Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan

Pengaruh Suhu Terhadap Kecepatan Respirasi Kecambah

Oleh
Nilam Cahya Ningrum 17030244048

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2018
A. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah?

B. TUJUAN PERCOBAAN
Mengamati pengaruh suhu terhadap kecepatan repirasi kecambah.

C. HIPOTESIS
H1 : Terdapat pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah
H0 : Tidak terdapat pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi
kecambah

D. KAJIAN PUSTAKA

Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering


menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida dalam volume yang
sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar pertukaran
gas secara sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-
reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi karbondioksida dan
oksigen yang diserap direduksi menjadi air. Pati, fruktan, sukrosa, atau
gula yang lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak
sebagai substrat respirasi. (Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995).

Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa


organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi
bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik
maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan
dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob
dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain
karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit
energi. (Lovelles, 1997).

Dengan kata lain, perbedaan antara jumlah karbondioksida yang


dilepaskan dan jumlah oksigen yang digunakan biasa dikenal
dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ.
Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan
sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya
(Simbolon, Hubu, dkk. 1989).

Sebagian besar energi yang dilepaskan selama respirasi kira-kira


2870 kj atau 686 kal per mol glukosa berupa bahang. Bila suhu rendah,
bahang ini dapat merangsang metabolisme dan menguntungkan beberapa
spesies tertentu, tapi biasanya bahang tersebut dilepas ke atmosfer atau ke
tanah, dan berpengaruh kecil terhadap tumbuhan. Yang lebih penting dari
bahang adalah energi yang terhimpun dalam ATP, sebab senyawa ini
digunakan untuk berbagai proses esensial dalam kehidupan, misalnya
pertumbuhan dan penimbunan ion. (Salisbury, Frank and Ross, Cleon.
1995).

Respirasi merupakan rangkaian dari 50 atau lebih reaksi


komponen, masing-masing dikatalisis oleh enzim yang berbeda. Respirasi
merupakan oksidasi (dengan produk yang sama seperti pembakaran) yang
berlangsung di medium air dengan Ph mendekati netral, pada suhu sedang
dan tanpa asap. Pemecahan bertahap dan berjenjang molekul besar
merupakan cara untuk mengubah energi menjadi ATP. Lebih lanjut,
sejalan dengan berlangsungnya pemecahan, kerangka karbon-antara
disediakan untuk menghasilkan berbagai produk esensial lainnya dari
tumbuhan. Produk ini meliputi asam amino untuk protein, nukleotida
untuk asam nukleat, dan prazat karbon untuk pigmen porfirin (seperti
klorofil dan sitokrom). Tentu saja bila senyawa tersebut terbentuk,
pengubahan substrat awal respirasi menjadi karbondioksida dan air
tidaklah lengkap. Biasanya hanya beberapa substrat respirasi yang
dioksidasi seluruhnya menjadi karbondioksida dan air (proses
katabolik/penguraian), sedangkan sisanya digunakan dalam proses sintesis
(anabolisme/pembentukan) terutama di dalam sel yang sedang tumbuh.
Energi yang ditangkap dari proses oksidasi sempurna beberapa senyawa
dapat digunakan untuk mensintesis molekul lain yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan. Bila tumbuhan sedang tumbuh, laju respirasi meningkat
sebagai akibat dari permintaan pertumbuhan, tapi beberapa senyawa yang
hilang dialihkan ke dalam reksi sintesis dan tidak pernah muncul sebagai
karbondioksida. (Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995).

Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi,


diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Ketersediaan substrat
Respirasi bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang
kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada
laju yang rendah. Tumbuhan yang kahat gula sering melakukan
respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun
sering lebih cepat segera setelah matahari tenggelam, saat kandungan
gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan
gulanya lebih rendah. Selain itu, daun yang ternaungi atau daun bagian
bawah biasanya berespirasi lebih lambat daripada daun sebelah atas
yang terkena cahaya lebih banyak. Bila hal ini tidak terjadi, maka daun
sebelah bawah akan lebih cepat mati. Perbedaan kandungan gula akibat
tak berimbangnya laju fotosintesis mungkin yang menyebabkan laju
respirasi yang lebih rendah pada daun yang ternaungi. (Salisbury, Frank
and Ross, Cleon. 1995).
2. Suhu
Suhu optimum merupakan suhu pada saat enzim memiliki aktivitas
maksimum. Hubungan antara aktivitas enzim dengan suhu diterangkan
bahwa suhu dapat meningkatkan laju reaksi enzimatik sampai batas
tertentu. Suhu yang terlalu tinggi (jauh dari suhu optimum suatu enzim)
akan menyebabkan enzim terdenaturasi (Poedjiadi, 1994).
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan
faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat
untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10° C, namun hal ini tergantung
pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan
spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu
antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau
35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai
menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10 pada suhu yang tinggi ini
adalah bahwa laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula atau
periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung
dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan
suhu, tapi Q10untuk proses fisika ini hanya 1,1 ; jadi suhu tidak
mempercepat secara nyata difusi larutan lewat air. Peningkatan suhu
sampai 40°C atau lebih, laju respirasi malahan menurun, khususnya bila
tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama.
Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi
dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik
yang semestinya terjadi. Pada kecambah kacang kapri, peningkatan
suhu dari 25 menjadi 45°C mula-mula meningkatkan respirasi dengan
cepat, tapi setelah dua jam lajunya mulai berkurang. Kemungkinan
penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah cukup lama untuk
merusak sebagian enzim respirasi. (Salisbury, Frank and Ross, Cleon.
1995).

E. VARIABEL PENELITIAN
Variabel kontrol : jenis kecambah, umur kecambah, berat kecambah,
konsentrasi NaOH, HCl dan BaCl2, tetesan PP,
waktu penyimpanan.
Variabel manipulasi : suhu
Variabel respon : kecepatan respirasi

F. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL


Dalam praktikum kali ini, variabel kontrolnya ialah jenis kecambah
yaitu kacang hijau, umur kecambah yaitu 2 hari, berat kecambah yaitu 5
gram, konsentrasi NaOH, HCl, dan BaCl2 yaitu 0,5 M, tetesan PP
(Phenolftalin) yaitu sebanyak 2 tetes, dan waktu penyimpanan yaitu 24
jam.
Variabel manipulasi yang digunakan yaitu suhu, antara lain : suhu
ruang 32° C, dan suhu incubator 37° C.
Yang kemudian dihasilkan variabel respon yaitu kecepatan
respirasi melalui metode titrasi dengan meneteskan HCl 0,5 N sampai
warna merah pada larutan tepat hilang.

G. ALAT DAN BAHAN


- Kecambah kacang hijau umur 2 hari 20 gram
- Larutan NaOH 0,5 M 180 ml
- Larutan HCl 0,5 N ± 5 ml
- Larutan BaCl2 0,5 N 15 ml
- Larutan Phenolftalin (PP) 12 tetes
- Erlenmeyer 250 ml 6 buah
- Timbangan 1 buah
- Kain kasa 6 lembar
- Benang ± 80 cm
- Plastik secukupnya
- Pipet 6 buah
H. RANCANGAN PERCOBAAN

30 ml NaOH 0,5 M

- Masukkan kedalam 6 erlenmeyer, masing-masing 30 ml

5 gram kecambah

- Bungkus dengan kain kasa dan ikat dengan seutas tali. Masing-masing
2 sampel untuk suhu ruangan dan 2 sampel untuk suhu didalam ruang
inkubator.
- Masukkan kedalam Erlenmeyer dan gantungkan bungkusan kecambah
tersebut di atas larutan NaOH dengan bantuan talinya, kemudian tutup
rapat-rapat botol tersebut dengan plastik.
- Simpanlah 2 botol berisi kecambah dan 1 botol tanpa kecam bah
(kontrol) masing-masing di dalam ruang dengan suhu ruangan dan
yang lain didalam inkubator bersuhu 37° C.
- Setelah 24 jam, lakukan titrasi untuk mengetahui jumlah gas CO2 yang
dilepaskan selama respirasi kecambah.
5 ml NaOH

- Masukkan dalam Erlenmeyer.


- Tambahkan 2,5 ml BaCL2 dan tetesi dengan 2 tetes PP sehingga
larutan berwarna merah.
- Titrasi dengan HCl 0,5 N. titrasi dihentikan setelah warna merah tepat
menghilang.
Dihitung kecepatan respirasi

I. LANGKAH KERJA
1. Siapkan bahan dan alat yang diperlukan.
2. Siapkan 6 erlenmeyer kemudian isilah masing-masing dengan 30 ml
larutan NaOH 0,5 M.
3. Timbang 5 gram kecambah yang disediakan kemudian bungkus
dengan kain kasa dan ikat dengan seutas tali. Masing-masing 2 sampel
untuk suhu ruangan dan 2 sampel untuk suhu di dalam ruang
inkubator.
4. Masukkan ke dalam erlenmeyer dan gantungkan bungkusan kecambah
tersebut di atas larutan NaOH dengan bantuan talinya, kemudian tutuo
rapat-rapat botol tersebut dengan plastik.
5. Simpanlah 2 botol berisi kecambah dan 1 botol tanpa kecambah
(kontrol) masing-masing didalam ruang dengan suhu ruangan dan yang
lain didalam inkubator bersuhu 37° C.
6. Setelah 24 jam, lakukan titrasi untuk mengetahui jumlah gas CO2 yang
dilepaskan selama respirasi kecambah.
7. Ambil 5 ml larutan NaOH dalam botol, masukkan dalam erlenmeyer.
Kemudian tambahkan 2,5 ml BaCl2 dan tetesi dengan 2 tetes PP
sehingga larutan berwarnamerah. Selanjutnya larutan tersebut di titrasi
dengan HCl 0,5 N. titrasi dihentikan setelah warna merah tepat
menghilang.

J. RANCANGAN TABEL PENGAMATAN


Tabel 1. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi
V CO2 CO2 Hasil Laju
V HCl
Suhu Erlenmeyer Terikat Respirasi Respirasi
(ml)
(ml) (ml) (ml/jam)
Suhu Kontrol 1,45 21,3
Ruang A 0,85 24,9 4,35 0,18125
(32° C) B 0,6 26,4
Suhu Kontrol 1 24
Inkubator A 0,55 26,7 3,3 0,1375
(37° C) B 0,45 27,3
Grafik 1. Hubungan antara kecepatan respirasi (ml/jam) dan suhu pada
kecambah kacang hijau

Pengaruh Suhu Terhadap Laju


Kecepatan Respirasi (ml/jam) Respirasi
0.2

0.15

0.1

0.05

0
Suhu Ruang Suhu Inkubator
Suhu

K. RENCANA ANALISIS DATA


Pada suhu ruang kontrol, 5 ml larutan NaOH + 2,5 ml BaCl2 + 2 tetes PP,
lalu ditirasi, didapatkan 29 tetes HCl setelah warna merah tepat
menghilang.
Pada suhu ruang A, 5 ml larutan NaOH + 2,5 ml BaCl2 + 2 tetes PP, lalu
ditirasi, didapatkan 17 tetes HCl setelah warna merah tepat menghilang.
Pada suhu ruang B, 5 ml larutan NaOH + 2,5 ml BaCl2 + 2 tetes PP, lalu
ditirasi, didapatkan 12 tetes HCl setelah warna merah tepat menghilang.
Pada suhu inkubator kontrol, 5 ml larutan NaOH + 2,5 ml BaCl2 + 2 tetes
PP, lalu ditirasi, didapatkan 20 tetes HCl setelah warna merah tepat
menghilang.
Pada suhu inkubator A, 5 ml larutan NaOH + 2,5 ml BaCl2 + 2 tetes PP,
lalu ditirasi, didapatkan 11 tetes HCl setelah warna merah tepat
menghilang.
Pada suhu inkubator B, 5 ml larutan NaOH + 2,5 ml BaCl2 + 2 tetes PP,
lalu ditirasi, didapatkan 9 tetes HCl setelah warna merah tepat menghilang.
a. NaOH bebas
30
 Suhu ruang kontrol = x (29 x 0,05) = 8,7
5
30
 Suhu ruang A = x (17 x 0,05) = 5,1
5
30
 Suhu ruang B = x (12 x 0,05) = 3,6
5
30
 Suhu inkubator kontrol = x (20 x 0,05) = 6
5
30
 Suhu inkubator A = x (11 x 0,05) = 3,3
5
30
 Suhu inkubator B = x (9 x 0,05) = 2,7
5
b. NaOH terikat CO2
 Suhu ruang kontrol = 30 – 8,7 = 21,3
 Suhu ruang A = 30 – 5,1 = 24,9
 Suhu ruang B = 30 – 3,6 = 26,4
 Suhu inkubator kontrol = 30 – 6 = 24
 Suhu inkubator A = 30 – 3,3 = 26,7
 Suhu inkubator B = 30 – 2,7 = 27,3
c. CO2 hasil respirasi
24,9 + 26,4
 Suhu ruang = - 21,3 = 4,35
2
26,7 + 27,3
 Suhu inkubator = - 24 = 3,3
2
d. Laju respirasi
4,35
 Laju Respirasi suhu ruang = = 0,18125 ml/jam
24 𝑗𝑎𝑚
3,3
 Laju Respirasi suhu inkubator = = 0,1375 ml/jam
24 𝑗𝑎𝑚

L. HASIL ANALISIS DATA


Dari analisa di atas, dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu,
maka semakin cepat kecepatan respirasi kecambah tersebut. Hal ini
dikarenakan pada suhu inkubator, keadaan suhunya stabil dimana pada
suhu yang konstan kerja enzim akan lebih optimal tanpa mengalami
kerusakan. Seperti yang diketahui bahwa proses respirasi melibatkan kerja
berbagai enzim. Dikarenakan enzim tidak mengalami kerusakan, maka
enzim akan mempercepat pengubahan glukosa menjadi karbon dioksida
(CO2). Oleh karena itu, CO2 yang dilepaskan dari respirasi kecambah
menjadi lebih besar dimana volume CO2 yang diikat oleh NaOH akan
lebih banyak sehingga kecepatan respirasi kecambah menjadi semakin
besar (Lehninger, 1982).
Namun sebaliknya, semakin rendah suhu maka semakin rendah
pula kecepatan respirasi kecambah tersebut. Hal ini dikarenakan pada suhu
rendah, kerja enzim menjadi tidak optimal sehingga mengakibatkan reaksi
pengubahan glukosa menjadi CO2 lebih lambat dan volume CO2 yang
dilepaskan dari proses respirasi juga lebih sedikit. Oleh karena itu, volume
CO2 yang diikat oleh NaOH akan lebih sedikit sehingga kecepatan
respirasi kecambah menjadi semakin kecil (Lehninger, 1982).
Pada praktikum ini, kecepatan respirasi kontrol lebih besar
daripada kecepatan respirasi kecambah. Hal ini dikarenakan terjadi human
error diduga terdapatnya mikroorganisme yang melakukan respirasi di
dalam tabung erlenmeyer akibat kesalahan praktikan dalam melakukan
titrasi yaitu kurang cepatnya praktikan dalam menuangkan larutan NaOH
yang digunakan dalam titrasi dan tabung erlenmeyer yang digunakan tidak
ditutupi oleh plastik sehingga mikroorganisme yang berada di luar tabung
masuk ke dalam tabung dan ikut melakukan respirasi (Lakitan, 2000).
Selain itu erlenmeyer juga dalam keadaan kotor, tidak dicuci sebelumnya
sehingga kontam oleh mikroorganisme.

M. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa suhu mempengaruhi kecepatan repirasi pada kecambah. Hal ini
dapat diketahui dari nilai laju respirasi pada suhu ruang (32° C) ialah
0,18125 ml/jam, seedangkan pada suhu incubator (37° C) nilai laju
repirasinya ialah 0,1372 ml/jam.
N. DAFTAR PUSTAKA

Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2.


Bandung: Penerbit ITB.

Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah


Tropik. Jakarta: PT Gramedia.

Simbolon, Hubu, dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Anna Poedjiadi, (1994), Dasar-dasar Biokimia, UI Press, Jakarta.

Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.

Lakitan B, 2000. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press.


Jakarta.
LAMPIRAN

5 ml NaOH + 2,5 BaCl2 + 2 tetes PP

5 ml NaOH + 2,5 BaCl2 + 2 tetes PP + 29 tetes HCl


(setelah dititrasi pada suhu ruang)

Anda mungkin juga menyukai