Anda di halaman 1dari 7

ACARA 6

PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU RESPIRASI AEROB

TUJUAN :
Mengetahui pengaruh suhu lingkungan terhadap laju respirasi aerob kecambah kacang
hijau
TINJAUAN PUSTAKA
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah sesudah
panen. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek.
Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan
makanan (Phan, 1986).
Pengukuran laju respirasi buah naga dengan suhu yang berbeda dilakukan
untuk mengetahui suhu optimal penyimpanan buah naga. Laju respirasi yang rendah
biasanya diikuti dengan umur simpan yang panjang. Pengukuran dilakukan dalam
toples yang ditutup rapat dan disimpan pada suhu 10OC, 15OC dan suhu ruang
Kajian Penyimpanan Buah Naga (Hylocereus costaricensis) dalam
Kemasan Atmosfer Termodifikasi
Sutrisno1 dan Enggar Galih Mitayani Purwanto, jurnal teknik pertanian Vol. 25, No.
2, Oktober 2011
Laju respirasi merupakan indeks yang baik untuk menentukan umur simpan buah-
buahan setelah dipanen. Intensitas respirasi merupakan ukuran kecepatan metabolisme
dan seringkali digunakan sebagai indikasi umur simpan buah-buahan. Penyimpanan
pada suhu dingin merupakan cara yang paling efektif dan bermanfaat untuk memperlambat
perkembangan pembusukan pascapanen pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Tiap-tiap
buah dan sayuran memiliki suhu optimum penyimpanan untuk menghambat penuaan dan
pematangan proses-proses fisiologis (Winarno & Aman 1981)
Respirasi adalah suatu metabolisme yang memerlukan oksigen untuk pembakaran
senyawa makromolekul seperti karbohidrat, lemak, protein yang menghasilkan CO2, air
dan sejumlah elektron-elektron (Winarno & Aman 1981).
Respirasi biasanya juga dipengaruhi oleh faktor internal yaitu tingkat perkembangan,
susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapisan alami dan jenis jaringan serta faktor
eksternal yaitu suhu, zat pengatur pertumbuhan dan konsentrasi O2, CO2 di lingkungan
sekitarnya.
Laju respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, jumlah O2 yang
diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan energi yang terbentuk.
Pengukuran laju respirasi biasanya hanya ditentukan dengan mengukur O2 dan CO2, yaitu
dengan mengukur laju penggunaan O2 atau pengeluaran CO2 (Pantastico 1986).
Pengukuran laju respirasi dapat dilakukan dengan sistem tertutup dan sistem terbuka. Dalam
sistem tertutup, bahan ditempatkan dalam suatu wadah tertutup sehingga gas CO2 yang
dihasilkan terakumulasi dan gas O2 yang dikonsumsi menjadi berkurang konsentrasinya.
Laju respirasi dihitung dengan mengetahui berat bahan, volume bebas wadah dan selisih
konsentrasi gas antara masuk dan yang keluar (Rokhani et al 1996). Laju respirasi merupakan
indeks yang baik untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah dipanen.
PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU RESPIRASI DAN
PRODUKSI ETILENA PADA PASCAPANEN BUAH
MANGGIS (Garcinia mangostana L)
STANLEY SWADIANTO, DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2010
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah dan
sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya
metabolisme, dan oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi
daya simpan buah dan sayuran. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan
yang pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai
bahan makanan. Faktor yang sangat penting yang mempengaruhi respirasi dilihat ari segi
penyimpanan adalah suhu. Peningkatan suhu antara 00C 350C akan meningkatkan laju
respirasi buah-buahan dan sayuran, yang memberi petunjuk bahwa baik proses biologi
maupun proses kimiawi dipengaruhi oleh suhu. Sampai sekarang pendinginan merupakan
satu-satunya cara ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan sayuran segar.
Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu tersebut
(Pantastico, l997).
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada
umumnya setiap penurunan suhu 80C, kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira
setengahnya. Karena itu penyimpanan dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan
dalam bahan pangan, karena keaktifan respirasi menurun (Winarno dkk, l982).
Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar
Vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L)
Nurhayati Safaryani*, Sri Haryanti*, Endah Dwi Hastuti*
Buletin Anatomi dan Fisiologi
Vol. XV, No.2, Oktober 2007
Respirasi adalah suatu proses yang melibatkan terjadinya penyerapan
oksigen (O2) dan pengeluaran karbondioksida (CO2) serta energi yang digunakan
untuk mempertahankan reaksi metabolisme dan reaksi lainnya yang terjadi di
dalam jaringan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju respirasi dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor
internal.
Yang termasuk faktor lingkungan antara lain temperatur, komposisi udara
dan adanya kerusakan mekanik (Kays, 1991), Ketiga faktor ini merupakan faktor
penting yang dapat mempercepat laju respirasi. Sedangkan faktor internal antara
lain jenis komoditi (klimaterik atau non-klimaterik) dan kematangan atau tingkat
umurnya, akan menentukan pola respirasi yang spesifik untuk setiap jenis buahbuahan dan
sayuran. Temperatur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
produksi CO2 yang akan menyebabkan peningkatan produksi CO2, sejalan dengan
meningkatnya suhu (Hulme, 1970)
KAJIAN LAJU RESPIRASI DAN PRODUKSI ETILEN
SEBAGAI DASAR PENENTUAN WAKTU SIMPAN
SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN
Sarifah Nurjanah , Jurnal Bionatura, Vol. 4, No. 3, November 2002 : 148

METODOLOGI
a. Alat
- 6 botol volume 250 ml dengan tutup karet, 3 termometer, 2 erlenmeyer 125 ml,
Biuret dan Lemari es
b. Bahan
- larutan NaOH 2N, Larutan BaCl, Larutan HCl 0,1 N, Larutan indikator
phenolptalein, Kecambah kacang hijau dan Kain kasa dengan tali
c. cara kerja
Pada praktikum ini suhu yang digunakan terdiri dari suhu luar lingkungan
(33*c),suhu laboratorium (28*c), dan suhu lemari es (15*c). Masing-masing perlakuan suhu
terdiri dari 2 botol yang berisi 30 ml larutan NaOH 0,2 N. Satu botol diberi kecambah dan
satu botol lagi tanpa kecambah. Adapun cara kerja yang dilakukan yaitu, pertama kecambah
ditimbang seberat 5 gram, kemudian kecambah dibungkus dengan kain kelambu dan diikat
dengan tali. Kedua, kecambah dimasukan kedalam botol dan diatur agar kecambah tersebut
tidak menyentuh NaOH, kemudian semua botol ditutup dan diberi selotip agar kedp udara
atau udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam botol. Ketiga, pasangan botol (botol dengan
kecambah dan botol tanpa kecambah) diletakkan pada masing-masing kondisi suhu
perlakuan. Suhu awal pada kondisi tersebut diukur menggunakan termometer. Keempat,
setelah 20 jam kecambah dikeluarkan dari masing-masing botol dan ditutup kembali dengan
cepat. Kemudian dari tiap botol ddiambil sebanyak 6 ml dan dimasukkan kedalam
erlenmeyer, kemudian ditambah 0,5 ml BaCl2 dan 3 tetes phenolptalein, sehingga larutan
akan berwarna merah jambu. Kemudian larutan tersebut dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai
warnanya hilang. Semua perlakuan dititrasi dengan cara yang sama termasuk kontrol.
Rancangan disusun menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan untuk masing-
masing perlakuan suhu. Pengulangan titrasi digunakan sebagai ulangan. Langkah terakhir,
dilakukan analisis data untuk melihat apakah ada perbedaan laju respirasi pada masing-
masing perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengamatan

No Lokasi Suhu Jumlah hcl Jumlah HCL Laju


respirasi
Perlakuan y Kontrol x
1 Luar ruangan 33*c 1ml 7 ml 0,66
2 Laboratorium 28*c 2,8 ml 7,7 ml 0,004
3 Lemari es 15*c 5 ml 4,9 ml 0,011

B. Pembahasan
Respirasi adalah proses penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik.
Energi molekul organik adalah energi matahari yang disimpan di dalamnya, terjadi pada
proses fotosintesis. Pada proses fotosintesis terjadi adanya pembentukan gula dari molekul-
molekul karbohidrat dan air dengan bantuan cahaya matahari. Respirasi adalah suatu proses
pembongkaran (katabolisme atau disimilasi) dimana energi yang tersimpan tadi ditimbulkan
untuk meyelenggarakan proses proses kehidupan.
Secara umum respirasi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6 O2 6CO2 + 6H2O + 675 kal
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah
ketersediaan substrat, ketersediaan oksigen, suhu, jenis dan umur tanaman. Tumbuhan yang
kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah.
Pada daun bagian bawah ternaungi sehingga respirasi lebih lambat dari daun sebelah atas
yang terkena cahaya matahari berhubung dengan kandungan pati dan gula, ketersediaan O2,
pada akar, batang, dan daun sedikit mempengaruhi respirasi karena sitokrom oksidase
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap oksigen biarpun konsentrasi hanya 0,05 %, jenis
dan umur tanaman dan suhu. Hal ini tidak sesuai dengan literatur hasil respirasi terbesar pada
NaOH yang tidak diberikan kecambah sebagai kontrol, hal ini mungkin terjadi karena pada
saat NaOH dimasukkan kedalam erlenmeyer tidak steril sehingga ada organisme lain yang
beraktifitas.
Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai pengaruh suhu terhadap laju
respirasi aerob. Obyek yang digunakan dalam percobaan ini adalah kecambah kacang hijau.
Kecambah tersebut dibungkus dengan kain kasa yang memiliki pori-pori cukup besar
sehingga dapat digunakan untuk memberi ruang atau celah yang dapat dilewati oleh
oksigen dan karbon dioksida pada saat proses respirasi. Selanjutnya kecambah dimasukkan
kedalam botol yang ditutup rapat agar tidak ada oksigen dari luar yang masuk kedalam botol
dan tidak ada karbon dioksida yang keluar dari botol. Larutan didalam botol merupakan
larutan NaOH yang berfungsi sebagai larutan yang dapat berikatan dengan karbon dioksida
hasil dari respirasi kecambah. NaOH yang mengikat karbon dioksida akan membentuk
natrium bikarbonat yang merupakan karbondioksida terlarut. Persamaan reaksinya sebagai
berikut : 2NaOH + CO2 Na2CO3 + H2O.
Rangkaian praktikum ini disimpan selama 48 jam pada suhu tertentu hingga akhinya
dititrasi.
Titrasi yang dilakukan adalah titrasi asidimetri yaitu titrasi penetralan basa (NaOH)
dengan menggunakan senyawa asam, senyawa asam yang digunakan adalah asam kuat HCl.
Fungsi titrasi ini untuk mengetahui jumlah CO2 yang terikat NaOH. Sebelum dititrasi dengan
HCL, larutan dari rangkaian praktikum diambil sebanyak 10 ml dan ditambahan BaCl sebanyak
0,5 ml, penambahan BaCl berfungsi untuk mengendapkan karbon dioksida yang telah diikat
oleh NaOH. Persamaan reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut : BaCl2- + Na2CO3
BaCO3 + 2 NaCl
Larutan yang awalnya berwarna bening kemudian berubah menjadi keruh hal ini
disebabkan karena terbentuk endapan putih dari hasil penambahan larutan dengan BaCl2-.
Selanjutnya larutan tersebut diteteskan indicator fenolptalein (indicator pp). Indikator yang
berwarna merah ini menyebabkan larutan berubah warna menjadi merah muda. Indicator pp
berfungsi untuk memudahkan mengamati perubahan warna ketika larutan dititrasi. Kemudian
larutan dititrasi dengan asam kuat yaitu HCl dengan menggunakan pipet tetes hingga larutan
berubah warna menjadi bening kembali. Warna dapat kembali bening menunjukkan bahwa
larutan basa telah bereaksi sempurna dengan asam sehingga larutan menjadi netral. Persamaan
reaksinya sebagai berikut : NaOH + HCl NaCl + H2O

Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat dilihat bahwa suhu turut berpengaruh
terhadap laju respirasi aerob. Rangkaian kecambah pada suhu yang lebih tinggi yaitu 33C
melepaskan lebih banyak dari pada rangkaian kecambah pada suhu 28C. Jumlah yang
dilepaskan dapat dilihat dari banyaknya HCl yang dibutuhkan saat titrasi. Pada Volume awal
HCL (50 ml), kecambah yang ditempatkan pada tempat yang terang Volume HCL (1 ml),
kecambah yang ditempatkan pada tempat yang gelap Volume HCL (0,28 ml), dan kecambah
yang diletakkan di lemari es volume HCL (5 ml) . sedangkan volume HCL pada botol
kontrol, diluar ruangan (7 ml), pada laboratorium (7,7 ml) dan volume HCL pada lemari es
yaitu, 4,9 ml. . Dari hasil perhitungan diperoleh hasil laju reaksi pada luar ruangan
dengan suhu 33*c yaitu 0,66, Sedangkan pada botol di laboratorium dengan suhu 28oC
diperoleh laju reaksi yaitu 0,004, dan pada botol kontrol di dalam lemari es dengan suhu
15oC yaitu 0,011.
Jumlah karbon dioksida yang dilepaskan oleh kecambah pada proses repirasi aerob
berbanding terbalik dengan jumlah HCl yang digunakan untuk titrasi, dengan kata lain
semakin banyak HCl yang diperlukan saat titrasi maka semakin sedikit karbon dioksida yang
dilepaskan. Begitu juga sebaliknya. Jumlah CO2 yag dihasilkan dapat dihitung dengan rumus
: 11 (X-Y) ml/ berat kecambah (gram)/ jam, dengan X=volume HCl tanpa kecambah dan
Y=volume HCl dengan kecambah. Berikut adalah hasil dari percobaan:
Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Laju
Respirasi Aerob
0.66
0.7
0.6
0.5 y = 0.0287x - 0.5023
Laju Respirasi

0.4 R = 0.5013
0.3
0.2
0.1 0.011 0.004
0
-0.1 0 5 10 15 20 25 30 35
-0.2
Perlakuan suhu (c)

Grafik 1. Laju respirasi aerob.


Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa antara suhu dengan laju respirasi aerob
terdapat hubungan positif, yang artinya kenaikan suhu diikuti dengan kenaikan laju
respirasinya. Sehingga dapat dikatakan suhu memberikan pengaruh terhadap laju respirasi
pada kecambah kacang hijau. Dari hasil percobaan ini dapat diketahui bahwa semakin tinggi
suhu maka laju respirasi semakin cepat. Dari garfik tersebut juga dapat diketahui bahwa laju
respirasi aerob kecambah kacang hijau minimum terjadi pada suhu 28 C dan laju respiras
maksimumnya terjadi pada perlakuan di luar ruangan dengan suhu 33 C.
Menurut Salisbury & Ross (1995), Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan
sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat
untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 C, namun hal tersebut tergantung pada masingmasing
spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya
2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 - 25C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau
35C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan
tentang penurunan Q10 pada suhu yang tinggi tersebut adalah bahwa laju penetrasi O2 ke
dalam sel lewat kutikula atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia
berlangsung dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi
Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1 ; jadi suhu tidak mempercepat secara nyata difusi
larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40C atau lebih, laju respirasi justru menurun,
khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama. Hal
tersebut dikarenakan enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada
suhu yang tinggi, dan mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi

KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pembahasan pada praktikum pengaruh suhu terhadap laju
respirasi aeron dapat disimpulkan bahwa Suhu memberikan pengaruh terhadap laju respirasi
aerob kecambah kacang hijau. Suhu dapat meningkatkan laju fotosintesis namun sampai batas
tertentu yaitu pada suhu optimum. Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju
respirasi, diantaranya adalah ketersediaan substrat, ketersediaan oksigen, suhu, jenis dan
umur tanaman. Dari hasil pengamatan yang dilakukan di peroleh data hasil laju respirasi pada
perlakuan diluar ruangan dengan suhu 33c (0,66), pada perlakuan di laboratorium dengan
suhu 28c yaitu 0,004, sedangkan pada perlakuan di lemari es dengan suhu 15c didapatkan
laju reaksinya yaitu 0,11. Laju respirasi aerob kecambah kacang hijau minimum terjadi pada
suhu 28 C dan laju respiras maksimumnya terjadi pada perlakuan di luar ruangan dengan
suhu 33 C.

Anda mungkin juga menyukai