Anda di halaman 1dari 8

STEVIA

ISSN No. 2087-6939


Vol. VI No. 02-Juli 2016

Pengaruh Precooling dan Variasi Suhu Penyimpanan terhadap


Perubahan Laju Respirasi Terong (Solanum melongena L.)

Roida Ervina Sinaga


Dosen Fakultas Pertanian Universitas Quality

ABSTRACT

Eggplant is one of the horticultural commodities type which is largely


consumed by society. Therefore, postharvest handling of eggplants needs to be
done. The aim of this research is to analyzing on the effect of precooling and
storage temperatures on respiration rate and change in physical quality of
eggplants. Precooling treatment on this research is applied by using water with
o
temperature about 7 C and with precooling time about 10 and 20 minutes, and
o o o
then the storage temperatures are varied 7 C, 15 C and 28 C during 11 days.
Respiration is observed by closed systems (static). Research results showed that
precooling can delay respiration rate.

Keywords : eggplant, precooling, respiration rate

Pendahuluan berkembang seperti Indonesia. Pada


tahun terakhir ini, kehilangan
Di Asia, terong merupakan salah pascapanen mencapai 10-30% dari
satu jenis sayuran penting dengan produksi total tanaman. Bahkan
produksi lebih dari 86% total pada beberapa produk tanaman
produksi dunia. Cina menjadi negara yang mudah rusak, kehilangan
produsen terong terbesar yaitu pascapanen dapat lebih besar dari
sekitar 60% pasokan dunia (Rubatzky 50% (Soesanto, 2006). Umumnya
dan Yamaguchi, 1997). Di Indonesia, kerusakan disebabkan karena
terong menjadi salah satu jenis adanya jamur atau patogen saat
sayuran yang selalu dihidangkan di penyerbukan tanaman.
rumah tangga maupun industri Terong termasuk kelompok
makanan, karena terong memiliki buah non klimakterik, dimana
kandungan gizi yang cukup tinggi, setelah buah dipanen masih
meliputi protein, kalsium, kalium, melakukan aktivitas metabolisme
fosfor, lemak, vitamin A, vitamin B, seperti respirasi, transpirasi dan
vitamin C dan juga harga jualnya produksi etilen, hanya saja proses
relatif murah. respirasinya berlangsung lambat.
Masalah kehilangan atau Aktivitas tersebut akan
kerusakan pascapanen sudah mempercepat terjadinya penuaan,
menjadi masalah umum bagi negara pelayuan dan juga pembusukan.

[ 51 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939
Vol. VI No. 02-Juli 2016

Sebagai buah non klimakterik, jenis jaringan. Faktor-faktor ini


kenaikan pola respirasi terong dapat mempengaruhi laju respirasi dan
digunakan sebagai acuan untuk proses pemasakan komoditas.
menentukan waktu simpan. Untuk Sayuran dan buah termasuk organ-
menghambat laju respirasi yang organ didalamnya (seperti daging
terjadi setelah terong dipanen, buah, biji, daun, akar, batang dan
beberapa penanganan pascapanen sebagainya) masing–masing
perlu dilakukan. Hal ini bertujuan memiliki aktivitas metabolisme dan
untuk memperpanjang umur simpan laju respirasi yang berbeda pula.
terong, sehingga terong masih tetap Selain itu faktor eksternal yang
segar sampai di tangan konsumen. mempengaruhi respirasi yaitu : a).
Proses respirasi yang terjadi suhu, b). etilen, c). CO2, d). O2, e).
dapat digambarkan sebagai berikut: senyawa pengatur tumbuh dan f).
6 12 6 + 6 2 + 36
→ 6 2 + 6
+ 36
2
luka pada buah.
Ada beberapa metode untuk
Respirasi adalah reaksi mengetahui laju respirasi yang
pemecahan oksidatif dari substrat terjadi selama penyimpanan terong
yang kompleks yang terdapat dalam yaitu dengan sistem tertutup atau
sel, seperti senyawa pati, gula, statik, sistem mengalir (flushed) dan
lemak, asam organik menjadi sistem permeable. Sistem statik atau
molekul yang lebih sederhana yaitu tertutup umumnya lebih sering
CO2 dan H2O, disertai pembentukan digunakan karena prosesnya yang
energi siap pakai dalam bentuk ATP mudah.
dan energi yang dibebaskan
(Pujimulyani, 2011). Bahan dan Metode Penelitian
Mutu simpan buah dan sayuran
akan lebih bertahan lama jika laju Bahan yang digunakan dalam
respirasi rendah dan transpirasi penelitian ini adalah jenis terong
dapat dicegah dengan meningkatkan berwarna ungu yang berasal dari
kelembaban relatif dan menurunkan Pasar Pagi Demangan, Yogyakarta.
suhu udara (Tranggono dan Suhardi, Terong yang digunakan rata-rata
1990). memiliki bobot 180-200 gr dan
Menurut Santoso (1991), secara volume 220 ml. Air dan es batu
umum faktor-faktor yang untuk perlakuan precooling. Alat
mempengaruhi respirasi pada buah yang digunakan dalam penelitian ini
dan sayuran dibagi atas 2 macam, adalah cold storage, gelas ukur,
yaitu faktor internal meliputi timbangan, termokopel, wadah
a).tingkat perkembangan, b). tertutup sebagai respiration
komposisi kimia jaringan, c). ukuran chambers, O2 meter dan CO2 meter.
komoditas, d).pelapis alami, dan e).
Pelaksanaan Penelitian

Terong dikemas dengan


plastik putih dan diangkut ke

[ 52 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939
Vol. VI No. 02-Juli 2016

laboratorium. Terong diberi label Hasil dan Pembahasan


dan dinamai sesuai dengan
perlakuan yang diberikan. Perubahan Laju Respirasi
Selanjutnya beberapa terong Pengukuran respirasi dilakukan
tersebut dicuci dan direndam dalam dengan sistem tertutup, dimana 2
o
air dingin dengan suhu 7 C selama buah terong disimpan dalam wadah
10 dan 20 menit dan sisanya tidak tertutup yang sudah dimodifikasi,
diprecooling yang akan dijadikan wadah ini digunakan sebagai
sebagai kontrol. Air dingin ini respiration chambers. Laju respirasi
diperoleh dengan memasukkan 3-4 yang terjadi diukur dengan
buah batu es ke dalam 3 liter air mengamati perubahan konsentrasi
biasa pada suatu wadah penampung O2 dan CO2. Penurunan konsentrasi
yang besar. Setelah precooling O2 diukur dengan menggunakan alat
selesai, terong disimpan dalam cold O2 meter sedangkan kenaikan
storage dan di ruang terbuka konsentrasi CO2 diukur dengan alat
laboratorium. Cold storage memiliki CO2 meter. Pengamatan dilakukan
kelembaban 80% dan 60% untuk selama 11 hari penyimpanan.
laboratorium (ruangan). Pada
penyimpanan di cold storage
o 25.0
dilakukan variasi suhu yaitu 7 C,
o o 22.0
15 C dan 28 C. Proses pengamatan
O 2 (%)

19.0
dilakukan selama 11 hari 16.0
penyimpanan. 13.0
10.0
Dua buah terong dimasukkan ke
0 2 4 6 8 10
respiration chambers lalu chambers Hari
ini direkatkan dengan lem dan T 7C T 15C Truang
dilapisin lilin malam agar kedap
(a)
udara. Setelah itu diukur konsentrasi
oksigen dan karbondioksida awalnya
dengan O2 meter dan CO2 meter
melalui lubang yang telah dibuat 25.0

sebelumnya di bagian sisi kanan dan 20.0


yO 2 (%)

kiri chambers. Data diambil tiap 24 15.0


jam sekali. 10.0
5.0
0 2 4 6 8 10
(b) Hari
T 7C T 15C Truang

Gambar 1. Skema cara pengukuran


respirasi

[ 53 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939
Vol. VI No. 02-Juli 2016

25.0
Menurut Tranggono dan
20.0
Suhardi (1990) mutu simpan buah
yO 2 (%)

15.0
akan lebih bertahan lama jika laju
10.0 respirasi rendah dan transpirasi
5.0 dapat dicegah dengan menjaga suhu
0 2 4 6 8 10
Hari penyimpanan buah tetap rendah.
T 7C T 15C Truang
Menurut Santoso (1991) laju
(c) respirasi akan meningkat dua
sampai dua setengah kali untuk
o
Gambar 2. Grafik perubahan setiap kenaikan suhu 10 C, jika laju
konsentrasi O2 dengan variasi suhu respirasi meningkat maka laju
untuk (a). precooling 10 menit, (b). konsumsi O2 juga akan tinggi.
precooling 20 menit dan (c). non
precooling 22.0

20.0
Ada beberapa faktor yang
yO 2 (%)

18.0
mempengaruhi laju respirasi, salah 16.0
satunya yaitu suhu. Suhu yang tinggi
14.0
dapat mempercepat terong 0 2 4 6 8 10
mengkonsumsi O2 sebaliknya pada Hari
Pc 10 menit Pc 20 menit Non pc
suhu rendah laju penurunan
konsentrasi O2 berjalan lambat. Hal (a)
ini dapat dibuktikan melalui gambar
(2) diatas, dimana laju penurunan 22.0
konsentrasi O2 sangat signifikan 20.0
terjadi pada suhu ruang yaitu di
yO 2 (%)

18.0
o
kisaran 28-30 C sedangkan pada 16.0
o o
suhu 7 C dan 15 C jumlah 14.0
konsentrasi O2 menurun secara 0 2 4 6 8 10
Hari
perlahan. Jika terong memiliki laju
Pc 10 menit Pc 20 menit Non pc
konsumsi O2 yang tinggi, maka laju
respirasi yang terjadi juga tinggi, (b)
begitu sebaliknya.
25.0

20.0
yO 2 (%)

15.0

10.0

5.0
0 2 4 6 8 10
Hari
Pc 10 menit Pc 20 menit Non pc
(c)

[ 54 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939
Vol. VI No. 02-Juli 2016

Gambar 3. Grafik penurunan 18

(ml/kg jam)
konsentrasi O2 dengan variasi 15
o o 12
perlakuan pada a.T7 C b. T15 C dan 9
c. Truang 6

2
3

RO
0
Dengan memberikan perlakuan
0 2 4 6 8 10
pascapanen pada terong seperti Hari
precooling 10 dan 20 menit mampu T 7C T 15C Truang

menghilangkan panas yang dibawa


dari lapangan, lalu disimpan pada (c)
suhu rendah akan memberikan hasil
yang baik, yaitu respirasi Gambar 4. Grafik perubahan laju
berlangsung lambat. respirasi dengan variasi suhu untuk
precooling (a). 10 menit, (b). 20
10 menit (c). non precooling
jam)

8
Pada saat awal penyimpanan,
(ml/kg

6
4
respirasi berlangsung cepat, ini
dapat dibuktikan pada grafik diatas,
2

2
RO

dimana pada hari ke 1 untuk terong


0
non precooling yang disimpan pada
0 2 4 6 8 10
Hari suhu ruang laju respirasi yang terjadi
T 7C T 15C Truang sebesar 15,9 ml/kg jam lalu pada
hari selanjutnya respirasi menurun
(a) menjadi 2,1 ml/kg jam. Dari hari ke 2
sampai dengan hari ke 11
10 penyimpanan laju respirasi terjadi di
jam)

8 kisaran 2,1–3,1 ml/kg jam. Hal


demikian juga terjadi untuk terong
(ml/kg

6
4
precooling 10 dan 20 menit dengan
suhu yang sama dimana saat awal
2

2
RO

penyimpanan laju respirasi


0
berlangsung cepat diikuti penurunan
0 2 4 6 8 10
Hari saat hari selanjutnya. Hal demikian
o
T 7C T 15C Truang juga berlaku untuk suhu 7 C dan
o
15 C , hanya saja penurunan laju
(b)
respirasi tidak terjadi secara
signifikan, karena suhu rendah
mampu menekan laju transpirasi
pada terong sehingga respirasi yang
terjadi pun sangat kecil.

[ 55 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939
Vol. VI No. 02-Juli 2016

Ini sesuai dengan pernyataan 6

Santoso (1991) yang menyatakan

RO 2 (ml/kg jam)
4
bahwa untuk buah non klimaterik
(terong) laju respirasi akan 2
berlangsung cepat dan akan terus
menurun secara konstan sampai 0

akhirnya terjadi pembusukan. 0 2 4


Hari
6 8 10

Dari grafik diatas terlihat bahwa Pc 10 menit Pc 20 menit Non pc


laju respirasi berlangsung lambat (b)
pada penyimpanan suhu rendah
18
karena pada suhu rendah 15

jam)
metabolisme buah-buahan 12

(ml/k
berlangsung lambat dan kandungan 9

g
6
air yang keluar dari komoditas juga
RO 2
3
kecil. Ini berarti suhu rendah mampu 0
mengendalikan transpirasi, jika 0 2 4 6 8 10
Hari
transpirasi kecil maka laju respirasi
Pc 10 menit Pc 20 menit Non pc
juga kecil. Penyimpanan suhu
rendah juga memiliki kerugian, yaitu (c)
dapat merusak komoditas apabila
suhu tidak optimal untuk komoditas Gambar 5. Grafik perubahan laju
itu sendiri. respirasi dengan variasi suhu
o o
Konsentrasi O2 yang telah penyimpanan (a). T 7 C (b). T 15 C
diamati digunakan untuk dan (c). Truang
mengetahui laju respirasi yang
terjadi dengan variasi suhu dan Untuk terong precooling 10 dan
o
perlakuan selama 11 hari 20 menit yang disimpan pada T 7 C
penyimpanan, seperti pada gambar o
dan T 15 C laju respirasi yang terjadi
berikut ini. sangat kecil dan menurun secara
6 perlahan sedangkan untuk terong
non precooling laju respirasi
RO 2 (ml/kg jam)

4
fluktuatif dan juga mengalami
2 penurunan. Saat hari ke 8
penyimpanan, laju respirasi
0
0 2 4 6 8 10
mengalami kenaikan karena saat itu
Hari
Pc 10 menit Pc 20 menit Non pc
laju konsumsi O2 berlangsung cepat
dibandingkan hari–hari sebelumnya.
(a)

[ 56 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939
Vol. VI No. 02-Juli 2016

Pada penyimpanan suhu ruang, 10000

laju respirasi saat awal penyimpanan 8000

(ppm)
sangat tinggi, lalu menurun hingga 6000

mencapai konstan saat hari

2
4000

yCO
penyimpanan berikutnya. Dapat 2000

disimpulkan bahwa laju respirasi 0


Hari
2 4 6 8 10
terong precooling 10 dan 20 menit 0
T 7C T 15C Truang
lebih rendah bila dibandingkan
dengan terong non precooling. (c)
Selain mengkonsumsi oksigen,
Gambar 6. Grafik perubahan
substrat juga memproduksi konsentrasi CO2 dengan variasi suhu
karbondioksida. Dalam hal ini,
penyimpanan
oksigen bertindak sebagai oksidator
(a). Precooling 10 menit, (b).
yang mengoksidasi substrat Precooling 20 menit, (c). Non
kompleks menjadi karbondioksida, precooling
air dan energi. Oleh karena itu,
semakin lama penyimpanan maka Kesimpulan
jumlah konsentrasi karbondioksida
meningkat. Untuk lebih jelasnya Precooling merupakan salah
dapat dilihat grafik dibawah ini. satu teknik pengolahan pascapanen
yang mampu mengeluarkan panas
yang terbawa dari lapang sehingga
8000 dapat menekan laju penguapan
6000
pada terong. Dilanjutkan dengan
o
yCO 2 (ppm)

4000
penyimpanan dingin ( 7 C dan
o
2000 15 C). Penyimpanan pada kedua
0 suhu rendah ini tidak memberikan
0 2 4 Hari 6 8 10
hasil perubahan laju respirasi yang
T 7C T 15C Truang
berbeda jauh, hal ini berarti kedua
(a) suhu ini mampu memperlambat laju
respirasi terong.
8000

6000
Saran
yCO 2 (ppm)

4000 Perlakuan precooling 20 menit


o
2000 dan suhu penyimpanan 15 C dapat
0
diterapkan sebagai kegiatan
0 2 4 6 8 10 pascapanen terong guna menjaga
Hari kesegarannya. Perendaman terong
T 7C T 15C Truang ke dalam air es dengan suhu sekitar
o
7 C merupakan salah satu teknik
(b) precooling yang paling mudah
diterapkan, mengingat biaya
peralatan teknik ini relatif ringan.

[ 57 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939
Vol. VI No. 02-Juli 2016

Daftar Pustaka

Pujimulyani, D. 2011. Teknologi


Pengolahan Sayur-sayuran dan
Buah-buahan. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Tranggono dan Suhardi, 1990.
Biokimia dan Teknologi
Pascapanen. Pusat Antar
Universitas (PAU) Pangan dan
Gizi. Gadjah Mada University
press, Yogyakarta.
Rubatzky, V. E. dan Yamaguchi, M.
1997. Sayuran Dunia, Prinsip,
Produksi dan Gizi, Jilid Ketiga.
Penerbit ITB. Bandung.
Santoso, U. 1991. Respirasi dan
Teknik–teknik Pengukurannya.
Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Gadjah mada.
Soesanto, L. 2006. Penyakit
Pascapanen Sebuah Pengantar.
Penerbit Kanisius

[ 58 ]

Anda mungkin juga menyukai