Jumlah CO2 yang dikeluarkan akan terus menurun, kemudian pada saat mendekati
”senescene” produksi CO2 kembali meningkat, dan selanjutnya menurun lagi. Buah-buahan
yang melakukan respirasi semacam itu disebut buah klimaterik, sedangkan buah-buahan yang
jumlah CO2 yang dihasilkannya terus menurun secara perlahan sampai pada saat senescene
disebut buah non-klimaterik.
Konsentrasi O2 rendah disekitar bahan dapat berpengaruh pada sifat fisiologis buah-
buahan dan sayuran (Pantastisco, 1993), diantaranya yaitu laju respirasi dan oksidasi subsrtat
menurun, pematangan tertunda dan sabagai akibatnya umur komoditi lebih panjang,
perombakan klorofil tertunda dan produksi C2H4 (etilen) rendah, laju pembentukan askorbat
berkurang serta laju degradasi senyawa pektin tidak secepat seperti dalam udara terbuka.
Dari pandangan pasca panen, pengaruh laju utama repirasi adalah penting, laju
respirasi juga memberikan indikasi laju metabolisme secara keseluruhan tanaman atau bagian
tanaman. Jadi respirasi berlangsung adalah untuk memperoleh energi untuk tetap menjaga
aktivitas hidupnya. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat terjadinya perombakan
yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut, sehingga respirasi sering digunakan
sebagai indeks untuk menentukan masa simpan produk (Utama, 2010).
Respirasi akan terus berlangsung ketika setelah dipetik. Proses respirasi yang
menyebabkan pembusukan ini terjadi karena perubahan-perubahan kimia dalam buah dari
pro-vitamin A menjadi vitamin A, pro-vitamin C menjadi Vitamin C, dan dari karbohidrat
menjadi gula, yang menghasilkan CO2, H2O, dan etilen. Akumulasi produk-produk respirasi
inilah yang menyebabkan pembusukan. Respirasi ini tidak dapat dihentikan, hanya bisa
dihambat yaitu dengan menyimpannya pada suhu dan kelembaban rendah (Kanara, 2006).
b. Transpirasi
Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju transpirasi
dpengaruhi oleh faktor internal (morfologi/anatomi, rasio permukaan terhadap volume,
kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH, pergerakan udara dan tekanan
atmosfir). Menurut Sastry, et al dalam Sucahyo (1999), kehilangan air pada buah-buahan itu
terjadi karena faktor transpirasi, dimana laju transpirasi akan dipengaruhi oleh faktor
komoditi dan faktor lingkungan.
Kehilangan air akibat transpirasi pada buah-buahan dan sayuran akan menyebabkan
terjadinya pengkerutan, merusak flavor dan menurunkan kualitas, juga mempengaruhi berat.
Kualitas sayuran dan buah-buahan berangsur-angsur turun sejalan dengan transpirasi,
respirasi dan perubahan fisik dan kimianya yang terjadi.
Transpirasi yang berlebihan selama penanganan pasca panen tomat akan
mengakibatkan pengkerutan dan warna kusam, gagal matang, bau yang kurang sedap. Laju
transpirasi buah tergantung dari jenis dan derajat kematangan, hal ini ada hubungannya
dengan ketebalan, struktur dari kulit, sel epidermis dan lapisan lilin. Pengaruh dari dari
penurunan transpirasi selama penyimpanan pada suhu rendah akan lebih kecil dibandingkan
dengan suhu tinggi (Pantastico, 1986)
Laju transpirasi akan dipengaruhi oleh faktor komoditi seperti morfologi, anatomi,
rasio permukaan, luka dan derajat kematangan dan lingkungan sekitarnya seperti suhu,
kelembaban, pergerakan udara dan tekanan atmosfer.
Kehilangan air akibat transpirasi dapat merupakan salah satu sebab utama
kemunduran kualitas, karena mengakibatkan kehilangan berat juga menurunkan kenampakan
(layu dan pengkerutan), kualitas teksturnya (pelunakan dan hilangnya kerenyahan) dan
kualitas gizinya (Kader, et al dalam Sucahyo 1999).