,2351
2,428 = 0,0164x + 1,2351
x = 72,73 ppm = 0,007273%