Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PAPER (PENGAWETAN BUAH NANAS)

MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGAWETAN DAN PENGEMASAN

Disusun Oleh:

Muhammad Garin Nugroho 1803035001

Khusnul Khotimah 1803035004

Elisa Yunita Prasasti 1803035005

Fery Andrianita 1803035025

Hatami 1803035041

Widya Chahnia Sari 1803035045

Muhammad Husen 1803035055

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
I. Pendahuluan

Buah nanas termasuk dalam genus Ananas dan memiliki nama latin Ananas
comosus (L) Merr. Jenis nanas yang banyak tumbuh di Indonesia adalah jenis
nanas Queen dan Cayene. Nanas madu dalam jenis nanas Queen karena buah yang
kecil, rasa manis, aroma harum, dan memiliki kulit kuning coklat kemerahan. Nanas
memiliki rasa manis yang unik dan segar, sehingga banyak dikonsumsi dalam
bentuk buah segar, jus buah, dan buah-buahan kaleng. Komponen aroma utama
buah nanas adalah terpen, keton, aldehid, dan ester.Seratus gram buah nanas
mengandung 52,0 kkal; 13,7 gram karbohidrat; 0,54 gram protein; 130 I.U vitamin A;
24 mg citamin C; dan 150 mg kalium. Seratus gram buah nanas dapat
mencukupi 16,2% kebutuhan vitamin C. Vitamin C sebagai antioksidan
membantu mencegah aterosklerosis melalui mekanisme pencegahan oksidasi
LDL dan produksi ROS. Mekanisme ini didapat dari kemampuan vitamin
C melindungi endothelium dengan meningkatkan NO synthase.
Nanas (Ananas comosus L.) merupakan salah satu buah komoditas perdagangan
Indonesia. Permintaan buah nanas dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik
dipasarkan dalam negeri maupun luar negeri. Permintaan dalam negeri (domestik)
semakin meningkat dikarenakan pertumbuhan jumlah penduduk dan sadarnya nilai
vitamin pada buah. Permintaan luar negeri meningkat dapat dilihat dari nilai ekspor
nanas Indonesia pada tahun 2014 mencapai US$ 193,35 juta (PUSDATIN, 2015).
Negara tujuan utama ekspor nanas Indonesia adalah Amerika Serikat sebesar US$
56,32 juta lalu diikuti dengan beberapa negara lainnya.
Nanas merupakan komoditi lokal yang berlimpah produksinya dan mudah rusak.
Nanas menjadi salah satu komoditi yang dikembangkan pada kawasan holtikultura.
Buah nanas merupakan buah semu, berdaging tebal, mengandung air, zat gula, dan
asam. Nanas termasuk komoditas buah yang mudah rusak, susut dan cepat busuk, hal
ini disebabkan karena tingginya kandungan air yang terdapat dalam buah nanas
sehingga menyebabkan mikroorganisme pembusuk mempercepat proses kerusakan
nanas. Suatu usaha untuk mencegah kerusakan buah nanas adalah dengan pengolahan
hasil menjadi produk yang lebih disukai dan bernilai ekonomis seperti nanas kaleng,
dodol, selai, kripik, juice, sari buah nanas, sirup, serta permen jelly nanas.
Pada saat terjadi panen, jumlah produksi buah nanas sangat melimpah namun
tidak sebanding dengan tingkat konsumsinya sehingga harga jual dipasaran sangat
murah. Untuk mencegah tidak termanfaatkannya buah nanas pada saat jumlahnya
sangat melimpah perlu dilakukan usaha untuk memperpanjang umur simpan,
meningkatkan nilai ekonomis dan penganekaragaman produk sehingga dapat
meningkatkan pendapatan petani nanas.
Dengan keterbatasan nanas yang mudah rusak, sehingga diperlukan adanya
pengembangan buah nanas menjadi sebuah produk yakni dengan dilakukannya
teknologi pengawetan serta pengemasan nanas. Dengan dilakukan teknologi
pengawetan dan pengemasan buah nanas diharapkan dapat mengurangi buah nanas
yang busuk begitu saja tanpa dilakukan pengembangan.

II. Pembahasan

Suatu usaha untuk mencegah kerusakan buah nanas adalah dengan pengolahan
hasil menjadi produk yang lebih disukai dan bernilai ekonomis seperti nanas kaleng,
dodol, kripik, cuka kulit nanas, sari buah nanas, permen jelly nanas, selai, dan sirup
nanas. Berikut merupakan hasil review dari beberapa jurnal mengenai pengawetan
buah nanas:
1. Nanas Kaleng
Mardiana Prasetyani Putri, Yunita Herwidiani Setiawati (2015) melakukan
sebuah penelitian yang berjudul Analisis Kadar Vitamin C Pada Buah Nanas Segar
(Ananas comosus (L.) Merr) Dan Buah Nanas Kaleng Dengan Metode
Spektrofotometri Uv-Vis. Penelitian ini membahas tentang kandungan vitamin C
pada nanas kecil lebih rendah dibandingkan kandungan vitamin C pada nanas segar.
Pada penelitian ini, nanas merupakan jenis buah yang banyak mengandung vitamin
C, vitamin C pada nanas mudah larut dalam air, oleh karena itu pada saat mengalami
proses pengirisan, pencucian, dan perebusa bahan untuk proses pengalengan vitamin
C pada nanas akan menurun. Pada penelitian ini dilakukan pengujian kadar vitamin
C pada nanas segar suhu dingin dan suhu kamar, serta pengujian pada kadar vitamin
C nanas kaleng. Dijelaskan pada penelitian ini bahwa terdapat perbedaan kadar
vitamin C buah nanas dengan metode volumentri dari buah nanas yang disimpan
pada suhu dingin dan suhu ruang. Nanas yang disimpan pada suhu dingin memiliki
kadar vitamin C yang lebih tinggi. dikarenakan nanas yang sudah terkena udara luar
(jika dipanaskan) akan mengalami kerusakan karena proses oksidasi. Pada nanas
kaleng kadar vitamin C nya lebih kecil dikarenakan sifat vitamin C yang mudah larut
dalam air dan mudah teroksidasi oleh udara luar dan terkena panas. Factor lain yang
menyebabkan kadar vitamin C pada nanas kaleng berkurang juga dikarenakan
adanya pemanasan pada proses pengolahan dan bergantung pada lama penyimpanan
nanas kaleng.
Sernita (2017) melakukan sebuah penelitian yang berjudul Perbandingan Kadar
Vitamin C Pada Nanas Kaleng Dengan Nanas Segar (Ananas comosus (L) Merr).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar vitamin C pada nanas segar dengan
nanas kaleng. Nanas merupakan buah yang memiliki mata yang banyak dan
berwarna kuning. Kandungan vitamin C pada nanas sangat tinggi. sedangkan nanas
kaleng merupakan buah nanas yang dikemas dalam satu wadah tertutup yang sudah
melewati proses pengawetan seperti pemanasan, pencucian, dan sterilisasi. Pada
penelitian ini nanas segar memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi sebanding
dengan secangkir nanas segar memiliki 78.9 mg vitamin C. sedangkan pada
pengawetan menggunakan kaleng (Nanas Kaleng) kadar vitamin C nya lebih rendah
hanya memiliki 17 mg vitamin C. Perbedaan kadar vitamin C antara buah nanas
segar dan nanas kaleng dikarenakan pada nanas kaleng telah mengalami proses
pemanasan , pencucian dan sterilisasi pada saat proses pengalengan. Besarnya
pegaruh proses pengalengan terhadap nanas mengakibatkan kadar vitamin C nya
berkurang, karena kadar vitamin C pada nanas mudah rusak.

S. M. Adnan, S. C. Bhattacharjee, S. Akter, D. Chakraborty and M. Ahmad


(2017) melakukan sebuah penelitian dengan judul Development and Quality
Evaluation of Canned Pineapple. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahi kualitas
kandungan pada nanas kalengan. Pada nanas pengawetan yang paling sering
dilakukan yaitu pengalegan. Pada penelitian ini telah diamati bahwa nanas kaleng
lebih lembab dan padat dari nanas segar. Nanas kaleng tidak memperburuk nutrisi
yang ada didalamnya, hanya saja seperti jurnal yang sebelumnya kandungan vitamin
C akan berkurang akibat dari proses fermentasi yang dilakukan. semua bahan kimia
komponen nanas kalengan hampir mirip. Persentase protein dan kandungan serat
kasar adalah sedikit lebih tinggi karena produk sedikit lebih rendah kadar air dari
nanas segar.

2. Dodol nanas

Modifikasi dodol nanas yang dilakukan pada saat pengolahan dengan


menambahkan krem santan dan nutrijel. Penggunaan krem santan pada pembuatan
dodol nanas akan mempersingkat waktu pemasakan sehingga kerusakan lemak yang
terjadi lebih sedikit. Sedangkan penambahan nutrijel bisa membuat tektur dodol
nanas tidak lengket dan lebih kenyal. Penggunaan krem dan nutrijel inilah yang dapat
memperpanjang umur simpan pada dodol nanas.

Pengawetan dodol nanas dapat dilakukan dengan menggunakan kemasan


edible film untuk mempertahankan umur simpan dodol nanas. Edible film ini terbuat
dari campuran pati garut-karagenan dan beeswax-cocoa butter yang mempunyai laju
transmisi uap air terendah sebesar 16,36 g/m2/24 jam dan bisa digunakan sebagai
pengemasan produk dodol. Lembaran edible film mempunyai kemampuan yang
cukup baik untuk menghambat laju penguapan air. Edible film yang dipakai ini
menggunakan tambahan antimikroba-antioksidan. Adanya penambahan antimikroba-
antioksidan ini pada kemasan edible film untuk produk nanas mampu
mempertahankan kualitas dodol lebih baik selama 6 minggu pada suhu 30 oC
dibandingkan edible film tanpa penambahan antimikroba-anioksidan.
Pengawetan pada produk olahan dodol sangat diperlukan untuk menjaga
kualitasnya. Umur simpan pada dodol akan relatif lebih singkat apabila kadar air nya
cukup tinggi. Maka dari itu dilakukannya modifikasi terhadap pengolahan dodol
dengan mengganti metode pendidihan menjadi pengukusan, tetapi hasil dari produk
dodol buah-buahan seperti nanas belum maksimal. Oleh karena itu, dilakukannya
modifikasi proses pengolahan dodol dengan menambahkan enzim amilase
maltogenik yang mampu memperpanjang umur simpan dodol, menjaga tekstur dan
elastisitas pada dodol selama 6 bulan apabila disimpan pada suhu ruang.
Dalam pengemasannya juga bisa menggunakan kemasan edible coating karena
dapat mempertahankan umur simpan dodol dan mencegah kerusakan dodol selama
penyimpanan. Selain menggunakan enable coating, umur simpn dodol bisa
diperpanjang sekitar 3-4 bulan menggunakan kombinasi irradiasi dan pengemasan
modifikasi atmosfer.

3. Keripik nanas
Keripik nanas adalah makanan yang dibuat dari daging buah nanas mengkal,
dikupas, disayat atau dipotong dan digoreng memakai minyak secara vakum tanpa
penambahan bahan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Buah Nanas
yang digunakan pada percobaan berukuran sedang, bentuk oval dan memiliki kisaran
diameter sebesar 10-12cm, tinggi15cm, dan berat buah 450- 500g dengan kadar air
awal 91,04%. Jumlah minyak goreng yang dipakai 17 liter dengan tekanan vakum
60cmHg. Kapasitas percobaan alat penggoreng vakum sebesar 2000 g.

Proses produksi keripik nanas, mulai dari mengupas, memotong, merendam,


menggoreng, pengeringan hingga pengemasan membutuhkan waktu kurang lebih 4
jam. Pengusaha rata-rata melakukan 3 proses produksi dalam sehari. Jika bahan
bakunya melimpah dan banyak peminatnya maka semakin meningkat intensitas
produksi. Setiap proses produksi membutuhkan 35-45 buah nanas sebagai bahan
baku, hasil produksi 2,5 kg keripik nanas, dengan menggunakan 2-6 tenaga kerja.
Biaya produksi usaha keripik nanas termasuk bahan baku nanas, bahan baku
pelengkap, tenaga kerja, penyusutan peralatan, biaya pengemasan, biaya listrik dan
transportasi. Komponen biaya produksi terbesar adalah bahan baku nanas biaya
bahan, diikuti dengan biaya tenaga kerja. Penghasilan pengusaha tergantung jumlah
unit mesin yang digunakan oleh pengusaha. Semakin tinggi tren kapasitas produksi,
semakin banyak teknologi untuk mendapatkan proses produksi yang optimal,
merancang lokasi pengolahan dan showroom pemasaran untuk menarik konsumen
yang membeli keripik nanas produk, memanfaatkan kelompok wirausaha dan
koperasi sebagai pemasaran bersama forum, penataan kelembagaan kelompok
wirausaha sebagai wadah persatuan itu menjembatani kemitraan pemerintah dan
swasta, serta pendampingan bagi kelompok pengusaha yang membina pengusaha
keripik nanas dalam mengembangkannya kapasitas bisnis.

Analisis keripik nanas:

Keripik Nanas yang dihasilkan dianalisis karakteristik meliputi kadar air, kadar
minyak/lemak dan kadar abu serta dilakukan uji organoleptik.
- Kadar Air
Keberadaan air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi produk bahan
pangan tersebut dalam beberapa hal, diantaranya penampakan, penerimaan dan daya
simpan. Keripik termasuk ke dalam bahan pangan dengan kandungan air yang rendah
sehingga keripik memiliki daya simpan yang cukup lama dibandingkan dengan
bahan pangan yang lainnya. Tujuan pembuatan produk keripik salah satunya adalah
untuk mengurangi air yang terkandung dalam bahan, jika kadar air dalam bahan
jumlahnya sedikit maka daya simpan bahan tersebut akan lebih tahan lama. Semakin
tinggi suhu yang digunakan maka semakin besar air yang menguap, sehingga air
yang terkandung dalam keripik buah akan berkurang. Perlakuan waktu 40 menit
dengan suhu 90°C yaitu 4,90% dan waktu 50 menit dengan suhu 90°C yaitu 4,04%.
Kadar air ini memenuhi Standard SNI No. 01-4304-1996 yang mensyaratkan kadar
air keripik nanas max. 5,0%. Pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan
mesin penggorengan vakum ini dapat menurunkan kadar air dari kadar air awal
sekitar 91,04% menjadi 4,04- 7,63%. Rendahnya kadar air keripik ini menyebabkan
keripik nanasdapat disimpan dalam waktu yang cukup lama. Kadar air yang
terkandung dalam produk pangan merupakan faktor penting dalam penentuan umur
simpan.Kadar air juga dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia, perubahan tekstur
makanan dan kualitas serta kestabilan mutu dari makanan itu sendiri.
- Kadar Minyak/Lemak
Kadar minyak/lemak keripik nanas yang dihasilkan berkisar antara 12,55-
14,86%. Kadar minyak/lemak ini sesuai dengan persyaratan mutu keripik nanas SNI.
Suhu penggorengan yang tinggi pada penggorengan keripik dapat menyebabkan
dehidrasi yang lebih banyak pada permukaan bahannya sehingga menyebabkan
penetrasi minyak ke dalam bahan menjadi lebih banyak. Proses penyerapan minyak
ketika massa minyak secara perlahan masuk pada awal proses penggorengan ke
dalam bahan yang digoreng dan semakin meningkatnya suhu maka minyak/lemak
semakin meningkat seiring dengan penurunan tekanan vakum. Semakin tinggi suhu
dan semakin lama waktu penggorengan maka kadar lemak akan meningkat, hal ini
disebabkan oleh banyaknya ruang kosong yang diisi oleh minyak seiring dengan
berkurangnya kandungan air dalam bahan.
- Kadar Abu
Semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin besar air yang menguap
sehingga mengakibatkan semakin besar kadar abu yang dihasilkan. Nilai parameter
kadar abu hasil analisis menunjukkan bahwa semua perlakuan yang dihasilkan tidak
memenuhi syarat standard SNI, kecuali perlakuan B kadar abu 2.91%, dimana
mensyaratkan SNI kadar abu keripik nanas max. 3,0%. Kadar abu difungsikan untuk
mendeteksi kandungan mineral yang terdapat pada bahan makanan, baik itu yang
berasal dari bahan makanan sendiri ataupun yang berasal dari mesin proses. Kadar
abu yang sangat tinggi mengindikasikan bahwa telah terjadi kontaminasi bahan oleh
alat karena adanya gesekan selama proses. Kadar abu lebih banyak dipengaruhi oleh
temperatur pada saat penggorengan atau dengan suhu tinggi.
- Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik dilakukan terhadap rasa, warna, tekstur, pengaruh suhu
dan waktu penggorengan terhadap mutu keripik nanas.
a. Rasa pada umumnya rasa khas dari nanas itu adalah manis sedikit asam,
apalagi nanas yang masih mengkal. Demikian juga dengan keripik nanas
yang dihasilkan memiliki rasa manis dengan sedikit agak asam.
b. Warna dari keripik nanas yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan.
Warna keripik cenderung agak lebih coklat disebabkan oleh proses
penggorengan pada suhu 90°C menyebabkan lebih banyaknya gula yang
terkaramelisasi sehingga menimbulkan warna keripik lebih coklat
c. Tekstur Pada umumnya keripik diharapkan memiliki tekstur yang renyah
dan garing. Suhu dan tekanan vakum mempengaruhi tingkat kekerasan dan
kerenyahan dari produk nangka, penguapan air serta penurunan kadar pati
selama proses penggorengan. Laju perubahan kadar air juga mempengaruhi
kerenyahan produk
d. Penampakan Secara keseluruhan penampakan keripik nanas yang
dihasilkan cukup baik. Penampakan keripik A secara keseluruhan, warna
dan keutuhan lebih bagus dibandingkan keripik B, C dan D. Pada keripik C
dan D penilaian lebih kecil karena warnanya yang agak kecoklatan dan
bentuknya keriput, sehingga agak kurang menarik untuk dilihat.

4. Cuka Kulit Nanas


Kulit nanas (Ananas comosus) mengandung karbohidrat sebanyak 17,53%.
Adanya kandungan karbohidrat ini dapat diolah menjadi cuka. Proses pembuatan
cuka dilakukan melalui 2 tahap fermentasi yaitu, secara anaerob dengan
Saccharomyces cerevisiae dan fermentasi aerob dengan bakteri Acetobacter aceti.
Tujuan penelitian ini mengetahui kualitas cuka kulit nanas dengan penambahan
konsentrasi Acetobacter aceti terhadap kadar asam asetat, total gula reduksi, dan
padatan terlarut total. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
satu faktor yaitu penambahan konsentrasi Acetobacter aceti yaitu 5 %, 10 %, dan 15
%. Data hasil pengamatan dianalisa dengan menggunakan deskriptif kuantitatif dan
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan Acetobacter
aceti berpengaruh terhadap kadar asam asetat, total gula reduksi, dan padatan terlarut
total. Kombinasi terbaik terdapat pada perlakuan N1 yaitu diperoleh hasil kadar asam
asetat 3,29%, total gula 0,26%, dan padatan terlarut total 3,39%.

Salah satu kandungan dari kulit nanas ini yaitu karbohidrat sebanyak 4,41%,
sehingga dapat diolah menjadi starter nata de pachy , Kulit nanas juga dapat diolah
menjadi sirup dengan bahan baku kulit nanas sebanyak 75% + 25% buah nanas dan
akan menghasilkan sirup dengan aroma dan rasa sirup yang normal dan sesuai
dengan syarat mutu sirup. Adanya kandungan karbohidrat dan gula yang cukup
tinggi dalam kulit nanas memungkinkan kulit buah ini dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan cuka organik melalui proses fermentasi.

Cuka adalah salah satu produk fermentasi yang dibuat menggunakan bahan
baku yang bergula atau berpati.Cuka dapat dibuat dari aneka buah-buahan yang
diambil sari buahnya. Cuka yang dijual atau ditawarkan kepada konsumen harus
mengandung kadar asam minimal 4% dan harus memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan oleh SNI 01-4371-1996. Pembuatan cuka ini melibatkan bakteri
Acetobacter aceti yang mampu mengoksidasi alkohol dan karbohidrat menjadi asam
asetat dengan adanya oksigen dari udara. Beberapa faktor yang mempengaruhi
proses fermentasi antara lain: Konsentrasi alkohol tertinggi didalam medium adalah 6
%, pH awal medium adalah 5,5, temperatur fermentasi adalah 30°C, dan lama
fermentasi adalah 11 hari. Penambahan induk cuka juga akan berpengaruh pada
kadar asam asetat yang dihasilkan, Penambahan Acetobacter aceti sebanyak 20 ml
menghasilkan kadar asam asetat sebanyak 7,43% atau lebih dari 4%, maka cuka
bonggol pisang raja kepok tersebut layak untuk dijual. Fermentasi dengan
penambahan Acetobacter aceti dapat meningkatkan aroma dan rasa asam.

5. Sari Buah Nanas


Secara umum jus nanas di pasterurisasi secara thermal untuk menginkativasi
mikrobia dalam jus nanas sehingga mendapatkan produk yang aman dari mikroba,
yaitu pengurangan 5 log pada patogen yang paling resisten (FDA 2004 dalam
Volmer. K, et al. 2020). Selain itu untuk penyipanan dalam lemari es mikroba
pembusuk dan enzim harus dinonaktifkan. Ragi dan jamur juga merupakan mikroba
penyebab pembusukan utama dalam jus buah (yaitu pada pH <4,5).
Banyak jenis pasteurisasi thermal yang diaplikasikan dalam jus nanas,
diantaranya seperti pemrosesan batch pada suhu 90°C selama 1,5 menit (Zheng dan
Lu 2011 dalam Volmer. K, et al. 2020) atau 5 menit (Difonzo et al. 2019 dalam
Volmer. K, et al. 2020), dan pengobatan berkelanjutan pada suhu 92-105°C selama
15-30 detik (Hounhouigan dkk. 2014 dalam Volmer. K, et all. 2020).
Teknik pengawetan jus nanas yang umum dilakukan adalah dengan teknik
thermal. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hounhouigan. M.H dkk (2020)
menunjukan bahwa pada suhu 61, 63 dan 65°C terlihat bahwa sel-sel ragi tampak
semakin rusak dengan bertambahnya waktu pemanansan. Perlakuan teknik thermal
terhadap produk jus nanas akan menyebabkan perubahan warna, perubahan rasa, dan
degradasi nutrisi termosensitif. Oleh karena itu perlakuan pengawetan non-thermal
pada jus buah nanas menjadi penting. Berikut ini akan menjelaskan metode
pengawetan non-thermal untuk sari nanas.
A. Metode PULSED LIGHT (PL) atau cahaya berdenyut
PL adalah teknik pengawetan dengan menggunakan spectrum luas cahaya
intensitas tinggi (biasanya ~ 100 – 1100 nm), mencakup rentang panjang gelombang
ultraviolet (UV), tampak (Vis), dan inframerah dekat (NIR), diterapkan dalam pulsa yang
sangat pendek. PL dapat digunakan di banyak aplikasi dalam sektor makanan, tidak
hanya untuk dekontaminasi permukaan makanan padat dan bahan kemasan saja namun
juga perawatan cairan seperti minuman (OmsOliu et al. 2010 dalam Volmer. K, et all.
2020). Tidak seperti perawatan sinar UV berkelanjutan, waktu pemrosesan untuk
perawatan PL dengan mematikan yang setara jauh lebih singkat, karena pulsa cahaya
polikromatik intensitas tinggi langsung dipancarkan dari lampu xenon tanpa waktu
pemanasan awal.
PL dapat menghambat pertumbuhan mikroba dalam jus nanas dengan melalui
efek fotokimia seperti pemecahan dimer timin yang dengan demikian dapat menghabat
replikasi DNA, dan dua mekanisme tambahan lain yaitu fototermal dan fotofisika. Efek
fototermal yaitu dengan paparan cahaya polikromatik (200 – 1100 nm) pada pulsasi dapat
menghasilkan gradient suhu terlokalisasi di dalam sel mikroba atau di permukaannya,
yang mengakibatkan terdenaturasinya protein pada membran. Efek fotofisika
menyebabkan perubahan permeabilitas membran, penyusutan membrane sitoplasma dan
kebocoran dinding sel yang kemungkinan timbul dari semburan cahaya pendek.
Semakin tinggi intensitas PL maka akan semakin baik inaktivasi mikrobanya.
Selain itu, ketika jumlah pulsa telah memadai maka akan memperkecil kemungkinan
pengaktifan kembali foto atau perbaikan kerusakan.
B. Metode PULSED ELECTRIC FIELD (PEF) atau medan listrik berdenyut
PEF adalah sebuah proses yang melibatkan ledakan medan listrik ke sampel yang
ditempatkan di antara dua elektroda yang menyebabkan permeabilisasi sel secara
reversible atau ireversibel tergantung pada parameter proses membran (Guo. M dkk
dalam Yousuf. A, dkk. 2020 ). Teori yang paling umum terkait permeabilisasi sel adalah
bahwa di bawah paparan medan listrik eksternal muatan bebas terakumulasi di kedua
ujung membran yang menghasilkan potensial transmembran dan ketika potensial
membran yang diinduksi melebihi kekuatan medan kritis maka gangguan atau
kehancuran membran akan terjadi (Arrosson. K, dkk dalam Yousuf. A, dkk. 2020).
Peningkatan intensitas medan listrik akan berpengaruh pada jumlah mikroba yang
mati. Semakin tinggi intensitas medan listrik yang dialirkan maka jumlah mikroba yang
mati juga akan semakin banyak. Namun, sejumlah besar mikroba masih dapat bertahan
pada perlakuan dengan intensitas 13 kV/cm, karena dimungkinkan bahwa perlakuan
tersebut masih di bawah untuk mencapai nilai potensial transmembran kritis 1 V yang
diperlukan untuk kerusakan membran (Estifaee. P, dkk dalam Yousuf. A, dkk. 2020).
Namun, setelah wakt penyimpanan 5 dan 10 hari, jumlah total mikroba dalam jus nanas
masih mengalami penigkatan secara nyata, walaupun tidak secepat jus nanas yang tidak
di beri perlakuan PEF. Hal ini disebabkan karena dalam intensitas yang rendah dibawah
titik kritis seperti ini, inaktivasi mikroba sebagian besar terjadi dikarenakan oleh
permeabilisasi yang masih dapat dibalik (Pillet. F, dkk dalam Yousuf. A, dkk. 2020), atau
kerusakan sel yang seiring waktu masih dapat bertahan dan berkontribusi dalam
meningkatkan jumlah mikroba yang tumbuh selama penyimpanan. Oleh karena itu, Toe
fl dan rekan kerjanya (Toep. Fl S, dkk dalam Yousuf. A, dkk. 2020) menyarankan untuk
menggunakan medan listrik dalam kisaran 20 sampai 50 kV/cm untuk memastikan
inaktivasi mikroba yang efektif.
Dapat disimpulkan bahwa peningkatan intensitas sampai melebihi nilai kritis akan
menjamin umur simpan yang lebih lama, umur simpan lebih dari 67 hari untuk apel yang
diobati dengan PEF pada intensitas 34 kV/cm (Evrendilek GA, dkk dalam Yousuf. A,
dkk. 2020) dan 12 minggu untuk jus delima yang diobati dengan PEF pada intensitas 38
kV/cm (Guo. M dkk dalam Yousuf. A, dkk. 2020) sudah dapat menjadi bukti tentang
pernyataan ini.

6. Permen Jelly Nanas


Buah nanas dikupas dan dibuang kulit dan mata buahnya. Kemudian ditimbang
dan dipotong-potong sebesar 2x1x1,5 cm. Potongan buah nanas dicuci dan dilansir
selama 5 menit dengan air mendidih. Potongan buah nanas yang telah diblansir
dilumatkan dengan belender dan setelah itu disaring untuk dibuang ampasnya. Pure nanas
diukur volumenya sebanyak 150 ml keudian dicampur dengan gula pasir 20%, gelatin7%,
keragenan dengan konsentrasi 0,2%;0,4%;0,6%;0,8%, dan dimasak hingga mendidih.
Setelah masak, api dimatikan dan setelah itu dicampur dengan asam sitrat 0,3% dan
selanjutnya adonan diangkat dan dituang ke cetakan atau wadah yang telah disediakan.
Jelly dalam cetakan didiamkan selama 10 jam dalam suhu pendingin dan selanjutnya
dipotong-potong dadu. Jelly yang telah dipotong dikeringkan dengan oen selama 4 jam
pada suhu 50-55 derajat C.

Pengemasan memiliki aktivitas antimikroba yang lebih luas daripada kebanyakan


bakteriosin lain dan telah terbukti tidak memiliki toksisitas. Ini juga memiliki fungsi yang
sukses sebagai pengawet makanan. Efek penghambat nisin lebih luas dari kebanyakan
bakteriosin dan meluas ke berbagai macam bakteri gram positif temasuk pembentuk
spora. Kelarutan nisin baik pada kondisi pH rendah (3-4). Larutan nisin (pH 3-4) dibuat
dengan melarutkan larutan asam sitrat dalam konsentrasi yang berbeda yaitu 0,04, 0,05
dan 0,06mg dilanjutkan dengan merendamnya dalam larutan di atas selama 5 sampai 10
menit. Kemudian permukaan dikeringkan selama satu jam, dikemas dalam wadah
Polystyrene dan sampel disimpan pada ruangan (sekitar 250C) dan suhu refrigerasi (4
derajat C) untuk stabilitas penyimpanan. Populasi bakteri mengalami penurunan selama
periode penyimpanan untuk sampel yang dibri bahan pengawet bio dibandigkan dengan
sampel control tampa niasin. Kandungan asam askorbat pada nabas yang diolah dengan
nisin dikemas dalam plypropylene adalah 25,82% pada suhu ruang dengan umur simpan
3 hari dan 28,90% dalam kondisi berpendingin dengan umur simpan 12 hari. Aktivitas
antioksidan total awal telah diperiksa sebagai 19.00µg / g dalam control.

7. Selai Nanas
Selai adalah makanan kelembaban menengah yang mengandung bubur buah,
pektin, gula dan asam. Pengaruh konsentrasi gula dan pektin, pH, laju geser dan suhu
terhadap sifat reologi bergantung waktu selai nanas dipelajari dengan menggunakan
rheometer. Selai nanas menunjukkan perilaku thixotropic. Tegangan geser selai nanas
pada waktu pemotongan tertentu tergantung pada kecepatan geser, suhu dan komposisi.
Weltman, Hahn, dan Figoni dan Shoemaker, model diaplikasikan untuk menggambarkan
sifat aliran tergantung waktu dari selai nanas. Model Hahn menggambarkan secara
memadai karakteristik reologi selai nanas oleh (Basu dkk., 2017)
Proses pengolahan selai nanas:
1) Pengupasan dan pencucian I Nanas dikupas kulitnya, lalu daging buahnya
dicuci sampai bersih.
2) Pencucian II Nanas yang telah dikupas ditaruh pada tempat tersendiri
(baskom/panci besar). Setelah semua nanas dikupas, lalu dibersihkan lagi
dengan alat bersih.
3) Pengukusan Setelah dilakukan pencucian nanas akan di kukus selama 2
jam.
4) Penggilingan Giling nanas tersebut dengan mesin penggiling, hasil
penggilingan ditampung dalam panci untuk diproses pada tahap
berikutnya.
5) Pengolahan
Panaskan nanas yang sudah di giling sampai mendidih, masukkan gula
pasir sambil diaduk-aduk selama 5 jam. Setelah kental dan air yang
terdapat di buah nanas benar-benar kering, lalu panci diangkat dari
kompor.
Pengemasan Selai Nanas:
Secara umum, pengemasan memiliki fungsi penting yang meliputi mengawetkan,
melindungi, memasarkan dan mendistribusikan makanan (Raheem, 2012). Bahan
kemasan dapat dipecah menjadi berbagai jenis kaca, laminasi, logam, plastik dan karton
(IFT, 2007). Dari jumlah tersebut, sekitar 60% digunakan untuk industri makanan dan
minuman (Haverkamp, 2007).
Preferensi toples kaca untuk produk makanan yang diisi panas seperti Jam adalah
karena kelembamannya, yaitu, gelas tidak bereaksi dengan makanan tinggi asam yang
terkandung di dalamnya (Smith dan Gifford, 2007) dan kedap terhadap kelembapan dan
gangguan lain yang dapat mencemari produk. Juga dapat digunakan untuk kemasan Jam
adalah wadah gerabah / tembikar. Penggunaan wadah tembikar oleh produsen skala kecil
disebabkan oleh kenyataan bahwa wadah seperti itu sering kali berbiaya rendah
(Adejumo dan Ola, 2008) dan merupakan alternatif pengganti kaca yang dapat diperoleh
secara lokal. Melapisi gerabah dengan benar dapat membuatnya jauh lebih cocok untuk
kemasan Jam, karena pot berlapis kaca tersebut sangat tahan terhadap serangan bahan
kimia (Silva et al., 2012), memiliki tomoisture dengan daya tahan rendah (Harper, 2012)
dan gas, serta memiliki sedikit interaksi dengan produk. terkandung di dalamnya. Metode
penyegelan yang dapat diterima untuk produk makanan kemasan tembikar mencakup
penggunaan gabus (di sekelilingnya dilapisi lilin penyegel), penggunaan sisipan tembikar
dan cakram dari bahan plastik, dan kertas lilin atau plastik yang dipegang dengan karet
gelang atau tali (Fellows and Axtell, 1993). Alternatif yang jauh lebih murah dari paket
yang disebutkan di atas untuk Selai dan produk makanan lainnya adalah wadah plastik
yang fleksibel.
Secara teknis, persyaratan pengemasan umum untuk Selai dan pengawet gula
lainnya adalah prioritas sedang karena keasamannya yang tinggi dan kadar air yang relatif
rendah yang membuatnya awet dan aman dari penyebab keracunan makanan (Fellows
and Axtell, 1993). Kemasan ini bertindak sebagai penghalang masuknya kelembapan
untuk mencegah Jam dari cetakan dan pertumbuhan jamur. Kemasan yang ideal harus
sesuai dengan isinya, sedikit sekali atau tidak ada interaksi dengan isinya, menggunakan
bahan yang minimal, mudah terjangkau dan harus ramah lingkungan.
8. Sirup Nanas
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain yang berkadar
tinggi (sirup simpleks adalah sirup yang hampir jenuh dengan sukrosa). Kadar sukrosa
dalam sirup adalah 64-66% (Syamsuni, 2007). Sirup nanas yang dihasilkan masih
mengandung asam oksalat yang tinggi terutama pada daging buah nanas matang.
Tingginya kandungan asam oksalat dalam bahan dapat menyebabkan rasa gatal
(Sebayang 2005), sehingga perlu treatmen pada bahan untuk menurunkan kandungan
asam oksalat. Metode blanching (Sebayang 2005) dan perendaman garam (Muttakin dkk,
2015) dapat menurunkan kandungan asam oksalat yang terdapat pada bahan.
Pembuatan Sirup Nanas
Buah nanas matang dikupas kemudian dipisahkan daging dari mata dan hati nanas
untuk dicuci dan ditiriskan. Daging nanas yang sudah bersih diberi 2 perlakuan yang
berbeda yaitu blanching dengan cara merendam bahan dengan air pada suhu 40¤C selama
4 menit, perendaman garam 10% selama 120 menit dan satu lagi tanpa perlakuan atau
sebagai kontrol. Untuk setiap perlakuan disiapkan 1000 gram nanas yang sudah potong
kecil dan dihancurkan menjadi bubur nanas kemudian pisahkan sari nanas dengan proses
penyaringan. Sari nanas yang ditambahkan 70% gula, 0,35% CMC diaduk merata dan
dipanaskan hingga mendidih serta mengental (sirup nanas).
Hasil yang didapatkan adalah kandungan asam oksalat pada sirup nanas menurun
pada metode blanching (0,3897%) dan metode perendaman air garam (0,329%)
dibandingkan kontrol (0,459%). Proses blanching dan perendaman garam untuk
menurunkan kadar asam oksalat membantu meningkatkan kualitas sirup nanas untuk
parameter warna dan kejernihan yaitu dapat mempertahankan warna dan kejernihan sirup
dari proses browning enzimatis. Viskositas sirup nanas meningkat pada metode blanching
(1,2 d.Pas) dan terjadi penurunan untuk metode perendaman air garam dalam nilai yang
wajar (0,2 d.Pas) jika dibandingkan dengan kontrol (0,3 d.Pdas). Berdasarkan hasil
pengujian kandungan asam oksalat, viskositas, warna dan kejernihan, sirup nanas metode
blanching dan perendaman air garam berkualitas baik dibandingkan kontrol.
Kesimpulan
Daftar Pustaka

Adnan, S.M., Bhattacharjee, S.C., Akter S., Chakraborty D., and M. Ahmad.2017. Development
and Quality Evaluation of Canned Pineapple . J. Environ. Sci. & Natural Resources, 10(2):
183–187
Putri, M.P., Setiawati, Y. H. (2015). Analisis Kadar Vitamin C Pada Buah Nanas Segar (Ananas
comosus (L.) Merr) Dan Buah Nanas Kaleng Dengan Metode Spektrofotometri Uv-
Vis.Jurnal Wiyata, 2(1), 34-38.
Sernita.2017. Perbandingan Kadar Vitamin C Pada Nanas Kaleng Dengan Nanas Segar
(Ananas comosus (L) Mer .Volume ii no. 1, agustus 2017. II(1),66-73
Dwiyanti,H. dan Retno, S. 2018. Modifikasi Pengolahan Produk Berbasis Nenas untuk
Meningkatkan Mutu Sensoris dan Umur Simpan Produk. Jurnal Pengabdian kepada
Masyarakat. Vol.2, No.1 Mei 2018-ISSN 2598-0912.

Afifah N., Lia R., dan Doddy A. D. 2019. The Effect Of Starch and Lipid Type on
Physicochemical Properties of Composite Edible Film and Application as Pineapple
Dodol Packaging. Jurnal Riset Teknologi Industri. Pusat Penelitian Teknologi Tepat
Guna-LIPI.

Setiavani. G., Sugiyono., Adil B.A., dan Nugraha E.S. 2018. Teknologi Pengolahan dan
Peningkatan Nilai Gizi Dodol Processing Technology and Nutritional Improvements of
Dodol. Artikel. Departemen Ilmu Pangan dan Tekologi Pangan. Institut Pertanian bogor.
Pangan, Vol. 27 No. 3 Desember 2018 : 225-234.

Shweta Saloni, Sindhu, Dr. Komal Chauhan and Soumitra Tiwari.2017. Pineapple production
and processing in north eastern India. Journal of Pharmacognosy
andPhytochemistry.https://www.phytojournal.com/archives/2017/vol6issue6S/PartP/SP-
6-6-149.pdf ( diakses pada tanggal 6 november 2020 )

Rosnita Rosnita, Roza Yulida, Susy Edwina, Evy Maharani, Didi Muwardi, Arifudin
Arifudin.2015. Analysis of Pineapple Chips Agroindustry in Kualu Nenas Village
Kampar District. International Journal on Advanced Science, Engineering and
Information Technology, Vol. 4 (2015) No. 3, pages: 189-195.
https://www.researchgate.net/publication/291273473_Analysis_of_Pineapple_Chips_Agr
oindustry_in_Kualu_Nenas_Village_Kampar_District. ( di akses pada tanggal 22
november 2020)

Nicolas Tumbel dan Supardi Manurung.2017. Pengaruh suhu dan waktu penggorengan
terhadap mutu keripik nanas menggunakan penggoreng vakum.Jurnal Penelitian
Teknologi Industri Vol. 9 No. 1 Juni 2017 : 9-22 ISSN No.2085-580X.
https://media.neliti.com/media/publications/286039-pengaruh-suhu-dan-waktu-
penggorengan-ter-048b5c7c.pdf ( diakses pada tanggal 6 november 2020 )

Badan Pusat Statistik. 2018. Produksi buah tanaman nanas. Online at


https://www.bps.go.id/site/pilihdata[1 Desember 2018].

Ahmat, abas, 2017. Buah nanas dan manfaatnya, diunduh dari


http://www.jitunews.com/read/11897/ini-dia-3-jenis-nanas-unggulan-indonesia pada
tanggal 28 november 2017
Anonim. 2015. Belajar Biologi. Diunduh dari http://www.robi-
biologi.blogspot.co.id/2015/05/tipe-tipe-fermentasi.html pada tanggal 28 November
2017

Vollmer. K, Chakraborty. S, Bhalerao. P.P, Carle. R, Frank. J and Steinggass. C.B. 2020. Effect
of Pulsed Light Treatment on Natural Microbiota, Enzyme Activity, and Pytochemical
Compotition of Pineapple (Ananas comosus [L.] Merr.) juice. Food and Bioprocess
Technology. https://doi.org/10.1007/s11947-020-02460-7.

Yousuf. A, Rahman. Md.A, Uddin M.R, Hoque. Md.M, Sayem. A.S.M, Hossain. Md.S, Ali.
Md.Shah, Ahmed. Md.S, and Haque. M. 2020. Pineapple Juice Preservation by Pulsed
Electric Field Treatment. Journal Of Biological Sciences. ISSN: 2640-7795.
https://dx.doi.org/10.17352/ojbs.

hounhouigan. M. H, Linnemann. A. R, Soumanou. M. M, and Boekel. M. AJS. V. 2020. Effect


of Heat Treatment On Yeast Inactivation, Vitamin C and Physicochemical Quality of
Fresh Pineapple Juice. African Journal of Food Science. Vol. 14(8) pp. 256-264. ISSN:
1996-0794. http://www.academicjournals.org/AJFS.

Sarkar, T. Nayak, P. Chakraborty, R. 2018. Pineapple (Ananas Comosus L) Product


Processing Techniques And Packaging: A Review. Jadavpur University, Kolkata, India.
Vol. 9 | 4 | 6-12 |,Sarkar et ai. 2018 – ISSN 0976-3104

Putra, MI. Tamrin,. Kobajashi,. 2018. The Effect of Carrageenan Concentration on the
Quality of Pineapple Jelly Candy (Ananas Comosus). Jurnal Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6,. ISSN : 2527-6271

Siskawardani, DD. Kartika, RA. Warkoyo,. Khotimah, K. 2018. The Study of Watermelon
Rind (Citrullus Lanatus) and Pineapple Fruit (Ananas Comosus L) Proportion with
Caragenan Addition on Fruit Leather Physicochemical Characteristics. Univeritas
Muhammadiyah Malang, Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan.

Budihastuti, D. . ., Katiandagho, T. M., & Benu, N. M. (2016). Profil Usaha Selai Nanas “Cap
Burung Maleo” Ud Asli Totabuan Di Kelurahan Motoboi Kecil Kota Kotamobagu. Agri-
Sosioekonomi, 12(2A), 201. https://doi.org/10.35791/agrsosek.12.2a.2016.12869

Fitriyanti, F., dan M. (2012). of Nutrition College , Volume Halaman of Nutrition College ,
Volume Halaman Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc Program Studi
Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Osteoporosis merupakan salah satu
penyakit degeneratif. Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (Pmt-P)
Terhadap Status Gizi Balita Gizi Buruk Di Dinas Kesehatan Kota Semarang Tahun, 1(1),
373–381. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc
Method, S. S. (n.d.). Pembuatan Sirup Nanas dengan Metode Blanching dan Perendaman
Garam Making Pineapple Syrup by Blanching and Salt Soaking Method. 50–54.

Chaudhary, V., Kumar, V., Singh, K., Kumar, R., Kumar, V., & Vipul Chaudhary, C. (2019).
Pineapple (Ananas cosmosus) product processing: A review. Journal of Pharmacognosy
and Phytochemistry, 8(3), 4642–4652. http://apps.fao.org

FO, A., & RB, A. (2019). Jam making and packaging in Nigeria, Sub-Sahara Africa: A review.
African Journal of Food Science and Technology, 10(1).
https://doi.org/10.14303/ajfst.2019.002

Anda mungkin juga menyukai