2. Dimas H. F34090135
PENYIMPANAN
PENYIMPANAN SESAYURAN UTUH
Oleh :
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penggunaan kemasan dan kondisi ruang penyimpanan sayuran yang sesuai dengan
karakteristik sayuran dapat memperpanjang umur simpan dan memberi kesegaran
berlebih dari sayuran tersebut.
B. Tujuan
kemasan, pengaruh suhu, dan pengaruh pra penyimpanan terhadap sesayuran selama
BAB II
METODOLOGI
Alat yang diperlukan dalam praktikum ini adalah penetrometer, kertas pH,
neraca timbang, kolorimeter, plastik LDPE dan plastik HDPE. Sedangkan bahan yang
diperlukan adalah sayuran terong dan sawi.
B. Metode
BAB III
A. Hasil
[Terlampir]
B. Pembahasan
Susut bobot merupakan susut hasil yang terjadi akibat tertinggal di lahan
waktu panen, tercecer selama pengangkutan, pengeringan, perontokan dan
penyimpanan (Purwadaria 1989). Susut bobot terjadi karena sebagian air dalam
jaringan sayur
sa yur hilang disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi serta tingginya
kandungan air produk menyebabkan tekanan uap air dalam produk selalu dalam
keadaan tinggi dan bila kelembaban udara atau tekanan uap air di udara rendah maka
akan terjadi defisit tekanan uap air yang menyebabkan perpindahan air dari dalam
produk ke udara sekitarnya. Bila sebaliknya, tekanan uap air di luar lingkungan
produk lebih tinggi, maka akan terjadi pergerakan air dari luar ke dalam produk
(Purnama 2010). Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau
penguapan, respirasi atau pernafasan, dan pembentukan tunas) dari bahan nabati
seperti sayur-sayuran dan akan berlangsung terus meskipun bahan-bahan tersebut
telah dipanen. Proses metabolisme ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati
dan akhirnya membusuk.
Warna sayuran tidak selalu identik dengan kualitas melainkan lebih pada
dominasi zat gizi (nutrient) yang dikandungnya. Warna pada sayur dipengaruhi oleh
adanya pigmen yang terkandung dalam buah dan sayur, perubahan warna pada sayur
berkaitan dengan kerja enzim terhadap pigmen. Warna hijau yang ada pada daun
sayuran berasal dari adanya pigmen klorofil (zat hijau daun). Klorofil ini dipengaruhi
oleh pH (keasaman) dan berubah warna menjadi hijau olive dalam kondisi asam, dan
berubah menjadi hijau cerah dalam kondisi basa. Sejumlah
S ejumlah asam tadi dikeluarkan dari
batang sayuran dalam proses memasak, khususnya bila dimasak tanpa penutup.
Warna kuning/oranye yang ada pada buah-buahan berasal dari zat yang bernama
karotenoid. Dimana zat ini juga dipengaruhi oleh proses memasak yang normal atau
perubahan pH (zat asam). Warna merah/biru pada beberapa buah dan sayuran
(contoh: kubis merah dan buah blackberry) adalah karen zat anthocyanin, yang mana
zat ini sensitif terhadap perubahan pH. Ketika pH dalam keadaan netral, pigmen
berwarna ungu, ketika terdapat asam, menjadi merah, dalam kondisi basa, menjadi
biru. Pigmen ini sangat larut dalam air (Nadesul 2012).
tersebut ditandai dengan hilangnya warna hijau akibat adanya degradasi klorofil dan
aktifitas dari pigmen lainnya seperti likopen (antosianin), flavonoid, dan
karotenoid selama pemasakan (Wills 1989).
Tekstur (kekerasan) sayur-sayuran sama halnya dengan tekstur buah-buahan
dan tanaman lainnya yaitu dipengaruhi oleh turgor dari sel-sel yang masih hidup.
Turgor adalah tekanan dari isi selsel terhadap dinding sel. Dinding sel tersebut
mempunyai sifat plastis. Isi sel dapat membesar karena menyerap air dari
sekelilingnya. Oleh karena itu turgor berpengaruh terhadap kekerasan (keteguhan)
sel-sel parenkima, dan dengan demikian juga berpengaruh terhadap tekstur bahan.
Jika air di dalam sel berkurang maka sel akan menjadi lunak dan lemas. Sebagai
contoh misalnya jika tanaman layu, air di dalam sal banyak yang menguap sehingga
isi sel menjadi sedikit dan sel menjadi lunak dan lemas. Sebaliknya jika isi sel
bertambah melebihi keadaan normal, maka sel akan pecah dan isi selnya keluar
sehingga keteguhan sel hilang (Fajriyati 2009).
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada sayuran setelah
disimpan beberapa hari, yaitu adanya proses transpirasi pada sayuran tersebut.
Transpirasi merupakan proses penguapan air dari kulit atau tanaman yang
berlangsung melalui mulut daun (stomata) dan kutikula. Pelunakan kulit dan daging
sayur termasuk dalam beberapa perubahan sifat fisik selama pemasakan komoditi
sayur (Pantastico 1989). Pelunakan pada komoditi sayur terjadi karena adanya
perubahan komposisi senyawa-senyawa penyusun dinding sel (Wills 1989). Proses
pelunakan pada buah dan sayur ada kaitannya dengan proses transpirasi buah dan
sayur. Dengan adanya proses transpirasi maka kandungan air yang ada di dalam buah
dan sayur menjadi berkurang sehingga buah dan sayur menjadi layu (Winarno dan
Arman 1981).
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan tingkat keasaman di
sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air. Nilai pH berkisar dari 0
hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH sama dengan 7.
Nilai pH lebih besar dari 7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai
pH kurang dari
d ari 7 menunjukan keasaman (Sumartini 2007). Pada proses penyimpanan
dan pengolahan, warna sayuran mentah bisa berubah-ubah seiring dengan perubahan
tingkat keasam-basaannya (pH). Jika kadar pH tinggi, akan terbentuk warna putih.
Jika kadar pH netral, maka akan terbentuk warna biru. Jika kadar pH rendah, akan
terbentuk warna merah. Jika pH lebih besar atau sama dengan 8 maka akan terbentuk
warna kuning. Jika pH lebih kecil dari 6, maka akan terbentuk warna putih atau tidak
berwarna (Nadesul 2012).
Sensori adalah stimulus atau rangsang yang datang dari dalam maupun luar
tubuh. Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori ( panca indera)
(Anonim 2010). Panca indera yang digunakan pada praktikum kali ini hanya meliputi
dua penilaian yaitu penilaian sensori dengan indera penglihatan dan indera
penciuman terhadap komoditi yang diamati.
Dari hasil praktikum yang kami lakukan, komoditi sawi dan terong
diperlakukan pada dua kondisi suhu penyimpanan berbeda, yaitu
yaitu pada suhu ruang
ruang
dan suhu dingin. Parameter yang diamati adalah susut bobot, kekerasan, pH, sensori
dan perubahan warna. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, komoditi sawi
dikemas dalam dua jenis kemasan plastik, yaitu kemasan plastik HDPE, LDPE dan
LDPE berlubang dalam dua kondisi suhu berbeda (suhu ruang dan suhu dingin). Tiap
masing-masing kondisinya pun disediakan kontrol yang tidak dikemas dengan
kemasan plastik. Parameter yang diamati pada sawi hanya susut bobot, sensori dan
perubahan warna. Nilai susut bobot pada sawi yang dikemas dengan
den gan kemasan HDPE,
LDPE dan LDPE berlubang lebih rendah dibandingkan dengan yang tak dibungkus
(kontrol), kemudian sawi yang disimpan di suhu dingin memiliki umur simpan lebih
lama, sehingga ia tidak cepat busuk dibandingkan dengan sawi yang disimpan pada
suhu ruang. Hal ini disebabkan karena suhu rendah dapat menghambat aktivitas atau
pertumbuhan dari suatu mikroorganisme seperti mold, kapang dan sebagainya,
sehingga sayuran akan tetap segar. Selain itu juga untuk mengantisipasi hilangnya
kadar air pada komoditi. Berdasarkan hasil pengamatan, pada hari pertama daun sawi
masih terlihat cukup segar ditandai dengan masih adanya aroma khas sawi dan tak
berlendir, namun pada hari-hari berikutnya sudah terlihat daun sawi semakin layu,
keriput, berlendir, berwarna kecoklatan dan banyak ti
timbul
mbul bercak-bercak hitam atau
gejala hotspot yang pada akhirnya membusuk pada pengamatan hari terakhir baik
untuk kemasan HDPE, LDPE maupun LDPE berlubang. Lalu pada hari pertama tidak
terlihat adanya kerusakan fisiologi pada sawi, tetapi hingga menjelang pengamatan di
hari terakhir baru terlihat kondisi dimana daun memudar. Sementara pada daun sawi
yang dikemas dengan kemasan HDPE, LDPE dan LDPE berlubang pada suhu rendah
atau suhu dingin masih terlihat segar dalam 1 minggu penyimpanan, namun sudah
nampak adanya gejala hotspot pada daun serta daun agak berlubang juga. Hal ini
membuktikan bahwa komoditi sawi tidak dapat bertahan dengan lama apabila
disimpan dalam waktu yang cukup panjang, baik disimpan pada ssuhu uhu ruang maupun
suhu dingin.
bobot yang berbeda-beda sesuai dengan data yang diperoleh dari praktikum. Pada
kemasan LDPE hingga hari ketiga pengamatan susut bobotnya semakin meningkat,
namun pada akhir pengamatan di hari keempat susut bobot menurun drastis karena
terjadi kebusukan. Untuk parameter sensori pada terong, semakin hari komoditi
terong semakin keras dan timbul banyak bercak hitam pada permukaan kulitnya.
Untuk terong yang dikemas dengan kemasan LDPE berlubang, susut bobotnya
semakin meningkat disertai dengan kondisi baik dan mulus pada pengamatan hari
pertama, namun semakin hari kualitasnya semakin turun dan akhirnya membusuk
pada hari terakhir pengamatan. Untuk terong pada kemasan HDPE, susut bobotnya
turun jika dibandingkan dengan terong control. Hal ini disebabkan karena secara
fisiologis terong mempunyai struktur fisik yang relatif mudah busuk. Selain itu,
jumlah air yang terkandung pada terong memberikan efek yang cukup besar bagi
bobot terong. Menurunnya bobot terong disebakan adanya proses transpirasi yang
terjadi pada terong. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa terong yang
disimpan pada suhu ruang bobotnya lebih cepat menyusut dibandingkan dengan
terong yang disimpan pada suhu dingin. Pada suhu ruang rata-rata penurunan
bobotnya terjadi dalam kurun waktu seminggu, sedangkan suhu dingin dapat
disimpulkan bisa mempertahankan bobot dibandingkan dengan suhu ruang. Hal ini
terjadi karena suhu dingin dapat mencegah terjadinya pengeluaran air pada suatu
komoditi, sementara pada suhu ruang terong lebih mudah kehilangan bobot
dikarenakan suhu ruang relatif berubah-ubah dan harus disesuaikan terlebih dahulu
dengan pengaruh lingkungan sekitar. Untuk parameter warna pada terong, terjadi
perubahan warna di hari terakhir menjadi terong yang memiliki warna ungu yang
lebih pekat. Hal ini disebakan adanya aktivitas hormone pada terong yang
menyebabkan pigmen yang terkandung di dalamnya menjadi berubah. Untuk
parameter kekerasan pada terong, pada dasarnya terong yang disimpan pada suhu
ruang lebih keras dibanding dengan terong yang disimpan pada suhu dingin. Hal ini
terjadi karena pada kondisi dingin biasanya lebih dapat menjaga kandungan air dalam
sel dan aktivitas hormon pematangan buah dibandingkan dengan kondisi pada suhu
ruang. Untuk parameter tingkat keasaman atau pH, pada suhu dingin pHnya berkisar
antara angka 5-6. Sedangkan pada suhu ruang, pH cenderung stabil menetap di angka
6. Untuk parameter sensori, terong cendurung utuh dan segar pada kondisi dingin.
Penampilan keriput pada terong terlihat ketika penyimpanan sudah berlangsung
selama lima hari. Pada kondisi ini tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme dan
kerusakan fisiologis. Kemudian untuk mutu, pada suhu ruang tingkat penurunan mutu
lebih besar dibandingkan dengan pada suhu dingin. Hal ini terjadi karena pada suhu
ruang terong terjadi perubahan tekstur yaitu semakin mengkerut apabila disimpan
dalam jangka waktu lama yang menjadikan terong menjadi turun dari segi mutunya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA