TEKNOLOGI PENGEMASAN
ACARA IV
PENGEMASAN DALAM UDARA TERMODIFIKASI
Kelompok 2
Penanggung Jawab:
Shelin Hanifillah (A1F015003)
Elizabeth Priscilia W (A1F015043)
A. Latar Belakang
Kesadaran masyarakat terhadap pola makan yang sehat tercermin dari
makin banyaknya pilihan dalam mengonsumsi makanan seperti buah dan sayur.
Buah-buahan dan sayuran merupakan komoditi yang mempunyai sifat mudah
rusak atau perishable karena mempunyai karakteristik sebagai makhluk hidup dan
tidak mempunyai kemampuan untuk mempertahankan hidupnya. Komoditi ini
masih melangsungkan reaksi metabolismenya sesudah dipanen. Dua proses
terpenting di dalam produk seperti ini sesudah diambil dari tanamannya adalah
respirasi dan produksi etilen. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju
respirasi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor eksternal (faktor
lingkungan) dan faktor internal. Yang termasuk faktor lingkungan antara lain
temperatur, komposisi udara dan adanya kerusakan mekanik, Ketiga faktor ini
merupakan faktor penting yang dapat mempercepat laju respirasi. Sedangkan
faktor internal antara lain jenis komoditi (klimaterik atau non-klimaterik) dan
kematangan atau tingkat umurnya, akan menentukan pola respirasi yang spesifik
untuk setiap jenis buah-buahan dan sayuran.
Adanya aktivitas respirasi pada hasil-hasil pertanian dapat menyebabkan
hasil pertanian menjadi matang dan menjadi tua. Proses matangnya hasil pertanian
merupakan perubahan dari warna, aroma, dan tekstur berturut-turut menuju ke
arah hasil pertanian yang dapat dimakan/dapat digunakan dan memberikan hasil
sebaik-baiknya. Proses menjadi tua (senescence) merupakan proses secara normal
menuju ke arah kerusakan sejak lewat masa optimal.
Aktivitas metabolisme dan energi panas pada buah dan sayuran segar
dicirikan dengan adanya proses respirasi. Panas respirasi adalah panas yang
dihasilkan karena adanya aktivitas metabolisme dari bahan pangan, panas
respirasi ini sangat berpengaruh terhadap beban panas, terutama pada bahan
pangan nabati sehingga berpengaruh selama dalam masa pengangkutan dan
penyimpanan.
Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan terjadinya peningkatan
panas, sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air, pelayuan, dan
pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat. Panas respirasi
dipengaruhi oleh lingkungan. Meningkatnya suhu lingkungan akan meningkatkan
panas respirasi karena terjadi peningkatan aktivitas metabolisme seiring dengan
meningkatnya suhu lingkungan. Respirasi adalah sangat tergantung pada suhu,
mikroorganisme pembusuk akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang
ideal dengan adanya peningkatan suhu.
Pada dasarnya produk segar atau olahan pangan mudah mengalami
kerusakan .Untuk menghambat proses tersebut perlu adanya teknik dimana dalam
mengurangi proses terjadinya laju transpirasi. Cara yang paling efektif untuk
menurunkan laju respirasi adalah dengan menurunkan suhu produk namun
demikian beberapa cara tambahan dari cara pendinginan tersebut dapat
meningkatkan efektifitas penurunan laju respirasi. Cara tambahan selain
menurunkan suhu dilakukan pengemasan.
Pengemasan merupakan suatu pembungkusan yang dilakukan terhadap
produk dengan tujuan agar produk tidak mudah rusak dan memiliki nilai sensoris
yang baik. Dalam industri pangan pengemasan merupakan salah satu cara untuk
membantu melindungi bahan pangan dari kerusakan, melindungi bahan yang ada
di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan
getaran mikrobiologis selama pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran.
Pengemasan juga dapat meningkatkan nilai tambah bahan yang dikemas seperti
bahan atau produk menjadi lebih menarik dan harga jualnya lebih tinggi. Salah
satu bentuk perlakuan dari pengemasan yaitu pengemasan dengan udara
termodifikasi.
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah mengetahui pengaruh
penyimpanan dalam udara termodifikasi terhadap umur simpan buah buahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Pengemasan konvensional
Diisi kantong plastik dengan 5 butir tomat, kemudian di-seal dengna vacuum
sealer
Ditimbang kemasan
Disimpan kemasan tomat pada suhu ruang
Tomat 1 Tomat 2
Hari 0 = 0% Hari 0 = 0%
= 1,799% = 1,60%
= 0,689% = 0,578%
b. Pengemasan konvensional
Hari Bahan Warna Tekstur Bobot Susut
(gram) Bobot (%)
0 Merah kehijauan Keras 106,5626 0
1 Tomat 1 Merah kehijauan Keras 104,7421 1,7083
2 Merah kehijauan Agak keras 102,8902 1,7680
0 Merah kekuningan Agak keras 87,3240 0
1 Tomat 2 Merah kekuningan Agak keras 85,0573 2,5957
2 Merah kekuningan Agak keras 83,7525 1,5340
Perhitungan Susut Bobot
Tomat 1 Tomat 2
Hari 0 = 0% Hari 0 = 0%
= 1,7083% = 2,5957%
= 1,7680% = 1,5340%
c. Pengemasan udara termodifikasi
Hari 0 = 0%
= 0,5234%
= 0,4167%
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini akan membahas mengenai pengemasan dalam
udara termodifikasi. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tomat.
Menurut Astawan (2008) tomat (Lycopersicum escuentum Mill) merupakan salah
satu produk hortikultura yang berpotensi, menyehatkan dan mempunyai prospek
pasar yang cukup menjanjikan. Tomat baik dalam bentuk segar maupun olahan
memiliki komposisi zat gizi yang cukup lengkap dan baik. Tomat digolongkan
sebagai sumber vitamin C yang sangat baik karena 100 gram tomat memenuhi
20% atau lebih dari kebutuhan vitamin C sehari. Buah tomat umumnya
dikonsumsi sebagai buah segar. Tomat merupakan buah yang cepat mengalami
kerusakan akibat masih berlangsungnya proses fisiologis. Hal ini juga disebabkan
karena produk hortikultura ini merupakan struktur hidup yang masih mengalami
perubahan kimia dan biokimiawi yang diakibatkan aktivitas metabolisme. Oleh
karena itu perlu dijaga mutu dan kesegarannya agar tidak mudah rusak. Salah satu
cara untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan pengemasan dan pengaturan
atmosfir disekeliling produk.
Dalam praktikum ini perlakuan dilakukan dengan tiga perlakuan yang
berbeda yaitu: 1). Kontrol, dalam perlakuan ini dua buah tomat ditimbang
bobotnya kemudian disimpan dalam nampan Styrofoam dan dibiarkan dalam
udara terbuka dan suhu ruang. Kemudian dilakukan pengamatan selama 2 hari. 2).
Pengemasan konvensional, dalam perlakuan ini dua buah tomat ditimbang pula
bobotnya kemudian dikemas menggunakan plastic wrap, tomat yang telah
dikemas disimpan pada suhu ruang dan dilakukan pengamatan selama 2 hari pula.
3). Pengemasan udara termodifikasi, dalam perlakuan ini dua buah tomat
ditimbang kemudian disimpan dalam nampan Styrofoam yang dibungkus dengan
plastic wrap. Kemudian komposisi udara dalam plastik tersebut diubah dengan
proporsi udara 10% O2, 5% CO2, 85% N2. Setelah dilakukan pengemasan dan
pemberian udara, tomat tersebut ditimbang kembali dan disimpan pada suhu
ruang. Selama penyimpanan dilakukan pengamatan selama 2 hari. Pengamatan
yang dilakukan dari segi perubahan warna, perubahan tekstur, dan bobot yang
nantinya akan dihitung susut bobot dari tomat.
Penyimpanan dalam atmosfir termodifikasi merupakan teknik
penyimpanan komoditi hasil pertanian dengan merubah komposisi udara dalam
kondisi penyimpanan dengan pengurangan atau penambahan gas tertentu kedalam
kandungan udara normal (78.08 %,N2, 20.95 % O2, dan 0.03 % CO2). Pada
umumnya proses penyimpanan komoditi pada kondisi atmosfir termodifikasi
dilakukan dengan peningkatan karbondioksida (CO2) dan penurunan oksigen
(O2) didalam udara ruang penyimpan. Perubahan komposisi udara dapat
dilakukan menggunakan bahan atau tempat yang dapat mengisolasikan bahan
dengan udara luar sehingga komposisi udara di dalam ruangan dapat diatur sesuai
dengan keinginan (Susanto, 2008)
Penyimpanan dalam udara termodifikasi penting dilakukan untuk produk
buah-buahan maupun sayur. Tranggono et, al (1992) dalam Octavianti Paramita
(2010), menyatakan bahwa umur simpan buah sangat dipengaruhi oleh laju
respirasi. Laju respirasi dapat dikendalikan antara lain dengan memanipulasi
kandungan gas O2 atau CO2 dalam kemasan atau ruang penyimpanan. Dengan
menurunkan konsentrasi O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2, maka laju
respirasi dapat diperlambat sehingga umur simpan dapat diperpanjang.
Penyusutan buah-buahan dibedakan atas penyusutan kuantitatif dan
kualitatif. Penyusutan kuantitatif dinyatakan dalam bobot sedangkan penyusutan
kualitatif berupa penyimpangan rasa, warna, bau, penurunan nilai gizi, sifat-sifat
fisikokimia, serta pencemaran oleh jasad renik, dan senyawa beracun yang
membahayakan kesehatan. Umumnya penyusutan produk buah dan sayuran
berkisar antara 25%-80%. Untuk mengendalikan hal tersebut maka diperlukan
pengemasan dalam udara termodifikasi (Widodo, dkk, 2010).
Hasil pengamatan sebagai berikut:
a. Warna
Warna tomat pertama pada perlakuan control adalah merah kekuningan,
kemudian pada hari pertama dan kedua penyimpanan terjadi perubahan warna
menjadi merah tua kekuningan. Warna tomat kedua pada perlakuan control adalah
merah kehijauan, kemudian pada hari pertama dan kedua penyimpanan terjadi
perubahan warna menjadi merah kekuningan.
Warna tomat pertama pada perlakuan pengemasan konvensional adalah
merah kehijauan dan tidak mengalami perubahan warna sampai penyimpanan hari
kedua. Warna tomat kedua pada perlakuan pengemasan konvensional adalah
merah kekuningan dan tidak terjadi perubahan warna sampai penyimpanan hari
kedua.
Warna tomat pada perlakuan pengemasan udara termodifikasi adalah
merah tua kekuningan dan tidak mengalami perubahan warna pada hari pertama
penyimpanan tetapi pada hari kedua penyimpanan warna tomat menjadi merah
tua.
Secara keseluruhan perubahan warna yang signifikan berubah yaitu pada
perlakuan kontrol yang mana tomat hanya disimpan pada nampan Styrofoam tanpa
pengemasan lainnya. Hal ini terjadi karena seiring dengan proses pematangannya,
buah tomat akan memproduksi lebih banyak likopen sehingga produksi akan
karoten dan xantofil menjadi berkurang dan menyebabkan warna tomat menjadi
semakin merah, yang mana sintesis likopen dan perombakan klorofil merupakan
ciri perubahan warna pada buah tomat (Roiyana, 2012). Sedangkan pada tomat
dengan perlakuan pengemasan konvensional dan pengemasan udara termodifikasi
tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
lingkungan mempengaruhi perubahan warna yang disebabkan tomat mengandung
pigmen klorofil dan karotenoid. Menurut Novita (2015) menyatakan bahwa
kandungan klorofil buah lambat laun berkurang selama proses pematangan seiring
dengan sintesis pigmen karotenoid tetapi hal tersebut dapat dihambat dengan
melakukan pengemasan menggunakan plastik atau penggunaan bahan pelapis
(coating) yang terbukti berhasil mempertahankan warna merah pada tomat.
b. Tekstur
Tekstur tomat pada perlakuan kontrol baik pada tomat pertama dan tomat
kedua adalah keras, tetapi setelah penyimpanan hari pertama dan hari kedua
terjadi perubahan tekstur, tomat pertama menjadi agak keras dan tomat kedua
menjadi sedikit keras.
Tekstur tomat pertama pada perlakuan pengemasan konvensional adalah
keras, kemudian setelah penyimpanan selama dua hari menjadi agak keras.
Tekstur tomat kedua pada perlakuan pengemasan konvensional adalah agak keras
dan tidak mengalami perubahan tekstur selama penyimpanan.
Tekstur tomat pada perlakuan pengemasan udara termodifikasi adalah
keras kemudian setelah penyimpanan satu hari menjadi agak keras dan setelah
penyimpanan dua hari menjadi sedikit keras.
Secara keseluruhan perubahan tekstur yang paling signifikan yaitu pada
perlakuan control dan pengemasan udara termodifikasi yang mana tomat tersebut
mengalami perubahan tekstur menjadi lembek / sedikit keras. Nilai kekerasan
yang tinggi menunjukkan bahwa buah belum terlalu matang, sedangkan nilai
kekerasan yang rendah menunjukkan bahwa buah semakin matang. Penurunan
nilai kekerasan ini terjadi akibat degradasi pectin yang tidak larut dalam air
(protopektin) dan berubah menjadi pectin yang larut dalam air. Hal ini
mengakibatkan menurunnya daya kohesi dinding sel yang mengikat dinding sel
yang satu dengan dinding sel lainnya (Roiyana, 2012). Dengan perlakuan
pengemasan dapat menghambat oksigen yang masuk ke jaringan sehingga lebih
sedikit enzim-enzim yang terlibat dalam proses respirasi dan pelunakan jaringan
kurang aktif (Roiyana, 2012). Hal ini sesuai dengan hasil yang dipraktikumkan
yaitu perubahan tekstur yang terbesar ada pada tomat control yang mana tomat
tersebut kontak langsung dengan oksigen, sedangkan pada pengemasan udara
termodifikasi kemungkinan disebabkan sebelum pemberian udara tidak dilakukan
pemvakuman kemasan sehingga oksigen dalam kemasan masih tinggi dan dapat
menyebabkan perubahan tekstur.
c. Bobot dan susut bobot
Bobot pada tomat pertama perlakuan control adalah 96,4163 gram
kemudian setelah dilakukan penyimpanan sehari mengalami penyusutan bobot
sebesar 1,795% menjadi 94,6856 gram, dan pada penyimpanan hari kedua
mengalami penyusutan bobot sebesar 0,689% menjadi 94,0324 gram. Bobot tomat
kedua perlakuan control adalah 128,1351 gram kemudian setelah dilakuakan
penyimpanan sehari mengalami penyusutan bobot sebesar 1,60% menjadi
126,0854 gram, dan pada penyimpanan hari kedua mengalami penyusutan bobot
sebesar 0,578% menjadi 125,3524 gram.
Bobot pada tomat pertama perlakuan pengemasan konvensional adalah
106,5626 gram yang mana setelah dilakukan penyimpanan sehari mengalami
penyusutan bobot sebesar 1,7083% menjadi 104,7421 gram sedangkan pada
penyimpanan hari kedua mengalami penyusutan bobot sebesar 1,7680% menjadi
102,8902 gram. Bobot tomat kedua perlakuan pengemasan konvensional adalah
87,3240 gram yang mana setelah dilakukan penyimpanan sehari mengalami
penyusutan bobot sebesar 2,5957% menjadi 85,0573 gram sedangkan pada
penyimpanan hari kedua mengalami penyusutan bobot sebesar 1,5340% menjadi
83,7525 gram.
Bobot tomat pada pengemasan udara termodifikasi adalah 182,2626 yang
mana setalah dilakukan penyimpanan selama sehari mengalami penyusutan
sebesar 0,5234% menjadi 181,3086 gram dan pada penyimpanan hari kedua
terjadi penyusutan bobot sebesar 0,4167% menjadi 180,553 gram.
Secara keseluruhan tomat yang mengalami penyusutan bobot terbesar
adalah tomat dengan pengemasan konvensional, dan yang tidak mengalami
perubahan bobot signifikan adalah tomat dengan pengemasan udara termodifikasi.
Hal ini menunjukan bahwa pengemasan udara termodifikasi dapat menghambat
penyusutan bobot. Menurut Novita (2015) buah tomat merupakan buah klimaterik
yang memiliki umur simpan yang relative singkat. Setelah dipanen, buah tomat
masih melakukan proses metabolisme, yang memerlukan energy yang diperoleh
dari cadangan makanan. Metode yang digunakan untuk menghambat proses
metabolisme pada buah tomat dapat diatasi diantaranya dengan penyimpanan
atmosfer terkendali. Sehingga dalam praktikum ini menghasilkan hasil yang
sesuai, karena susut bobot terkecil terjadi pada pengemasan dengan udara
termodifikasi.
Tetapi pada praktikum kali ini terjadi beberapa kesalahan karena
seharusnya susut bobot terbesar adalah pada perlakuan control, hal ini dapat
disebabkan tidak rapatnya plastic wrap ketika mengemas. Menurut Fauziah
(2016) menyatakan bahwa pemilihan kemasan yang memadai dengan system
pemilihan yang sesuai dengan bahan dan cara mengemas dipilih untuk
memperpanjang umur simpan melalui penyimpanan terkendali. Bahan kemasan
yang cocok untuk kemasan kemasan tomat segar termasuk bahan kemasan
konvensional seperti polyprophylene (PP) dan polyethylene (PE). Dimana menurut
Anggraeni (2008) plastik wrap memiliki jenis bahan kemas polietilen maupun
PVC yang mana memiliki sifat relative mudah ditembus O 2 dan uap air, sehingga
ada kemungkinan susut bobot menyusut.
Modified atmosphere packaging (MAP) adalah salah satu cara
pengemasan untuk mengatur factor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
kegiatan metabolic dan fisiologik komoditas yang disimpan, MAP dilakukan
dengan mengatur komposisi udara di sekitar bahan sehingga berbeda dengan
komposisi udara atmosfer dalam rangka menghambat proses metaboliknya
sehingga umur simpan komoditas dapat diperpanjang. MAP terbagi menjadi dua
macam, yaitu MAP aktif dan MAP pasif. MAP aktif yaitu mengemas produk hasil
pertanian dengan memasukkan gas-gas yang dibutuhkan pada buah yang akan
dikemas tersebut. MAP pasif yaitu pengemasan bahan pangan yang kandungan
udaranya diatur dengan mengandalkan sifat permeabilitas bahan pengemasnya.
MAP melibatkan produk yang diekspos dengan atmosfer yang digenerasi
dalam kemasan akibat interaksi dari produk, kemasan dan atmosfer eksternal.
MAP adalah suatu system yang dinamis dimana respirasi dan keluar-masuknya
gas melalui kemasan terjadi bersamaan. Keluar-masuknya gas O2 dan CO2 pada
kondisi suhu dan kelembapan penyimpanan yang sama dengan produk yang sama
pula adalah ditentukan oleh permeabilitas dari kemasan yang digunakan.
Permeabilitas plastic terhadap O2 dan CO2 semakin berkurang dengan semakin
tebalnya plastic tersebut. Hal ini berimplikasi pula pada kondisi minimum dari
konsentrasi O2 dan kondisi maksimum dari konsentrasi CO 2 yang dicapai.
Semakin tipis plastic maka kondisi minimum konsentrasi O 2 adalah lebih tinggi
dan kondisi maksimum konsentrasi CO2 lebih rendah dibandingkan dengan plastic
lebih tebal (Utama, 2005).
Pengemasan dalam udara termodifikasi penting untuk memperpanjang
umur simpan bahan pangan, karena pada prinsipnya penyimpanan buah-buahan
dan sayur-sayuran dilakukan untuk mengendalikan laju proses metabolisme,
seperti respirasi, transpirasi, infeksi hama penyakit (Argo, 2008).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan diatas dapat disimpulkan bahwa
penyimpanan pada udara termodifikasi mempengaruhi perubahan warna,
perubahan tekstur, dan perubahan susut bobot. Pada umumnya pengemasan
menggunakan plastic wrap dengan udara termodifikasi memiliki perubahan warna
dan susut bobot yang kecil dibandingkan dengan pengemasan menggunakan
plastic wrap tanpa udara termodifikasi dan perlakuan kontrol. Tetapi ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan seperti kadar masing-masing gas yang digunakan,
prosedur pengisian gas, proses pengemasan bahan, fisiologi buah, suhu
penyimpanan, jenis plastic, dan nilai permeabilitas plastic.
B. Saran
1. Disarankan agar jumlah buah diperbanyak kembali sehingga setiap kelompok
melakukan praktikum dengan baik.
2. Disarankan untuk lebih menjelaskan mengenai prosedur pengisian gas yang
baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Wati. 2008. Penggunaan Bahan Pelapis Dan Plastik Kemasan Untuk
Meningkatkan Daya Simpan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.).
skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Argo, Bambang Dwi; Anang Latriyanto; Nuraini Puji Astuti. 2008. Sistem
Monitoring Gas Oksigen dan Karbondioksida Pada Ruang Penyimpanan
Sistem Udara Terkontrol. Jurnal Teknologi Pertanian. Volume 9. Nomor 3.
Halaman 150-156.
Astawan, Made. 2008. Sehat dengan Sayuran. Jakarta: Dian Rakyat. h 138-43.
Fauziah, Dini. 2016. Pengaruh Suhu Penyimpanan Dan Jenis Kemasan Serta
Lama Penyimpanan Terhadap Karakteristik Tomat (Solanum lycopersicum
L.) Organik. Skripsi. Universitas Pasundan, Bandung.
Kitinoja. Kader. 2012. Praktik-Praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil:
Manual Untuk Produk Hortikultura (Edisi Ke 4). Universitas Udayana,
Denpasar.
Tranggono dan Sutardi. 2010. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.