Anda di halaman 1dari 3

Edible Coating Pelapisan Lilin

Pelapisan Lilin
Lilin adalah ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat
berantai panjang atau sterol. Menurut Pantastico (1986) Ada tiga jenis lilin yang dikenal di 
alam, yakni yang lilin lebah, lilin spermaceti dan lilin karnauba. Lilin karnauba merupakan
lilin yang didapat dari pohon palem (Copernica Cerifera). Lilin ini paling banyak titik airnya
yaitu 89-87C, sedangkan lilin spermaceti adalah lilin yang didapat dari kepala ikan paus
(Phesester macrocephalus) mencair pada suhu 42-47˚C. Lilin ini banyak digunakan dalam
industri obat dan kosmetik (Bernett, 1964 dalam Pantastico 1986). Lilin lebah merupakan
lilin alami komersial yang merupakan hasil sekresi dari lebah madu (Apis mellifica) atau
lebah lainnya.

Lilin lebah banyak digunakan untuk pelilinan komoditas hortikultura karena mudah
didapat dan murah. Lilin lebah digolongkan sebagai food grade, lilin ini tidak dapat larut
dalam pelarut (air), oleh sebab itu digunakan emulsifier yang sesuai seperti trietanolamin
(TEA) dan asam oleat untuk menghasilkan emulsi lilin yang stabil dan homogen. Emulsi
diartikan sebagai campuran dari dua cairan atau lebih yang saling tidak melarutkan, saling
ingin berpisah karena mempunyai berat jenis yang berbeda. Emulsi lilin yang dapat
digunakan sebagai bahan pelapisan lilin harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu, tidak
mempengaruhi bau dan rasa yang akan dilapisi, mudah kering dan jika kering tidak lengket,
tidak mudah pecah, mengkilat dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, mudah
diperoleh, murah harganya dan yang terpenting tidak bersifat racun (Roosmani, 1975).
Secara alami buah mempunyai selaput lilin pada permukaannya. Lapisan lilin untuk
produk hortikultura biasanya digunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin
dengan konsentrasi 4 sampai 12%. Komposisi dasar lilin 12% dapat dilihat pada tabel 3.
                                                      Komposisi Dasar Emulsi Lilin 12%
No Bahan dasar Komposisi
1 Lilin lebah 120 gram
2 Trietanolamin 40 gram
3 Asam oleat 20 gram
4 Air panas 820 mL
                                  Sumber: Balai Hortikultura, 2002
Menurut taksiran para ahli, untuk mendapatkan 1 kg lilin diperlukan 12 kg nektar atau
4 kg madu. Lilin dibentuk dalam tubuh melalui proses kimia, lalu dikeluarkan melalui
kelenjar lilin yang terdapat pada segmen abdomen. Dengan kaki belakangnya yang berambut,
lebah menyodorkan lilin ke dalam mulutnya untuk dikunyah dan dibentuk menjadi semacam
adonan. Setelah terbentuk, lalu disiapkan di rahang depan untuk membangun dinding sel
sarang. Selanjutnya, lebah bekerja dengan menggunakan propolis. Propolis adalah bahan
yang dikumpulkan lebah dari kuncup tanaman, yang dibawa ke sarang dalam bakul sarinya
(Sarwono, 2001).
Lilin lebah merupakan hasil sekresi dari lebah madu (Apis mellifica). Madu dapat
diekstrak dengan menggunakan dua cara, yaitu sistem sentrifugal dan pengepresan.  Madu
yang diekstrak dengan sentrifugal sisir madu akan tetap utuh sehingga dapat digunakan lagi,
sedangkan ekstraksi madu menggunakan sisir madu yang ditekan atau dipres, sisir akan
hancur.  Sisir yang hancur dapat dibuat lilin atau bibit bahan sarang baru. Hasil sisa
pengepresan ini, kemudian dicuci dan dikeringkan, lalu dipanaskan sehingga menjadi lilin
atau malam. Lilin ini berwarna putih, kuning, sampai coklat (Winarno, 1981). Adapun rumus
kimia lilin lebah adalah sebagai berikut:     
          O
          ║
C13H27C-O-C26H53
Lilin lebah merupakan lilin yang kompleks dibentuk dari campuran beberapa
komponen meliputi hidrokarbon 14%, monoester 35%, diester 14%, triester 3%, hidroksi
monoester 4%, hidroksi poliester 8%, asam ester 1%, asam poliester 2%, asam bebas, alkohol
bebas 1%, dan 6% sisanya tidak diketahui. Pelapisan lilin merupakan teknik penundaan
kematangan yang sudah dikenal sejak abad XII. Lilin yang digunakan dapat berasal dari
berbagai sumber seperti dari tanaman, hewan, mineral, maupun lilin sintetis.
Menurut Pantastico (1986), pelapisan lilin merupakan usaha penundaan kematangan
yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk hortikultura. Pemberian lapisan
lilin ini penting juga untuk menutupi luka-luka goressan kecil pada buah. Keuntungan lainnya
yang diberikan lapisan lilin ini pada buah adalah dapat memberikan penampilan yang lebih
menarik karena memberikan kesan mengkilat pada buah dan menjadikan produk itu
menjadikan produk tersebut dapat lebih lama diterima oleh konsumen. Pelapisan lilin dapat
mencegah kehilangan air sekitar 30-50%. Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan
penghembusan, penyemprotan, pencelupan (30 detik) atau pengolesan. 
Lapisan lilin berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap kehilangan air yang terlalu
banyak dari komoditas akibat penguapan dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi,
sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi
(Roosmani, 1975). Dengan demikian lapisan lilin dapat menekankan respirasi dan transpirasi
yang terlalu cepat dari buah-buahan dan sayur-sayuran segar
Muchtadi dan Sugiyono (1992) menerangkan bahwa lapisan lilin untuk komoditi
hortikultura segar harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu tidak berpengaruh terhadap
bahan, tidak beracun, mudah kering dan tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan
licin, mudah diperoleh dan murah harganya. Lilin akan menutupi sebagian stomata (pori-
pori) buah-buahan dan sayuran sehingga dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat
proses fisiologis dan mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan sehingga dapat menunda
proses pematangan. Pelilinan (waxing) adalah perlakuan pasca panen yang diberikan untuk
satu atau beberapa alasan berikut ini:
      Mengurangi kehilangan air
      Mengurangi pembusukan oleh mikroorganisme
      Dapat sebagai  carier  fungisida dan insektisida
      Dapat meningkatkan masa simpan dengan memodifikasi respirasi
      Menggantikan lilin alami selama pencucian
      Memperbaiki kenampakan produk

Anda mungkin juga menyukai