Anda di halaman 1dari 12

 

Laporan Praktikum Hari, Tanggal : Senin, 25 Maret 2013

Teknik Penyimpanan Dosen : Dr Endang Warsiki S.TP, M. Si.

Dan Penggudangan Asisten : 1. Ariska Duti L. F34090101

2. Dimas H. F34090135

PENYIMPANAN
PENYIMPANAN SESAYURAN UTUH

Oleh :

Aryosan Tetuko Haryono F34110032

Jessa Frada F34110044

Desta Aldinu Pratiwi F34110053

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 

2013
 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam wawasan keilmuan bidang pertanian, berbagai jenis sayuran yang


terdapat di Negara Indonesia memiliki karakteristik yang serupa yakni mudah rusak 
apabila tidak diberi penanganan pasca panen yang amat baik. Sampai saat ini sudah
 banyak sayuran yang tidak memenuhi kriteria
k riteria yang diinginkan ketika akan di ekspor 
ke Negara lain, misalkan kondisinya yang sudah tak segar, layu, serta tak layak untuk 
dikonsumsi lagi. Maka dari itu, sangatlah diperlukan suatu metoda agar sayuran dapat
 bertahan lebih lama dalam kondisi segar dan baik sehingga dapat memenuhi
 permintaan pasar, baik untuk diekspor ataupun sekedar untuk kebutuhan dalam
negeri. Selain itu, penanganan terhadap sayuran seperti pra penyimpanan,

 penggunaan kemasan dan kondisi ruang penyimpanan sayuran yang sesuai dengan
karakteristik sayuran dapat memperpanjang umur simpan dan memberi kesegaran
 berlebih dari sayuran tersebut.

Penanganan pra penyimpanan pada sayuran dapat dilakukan dengan cara


 pemotongan akar dan pencucian dengan air mengalir yang bertujuan untuk 
menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada sayuran ketika pasca
 panen serta untuk mensterilkan sayuran tersebut dari kontaminan-kontaminan yang
ada. Kemudian, penggunaan kemasan seperti plastik yang bertujuan sebagai wadah
 pembungkus dan pelindung
pelindu ng juga harus disesuaikan dengan
d engan karakteristik sayuran, agar 
sayuran dapat bertahan lebih lama. Tak lupa pula, plastik yang digunakan bukan asal
 plastik atau plastik sembarangan. Selanjutnya kondisi
kon disi ruang tempat sayuran disimpan
 juga dapat menentukan waktu dari kesegaran sayuran, seperti halnya sayuran yang
memiliki kesegaran dengan daya tahan lebih lama jika disimpan pada suhu rendah.
Oleh karena itu semua, dibutuhkan suatu pengamatan khusus terkait sesayuran yang
dikemas dengan plastik dan disimpan pada ruangan tertentu guna mengetahui
 perubahan-perubahan mutu sesayuran yang terjadi selama proses penyimpanan.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan mutu sesayuran


selama penyimpanan. Selain itu, juga bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh

kemasan, pengaruh suhu, dan pengaruh pra penyimpanan terhadap sesayuran selama
 

 penyimpanan serta menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai dengan komoditi


sesayuran.
 

BAB II

METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Alat yang diperlukan dalam praktikum ini adalah penetrometer, kertas pH,
neraca timbang, kolorimeter, plastik LDPE dan plastik HDPE. Sedangkan bahan yang
diperlukan adalah sayuran terong dan sawi.

B. Metode

Disiapkan sesayuran utuh

Dilakukan pra penyimpanan, dicuci


dengan air mengalir 

Sesayuran dikemas dengan plastik 


LDPE berlubang

Sesayuran disimpan di suhu ruang dan


dilakukan pula untuk kontrol

Diamati perubahan mutu setiap hari


selama satu minggu

Dibuat laporan secara


 berkelompok 
 

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
[Terlampir]

B. Pembahasan

Susut bobot merupakan susut hasil yang terjadi akibat tertinggal di lahan
waktu panen, tercecer selama pengangkutan, pengeringan, perontokan dan
 penyimpanan (Purwadaria 1989). Susut bobot terjadi karena sebagian air dalam
 jaringan sayur
sa yur hilang disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi serta tingginya
kandungan air produk menyebabkan tekanan uap air dalam produk selalu dalam
keadaan tinggi dan bila kelembaban udara atau tekanan uap air di udara rendah maka
akan terjadi defisit tekanan uap air yang menyebabkan perpindahan air dari dalam
 produk ke udara sekitarnya. Bila sebaliknya, tekanan uap air di luar lingkungan
 produk lebih tinggi, maka akan terjadi pergerakan air dari luar ke dalam produk 
(Purnama 2010). Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau
 penguapan, respirasi atau pernafasan, dan pembentukan tunas) dari bahan nabati
seperti sayur-sayuran dan akan berlangsung terus meskipun bahan-bahan tersebut
telah dipanen. Proses metabolisme ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati
dan akhirnya membusuk.
Warna sayuran tidak selalu identik dengan kualitas melainkan lebih pada
dominasi zat gizi (nutrient) yang dikandungnya. Warna pada sayur dipengaruhi oleh
adanya pigmen yang terkandung dalam buah dan sayur, perubahan warna pada sayur 
 berkaitan dengan kerja enzim terhadap pigmen. Warna hijau yang ada pada daun
sayuran berasal dari adanya pigmen klorofil (zat hijau daun). Klorofil ini dipengaruhi
oleh pH (keasaman) dan berubah warna menjadi hijau olive dalam kondisi asam, dan
 berubah menjadi hijau cerah dalam kondisi basa. Sejumlah
S ejumlah asam tadi dikeluarkan dari
 batang sayuran dalam proses memasak, khususnya bila dimasak tanpa penutup.
Warna kuning/oranye yang ada pada buah-buahan berasal dari zat yang bernama
karotenoid. Dimana zat ini juga dipengaruhi oleh proses memasak yang normal atau
 perubahan pH (zat asam). Warna merah/biru pada beberapa buah dan sayuran
(contoh: kubis merah dan buah blackberry) adalah karen zat anthocyanin, yang mana
zat ini sensitif terhadap perubahan pH. Ketika pH dalam keadaan netral, pigmen
 berwarna ungu, ketika terdapat asam, menjadi merah, dalam kondisi basa, menjadi
 biru. Pigmen ini sangat larut dalam air (Nadesul 2012).
 

Perubahan warna memperlihatkan indikasi kematangan pada buah. Perubahan


tersebut ditandai dengan hilangnya warna hijau akibat adanya degradasi
klorofil (Wills 1989). Hal itu diakibatkan adanya proses respirasi yang
mengahasilkan energi untuk enzim bekerja terjadi proses pematangan pada sayuran.
Perubahan warna memperlihatkan indikasi kematangan pada buah. Perubahan

tersebut ditandai dengan hilangnya warna hijau akibat adanya degradasi klorofil dan
aktifitas dari pigmen lainnya seperti likopen (antosianin), flavonoid, dan
karotenoid selama pemasakan (Wills 1989).
Tekstur (kekerasan) sayur-sayuran sama halnya dengan tekstur buah-buahan
dan tanaman lainnya yaitu dipengaruhi oleh turgor dari sel-sel yang masih hidup.
Turgor adalah tekanan dari isi selsel terhadap dinding sel. Dinding sel tersebut
mempunyai sifat plastis. Isi sel dapat membesar karena menyerap air dari
sekelilingnya. Oleh karena itu turgor berpengaruh terhadap kekerasan (keteguhan)
sel-sel parenkima, dan dengan demikian juga berpengaruh terhadap tekstur bahan.
Jika air di dalam sel berkurang maka sel akan menjadi lunak dan lemas. Sebagai
contoh misalnya jika tanaman layu, air di dalam sal banyak yang menguap sehingga

isi sel menjadi sedikit dan sel menjadi lunak dan lemas. Sebaliknya jika isi sel
 bertambah melebihi keadaan normal, maka sel akan pecah dan isi selnya keluar 
sehingga keteguhan sel hilang (Fajriyati 2009).
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada sayuran setelah
disimpan beberapa hari, yaitu adanya proses transpirasi pada sayuran tersebut.
Transpirasi merupakan proses penguapan air dari kulit atau tanaman yang
 berlangsung melalui mulut daun (stomata) dan kutikula. Pelunakan kulit dan daging
sayur termasuk dalam beberapa perubahan sifat fisik selama pemasakan komoditi
sayur (Pantastico 1989). Pelunakan pada komoditi sayur terjadi karena adanya
 perubahan komposisi senyawa-senyawa penyusun dinding sel (Wills 1989). Proses
 pelunakan pada buah dan sayur ada kaitannya dengan proses transpirasi buah dan

sayur. Dengan adanya proses transpirasi maka kandungan air yang ada di dalam buah
dan sayur menjadi berkurang sehingga buah dan sayur menjadi layu (Winarno dan
Arman 1981).
 pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan tingkat keasaman di
sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air. Nilai pH berkisar dari 0
hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH sama dengan 7.
 Nilai pH lebih besar dari 7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai
 pH kurang dari
d ari 7 menunjukan keasaman (Sumartini 2007). Pada proses penyimpanan
dan pengolahan, warna sayuran mentah bisa berubah-ubah seiring dengan perubahan
tingkat keasam-basaannya (pH). Jika kadar pH tinggi, akan terbentuk warna putih.

Jika kadar pH netral, maka akan terbentuk warna biru. Jika kadar pH rendah, akan
 

terbentuk warna merah. Jika pH lebih besar atau sama dengan 8 maka akan terbentuk 
warna kuning. Jika pH lebih kecil dari 6, maka akan terbentuk warna putih atau tidak 
 berwarna (Nadesul 2012).
Sensori adalah stimulus atau rangsang yang datang dari dalam maupun luar 
tubuh. Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori ( panca indera)

(Anonim 2010). Panca indera yang digunakan pada praktikum kali ini hanya meliputi
dua penilaian yaitu penilaian sensori dengan indera penglihatan dan indera
 penciuman terhadap komoditi yang diamati.
Dari hasil praktikum yang kami lakukan, komoditi sawi dan terong
diperlakukan pada dua kondisi suhu penyimpanan berbeda, yaitu
yaitu pada suhu ruang
ruang
dan suhu dingin. Parameter yang diamati adalah susut bobot, kekerasan, pH, sensori
dan perubahan warna. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, komoditi sawi
dikemas dalam dua jenis kemasan plastik, yaitu kemasan plastik HDPE, LDPE dan
LDPE berlubang dalam dua kondisi suhu berbeda (suhu ruang dan suhu dingin). Tiap
masing-masing kondisinya pun disediakan kontrol yang tidak dikemas dengan
kemasan plastik. Parameter yang diamati pada sawi hanya susut bobot, sensori dan

 perubahan warna. Nilai susut bobot pada sawi yang dikemas dengan
den gan kemasan HDPE,
LDPE dan LDPE berlubang lebih rendah dibandingkan dengan yang tak dibungkus
(kontrol), kemudian sawi yang disimpan di suhu dingin memiliki umur simpan lebih
lama, sehingga ia tidak cepat busuk dibandingkan dengan sawi yang disimpan pada
suhu ruang. Hal ini disebabkan karena suhu rendah dapat menghambat aktivitas atau
 pertumbuhan dari suatu mikroorganisme seperti mold, kapang dan sebagainya,
sehingga sayuran akan tetap segar. Selain itu juga untuk mengantisipasi hilangnya
kadar air pada komoditi. Berdasarkan hasil pengamatan, pada hari pertama daun sawi
masih terlihat cukup segar ditandai dengan masih adanya aroma khas sawi dan tak 
 berlendir, namun pada hari-hari berikutnya sudah terlihat daun sawi semakin layu,
keriput, berlendir, berwarna kecoklatan dan banyak ti
timbul
mbul bercak-bercak hitam atau

gejala hotspot yang pada akhirnya membusuk pada pengamatan hari terakhir baik 
untuk kemasan HDPE, LDPE maupun LDPE berlubang. Lalu pada hari pertama tidak 
terlihat adanya kerusakan fisiologi pada sawi, tetapi hingga menjelang pengamatan di
hari terakhir baru terlihat kondisi dimana daun memudar. Sementara pada daun sawi
yang dikemas dengan kemasan HDPE, LDPE dan LDPE berlubang pada suhu rendah
atau suhu dingin masih terlihat segar dalam 1 minggu penyimpanan, namun sudah
nampak adanya gejala hotspot pada daun serta daun agak berlubang juga. Hal ini
membuktikan bahwa komoditi sawi tidak dapat bertahan dengan lama apabila
disimpan dalam waktu yang cukup panjang, baik disimpan pada ssuhu uhu ruang maupun
suhu dingin.
 

Berikutnya pada pengamatan untuk komoditi terong, terong disimpan pada


dua kondisi suhu yang berbeda, yaitu suhu ruang dan suhu rendah disertai dengan tiga
kemasan berbeda yaitu kemasan HDPE, LDPE dan LDPE berlubang. Untuk 
 parameter susut bobot pada dua kondisi suhu tersebut dominannya semakin hari
semakin meningkat. Kemasan HDPE, LDPE dan LDPE berlubang memiliki susut

 bobot yang berbeda-beda sesuai dengan data yang diperoleh dari praktikum. Pada
kemasan LDPE hingga hari ketiga pengamatan susut bobotnya semakin meningkat,
namun pada akhir pengamatan di hari keempat susut bobot menurun drastis karena
terjadi kebusukan. Untuk parameter sensori pada terong, semakin hari komoditi
terong semakin keras dan timbul banyak bercak hitam pada permukaan kulitnya.
Untuk terong yang dikemas dengan kemasan LDPE berlubang, susut bobotnya
semakin meningkat disertai dengan kondisi baik dan mulus pada pengamatan hari
 pertama, namun semakin hari kualitasnya semakin turun dan akhirnya membusuk 
 pada hari terakhir pengamatan. Untuk terong pada kemasan HDPE, susut bobotnya
turun jika dibandingkan dengan terong control. Hal ini disebabkan karena secara
fisiologis terong mempunyai struktur fisik yang relatif mudah busuk. Selain itu,

 jumlah air yang terkandung pada terong memberikan efek yang cukup besar bagi
 bobot terong. Menurunnya bobot terong disebakan adanya proses transpirasi yang
terjadi pada terong. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa terong yang
disimpan pada suhu ruang bobotnya lebih cepat menyusut dibandingkan dengan
terong yang disimpan pada suhu dingin. Pada suhu ruang rata-rata penurunan
 bobotnya terjadi dalam kurun waktu seminggu, sedangkan suhu dingin dapat
disimpulkan bisa mempertahankan bobot dibandingkan dengan suhu ruang. Hal ini
terjadi karena suhu dingin dapat mencegah terjadinya pengeluaran air pada suatu
komoditi, sementara pada suhu ruang terong lebih mudah kehilangan bobot
dikarenakan suhu ruang relatif berubah-ubah dan harus disesuaikan terlebih dahulu
dengan pengaruh lingkungan sekitar. Untuk parameter warna pada terong, terjadi

 perubahan warna di hari terakhir menjadi terong yang memiliki warna ungu yang
lebih pekat. Hal ini disebakan adanya aktivitas hormone pada terong yang
menyebabkan pigmen yang terkandung di dalamnya menjadi berubah. Untuk 
 parameter kekerasan pada terong, pada dasarnya terong yang disimpan pada suhu
ruang lebih keras dibanding dengan terong yang disimpan pada suhu dingin. Hal ini
terjadi karena pada kondisi dingin biasanya lebih dapat menjaga kandungan air dalam
sel dan aktivitas hormon pematangan buah dibandingkan dengan kondisi pada suhu
ruang. Untuk parameter tingkat keasaman atau pH, pada suhu dingin pHnya berkisar 
antara angka 5-6. Sedangkan pada suhu ruang, pH cenderung stabil menetap di angka
6. Untuk parameter sensori, terong cendurung utuh dan segar pada kondisi dingin.
Penampilan keriput pada terong terlihat ketika penyimpanan sudah berlangsung

selama lima hari. Pada kondisi ini tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme dan
 

kerusakan fisiologis. Kemudian untuk mutu, pada suhu ruang tingkat penurunan mutu
lebih besar dibandingkan dengan pada suhu dingin. Hal ini terjadi karena pada suhu
ruang terong terjadi perubahan tekstur yaitu semakin mengkerut apabila disimpan
dalam jangka waktu lama yang menjadikan terong menjadi turun dari segi mutunya.

Perlakuan pra penyimpanan yang mempengaruhi sesayuran utuh dapat


dilakukan dengan cara pemotongan akar dan pencucian dengan air mengalir yang
 bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada sayuran
ketika pasca panen serta untuk mensterilkan sayuran tersebut dari kontaminan-
kontaminan yang ada. Kemudian, penggunaan kemasan seperti plastik yang bertujuan
sebagai wadah pembungkus dan pelindung juga harus disesuaikan dengan
karakteristik sayuran, agar sayuran dapat bertahan lebih lama.

Kondisi penyimpanan terong yang baik adalah


adalah kondisi penyimpanan terong
o
 pada suhu mendekati 10 C, karena pada kondisi penyimpanan pada suhu tersebut
dapat mencegah kerusakan (Anonim 2011). Sawi akan lebih tahan lama apabila
disimpan pada ruangan yang bersuhu rendah. Hal ini bertujuan untuk menekan proses
 pernapasan, penguapan, maupun kegiatan mikroba perusak. Dengan demikian jika
 produksi berlebih atau tak langsung laku dalam waktu satu atau dua hari, sayur dapat
disimpan terlebih dahulu (Haryanto 2003)
 

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Penyimpanan sangatlah penting untuk dilakukan, terlebih untuk sayuran


 pascapanen guna menjaga kesegaran dan memperpanjang umur simpan. Hampir 
semua jenis sayuran mempunyai kondisi penyimpanan yang sama. Perubahan warna,
 pH, susut bobot, kekerasan, serta kondisi sayuran merupakan parameter yang
digunakan untuk mengetahui mutu sayuran. Untuk menjaga kesegaran sayuran lebih
lama, sebaiknya sayuran dikemas dengan kertas koran dan tidak menggunakan
 plastik, sayuran tidak dipotong akarnya terlebih dahulu ketika disimpan, dan tidak 
dicuci kecuali akan dimasak karena semua perlakuan tersebut justru akan membuat
sayuran cepat busuk. Sayuran baik disimpan pada suhu rendah, yaitu di lemari
 pendingin atau kulkas. Sayuran sebaiknya tidak disimpan di suhu ruang karena
k arena akan
terkontaminasi mikroorganisme sehingga mempercepat pembusukkan. Oleh sebab
itu, suhu dingin cenderung dapat mempertahankan mutu sayuran 
sayuran  kering yang lebih
 baik dibandingkan suhu ruang.

B. Saran

Sebaiknya dilakukan penyimpanan yang lebih bervariasi terhadap berbagai


 jenis sayuran. Dengan begitu, lebih banyak pengetahuan yang didapat mengenai
 perubahan mutunya di berbagai tempat penyimpanan sehingga dapat lebih paham
kondisi penyimpanan untuk berbagai jenis sesayuran.
 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Sensori dan Persepsi.


Persepsi. [terhubung berkala]. http://
http://blogs.unpad.ac.id.
http://blogs.unpad.ac.id. [19 April 2013].
Anonim. 2011.  Penyimpanan Sayur Suhu Rendah. Rendah. [terhubung berkala]. http://
http://diperta.jabarprov.go.id. [19 April 2013].
http://diperta.jabarprov.go.id.
Fajriyati. 2009. Sayur-sayuran dan Buah-buahan.
Buah-buahan. [terhubung berkala]. http://
lecturer.poliupg.ac.id. [19 April 2013].
Haryanto E. 2003. Sawi dan Selada.
Selada. Jakarta: Penebar Swadaya.
 Nadesul H. 2012. Warna-warni Sayur dan Kandungannya.
Kandungannya. [terhubung berkala].
http://sahabatnestle.co.id. [19 April 2013].
http://sahabatnestle.co.id.
Pantastico EB. 1989.  Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika.
Sub-tropika . Yogyakarta: Gajahmada
University Press.
Purnama MK. 2010. Optimasi Rantai Dingin dan Penjadwalan
Penjadwalan Kirim
Kirim Untuk 
 Peningkatan Ekspor Sayuran (Studi Kasus Unit Prosesing Sayuran Dataran

 Rendah di Pekanbaru Riau). [Thesis]. Sekolah Pascasarjana


Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor: Institut
Institut Pertanian Bogor. 
Bogor. 
Purwadaria HK. 1989.  Buku PeganganTeknologi Penanganan Pascapanen Kedelai. Kedelai.
Jakarta: Deptan dan FAO.
Sumartini Y. 2007.  Derajat Keasaman. Keasaman. [terhubung berkala]. http://
http://kimia.upi.edu.. [19 April 2013].
http://kimia.upi.edu
Wills RBH. 1989. Postharvest:
Postharvest: An Introduction to the Physiology and Handling of 
 Fruit and Vegetables. An Avi Book, Van Nostrand Reinhold . New York: 164p.
Winarno FG dan M Arman. 1981. Fisiologi
1981. Fisiologi Lepas Panen.
Panen. Jakarta: Sastra Hudaya.
 

Anda mungkin juga menyukai