Disusun Oleh :
Kelompok 1
Inarotun Nufus (17030244040)
Nilam Cahya Ningrum (17030244048)
M. Wierdan Syafriliansah (17030244054)
Vira Maulida Wijaya (17030244055)
Biologi 2017 E
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kultur sel merupakan salah satu cabang dari ilmu biologi molekuler.
Kultur sel diperoleh dari sel-sel yang diambil dari jaringan asli yang diuraikan
secara enzimatis, mekanis atau disosiasi kimiawi dan dapat juga berasal dari
kultur primer (Freshney, 1994). Umumnya, teknik kultur sel dapat digunakan
untuk mempelajari perilaku sel secara in vitro(Puspitasari dkk, 2008). Kultur
sel berkaitan dengan proses yang kompleks mengenai isolasi sel dari
lingkungan aslinya (in vivo) maupun dalam kondisi lingkungan yang
dikontrol (in vitro)(Khumairoh, 2017).Pada kultur sel, sel dapat berproliferasi
dan berdiferensiasi. Proses proliferasi berhubungan dengan pertumbuhan sel,
sehingga faktor yang berperan dalam pertumbuhan utamanya nutrisi dalam
media kultur sangat diperlukan (Puspitasari dkk, 2008).
Perkembangan dalam teknologi kultur sel berkembang pesat seiring
dengan berkembangnya pembuatan media yang merupakan komponen
penting dalam kultur sel.Media yang dibutuhkan untuk sel bervariasi
tergantung pada sel yang akan dikultur (Syahidah, 2016). Sel dapat terus
membelah dan berkembang apabila media kultur dan lingkungan sesuai
dengan kondisi aslinya (Trenggono, 2009).Salah satu media yang digunakan
dalam kultur sel diantaranya adalah DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle’s
Medium). Media DMEM ini merupakan modifikasi dari Basal Medium Eagle
(BME) yang mengandung konsentrasi tinggi asam amino dan vitamin, dan
komponen tambahan lainnya (Rohanova, et al., 2014). Media DMEM sebagai
media dasar terdiri dari vitamin, asam amino, garam, glukosa dan indikator
pH. Media DMEM tidak mengandung protein sehingga perlu ditambahkan
adanya serum sebanyak 5-10% (Djati, 2006).
Kultur sel embrio merupakan kultur yang paling sering digunakan
dalam percobaan karena memilikikemampuan tumbuh yang sangatbaik
dengandoublingtimeberkisarantara 18–24 jam,sehingga menjadiselyang
paling diminatiuntukkultursel. Kultur sel embrio dilakukan dengan proses
enzimatis menggunakan tripsin atau koleganase sebelum ditumbuhkan dalam
media kultur. Kultur sel embrio dari embrio ayam memiliki kemampuan
tumbuh dan berkembang dengan cepat (Kurniawati dkk, 2015).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan sel-sel embrio eksplan yang berasal dari
embrio ayam umur 4 hari saat diamati di bawah mikroskop inverter?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan sel-sel embrio
eksplan yang berasal dari embrio ayam umur 4 hari saat diamati di bawah
mikroskop inverter?
C. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perkembangan sel-sel embrio eksplan yang berasal
dari embrio ayam umur 4 hari saat diamati dibawah mikroskop inverter.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan sel-sel
embrio eksplan yang berasal dari embrio ayam umur 4 hari saat diamati
dibawah mikroskop inverter.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
F. Embrio Ayam
Perkembangan embrio ayam dimulai dari fertilisasi, blastulasi,
gastrulasi, neurolasi dan organogenesis (Murphy, 2013). Fertilisasi
merupakan penggabungan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina
membentuk zigot. Tahap selanjutnya adalah pembelahan secara mitosis pada
zigot. Blastula merupakan lanjutan dari stadium pembelahan berupa massa
blastomer membentuk dasar calon tubuh ayam, pada tahap ini terbentuk
blastoselom. Gastrula adalah proses kelanjutan stadium blastula, tahap akhir
proses gastrulasi ditandai dengan terbentuknya gastroselum dan sumbu
embrio sehingga embrio mulai tumbuh memanjang Tubulasi merupakan
kelanjutan dari proses stadium gastrula. Embrio pada stadium ini disebut
neurula karena pada tahap ini terjadi neurulasi yaitu pembentukan bumbung
neural. Organogensis merupakan tahap selanjutnya yaitu perkembangan dari
bentuk primitif embrio menjadi bentuk definitif yang memiliki bentuk dan
rupa yang spesifik dalam satu spesies (Huettner, 1957).Telur ayam akan
menetas setelah 21 hari inkubasi melalui serangkaian perkembangan embrio
secara kompleks (Smith et al., 2004).
Dalam kultur jaringan hewan, embrio ayam dapat digunakan sebagai
salah satu eksplan karena termasuk jaringan ikat yang bersifat totipotensi.
Umumnya ekplan embrio yang digunakan dalam kultur jaringanhewan yaitu
embrio yang berumur 7 hari. Embrio ayam pada hari ke-7 nampak cairan
yang makin mengencer dan di bagian leher sehingga menampakkan
perpisahan antara bagian kepala dan bagian badan, terjadi pembentukan paruh
dan nampak pula otak pada bagian kepala yang ukurannya lebih kecil di
bandingkan dengan embrio. Embrio yang sudah berumur 7 hari organnya
sudah berkembang cukup lengkap, paruh tumbuh lebih prominent dengan
papilla selera pada bagian dorsal, sayap dan kaki sudah berkembang lengkap,
folikel bulu tumbuh pada permukaan dorsal tubuh mulai dari brachial hingga
lumbo-sacral (Kusumawati dkk, 2016).
BAB III
METODE PENELITIAN
C. Langkah Kerja
1) Sterilisasi Peralatan
a. Membersihkan semua peralatan dari bahan-bahan yang menempel
dengan menggunakan air mengalir
b. Merendam semua peralatan dengan sabun tidak berbau (teepol)
semalam
c. Menggosok dan membilas dengan air mengalir sebanyak 5 x
d. Merebus dengan air panas selama 5 menit
e. Membilas dengan air DO/aquabides steril sebanyak 2x
f. Mengeringkan peralatan
g. Melakukan sterilisasi kering untuk peralatan dari gelas di dalam oven
h. Melakukan sterilisasi basah atau di UV untuk peralatan dari plastik
2) Pembuatan Serum dari Plasma Darah (dari darah ayam segar)
a. Menyediakan botol steril dan diberi zat antibeku darah di sekitar
dinding botol
b. Mengambil darah ayam segar
c. Memasukkan darah segar ke dalam botol
d. Segera dibawa ke Lab
e. Menyentrifus darah segar dengan kecepatan 5000 rpm (3-4 x), sampai
terlihat bening kekuningan pada lapisan atas
f. Mengambil supernatan
g. Menambahkan antibiotik penstrep
h. Melakukan sterilisasi dengan menggunakan membrane milipore di
LAF
3) Pembuatan Media DMEM
a. Mencampurkan 1 kemasan media DMEM; penisilin 1 g; streptomisin
1 g dalam gelas beker ukuran 1000 ml
b. Menambahkan air DO/air infuse sebanyak 800 ml
c. Menghomogenkan larutan dengan menggunakan magnetic stirrer.
d. Setelah homogen, menambahkan air DO sampai volume larutan
menunjukkan 1000 ml
e. Membagi media DMEM kepada masing-masing kelompok dengan
volume 250 ml tiap kelompok
f. Memeriksa pH media dengan menggunakan kertas lakmus, apabila pH
terlalu rendah menambahkan NaOH, apabila terlalu tinggi
menambahkan HCl.
g. Menambahkan serum 10% dari plasma darah, menghomogenkan.
h. Melakukan filtrasi dengan menggunakan membranemilipore pada
masing-masing kelompok, menampung pada botol medium steril
i. Menyimpan media yang sudah steril pada lemari es
4) Proses Preparasi Sel
a. Melakukan sterilisasi LAF
b. Mengambil telur ayam berembrio
c. Membersihkan kotoran yang menempel pada cangkang dengan
menggunakan sabun dan air mengalir, kemudian melakukan sterilisasi
dengan menyemprotkan alkohol 70% pada cangkang
d. Membuka telur dengan pinset, mengambil embrio ayam dan
meletakkan di cawan petri berisi PBS
e. Segera mematikan embrio dengan cara menggunting bagian leher
dengan segera
f. Membuang bagian kepala, ekstremitas, memindahkan ke cawan petri
lain yang berisi PBS
g. Mengambil bagian daging/ototnya saja, memotong kecil-kecil dengan
gunting
h. Memindahkan potongan otot ke cawan petri yang lain untuk dicuci
dengan PBS
i. Memasukkan ke dalam botol medium beserta larutan PBSnya,
menambahkan larutan tripsin
j. Menghangatkan di water bath suhu 37o C selama 10 menit
k. Melakukan proses tripsinasi di atas magnetic strirrer selama 5 menit
l. Menghangatkan lagi di water bath suhu 37o C selama 10 menit
m. Melakukan proses tripsinasi lagi di atas magnetic strirrer selama 5
menit
n. Melakukan sentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit
o. Membuang supernatan
p. Mengambil endapan sel, menambahkan media kultur sambil
dihomogenkan, menyaring dengan kain kasa steril berlapis 4-5
q. Menampung hasil saringan di cawan kultur
r. Melakukan inkubasi
s. Sebagian melakukan penghitungan sel dengan menggunakan
hemositometer
t. Mengamati pertumbuhan dibawah mikroskop inverted setiap hari
BAB IV
PEMBAHASAN
B. Pembahasan
Dalam kultur jaringan hal-hal yang mendukung untuk keberhasilkan
dipengaruhi oleh substrat, suhu, pH, pengunaan serum, sterilisasi dan
pengerjaan serta Media yang digunakan. Dalam prosesnya kultur jaringan
memerlukan lingkungan yang mendukung sama seperti lingkungan aslinya
atau in vivo (Hedaryono dan Wijayani, 1994)
Media kultur jaringan merupakan salah satu faktor yang penting untuk
pertumbuhan sel hewan. Media didesain keadaanya mirip seperti pada
lingkungan in vivo sel, agar sel dapat hidup, berkembang, berdiferensiasi.
Dalam pratikum ini media yang digunakan adalah DMEM (Dulbecco’s
modified Eagle’s medium) dan serum. Media DMEM merupakan medium
kultur berupa buffer bikarbonat yang didesain untuk pH 7,2-7,4 pada keadaan
5% CO2 dan 95% udara. Nutrisi yang terkandung di dalam DMEM adalah
garam-garam anorganik (kalsium klorida, ferri nitrat, kalium klorida,
magnesium sulfat, natrium bikarbonat, natrium klorida, dan natrium
phosphat), D’glukosa, phenol red, dan asam amino (L-Arginin Hidroklor,
LCystein.2HCl, L-Glutamin, Glycine, L-Histidin.HCl.H2O, L-Isoleusin, L-
Lysine Hidroksiklorida, L-Methionin, L-Phenilalanin, L-Serin, L-Treonin, L-
Triptofan, L-Tyrosin.2Na.2H2O dan L-Valine), vitamin (D-Kalsium
Pentothenate, Koline klorida, asam folat, L-Inositol, Niacinamide, Pyridoxin
HCl, Riboflavin dan Thiamine Hidroklorin) (Mather dan Roberts, 1998).
Media serum berfungsi untuk menyediakan nutrient yang esensial, hormon
dan faktor pertumbuhan, pengikatan protein, perlindungan, dan faktor
ekstensi dan adherent. Penisilin dan streptomisin sebagai antibiotik untuk
mencegah kontaminasi bakteri. Karbon dioksida terlarut dalam media,
membuat kesetimbangan dengan HCO3, ion yang menurunkan pH (Syahidah,
2016). Pemenuhan kebutuhan nutrisi sel selama pertumbuhan dengan
ditambahkan serum atau ekstrak embrio ke dalam medium. Penambahan
serum atau ekstrak embrio ini sangat beresiko terhadap kontaminasi sehingga
perlu dilakukan penambahan antibiotik seperti penisilin atau streptomisin ke
dalam medium untuk mencegah terjadinya kontaminasi (Yadav dan Tyagi,
2005).
Kecepatan perkembangan atau pertumbuhan seldalam kultur jaringan
dipengaruhi berbagai faktor: jenis sel yang dikultur, usia sampel, cara
pengerjaan dan kontaminasi (Rizki, dkk., 2010). Menurut Ma’at (2011),
perlekatan antara sel dan substrat dibantu oleh moleku-molekul protein
membran tertentu. Focal contact ditemukan pada sel-sel yang hidup dalam
kondisi in vitro. Setelah beberapa waktu suspensi sel diteteskan ke dalam
cawan, sel – sel mulai menempel pada permukaan cawan yang menjadi
substratnya. Penempelan ini akan dilanjutkan dengan pembentukan juluran-
juluran sel. Terbentuknya juluran sel yang semakin memanjang kemudian sel
akan memipih dan melebar diatas permukaan substrat. Pada tahap ini, disebut
juga fase eksponensial. (Rizki, dkk., 2010).
Penumbuhan sel pada media serum akan menghasilkan sel yang lebih
banyak jika dibandingkan pada media DMEM. Hal ini dikarenakan pada
media serum menyediakan nutrient yang esensial, hormon dan faktor
pertumbuhan, pengikatan protein, perlindungan, dan faktor ekstensi dan
adherent, penisilin dan streptomisin sebagai antibiotik untuk mencegah
kontaminasi bakteri, karbondioksida terlarut dalam media, membuat
kesetimbangan dengan HCO3, ion yang menurunkan pH (Syahidah, 2016).
Namun dalam praktikum yang dilakukan menunjukkan hasil yang tidak
sesuai dengan teori yaitu pada media DMEM menghasilkan jumlah sel yang
lebih banyak dibandingkan pada media serum. Hal ini dikarenakan adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur sel hewan. Faktor-
faktor itu diantaranya ialah : substrat; oksigen; buffer, karbon dioksida dan
bikarbonat; osmolaritas; viskositas; antibiotik dan antifungi; suplemen
organik (Freshney, 2008); pH (Chaudry, et al., 2009); suhu (Lee, 2013); asam
amino dan vitamin (Syahidah, 2016); serta ion dan glukosa (Kwong, et al.,
2012).
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada media serum menghasilkan jumlah sel yang lebih banyak
dibandingkan dengan media DMEM, namun data menunjukkan hasil yang
sebaliknya dikarenakan beberapa faktor.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sel-sel embrio eksplan
yang berasal dari embrio ayam umur 4 hari yaitu : substrat; oksigen;
buffer, karbon dioksida dan bikarbonat; osmolaritas; viskositas; antibiotik
dan antifungi; suplemen organik; pH; suhu; asam amino dan vitamin;
serta ion dan glukosa.
B. Saran
- Dalam melakukan metode kultur jaringan secara in vitro dapat dilakukan
dengan cara yang aseptik dan steril.
- Perlunya kehati-hatian dalam pembuatan media sampai tahapan isolasi
agar faktor kontaminan dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA
Butler M. 2004. Animal Cell Culture & Technology 2nd ed. London: Bios
Scientific Publisher, Taylor & Francis Group.
Chaudry, M.A., Bowen, B.D., Piret, J.M. 2009. Culture pH and Osmolirity
Inffluence Proliferation and Embryoid Body Yields of Murine Embryonic
Stem Cells. Biochemical Engineering Journal, 45:126-135.
Djati, M.S. 2006. Teknologi Manipulasi dan Kultur Sel Jaringan Hewan. Malang:
Universitas Brawijaya Press.
Freshney, R.I. 1994. Culture of AnimalCells : A Manual Of BasicTechnique. New
York. A John Wiley & Sons, Inc. Publication.
Freshney, R.I. 2005. Culture of AnimalCells : A Manual Of BasicTechnique 5th
Edition. New York. A John Wiley & Sons, Inc. Publication. Pp. 175-216.
Freshney, R.I. 2008. Culture of AnimalCells : A Manual Of BasicTechnique And
SpecializedAplications6thEdition. WileyBlackwell. New York. page 200-
204.
Huettner, A.F. 1957. Fundamental of Comparative Embriology of the Vertebrates.
The Masmalillah Company. New York.
Khumairoh, Ika, Irma M, Puspitasari. 2017. Kultur Jaringan. Jurnal Farmaka. Vol 14
(2).
Kurniawati, Yuli., dkk. 2015. Kultur Primer Fibroblas: Penelitian Pendahuluan.
Artikel Penelitian. MKA Vol. 28 (01) : 33-40.
Kusumawati, dkk. 2016. Perkembangan Embrio dan Penentuan Jenis Kelamin DOC
(Day-Old Chicken) Ayam Jawa Super. Jurnal Vereriner. Vol 34(1).
Kwong, P.J., Abdullah, R.B., Khadijah, W.E.W. 2012.Increasing glucose in basal
medium on culture Day 2 improves in vitro development of cloned caprine
blastocysts produced via intraspecies and interspecies somatic cell nuclear
transfer.Theriogenology. 78:921 - 929.
Lee, W.Y., et al. 2013. Establishment and in vitro culture of porcine
spermatogonial germ cells in low temperature culture conditions. Stem
Cell Research, 11:1234-1249.
Malole, M.B.M. 1990. Kultur Sel dan Jaringan Hewan. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Mather JP., Roberts PE. 1998. Introduction to Cell and Tissue Culture Theory and
Technique. New York: Plenium Press.
Mojica-Henshaw, M.P., et al. 2013. Serum-converted platelet lysate can substitute
for fetal bovine serum in human mesenchymal stromal cell cultures.
Cytotherapy. 5(12):1458- 1468.
Murphy. P. 2013. The First Steps to Forming a New Organism Descriptive Embryo.
Developmental Biology. (Online)
http://www.tcd.ie/Biology,,,Teaching,,,Centre/assets/pdf/by1101. Diakses
pada 1 Mei 2019.
Puspitasari, R. L., C. T. Sardjono, B. Setiawan dan F. Sandra. 2008. Kultur
Embrionic Stem Cell menjadi Sel Neuron dengan Medium Bebas Serum.
CDK 35 (6) : 342-344.
Rodrigez-Hernandez, C.O., Torres-Garcia, S.E., Olvera-Sandoval, C., Ramirez-
Castillo, F.Y., Muro, A.L., Avelar-Gonzalez, F.J., et al. 2014. Cell
Culture: History, Development and Prospects. International Journal of
CurrentResearch and Academic Review, 2(12), 188-200.
Rohanova, D., Boccaccini, A.R., Horkavcova, D., Bozdechova, P., Bezdicka, P.,
Castoralova, M. 2014. Is Non-buffered DMEM solution a suitable medium
fot invitro bioactivity tests?. Journal ofMaterials Chemistry B, 2: 5068-
5076.
Smith, T., et al. 2004. Avian Embryo. Mississippi State University. Hal 4-10.
Syahidah, Hasna Nur., dkk. 2016. Review Artikel: Media yang Digunakan pada
Kultur Sel. Jurnal Farmaka. Vol 14 (3).
Trenggono, Bambang, S. 2009. Metode Dasar Kultur Jaringan Hewan. Jakarta :
Universitas Trisakti.
Yadav, V.R., Sahdeo, P., Bokyung, S., Ramaswamy, K., dan Bharat, B.A. 2010.
Review: Targetting Inflammatory Pathways by Triterpenoids for Prevention
and Treatment of Cancer. Toxins. 2(1): 2428-2466.
LAMPIRAN