Disusun oleh :
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
Sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan pangan asal tumbuhan yang biasanya
mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar atau setelah diolah secara
minimal. Sayuran adalah komoditas yang sangat penting dalam pola makan sehat. Selain itu,
sayuran juga banyak diminati oleh konsumen karena sayuran perlu dikonsumsi setiap hari
oleh konsumen, untuk memelihara fungsi tubuh secara sehat. Sayuran yang dikonsumsi
dengan cukup dapat membantu melindungi tubuh dari segala penyakit.
Sayuran merupakan bahan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak (perishable). Pada
hakekatnya sayuran selepas panen merupakan jaringan hidup dengan kandungan airnya yang
tinggi dimana kelanjutan proses respirasi dan transpirasi masih terus berlangsung. Adanya
respirasi yang tinggi akan menyebabkan sayuran menjadi layu dan busuk. Untuk
mengurangi hal tersebut, maka perlu dihambat melalui kemasan dan cara penyimpanan yang
baik. Selain itu, faktor lingkungan berpengaruh juga terhadap aktifitas fisiologis terutama
suhu. Adanya informasi mengenai alternatif kombinasi jenis kemasan dan suhu
penyimpanan diharapkan dapat membantu mempertahankan kesegaran sayuran dalam
jangka waktu tertentu (Suhelmi, 2007).
Penyimpanan merupakan usaha untuk mempertahankan umur simpan suatu komoditi
sejak panen hingga saat akan digunakan. Penyimpanan dengan media pasir merupakan salah
satu metode penyimpanan sederhana yang dapat memperpanjang umur simpan produk
hortikultura karena dipercaya dapat menekan laju respirasi dan transpirasi selain itu pasir
memiliki konduktivitas penghantar panas yang baik. Serbuk gergaji merupakan salah satu
alternatif media penyimpanan yang bernilai ekonomis dan dapat menekan laju transpirasi.
Umumnya buah dan sayuran yang baru saja dipetik harus didinginkan pada suhu
dibawah 15° C agar Sayur tidak cepat membusuk, karena meskipun sudah dipetik atau
dipanen buah maupun sayuran akan tetap melakukan respirasi. Penyimpanan pada suhu
rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringanjaringan dalam bahan pangan karena
aktivitas respirasi menurun dan menghambat aktivitas mikroorganisme. Penyimpanan dingin
tidak membunuh mikroba, tetapi hanya menghambat aktivitasnya, oleh karena itu setiap
bahan pangan yang akan didinginkan harus dibersihkan lebih dahulu. Perbedaan suhu dari
satu daerah ke daerah lain juga merupakan faktor yang mengakibatkan penurunan mutu fisik
dan nilai gizi secara drastis.
1.2 TUJUAN
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu penyimpanan terhadap masa
simpan sayur-sayuran.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman sawi putih (Brassica juncea L.) termasuk famili Brassicaceae, berasal
dari Tiongkok (China) dan Asia Timur. Tanaman ini merupakan komoditas tanaman
hortikultura yang banyak digemari oleh masyarakat karena memilki rasa yang paling
enak dibanding jenis sawi yang lain dan mudah didapat. Setiap 100 g bahan segar sawi
mengandung 2,3 g protein, 4,0 g karbohidrat, 0,3 g lemak, 220 mg Ca, 38 mg P, 2,9 mg
Fe, 1.940 mg vitamin A, 0,09 mg vitamin B serta 102 mg vitamin C (Haryanto et al.,
2007). Sawi putih termasuk sayuran yang memiliki nilai komersial dan prospek yang baik
untuk dikembangkan. Produksi sawi/petsai di Indonesia pada tahun 2013 sekitar 635.728
ton, sementara itu produksi mengalami penurunan pada tahun 2014 dengan produksi
mencapai 602.478 ton (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016).
Bunga sawi putih juga seperti kubis, tangkai bunga keluar dari ketiak daun
tumbuh ke sebelah atas. Struktur bunga terdiri dari kelopak daun bewarna hijau, daun
mahkota berwarna kuning-muda, benangsari bertangkai pendek. Tanaman sawi putih
sukar berbunga di Indonesia karena dalam pertumbuhannya sawi putih memerlukan suhu
rendah antara 5-10 ºC (Sunarjono, 2013).
2.3 Produk hortikultura
Produk hortikultura merupakan produk yang sangat mudah rusak sehingga dalam
penanganan pasca panennya perlu adanya pengaturan agar produk tetap segar apabila
dikirim kepada distributor. Menyimpan produk sayuran yang paling sederhana adalah
dengan menempatkan bahan di tempat yang bersih, kering, dan kelembaban lingkungan
yang sama dengan kelembaban bahan. Cara ini ditempuh untuk menghindari kehilangan
kandungan air bahan secara berlebihan. Proses pembusukan pada sayuran dan buah,
dapat dihindari dengan menyimpan bahan dalam keadaan permukaan kulitnya kering.
Kering disini artinya permukaan kulit bebas dari air permukaaan yang menempel
(Dwiari, 2008). Begitu selesai dipanen, berarti bagian tanaman (daun, bunga, buah) masih
tetap mengalami respirasi dan transpirasi. Respirasi akan berlangsung selama substrat
untuk glikolisis, proses berlangsungnya reaksi dalam lingkaran asam trikarboksilat dan
transpor elektron masih ada. Respirasi akan menghasilkan energi yang mendukung
berlangsungnya proses metabolisme sekunder seperti produksi etilen dan metabolisme
fenolat. Proses respirasi dalam hal ini digunakan sebagai indikator terjadinya kerusakan
dalam komoditas hortikultura, apalagi terkait laju respirasi yang naik 2 kali lipat lebih
besar setiap suhunya meningkat sebesar 10 derajat celcius. Penghambatan laju respirasi
dapat menekan kerusakan hasil hortikultura. Oleh karena itu, penyimpanan suhu rendah
dan perlakuan pendinginan menjadi andalan dalam memperpanjang masa penyimpanan
dan pemasaran hasil hortikultura (Gardjito, 2017). Penanganan pasca panen hasil
hortikultura yang umumnya dikonsumsi segar dan mudah “rusak” (perishable), bertujuan
mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, batang
bengkok, buah keriput, polong alot, ubi berwarna hijau (greening), terlalu matang, dll.
Perlakuan dapat berupa: pembersihan, pencucian, pengikatan, curing, sortasi, grading,
pengemasan, penyimpanan dingin, pelilinan, dll (Mutirawati, dalam David, 2016).
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah dan
sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya
metabolisme, dan oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi
daya simpan buah dan sayuran. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur
simpan yang pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan
nilainya sebagai bahan makanan. Faktor yang sangat penting yang mempengaruhi
respirasi dilihat dari segi penyimpanan adalah suhu. Peningkatan suhu antara 0ºC – 35ºC
akan meningkatkan laju respirasi buah- buahan dan sayuran, yang memberi petunjuk
bahwa baik proses biologi maupun proses kimiawi dipengaruhi oleh suhu. Sampai
sekarang pendinginan merupakan satu-satunya cara ekonomis untuk penyimpanan jangka
panjang bagi buah dan sayuran segar. Asas dasar penyimpanan dingin adalah
penghambatan respirasi oleh suhu tersebut (Pantastico, dalam Safaryani, 2007).
2.6 Plastik
Plastik merupakan salah satu jenis bahan kemas yang sering digunakan selain
bahan kemas lain seperti: kaleng, gelas, kertas, dan styrofoam. Plastik, bahan pengemas
yang mudah didapat dan sangat fleksibel penggunaannya. Selain untuk mengemas
langsung bahan makanan, seringkali digunakan sebagai pelapis kertas. Secara umum
plastik tersusun dari polimer yaitu rantai panjang dan satuan-satuan yang lebih kecil yang
disebut monomer. Polimer ini dapat masuk dalam tubuh manusia karena bersifat tidak
larut, sehingga bila terjadi akumulasi dalam tubuh aka menyebabkan kanker. Masing-
masing jenis plastik mempunyai tingkat bahaya yang berbeda tergantung dan bahan
kimia penyusunnya, jenis makanan yang dibungkus (asam, berlemak ), lama kontak dan
suhu makanan saat disimpan. Semakin tinggi suhu makanan yang dimasukkan dalam
plastik ini maka semakin cepat terjadinya perpindahannya (Mareta, 2011)
DAFTAR PUSTAKA
MADE (2016) pengaruh media penyimpanan (pasir dan serbuk gergaji) dan pemberian air
pendingin terhadap lama simpan wortel segar (Daucus carota L.). Yogyakarta. Universitas
Gadjah mada
Endang Dwi (2017) Aplikasi Kombinasi Pupuk Kandang Padat dan Pupuk Urea pada
Berbagi Level Nitrogen terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi Putih.
Undergraduate thesis, Fakultas Peternakan Dan Pertanian Undip.