Anda di halaman 1dari 11

Topik : Edible Coating superhidrofobik dari kulit biji kopi dan Lilin Lebah untuk

mengurangi residu makanan cair dalam wadah.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Limbah makanan cair sehari-hari merupakan salah satu permasalahan yang


harus dikurangi. Limbah ini biasanya dihasilkan dari sisa makanan cair masih
melekat pada wadahnya saat dituangkan. Setiap tahun rumah tangga membeli
sekitar 368 kilogram makanan termasuk makanan padat dan makanan cair. Dari 368
kilogram makanan, 19 kilogram diantaranya merupakan unavoidable food loss dan
349 kilogram lainnya merupakan yang dapat dimakan. 47 kilogram dari makanan
yang dapat dimakan ini terbuang. 15% dari limbah makanan yang dibuang
merupakan limbah makanan cair seperti susu, minyak, lemak, dan limbah makanan
cair lainnya (Hoover, 2017). Limbah makanan cair tersebut kebanyakan menempel
pada wadah-wadah kemasannya. Limbah makanan cair yang masih melekat dan
tertinggal dalam wadah tersebut dapat dikurangi atau dicegah dengan menggunakan
pengemasan makanan cair yang fungsional (Zhang et al., 2018). Makanan cair ini
dikemas oleh lapisan superhidrofobik yang secara efektif mengurangi adhesi
makanan cair di dalam wadah (Wang et al., 2016). Dalam industri makanan, pelapis
hidrofobik ideal harus sederhana, murah, dan dapat diaplikasikan pada area yang
besar. Selain itu, bahan lapisan superhidrofobik ini juga harus dapat dikonsumsi
karena bahan pelapis berpotensi untuk leleh (Kashiri et al., 2017).

Pada penelitian sebelumnya, pelapisan hidrofobik makanan cair


menggunakan lilin lebah sebagai bahan matriks utama pelapisnya (Li et al., 2018).
Akan tetapi stabilitas termal dan kekuatan perekat lapisan ini tidak memuaskan
karena sifat fisikokimia utama dari lilin lebah dimana pelehan karena panas
menyebabkan rusaknya struktur mikro/nano (C. R., Sundaran, A., & Athiyanathil,
2017). Selain menggunakan bahan dari lilin lebah sebagai pelapis superhidrofobik,
pelapis makanan cair juga memanfaatkan lignin dari biji kopi. Lignin dari biji kopi
dimanfaatkan karena lignin merupakan biomakromolekul yang secara efektif dapat
melindungi tanaman dari kekuatan dan suhu eksternal, serta dapat menghubungkan
selulosa untuk membuat tanaman memdapatkan kekuatan structural yang sangat
baik (Gillet et al., 2017).

Lignin yang dapat dimakan yang diekstrak dari kulit kopi dapat digunakan
untuk mempertahankan struktur lapisan mikro/nano pada suhu tinggi. Lapisan
superhidrofobik yang dibuat dengan lignin kopi memiliki stabilitas termal yang
baik dan daya rekat yang sangat baik ke substrat. Dapat ditemukan bahwa sudut
kontak padat / cair tinggi (θ) dari bahan yang dilapisi akan meningkatkan sudut
kontak yang nyata. Selain itu, struktur mikro / nano (fS) juga diperlukan untuk
memperoleh super-hidrofobik (θ * ≥150 °) untuk mengurangi adhesi cairan (Zhang
et al., 2018). Lignin akan secara efektif meningkatkan struktur mikro/ skala nano
dari permukaan lapisan dan kemudian meningkatkan superhidrofobisitas lapisan.
Kepadatan lapisan memiliki efek yang kuat pada superhidrofobisitas lapisan.
Ketika cakupan permukaan pelapis tidak mencukupi, akan menghasilkan sudut
kontak yang jelas rendah. Dengan peningkatan kerapatan lapisan, hidrofobik
lapisan akan ditingkatkan secara signifikan. Berdasarkan kandungan lignin dari
kulit biji kopi, kulit biji kopi berpotensi menjadi bahan coating superhidrofobik.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2012), produksi biji kopi di
Indonesia mencapai 611,100 t ha-1 dan menghasilkan kulit kopi sebesar 1.000.000
t ha-1. Di perkebunan kopi, limbah padat kulit buah kopu belum dimanfaatkan
secara optimal. Untuk itu penelitian ini menawarkan penggunaan pelapisan
superhidrofobik dengan memanfaatkan kulit biji kopi yang dapat mengoptimalkan
limbah dengan biayanya cukup murah dibandingkan dengan menggunakan biji
kopi. Kulit biji kopi juga memiliki kandungan protein dan lignin yang cukup banyak
yaitu kandungan protein 11% dan kandungan lignin 9% dan memiliki sifat
perspektif terhadap makanan. (Navya & Pushpa, 2013). Hal itu menunjukkan
bahwa kulit biji kopi memiliki potensi yang lebih untuk digunakan sebagai bahan
pelapis (edible coating). Berdasarkan data tersebut kami menawarkan solusi
pelapisan superhidrofobik pada wadah makanan dengan memanfaatkan lilin lebah
dan lignin kulit biji kopi sebagai bahan utama guna mengurangi residu makanan
cair yang tertinggal dalam wadah. Dengan demikian penelitian coating kulit biji
kopi dan lilin lebah butuh penelitian lebih lanjut.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh berbagai ketebalan coating terhadap efektivitas bahan


pelapis (edible coating) dalam mengurangi residu makanan cair dalam wadah?

2. Bagaimana pengaruh berbagai dosis lignin kulit biji kopi sebagai coating
terhadap efektivitas bahan pelapis (edible coating) dalam mengurangi residu
makanan cair dalam wadah ?

1.3. Tujuan

1. Untuk Mengetahui ketebalan coating yang efektif dalam pembuatan bahan


pelapis (edible coating) guna mengurangi residu makanan cair dalam wadah.

2. Untuk Mengetahui dosis lignin kulit biji kopi yang efektif dalam pembuatan
bahan pelapis (edible coating) guna mengurangi residu makanan cair dalam
wadah.

1.4. Manfaat

1. penggunaan kulit kopi sebagai bahan pelapis dapat mengurangi residu makanan
cair dalam wadah.

2. mengetahui ketebalan coating dan jumlah dosis lignin biji kopi yang efektif untuk
digunakan pelapisan wadah makanan.

1.5. Hipotesis

1. Ada pengaruh ketebalan coating terhadap efektivitas coating kulit biji kopi

2. ada pengaruh berbagai dosis lignin coating terhadap efektivitas penggunaan


coating kulit biji kopi.
1.6. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Skala


Ukur Ukur
Independent
Ketebalan Ketebalan coating Coating Ketebalan Rasio
Coating dihitung dari jarak Thickness dalam
terpendek yang Tester millimeter
diukur antara dua (mm)
bidang sejajar yang
merupakan batas
antara dua lapisan
dengan dosis lignin
dan lilin lebah yang
sama.

Dosis Lignin Dosis lignin dan lilin Neraca Dosis Rasio


dan Lilin lebah dihitung dari digital lignin dan
Lebah berbagai konsentrasi lilin lebah
lignin dan lilin lebah dalam
yang digunakan untuk milligram
coating dengan (mg)
ketebalan yang sama.
Dependen
Efektifitas Efektifitas coating Mikro Volume Rasio
Coating diketahui dari banyak pipet dalam
sedikitnya volume milliliter
cairan makanan yang (ml)
tertinggal atau
menempel pada
wadah.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Edible coating

Edible coating merupakan suatu metode yang digunakan untuk


memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu dari buah-buahan pada
suhu ruang (Pantastico, 1993). Edible coating adalah lapisan tipis yang bertujuan
untuk memberikan penahan yang selektif terhadap perpindahan massa (Krochta
dkk., 1994). Menurut Donhowe dan Fennema dalam Krochta dkk. (1994),
komponen utama penyusun edible coating dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu
hidrokoloid, lipida dan komposit (campuran). Beberapa jenis hidrokoloid adalah
protein, derivat selulosa, alginat, pektin, tepung dan polisakarida lainnya.
Polisakarida dalam bahan makanan berfungsi sebagai penguat tekstur (selulosa,
hemiselulosa, pektin, lignin) dan sebagai sumber energi (pati, dekstrin, glikogen,
frutan).

Edible Coating atau Coating biodegradable dapat didefinisikan sebagai


kemasan utama yang terbuat dari polimer biodegradable dan aditif food grade.
Lapisan tipis bahan biodegradable dapat dibentuk menjadi coating dan dapat
digunakan sebagai bungkus makanan tanpa mengubah bahan asli atau metode
pengolahan. Coating biodegradable telah digunakan untuk perlindungan dan untuk
memperpanjang umur simpan beberapa produk (Galus & Kadzińska, 2015). Untuk
persiapan coating, bahan mentah harus terlebih dahulu dilarutkan atau didispersikan
menggunakan pelarut seperti air, alkohol, campuran air dan alkohol atau campuran
pelarut lainnya. Plasticizer, agen antimikroba, zat pewarna atau penyedap dapat
ditambahkan dalam proses ini. Menyesuaikan pH dan / atau pemanasan solusi
mungkin diperlukan untuk memfasilitasi kelarutan beberapa biopolimer.
Kemudian, larutan pembentuk coating dicetak dan dikeringkan pada suhu yang
diinginkan dan kondisi kelembaban relatif untuk mendapatkan coating yang berdiri
bebas. Sebagai bahan pengemas, larutan pembentuk lapisan dapat diterapkan pada
makanan sebagai pelapis dengan beberapa metode termasuk pencelupan,
penyemprotan, penyikatan dan panning diikuti dengan pengeringan (Cazón,
Velazquez, Ramírez, & Vázquez, 2017).

2. Kopi

Kopi (Coffea sp.) Adalah salah satu komoditas pertanian terpenting di


dunia. Coffea arabica dan Coffea robusta adalah dua varietas utama dari genus
yang dibudidayakan di seluruh dunia untuk produksi komersial. Kopi secara
tradisional telah ditanam di bawah kanopi pohon-pohon hutan yang menjulang
tinggi atau pohon buah-buahan yang dipangkas seperti pisang, jeruk, atau pohon
polongan legum, yang menghasilkan makanan berharga lainnya, kayu, kayu bakar
dan tanaman pakan ternak. Kanopi naungan ini juga mendukung secara
berkelanjutan tanaman kopi itu sendiri. Namun, sejak tahun 1970-an, perkebunan
kopi telah berubah secara dramatis berkaitan dengan pola dan praktik tanaman,
terutama untuk memenuhi tingginya permintaan kopi, dan untuk mengatasi jamur
daun. Dengan berkembangnya varietas kopi hibrida, 'kopi warna' telah berubah
menjadi 'kopi matahari'. Saat ini sekitar satu juta ton kopi diproduksi setiap tahun
di lebih dari 50 negara. Pada tahap yang berbeda dari panen hingga pengolahan dan
konsumsi, serta beberapa residu. Bubur kopi atau sekam, daun dan sisa-sisa tanah
dihasilkan dalam lebih dari dua juta ton per tahun (Soccol, 1995). Brasil adalah
penghasil kopi terbesar di dunia. Selama tahun 1998, sekitar 30 juta kantung kopi
hijau diproduksi (ICO, 1998). Tabel 1 menunjukkan pola produksi dan konsumsi
kopi di dunia.
Pada anatomi kopi, Di dalam kulit epicarp, adalah mesocarp rasa manis
yang disebut pulpa. Di dalam mesocarp adalah lapisan tipis endocarp yang disebut
perkamen. Endosperm, biji kopi, juga ditutupi dengan spermaderm yang disebut
kulit perak. Kacang terdiri dari dua belahan dengan sisi datar yang berdekatan.
Setiap kacang memiliki lapisan dalam dari kulit perak sementara perkamen
keduanya menutupi bola dan memisahkannya satu sama lain. Ada dua spesies yang
menyediakan hampir 100% dari produksi di dunia: Coffea arabica dan Kopi
canephora, yang sering disebut sebagai Arabika dan Robusta (Berlitz et al., 2009;
Mussatto et al., 2011).

3. Kulit Biji Kopi

Coffee husk atau kulit kopi dikarakterisasi secara kimia oleh konsentrasi
tinggi serat kasar dan dalam hal ini mereka mirip dengan berbagai produk
sampingan lain yang digunakan sebagai pengisi dalam makanan ternak (Braham &
Bressani, 1979). Isi sel dari kulit kopi berjumlah sekitar 12%, sedangkan komponen
dinding seluler, yaitu serat detergen netral dan asam, ditemukan dalam jumlah 88
dan 67%, masing-masing. Selulosa dapat dimanfaatkan oleh ruminansia sebagai
sumber energi; namun, pemanfaatan kulit kopi dibatasi oleh Iignin, silika, dan
senyawa lainnya. Konten lignin berjalan setinggi 18% dan abu tidak larut sekitar
5% (Jarquin et al. 1974).

Gambar 2 Kulit Biji Kopi


(Batista, Bacelos, Chaves, Lira, & Arrieche, 2015)
4. Kandungan kulit biji kopi

Limbah dari pengolahan kopi yaitu kulit buah kopi yang umumnya
dimanfaatkan petani sebagai pupuk dan limbah kopi juga dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak unggas. Menurut Nuraini (2013) limbah buah kopi
mengandung protein kasar 9,31% dan serat kasar tinggi yaitu 25,61% (lignin
21,67% dan selulosa 20,22%). Hasil analisis proksimat menunjukkan, limbah kulit
kopi mengandung 6,67% protein kasar, dengan serat kasar 18,28%, lemak 1,0%,
kalsium 0,21%, dan fosfor 0,03%. Ketersediaan jumlah bahan ini di daerah-daerah
yang ada di Indonesia, dan belum termanfaat dengan baik (Londra, 2007:538).
Sedangkan Mayasari (2009:3) mengatakan bahwa dalam kulit kopi mengandung
selulosa, hemiselulosa, dan lignin.

5. Karakteristik lignin

Lignin adalah polimer alam yang paling berlimpah kedua. Lignin tidak larut
dalam air dan stabil di alam dan bertindak sebagai "lem" yang menghubungkan
selulosa dan hemi-selulosa. Lignin adalah makromolekul tiga dimensi, sangat
terkait-silang yang terdiri dari tiga jenis fenol tersubstitusi yang meliputi:
koniferi, sinapil, dan alkohol p-coumaryl oleh polimerisasi enzimatik yang
menghasilkan sejumlah besar fungsional kelompok dan tautan (Lee, Doherty,
Linhardt, & Dordick, 2009). Sebagai bahan baku alami dan terbarukan, dapat
diperoleh dengan biaya terjangkau, dan sifat kimia dan fisik yang besar, bahkan
potensi substitusi lignin meluas ke setiap produk yang saat ini bersumber dari
zat petrokimia yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat (Watkins,
Nuruddin, Hosur, Tcherbi-Narteh, & Jeelani, 2015).

Lignin mengandung selulosa dan hemiselulosa. Menurut penelitian


sebelumnya selulosa nanokristal (CNC) sering digunakan sebagai bahan penguat
(Huang, Wang, & Lyu, 2017). Partikel selulosa nanocrystal lignin coated (L-
CNC) merupakan biodegradable alami yang memiliki kekuatan tinggi serta serta
kristalinitas yang tinggi (Geng & He, 2014). Sehingga sesuai jika digunakan
untuk lapisan superhydropobik. L-CNC memiliki banyak gugus hidroksil dan
bermanfaat untuk modifikasi hidrofobik (Lu et al., 2015).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Jenis Penelitian

3.2 Sampel dan Populasi

3.3 Material
DAFTAR PUSTAKA

Batista, R. R., Bacelos, M. S., Chaves, G. D. L. D., Lira, T. S., & Arrieche, L.
(2015). Routes of technological exploitation of agricultural waste for power
generation. Lajer - Latin American Journal of Energy Research, ISSN: 2358-
2286, DOI (Prefixo): 10.21712, 2(1), 15.
https://doi.org/10.21712/lajer.2015.v2.n1.p15-27
Braham, J. E., & Bressani, R. (1979). Coffee pulp: composition, technology, and
utilization. Ottawa: IDRC.
C. R., R., Sundaran, S. P., A., J., & Athiyanathil, S. (2017). Fabrication of
superhydrophobic polycaprolactone/beeswax electrospun membranes for high-
efficiency oil/water separation. RSC Advances, 7(4), 2092–2102.
https://doi.org/10.1039/C6RA26123J
Cazón, P., Velazquez, G., Ramírez, J. A., & Vázquez, M. (2017). Polysaccharide-
based films and coatings for food packaging: A review. Food Hydrocolloids, 68,
136–148. https://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2016.09.009
Galus, S., & Kadzińska, J. (2015). Food applications of emulsion-based edible
films and coatings. Trends in Food Science & Technology, 45(2), 273–283.
https://doi.org/10.1016/j.tifs.2015.07.011
Geng, Z., & He, J. (2014). An effective method to significantly enhance the
robustness and adhesion-to-substrate of high transmittance superamphiphobic
silica thin films. J. Mater. Chem. A, 2(39), 16601–16607.
https://doi.org/10.1039/C4TA03533J
Gillet, S., Aguedo, M., Petitjean, L., Morais, A. R. C., da Costa Lopes, A. M.,
Łukasik, R. M., & Anastas, P. T. (2017). Lignin transformations for high value
applications: towards targeted modifications using green chemistry. Green
Chemistry, 19(18), 4200–4233. https://doi.org/10.1039/C7GC01479A
Huang, J., Wang, S., & Lyu, S. (2017). Facile Preparation of a Robust and
Durable Superhydrophobic Coating Using Biodegradable Lignin-Coated
Cellulose Nanocrystal Particles. Materials, 10(9), 1080.
https://doi.org/10.3390/ma10091080
Kashiri, M., Cerisuelo, J. P., Domínguez, I., López-Carballo, G., Muriel-Gallet,
V., Gavara, R., & Hernández-Muñoz, P. (2017). Zein films and coatings as
carriers and release systems of Zataria multiflora Boiss. essential oil for
antimicrobial food packaging. Food Hydrocolloids, 70, 260–268.
https://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2017.02.021
Lee, S. H., Doherty, T. V., Linhardt, R. J., & Dordick, J. S. (2009). Ionic liquid-
mediated selective extraction of lignin from wood leading to enhanced enzymatic
cellulose hydrolysis. Biotechnology and Bioengineering, 102(5), 1368–1376.
https://doi.org/10.1002/bit.22179
Li, Y., Bi, J., Wang, S., Zhang, T., Xu, X., Wang, H., … Tan, M. (2018). Bio-
inspired Edible Superhydrophobic Interface for Reducing Residual Liquid Food.
Journal of Agricultural and Food Chemistry, 66(9), 2143–2150.
https://doi.org/10.1021/acs.jafc.7b05915
Lu, Y., Sathasivam, S., Song, J., Crick, C. R., Carmalt, C. J., & Parkin, I. P.
(2015). Robust self-cleaning surfaces that function when exposed to either air or
oil. Science, 347(6226), 1132–1135. https://doi.org/10.1126/science.aaa0946
Navya, P. N., & Pushpa, S. M. (2013). Production, statistical optimization and
application of endoglucanase from Rhizopus stolonifer utilizing coffee husk.
Bioprocess and Biosystems Engineering, 36(8), 1115–1123.
https://doi.org/10.1007/s00449-012-0865-3
Wang, W., Lockwood, K., Boyd, L. M., Davidson, M. D., Movafaghi, S., Vahabi,
H., … Kota, A. K. (2016). Superhydrophobic Coatings with Edible Materials.
ACS Applied Materials & Interfaces, 8(29), 18664–18668.
https://doi.org/10.1021/acsami.6b06958
Watkins, D., Nuruddin, M., Hosur, M., Tcherbi-Narteh, A., & Jeelani, S. (2015).
Extraction and characterization of lignin from different biomass resources.
Journal of Materials Research and Technology, 4(1), 26–32.
https://doi.org/10.1016/j.jmrt.2014.10.009
Zhang, Y., Bi, J., Wang, S., Cao, Q., Li, Y., Zhou, J., & Zhu, B.-W. (2018).
Functional food packaging for reducing residual liquid food: Thermo-resistant
edible super-hydrophobic coating from coffee and beeswax. Journal of Colloid
and Interface Science, 533, 742–749. https://doi.org/10.1016/j.jcis.2018.09.011

Anda mungkin juga menyukai